Bawa Semangat Sektarian,
Ratusan Jenderal Iran Siap ke Suriah
Teheran – Komandan
Pasukan Basij Iran, Muhammad Ridha Naqdi, sesumbar ratusan jenderal Garda
Revolusi Iran siap berangkat dan mengatur pertempuran di Suriah. Dengan membawa
permusuhan sektarian, Naqdi mengatakan para komandan itu tidak akan mengulang
kesalahan Al-Hassan bin Ali yang telah membuat perjanjian damai dengan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Seperti dilansir Arabi21.com, Rabu (10/02), Naqdi mengklaim
bahwa Pemimpin Spiritual Syiah Tertinggi Ayatullah Khamenei memiliki relawan,
gerilyawan serta tentara yang lebih kuat dari pasukan Ali bin Hasan ketika
menjalin kesepakatan damai dengan Muawiyah.
“Jika Al-Hasan bin Ali memiliki pasukan sebesar pasukan
Khemenei saat ini tak akan terjadi kesepakatan tercela itu. Untuk itu, hari ini
kami menolak suara-suara yang mengatakan bahwa masa ini seperti masa perdamaian
antara Hasan dan Muawiyah sehingga mengharuskan kami berdamai dengan musuh,”
kata Naqdi.
Dalam pidatonya di upacara Mahasiswa Revolusioner dan
komandan Basij untuk memperingati Revolusi Iran, Naqdi mengatakan bahwa Hutsi
di Yaman dan Al-Hasd Al-Syakbi di Iraq adalah sahabat Al-Hasan paling utama
dalam masa ini. Jika hari ini mereka bersama Al-Hasan, pasti dia tidak akan
berdamai dengan Muawiyah.
Naqdi juga menyamakan para perwira Garda Revolusi yang
berangkat ke Suriah meninggalkan anak dan istri membela tempat “suci syiah”
seperti Nabi Ibrahim yang meninggalkan anak dan istrinya ketika turun wahyu.
Para perwira itu disamakan dengan nabi dan dianggap menolong orang-orang lemah
dan terzalimi di Suriah.
Untuk diketahui, peristiwa perdamaian antara Hasan dan
Muayiwah untuk mencegah perpecahan di barisan kaum muslimin yang saat itu
menyebar banyak fitnah. Para ulama Ahlussunnah memuji sikap Hasan dan menyebut
sikap Hasan seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad.
Iran telah mengirim banyak pasukan mulai dari jenderal
hingga prajurit ke Suriah. Pengiriman pasukan itu dengan dalih membela
tempat-tempat suci Syiah di Suriah. Namun di lapangan, mereka ikut bertempur di
berbagai wilayah Suriah yang tidak terdapat tempat suci Syiah.
Pasukan Basij adalah pasukan para militer Iran di bawah
kendali Garda Revolusi Iran. Satuan tempur ini didirikan Khomaini ketika
revolusi Syiah Iran. Anggota adalah para relawan dan pengikut setia Komaini.
Tak hanya laki-laki, pasukan ini juga melibatkan wanita dan anak-anak.
Sumber: arabi21.com
Penulis: Hunef Ibrahim
http://www.kiblat.net/2016/02/11/bawa-semangat-sektarian-ratusan-jenderal-iran-siap-ke-suriah/
http://www.kiblat.net/2016/02/11/bawa-semangat-sektarian-ratusan-jenderal-iran-siap-ke-suriah/
Ikut Terlibat di Suriah, Iran Larang
Saudi Campur Tangan
Meski Iran
terlibat bersama Rusia, Iraq dan milisi Syiah Libanon (Hizbullah) ikut
menghancurkan Suriah, seorang panglima senior tentara Iran justru
memperingatkan Arab Saudi tidak mengirimkan pasukan darat ke Suriah setelah
Saudi menggelarkan pesawat tempur di Turki.
“Kami
jelas tidak akan membiarkan situasi di Suriah berlaku seperti yang diinginkan
negara-negara pemberontak. Kami akan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan,” kata wakil kepala staf Brigadir Jenderal Masoud Jazayeri kepada
televisi Iran berbahasa Arab, Al-Aalam.
Jazayeri
menjawab pertanyaan mengenai apakah Iran telah berencana menambah penasihat
militernya ke Suriah di mana pasukan Saudi akan digelarkan di sana sehingga
menciptakan risiko bentrok langsung antara Iran dan Saudi.
