Sunday, March 15, 2015

Ahlul Bait Ahlus Sunnah Beda dengan Ahlul Bait Syiah

Selasa, 24 Februari 2015 - 01:14 WIB

Ahlul Bait yang diakui dan dicintai oleh Ahlus Sunnah adalah semua orang-orang terdekat Nabi yang mencintai Nabi Muhammad
Tokoh muda NU Jawa Timur, Muhammad Idrus Romli mengatakan jika Ahlul Baitnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sangat berbeda dengan ahlul baitnya Syiah.
“Ahlu baitnya Aswaja dengan Syiah itu berbeda dan itu terdapat pada prinsip ajaran pokok Syiah yaitu Imamah,” kata Muhammad Idrus saat menjadi pembicara dalam acara Tabligh Akbar yang diselenggarakan di ruang Khadijah Majelis Az-Zikra Sentul Bogor, Ahad (22/02/2015) kemarin.
Sebagaimana yang dijelaskan Muhammad Idrus yang dianggap Ahlul Bait adalah orang-orang yang mencintai Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam seperti para sahabat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib) istri serta putra-putri Nabi.
“Orang-orang Syiah mengakui dan mencintai Ahlul Bait hanya sebagian saja, mereka hanya pilih-pilih. Syiah tidak mencintai seluruhnya yang disebut Ahlul Bait,” ujar Muhammad Idrus.
Sementara Muhammad Idrus menyampaikan jika Ahlul Bait yang diakui dan dicintai oleh Ahlus Sunnah adalah semua orang-orang terdekat Nabi yang mencintai Nabi Muhammad.
Seperti contoh pernyataan orang Syiah jika istri Nabi itu bukan keluarga Nabi. Namun, bagi Ahlus unnah sendiri, para istri Nabi jelas termasuk keluarga Nabi.
“Pernyataan sesat seperti itu saya tidak perlu pakai dalil menjawabnya tetapi cukup pakai Kartu Keluarga (KK). Dalam KK kan jelas jika seorang istri itu termasuk keluarga,” ujar Muhammad Idrus yang disambut gemuruh tawa dan takbir dari peserta.
“Kalau istri bukan keluarga enaklah bagi yang nikah siri,” imbuh Muhammad Idrus.
Muhammad Idrus juga menyampaikan menurut Ahlus Sunnah mengakui jika putra-putri Nabi sebanyak tujuh, 4 perempuan dan 3 laki-laki. Tetapi bagi Syiah putra-putri Nabi itu tidak semuanya diakui.
“Cuma Fatimah saja yang putri nabi, yang ketiga putrinya adalah anak tiri. Tetapi jika Syiah ditanya mengapa mereka nggak bisa jawab,” kata Muhammad Idrus.*

Syeikh Ahmad bin Hassan: “Ahlul Bait Adalah Ahlus Sunnah”
Selasa, 30 Desember 2014 - 13:10 WIB
Lihatlah yang terjadi di Iraq, Libanon Selatan, Suriah di Yaman hari ini, di mana Syi’ah Hautsiyyun mengepung dan menyerang Ahlus Sunnah
SYEIKH Ahmad bin Hassan bin Saudan al-Mu’allim adalah Wakil Ketua Majelis Ulama Yaman melakukan kunjungan ke Indonesia untuk program safari dakwah ke sejumlah daerah di Indonesia.
Syeikh Ahmad menyelasaikan sekolahnya di Arab Saudi, meraih gelar sarjana jurusan Hadits di Universitas Islamiyah, Madinah, dan menyabet gelar magister di al-Jamiah al-Wathaniyah, Yaman.
Kakek dan ayahnya adalah keturunan Yaman yang lahir di Jember, Jawa Timur. Namun Ahmad dilahirkan di Hadramaut, Yaman, pada 1373 H/1953 M.
Ia juga aktif di berbagai lembaga sosial dan pendidikan di Hadramaut, serta produktif menulis buku. Berikut petikan wawancara Majalah Suara Hidayatullah yang menemuinya di Jakarta tahun lalu sebelum bertolak ke Yaman.
Sudah berapa kali Anda berkunjung ke Indonesia dan apa saja kegiatan Anda di sini?
Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah kunjungan pertama saya ke Indonesia. Tujuan pertamanya adalah untuk silaturahim kepada kerabat-kerabat saya di Jember, Jawa Timur. Saya sudah merindukan mereka sejak lama. Selain itu, juga ini adalah kunjungan dalam rangka dakwah.
Saya mengisi kajian-kajian ilmiah dan berkunjung ke yayasan-yayasan dan pesantren-pesantren, majelis ulama dan instansi pemerintah. Saya berkunjung ke kota Makassar, Balikpapan, Surabaya, Jakarta dan beberapa kota lainnya.
Bagaimana tanggapan Anda dengan umat Islam Indonesia?
Saya sangat senang bisa mengajak saya berdakwah, juga ke berbagai yayasan dan pesantren lainnya. Semoga kebiasaan saling tolong menolong ini tetap lestari di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
Ini adalah sikap yang baik dari umat Islam Ahlu Sunnah Indonesia. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan untuk kalian semua.

Ada Hadits-hadits tentang keutamaan Syam dan Yaman.

