Friday, July 22, 2016

Kaum Munafik Dan Perang Pemikiran

Hasil gambar untuk munafiq

Musuh Yang Kerap Kita Lupakan

Akhir-akhir ini banyak sekali berkembang isu yang kontroversial terkait permasalahan kontemporer di dunia Islam. Isu-isu yang beredar sama sekali tidak mencerminkan keabsolutan universalitas nilai-nilai Islam yang seyogyanya dicerminkan dalam kepribadian setiap muslim. Sebut saja salah satu isu kekinian yang berhubungan dengan konflik Sunni-Syiah yang sampai saat ini tidak terselesaikan dengan baik dan menyeluruh. Satu contoh ini saja sebenarnya sudah memberikan indikasi bahwa kaum muslim di seluruh dunia tengah menjalani perang pemikiran yang dahsyat, khususnya umat muslim di Indonesia.
Perang pemikiran ini, dalam bahasa Arab disebut Ghazwul Fikri, sebenarnya merupakan tantangan klasik yang sudah muncul ke permukaan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dahulu, kaum munafik menjadi golongan terdepan dalam menyebarkan isu-isu yang menginisiasi adanya perang pemikiran. Bahkan perilaku menghasut orang lain dan mengadakan adu domba sudah dilakukan oleh orang-orang munafik saat itu. Maka, tak jarang beberapa kalangan sahabat terjebak dalam pemikiran orang-orang munafik dan berhasil dilemahkan keimanan mereka. Salah satu contohnya adalah kisah tiga orang sahabat yang enggan berangkat untuk berperang di Tabuk karena berhasil dilemahkan keimanan mereka oleh orang-orang munafik saat itu. Sampai Allah mengisahkan cerita ini di Al Quran dengan cukup jelas dalam surah At-Taubah.
Berbicara mengenai perang pemikiran, tidak akan terlepas dari tema liberalisme dan sekularisme. Dua kata ini menjadi landasan utama mengapa perang pemikiran sampat saat ini terus subur eksistensinya dalam menjatuhkan bangunan keimanan seoran muslim. Kata liberalisme mengacu kepada makna kebebasan. Seiring berjalannya zaman, paham-paham yang pada dasarnya memiliki makna identik dengan liberalisme bertransformasi menjadi bentuk lain dengan kemasan yang berbeda sehingga khalayak tidak mengetahui. Sebut saja humanisme yang merupakan kepanjangan paham liberaslime yang memusatkan titik sentral kepada manusia sebagai makhluk yang memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu pun sesuai kehendak. Sedangkan sekularisme merupakan paham lain yang berbahaya bagi kepribadian seorang muslim. Asal kata sekularisme berasal dari bahasa Inggris yang memiliki akar kata dari bahasa Latin, saeculum, yang berarti “zaman sekarang ini” atau “dunia. Pada intinya, sekularisme merupakan paham yang berpandangan bahwa kehidupan dunia tidak pantas beririsan dengan nilai-nilai yang diajarakan oleh agama. Karena paham inilah yang mulanya membuat umat muslim di dunia sedikit banyak antipati dengan politik hingga terjadilah dikotomi antara negara dan agama. Padahal mayoritas dari syariat Islam hanya dapat diimplementasikan dengan ihsan dan itqan apabila diatur oleh pemerintah. Contohnya adalah pelaksanaan haji, zakat, waris dan pernikahan. Maka, sudah sepantasnya paham liberalisme dan sekularisme ini harus benar-benar dicegah untuk tidak mencemari pemikiran umat muslim sehingga tidak bermunculan kembali tokoh-tokoh yang sifat kepribadiannya identik dengan gembong kaum munafik pada zaman Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay bin Salul.
Realitas kekinian berkata lain. Keberadaan orang-orang munafik akan selalu ada di setiap zaman yang menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang beriman dalam menghadapi hegemoni mereka. Maka, pantaslah mereka mendapatkan ganjaran khusus dari Allah SWT untuk menempati posisi paling dasar dari neraka, fii darkil asfali minan naar. Keberadaan orang-orang munafik tidak bisa diketahui secara jelas mengenai orang-orang yang berada di dalamnya. Hal ini disebabkan mereka pada dasarnya mengaku sebagai seorang muslim, tetapi tidak hanif  dan keimanan mereka perlu dipertanyakan. Berbeda halnya dengan orang-orang kafir yang sudah jelas posisinya dalam pandangan umat muslim secara umum. Hal inilah yang menjadi titik fokus yang seharusnya diperhatikan lebih untuk diantisipasi. Karena masyarakat, khususnya muslim Indonesia pada umumnya masih memiliki pemahaman agama yang dangkal dan belum mendalam. Pemikiran-pemikiran orang-orang munafik dapat secara mudah menghancurkan pemahaman keislaman masyarakat muslim secara menyeluruh jika tidak diantisipasi dengan sigap.
Jika dihubungkan dengan keadaan saat ini, dapat diumpamakan bahwa orang-orang yang memiliki pemikiran Islam Liberal dapat direpresentasikan sebagai golongan kaum munafik seperti halnya pada saat zaman Rasulullah SAW. Karena keduanya memiliki kesamaan karakter fundamental, yaitu dengki terhadap kejayaan Islam yang murni dan tidak menerima syariat Islam secara penuh untuk dilaksanakan sesuai manhaj ulama salaf. Dua sifat inilah yang menjadikan pergerakan mereka harus diantisipasi agar tidak menyesatkan pemikiran masyarakat.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara terbaik agar perang pemikiran yang sedang berlangsung ini dapat dimenangkan di tengah khalayak masyarakat? Tentu hal pertama yang harus diketahui dan dipahami oleh umat Islam adalah bahwa ini adalah perang sungguhan. Kesadaran akan adanya peperangan membuat umat Islam bersiap siaga untuk mempersiapkan segalanya untuk melakukan pertahanan dan peperangan. Karena Allah SWT menjadikan aspek kekuatan adalah hal paling fundamental yang harus dipersiapkan dan dimiliki oleh umat Islam. Dengan adanya kekuatan akan terbentuk resistensi sehingga sulit untuk dicemari dari pihak-pihak yang tidak menyukai Islam. Selanjutnya, jika kesadaran akan adanya peperangan ini sudah dirasakan, maka hal-hal lain sebagai tindak lanjut dapat dilakukan dengan sepenuh hati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Semoga sadarnya umat Islam akan adanya perang pemikiran ini membuat kekuatan jamaah umat Islam semakin kokoh. Tidak ada lagi isu yang disebar oleh orang-orang munafik yang bisa menyesatkan pemikiran atau bahkan memecah internal umat. Islam tidak akan jatuh karena umatnya, namun ia akan jauh lebih kuat jika ada umat yang sepenuhnya berakhlak dan berpikir islami.