“Para
teroris yang berperang di Suriah saat ini adalah pasukan Arab Saudi atau
pasukan Amerika atau bahkan pasukan reaksioner di kawasan ini,” kata Jazayeri.
“Sekarang,
ketika pasukan Suriah dan pasukan rakyat menggapai kemenangan, mereka ingin
mengirimkan tentara ke Suriah, tetapi ini hanya gertakan dan perang
psikologis,” kata Jazayeri seperti dikutip Antara dari AFP.
Serangan
Rusia
Sementara
itu, PBB mengutuk serangan udara terhadap sejumlah rumah sakit dan sekolah di
Suriah utara, hari Senin (15/02/2016), yang dikatakan menewaskan hampir 50
orang, termasuk anak-anak.
Sekjen
PBB, Ban Ki-moon, mengatakan serangan tersebut jelas-jelas adalah pelanggaran
terhadap hukum internasional.
Pemerintah
Amerika Serikat juga mengecam keras serangan udara ini, yang dituduhkan ke
militer Rusia.
“Kami
mengutuk serangan ini … yang dilakukan oleh rezim dan pihak-pihak yang
mendukung mereka, termasuk Rusia,” kata John Kirby, juru bicara Kementerian
Pertahanan di Washington dikutip BBC.
Rusia
sejak beberapa waktu terakhir mengerahkan serangan udara, menjadikan sasaran
tuduhan yang mereka sebut ‘kelompok-kelompok teroris’ sebagai sasaran serangan
namun faktanya justru banyak menyerang warga dan rakyat sipil.
Iran
secara diam-diam memasok senjata dan pasukan milisi membantu Bashar al Assad
sejak konflik meletus tahun 2011. Namun secara nyata, Iran dan Rusia melakukan
pertemuan pada November 2015 dan membuat perjanjian untuk saling bekerja sama
membantu rezim kejam yang membunuhi rakyatnya sendiri hingga terusir ke
berbagai Negara.*
Rep: Panji Islam
Editor: Cholis Akbar
Pengkhianatan
Syiah Kepada Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘Anhu
Ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dibunuh
oleh Ibnu Muljam (seorang khawarij yang tadinya termasuk syi’ah Ali namun
mengkafirkan beliau setelah itu), al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu dibai’at
menjadi khalifah, dan beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan
Mu’awiyah. Terutama setelah sebelumnya sebagian pengikutnya di Iraq telah
meninggalkan ayahnya.
Akan tetapi,
para pengikut mereka di Iraq kembali meminta al-Hasan untuk memerangi Mu’awiyah
dan penduduk Syam. Padahal, jelas-jelas sebenarnya al-Hasan berkeinginan
menyatukan kaum muslimin saat itu, karena beliau paham sekali tentang kelakuan
orang-orang syi’ah di Iraq ini yang beliau sendiri membuktikan hal tersebut.
Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang syi’ah di Iraq) dan beliau mengirimkan
pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di bagian terdepan untuk memimpin dua
belas ribu tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika al-Hasan sedang berada di
al-Madain tiba-tiba salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa Qais telah
terbunuh. Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, maka orang-orang syi’ah
Iraq kembali para tabiat mereka yang asli (berkhianat), mereka tidak sabar dan
mulai menyerang kemah al-Hasan serta merampas barang-barangnya, bahkan mereka
sampai melepas karpet yang ada di bawahnya, mereka menikamnya dan melukainya.
Dari sinilah salah seorang penduduk Syi’ah Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid
ats-Tsaqafi merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu mengikat al-Hasan bin Ali
dan menyerahkan kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan.
