“Tidak
semua orang Islam adalah teroris, namun (hampir) semua orang Islam adalah
teroris”. Kalimat ini muncul akibat fenomena Islamophobia yang sering
digelontorkan media-media sekuler.
Namun,
pernyataan ini setidaknya terbantahkan oleh laporan yang didapat dari kantor
FBI. Seperti dilansir dari Loonwatch.com, laporan tersebut menunjukkan
sejak tahun 1980-2005, hanya 6% saja serangan teroris yang dilakukan oleh
ekstrimis Islam. Sedang 94% sisanya dilakukan oleh kelompok lain. 42% dari wilayah
Latin, 24% dari kelompok ekstrim kiri, 7% dari ekstrimis Yahudi, 5% dari
kelompok Komunis, dan 16% dari kelompok-kelompok lain.
Data lain
yang menguatkan hal ini adalah laporan tahunan Europol yang berjudul “Situasi
Terorisme Uni Eropa beserta laporannya”. Di website resmi mereka, laporan dari
2006, 2007 dan 2008 digambarkan dalam grafik berikut ini:
Tahun
2006:
Tahun 2007:
Tahun 2008:
Rekapnya termuat dalam grafik di bawah ini:
Persentase
serangan teroris di Uni Eropa rentang tahun 2006-2008.
Hasilnya
mengejutkan, sekaligus membuktikan bahwa tidak semua teroris adalah kalangan
Muslim. Bahkan, 99,6% serangan teroris di Eropa dilakukan oleh
kelompok-kelompok non-Muslim. Dan 84,8 dari seluruh serangan tersebut berasal
dari serangan separatis yang tidak sedikitpun terkait dengan Islam. Kelompok
ekstrim kiri melakukan 16 kali serangan lebih banyak dari kelompok Islam. Jadi,
hanya 0,4% serangan teroris dari 2006-2008 yang dilakukan oleh ekstrimis
Muslim.
Dari
keterangan di atas dapat diketahui bahwa serangan yang dilakukan oleh ekstrimis
Islam sangatlah sedikit dibanding serangan oleh kelompok-kelompok lain.
Persepsi
yang sedang berkembang sekarang ini sungguh jauh dari kenyataan. Anggapan bahwa
Islam menjadi ancaman utama bagi dunia Barat sungguh keliru. Perlu disadari
bahwa ada kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam aksi terorisme dalam skala
yang lebih besar dan ekskalasinya lebih banyak. Keberadaan Islam yang dianggap
sebagai biangnya teroris ini hanya berdasar pada Islamophobia yang beranggapan
bahwa semua teroris adalah orang Islam.
Infografis: 99% Pelaku Serangan Terorisme di Eropa
Bukan Kelompok Islam
Telah lama Islamophobia memopulerkan klaim bahwa “tidak semua Muslim adalah teroris, tapi (hampir) semua teroris adalah Muslim.” Meskipun ide ini menjadi aksiomatik di beberapa kalangan, hal ini sejatinya tidaklah faktual. Menurut catatan resmi FBI, hanya 6% dari serangan teroris di wilayah AS 1980-2005 dilakukan oleh ekstremis Islam. Sisanya 94% berasal dari kelompok lain (42% dari Latin, 24% dari kelompok sayap kiri ekstrem, 7% dari ekstrimis Yahudi, 5% dari komunis, dan 16% dari semua kelompok lain).[1] Bagaimana dengan di Eropa?
Serangan penembakan yang menewaskan setidaknya 11 redaktur Majalah Charlie Hebdo, telah menimbulkan reaksi luas di Eropa khususnya, dan seluruh dunia. Jalan-jalan Paris dipenuhi dengan “Charlie”, semuanya mengacungkan plakat “Je Suis Charlie”, yang berarti “Saya adalah Charlie”. Ahad kemarin, 11 Januari 2014, hampir 4 juta orang turun ke jalan untuk mendukung majalah satir Perancis Charlie Hebdo dan alasan kebebasan berbicara (freedom of speech). Tak kurang dari 40 pemimpin dunia hadir, termasuk Perdama Menteri Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita, dan Raja Yordania Abdullah II.