Berhubung Anda dari Yaman, bagaimana bentuk keberkahan dan keutamaan Hadits Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam yang Anda rasakan di negeri Anda?
Banyak Hadits dan ayat tentang Syam dan Yaman. Insya Allah sampai sekarang keutamaan itu belum terputus. Dan, Yaman khususnya juga mempunyai keutamaan yang banyak, yang termaktub dalam Hadits Bukhari dan Muslim dan di luar keduanya.

Cukuplah Hadits Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam, “ Penduduk negeri Yaman telah datang kepada kalian, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, Iman itu ada pada Yaman, dan fiqih ada pada Yaman, dan hikmah ada pada Yaman.” (Riwayat Imam Ahmad)

Dan, masih banyak keutamaan-keutamaan lainnya.
Kami mendengar Anda menulis banyak kitab tentang masalah Sufi dan Syi’ah. Apa inti masalah dari kedua golongan itu?
Sebenarnya kitab-kitab saya tidak khusus tentang Sufi, tapi mengenai bagian besar dari amalan-amalan kaum Sufi. Khususnya dalam masalah pengagungan mereka yang berlebihan terhadap orang-orang saleh yang sudah mati. Mereka punya keyakinan khurafat, mendirikan bangunan di atas kubur tersebut.
Kitab itu menjelaskan keyakinan syirik kaum Sufi yang berkenaan dengan kubur, seperti percaya penghuni kubur bisa memberikan manfaat atau mudharat, beristighasah dan bertawasul dengan penghuni kubur. Dalam kitab itu saya menjelaskan akibat-akibat buruk dari amalan tersebut, dalil-dalil syar’i dan pendapat-pendapat ulama Yaman dan ulama luar Yaman terhadap hal itu.
Bagaimana menurut Anda soal kalangan Ahlul Bait yang biasa melakukan amalan-amalan itu?
Pertama, soal nasab mereka. Saya tidak ingin bicara apakah nasab mereka sahih atau tidak, seperti yang dilakukan sebagian orang. Karena nasab ini telah ada dan terus berlangsung sejak seribu tahun lalu.
Kita wajib untuk memuliakan, mencintai, dan menghormati keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam mewasiatkan seperti itu. Dan kita berkeyakinan, bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam juga bersalawat atas keturunannya.
Tapi, jika ada dari golongan mereka keluar dari Sunnah dan ridha terhadap kebid’ahan dan menyebarkannya, atau juga menyebarkan kesyirikan, maka tidak boleh kita mengikuti mereka.
Ahlul Bait adalah Ahlus Sunnah. Imam-imam mereka, Ali bin Abi Thalib, Hassan, Hussein, Zainal Abidin, Ja’far Shadiq, dan Muhammad al-Baqir, semuanya adalah Ahlus Sunnah. Tidak terdapat pada diri mereka bid’ah. Jika ada, itu adalah hal-hal yang dinisbatkan kepada mereka oleh kalangan Syi’ah. Profil para imam Ahlul Bait ada di kitab-kitab Ahlus Sunnah dan mereka tsiqah (terpercaya dalam periwayatan Hadits, red).
Bagaimana dengan Syi’ah?
Mereka menyelisihi umat Islam dalam segala hal, sampai dalam masalah al-Qur`an.
Mereka menuduh Sahabat utama Abu Bakar dan ‘Umar telah mengubah al-Qur`an untuk kepentingan mereka, khususnya tentang status kewilayahan Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Baitnya. Mereka membenci dan mengkafirkan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, kecuali sedikit dari mereka.
Syi’ah menyakini mereka sebagai satu-satunya kelompok yang berada di atas al-Haq, dan tidak ada yang boleh hidup di muka bumi kecuali mereka. Dan itu yang terjadi di Iran. Sebelum Daulah Safawiyyah, dahulu Iran negeri Sunnah. Bahkan sebagian pengikut Safawiyyah juga Sunnah awalnya. Dulu 80 persen penduduk Iran adalah Sunnah, tapi sekarang tidak sampai 10 persen karena mereka dipaksa ikut keyakinan Syi’ah oleh kaum Safawiyyah.
Dan itu juga yang terjadi di Iraq, Libanon Selatan, dan yang sedang berlangsung di Suriah hingga sekarang. Juga Syi’ah Hautsiyyun yang mengepung dan menyerang Ahlus Sunnah di Yaman.
Apakah Syi’ah juga berbahaya?
Syi’ah jauh lebih bahaya dari Yahudi. Karena mereka tidak terikat dengan sistem dan aturan-aturan. Saya tidak sedang membandingkan mereka dengan Yahudi. Tapi dalam hal politik dan kekuasaan, dan penyebaran keyakinan mereka memang sangat berbahaya. Permusuhan mereka terhadap Sunnah melebihi permusuhan Yahudi terhadap Islam.
Anda juga menulis tentang muamalah dengan macam-macam penguasa, apa isinya?
Kitab itu berisi tentang bagaimana bermuamalah dengan penguasa Muslim yang zalim. Ada yang menyuruh untuk tidak menaati mereka, ada yang melarang keluar dari ketaatan kepada penguasa selama mereka masih Muslim dan belum tampak bukti-bukti kekafiran mereka.
Tapi, kitab ini tidak selamanya mengikat secara syar’i. Saya tulis kitab ini untuk para ulama, pemikir, tokoh, dan dai-dai untuk membacanya, menanggapinya, dan memberikan pendapat kepada saya. Dari situ, insya Allah akan keluar pandangan yang sahih dan pertengahan dari kedua pandangan ekstrim yang saling berseberangan.*