Pamannya yang bernama Sa’ad bin Mas’ud ats-Tsaqafi telah datang, dia adalah
salah seorang wali dari Madain dari kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid)
bertanya kepadanya, “Apakah engkau menginginkan harta dan kedudukan?” Dia
berkata, “Apakah itu?” Dia menjawab, “Al-Hasan kamu ikat lalu kamu serahkan
kepada Mu’awiyah.” Kemudian pamannya berkata, “Allah akan melaknatmu, berikan
kepadaku anak putrinya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” Ia
memperhatikannya lalu mengatakan, “Kamu adalah sejelek-jelek manusia.” (Târikh
ath-Thabarî 5/195 dan al-’Âlam al-Islâmi fil ’Ashri al-Umawî hlm. 101)
Maka
al-Hasan radhiyallahu ‘anhu sendiri berkata, “Aku memandang Mu’awiyah
(bersikap) lebih baik terhadapku dibanding orang-orang yang mengaku mendukungku
(Syi’ahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku. Demi Allah, saya
dapat meminta dari Mu’awiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi
keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik daripada mereka
membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi punah. Demi Allah, jikalau
aku berperang dengan Mu’awiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan
menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku tetap mulia dengan melakukan
perdamaian dengan Mu’awiyah dan itu lebih baik dibanding ia memerangiku dan aku
menjadi tahanannya.” (al-Ihtijâj li ath-Thibrisî hlm.148)
Para
pengkhianat ini sebenarnya amat benci terhadap al-Hasan bahkan keturunannya,
namun mereka berusaha menutup-nutupinya. Karena itu, mereka (Syi’ah Rafidhah
Imamiyyah) mengeluarkan keturunan al-Hasan dari silsilah para imam maksum versi
mereka yang mereka mengangkat imam-imam mereka itu bahkan di atas kedudukan
para nabi dan malaikat terdekat dengan Allah (tulisan Kumaini dalam al-Hukumah
Islamiyah hlm.52), walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini
mereka tetap mencantumkan al-Hasan dalam deretan imam mereka. Itulah cara dan
memang tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin. Mengapa mereka tidak
mencantumkan keturunan al-Hasan dalam imam-imam mereka? Apa keturunan al-Hasan bukan
keturunan ahlul bait? Jawabnya adalah karena al-Hasan berdamai dengan Mu’awiyah
dan menyatukan kaum muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan
tidak layaklah mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati
pengkhianat yang tidak pernah menginginkan perdamaian dan persatuan di antara
kaum muslimin.
Dikutip
dari: Pengkhianatan Syiah Sepanjang Sejarah, Ustadz Arif Fathul Ulum
Hafizhahullah
Dipublikasikan
kembali oleh: www.kisahislam.net
Al Hasan Bin Ali, Pemersatu Umat Islam
Nabi bersabda: "Sejatinya cucuku ini (Al Hasan) adalah
seorang pemimpin besar. Dan bila ia berumur panjang, niscaya dia akan
mempersatukan/ mendamaikan antara dua kelompok ummat Islam yang sedang
bertikai"
Sahabat Abu
Bakrah mengisahkan, suatu hari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedang memangku cucunya Al Hasan bin
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhuma. Sambil memangku
cucunya, beliau berbicara kepada kami. Sesekali beliau menghadap kepada kami,
dan sesekali beliau mencium cucunya. Lalu beliau bersabda:
إِنَّ ابْنِي
هَذَا لَسَيِّدٌ، إِنْ يَعِشْ يُصْلِحْ بَيْنَ طَائِفَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Sejatinya cucuku ini adalah seorang pemimpin besar. Dan bila ia
berumur panjang, niscaya dia akan mempersatukan/ mendamaikan antara dua
kelompok ummat Islam yang sedang bertikai” (HR Ahmad dan lainnya).
Sungguh
benar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Pada tahun
40 atau 41 Hijriyah, setelah melalui peperangan sengit antara pasukan sahabat
Mu’awiyyah dan Pasukan sahabat Al Hasan bin Ali Bin Ali Thalib, kebesaran jiwa
Al Hasan cucu Nabi shallallahu alaihi wa sallam benar-benar terbukti. Dengan
segala kebesaran jiwanya, beliau menyerahkan kepemimpinan umat Islam yang
ada di tangannya, kepada sahabat Mu’awiyyah, demi menyatukan ummat Islam
yang sedang berselisih ketika itu.
Sejak saat
itulah ummat Islam bersatu dibawah kepemimpinan sahabat Mu’awiyyah, dan
terbuktilah kebenaran sabda Nabi bahwa cucunya ini menyatukan antara dua
kelompok dari umat Islam yang bertikai. Dan selanjutnya tahun serah terima
kekuasaan ini dikenal dengan sebutan Tahun Persatuan.
Semoga
Allah menyatukan kita bersama sahabat Al Hasan bin Ali dan juga sahabat
Mu’awiyah radhiallahu’anhum jami’an di
surga-Nya. Amiin.
Penulis:
Ustadz DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc, MA.
Artikel
Muslim.Or.Id