Di beberapa negara Eropa lainnya juga melakukan hal yang sama. Kelompok yang menamakan diri sebagai Patriot Eropa melawan Islamisasi di Barat (PEGIDA) memperlihatkan ketakutan mereka kepada Islam.
“Banyak orang yang merasa aman sejak serangan teroris Islam di Prancis dan mereka tidak menyadari betapa besar resiko yang mereka hadapi dan bahwa Islamisme tidak hanya terbatas di Afganistan, Pakistan, Irak dan Nigeria tapi juga sudah tiba di Eropa,” kata juru bicara PEGIDA Swiss, Ignaz Bearth seperti dikutip dari Russian Today, Selasa (13/1/2015).
Tetapi, apakah sejatinya Islam benar-benar menjadi ancaman bagi Eropa? Sepertinya tidak! Data yang dikumpulkan oleh Europol memperkuat hal ini. Europol adalah lembaga penegak hukum Uni Eropa (EU), untuk penanganan intelijen kriminal yang berkantor pusat di Den Haag. Lembaga ini telah menerbitkan laporan tahunan berjudul EU Terrorism Situation & Trend Report. Di website resmi mereka, Anda dapat mengakses laporan serangan terorisme sejak 2006 sampai 2013.[2]
Hasilnya mencolok, dan membuktikan secara meyakinkan bahwa tidak semua teroris adalah Muslim. Bahkan, 99,5% dari serangan teroris di Eropa dilakukan oleh kelompok-kelompok non-Muslim; 84,4% dari serangan berasal dari kelompok separatis yang sekali tidak berhubungan dengan Islam. Kelompok kiri menyumbang lebih dari 10% serangan. Hanya 0,5% dari serangan teroris 2006-2013 dapat dikaitkan dengan Muslim.
Data lebih rinci tentang kelompok pelaku terorisme per negara Eropa berdasarkan seluruh aksi yang gagal, digagalkan dan berhasil sejak 2006 sampai 2013 adalah:
Laporan Tahun 2006:
Laporan Tahun 2007:
Laporan Tahun 2008:
Laporan Tahun 2009:
Laporan Tahun 2010:
Laporan Tahun 2011:
Laporan Tahun 2012:
Laporan Tahun 2013:
Persepsi Bukan Realitas
Data menunjukkan bahwa mayoritas serangan teror berkaitan dengan separatis. Seperti di masa sebelumnya, pada tahun 2012 Pengadilan Spanyol menyatakan jumlah tertinggi putusan adalah dalam kasus terorisme separatis, diikuti oleh Perancis.
Pada 2013, 152 serangan teroris terjadi di lima negara anggota Uni Eropa. Mayoritas berlangsung di Perancis, Spanyol dan Inggris.
Setelah tahun 2012 mengalami kenaikan(219), jumlah serangan teroris pada 2013 turun di bawah jumlah yang tercatat pada tahun 2011 (174). Sebagai hasil dari serangan teroris, tujuh orang tewas dan sembilan luka-luka di Uni Eropa pada 2013. Serangan menggunakan senjata api yang paling sering di Perancis, dan mereka bertujuan kerusakan kriminal di Spanyol.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, lebih dari setengah dari jumlah total serangan (84) yang diklaim oleh, atau dikaitkan dengan teroris kelompok separatis: 58 di Perancis, dan 26 di Spanyol. Setelah kenaikan pada tahun 2012, jumlah serangan separatis menurun signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 110 (2011), 167 (2012), sampai 84 (2013). Jumlah serangan bom menurun jauh, dari 91 pada 2012 sampai 31 pada 2013, tapi jumlah serangan dengan senjata api tetap stabil.
Jumlah serangan anarkis atau kelompok teroris sayap kiri meningkat dari 18 pada 2012 menjadi 24 tahun 2013, dengan demikian mengakhiri tren penurunan diamati pada tahun-tahun sebelumnya. Negara anggota Uni Eropa yang melaporkan serangan tersebut terjadi di Yunani, Italia dan Spanyol. Jumlah serangan di Yunani meningkat secara signifikan menjadi 12 pada tahun 2013, setelah menurun dari 6 (2011). Perubahan yang signifikan tercatat dalam modus operandi: sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pembakaran adalah yang paling metode serangan yang sering digunakan, pada tahun 2013 ini adalah bom.
Tidak ada serangan secara eksplisit diklasifikasikan sebagai serangan yang terinspirasi agama, sayap kanan atau single-issue yang dilaporkan oleh Negara Anggota Uni Eropa pada tahun 2013. Namun, dua orang tewas di Inggris dalam dua serangan teroris terpisah, satu termotivasi oleh ekstremisme religius dan yang lainnya oleh ideologi ekstremis sayap kanan.[3]
Dari semua serangan terorisme, yang dilakukan oleh Islamis hanya 0,5 % dari seluruh serangan teror di Eropa antara tahun 2006 dan 2013. Dengan catatan, sejak 2011 angka Europol untuk Islamis diklasifikasikan sebagai ‘motivasi agama’. Ini semua menunjukkan bahwa Islam adalah ancaman hanyalah persepsi yang jauh dari realitas.
Tanggung Jawab Al-Qaidah
Sebagai organisas jihad global, Al-Qaidah sejak didirikan oleh Usamah bin Ladin telah menetapkan skala prioritas dan target serangan yang jelas. Hal ini telah berulang dinyatakan oleh para pemimpinnya. Serangan terbaru terhadap Majalah Charlie Hebdo, menunjukkan bahwa strategi Al-Qaidah belum berubah.
Dalam salah satu rekaman suara, Usamah bin Ladin menyatakan:
والذي ينبغي في مثل هذه الحالة أن يبذل الجميع قصارى الجهد في تحريض وتعبئة الأمة ضد العدو الصائل والكفر الأكبر المخيم على البلاد والذي يفسد الدين والدنيا ولا شيء أوجب بعد الإيمان من دفعه، ألا وهو التحالف الإسرائيلي الأمريكي المحتل لبلاد الحرمين ومسرى النبي عليه الصلاة والسلام، وتذكير المسلمين بتجنب الدخول في قتال داخلي بين أبناء الأمة المسلمة؛ وذلك لما له من نتائج وخيمة
“Yang patut dilakukan dalam kondisi sekarang adalah mengerahkan seluruh upaya untuk mendorong dan memobilisasi umat melawan musuh yang menyerang (shail) dan kekafiran besar yang bercokol di negeri ini, dan yang merusak agama dan dunia. Tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah iman untuk dilawan, yaitu persatuan Amerika-Israel yang menjajah negeri Haramain dan tempat isra Nabi saw. Umat Islam harus diingatkan agar menghindari terlibat dalam perang internal antara sesama putra-putra umat Muslim. Karena ini hanya akan menghasilkan kerugian.”[4]
Syaikh Athiyatullah Al-Libbi, anggota Lajnah Syar’iyah Al-Qaidah dalam wawancara terbuka dengan situs Al-Hisbah Mei 2007 juga menyampaikan hal yang sama. Beliau berkata:
“Saya sendiri memahami dan saya kira semua orang yang mengetahui Al-Qaidah dan Syaikh Usamah di Afghanistan sampai akhir masa dengan mereka sebelum peristiwa 11 September tahu bahwa Syaikh tidak setuju untuk berbenturan dengan pemerintah Saudi dan rezim Arab lainnya. Ini sudah dikenal dari beliau dan populer.”
Beliau menambahkan, “Sejak dahulu, Syaikh—dan saya kira masih tetap demikian berdasarkan apa yang tampak dari pidato-pidatonya—berpendapat bahwa menggulingkan rezim-rezim lokal belum memungkinkan dan tidak perlu tergesa-gesa berbenturan dengan mereka. Kita lebih fokus kepada kepalanya, yaitu Amerika. Kita mengarahkan semua kekuatan dan upaya untuk ini. Kita memukul ekornya sebagai antek lokal bila tidak bisa dihindari saja.”
Dr Aiman Al-Zawahiri sebagai pemimpin Al-Qaidah setelah Usamah bin Ladin, dalam rekaman suara berjudul: Fajr An-Nasr Wasik pada September 2011 mengatakan:
Media pro Amerika mengira bahwa gaya Al-Qaidah dalam bentrokan dengan rezim telah gagal. Media-media itu lupa bahwa Al-Qaidah dan mayoritas gerakan jihad telah sampai pada ijtihad selama lebih dari satu setengah dekade untuk meninggalkan benturan degan rezim-rezim (lokal) dalam secara umum dan mayoritas. Dan lebih fokus memukul kepala kejahatan global.”
Yang terbaru, dalam Arahan Umum Perjuangan Jihad Al-Qaidah yang dirilis pada 2013 oleh media As-Sahab, pada arahan ketiga dinyatakan: “Tidak terlibat dalam konfrontasi peperangan dengan rezim-rezim lokal kecuali jika kondisi memaksa kita, misalnya rezim lokal menjadi bagian dari kekuatan Amerika seperti di Afghanistan, atau mujahidin memerangi boneka Amerika seperti di Somalia dan Semenanjung Arab (Yaman), atau rezim lokal tidak menerima keberadaan mujahidin seperti di Maghrib Islami, Irak dan Syam.
Berusaha menghindari peperangan melawan rezim lokal selama itu bisa dilakukan dan jika kita terpaksa harus berperang melawan rezim lokal, maka kita harus menunjukkan bahwa peperangan kita melawan rezim lokal tersebut merupakan bagian dari pembelaan diri kita dari invasi salibis terhadap kaum muslimin.
Di mana saja kesempatan memungkinkan kita untuk meredakan konfrontasi melawan rezim-rezim lokal guna memanfaatkan fase tersebut untuk kegiatan dakwah, penjelasan, penghasungan untuk berjihad, pembentukan mujahidin (pelatihan militer), mengumpulkan dana dan pendukung, maka kita harus memanfaatkannya semaksimal mungkin. Karena peperangan kita ini panjang, jihad membutuhkan qa’idah-qa’idah aminah (basis-basis pendukung yang aman), dan bantuan terus-menerus baik berupa tenaga tempur (mujahidin), harta maupun kapabilitas-kapabilitas lainnya.”[5]
Kesimpulan
Target serangan jihadis —dalam penembakan di Majalah Charlie Hebdo adalah Al-Qaidah—terkait dengan perkara menghina Nabi SAW, yang tidak ada seorang pun muslim sepakat dengan tindakan keji seperti ini. Sebagian muslim membenci serangan tersebut, dengan alasan di antaranya adalah membuat orang kafir membenci Islam, khawatir Islam diidentikkan sebagai sumber kekerasan. Namun data-data dan fakta menunjukkan bahwa Barat dan dunia Islam tidak perlu berlebihan menuduh Islam sebagai biang semua teror.
“Terorisme” dari “ekstremis” Islam tentu menjadi perhatian, tapi tidak perlu menjadi masalah yang menciptakan histeria massa. Atau harus menjadi kebencian berlebihan hingga sebagian Muslim justru membela orang kafir daripada memahami orang Islam sendiri. Asal tuding, tanpa melihat data dan faktanya. (baca juga: Marah kepada Teroris). Analisis data menunjukkan bahwa ancaman dari terorisme Islam jauh lebih minim dibandingkan aksi teror dari kelompok lainnya. Data serangan teror di Eropa sejak 2006-2013 menunjukkan bahwa hanya 0,5% saja dilakukan oleh Islamis.
Penulis: Agus Abdullah
———————-
[1] http://www.loonwatch.com/2010/01/not-all-terrorists-are-muslims/
[2] https://www.europol.europa.eu/category/publication-category/strategic-analysis/eu-terrorism-situation-trend-report-te-sat
[3] TE-SAT 2014; EUROPEAN UNION TERRORISM SITUATION AND TREND REPORT 2014, hal. 46
[4] http://www.tawhed.ws/r?i=1502092b
[5] http://www.arrahmah.com/news/2013/09/19/syaikh-aiman-az-zawahiri-merilis-pedoman-jihad-dakwah-al-qaeda.html