Selasa, 24 Februari 2015 - 01:14 WIB
Ahlul Bait yang diakui
dan dicintai oleh Ahlus Sunnah adalah semua orang-orang terdekat Nabi yang
mencintai Nabi Muhammad
Tokoh muda NU Jawa Timur, Muhammad Idrus Romli mengatakan jika
Ahlul Baitnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sangat berbeda dengan ahlul baitnya
Syiah.
“Ahlu baitnya Aswaja dengan Syiah itu
berbeda dan itu terdapat pada prinsip ajaran pokok Syiah yaitu Imamah,” kata
Muhammad Idrus saat menjadi pembicara dalam acara Tabligh Akbar yang
diselenggarakan di ruang Khadijah Majelis Az-Zikra Sentul Bogor, Ahad
(22/02/2015) kemarin.
Sebagaimana yang dijelaskan Muhammad Idrus
yang dianggap Ahlul Bait adalah orang-orang yang mencintai Nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi Wa Salam seperti para sahabat (Abu Bakar, Umar bin Khatab,
Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib) istri serta putra-putri Nabi.
“Orang-orang Syiah mengakui dan mencintai
Ahlul Bait hanya sebagian saja, mereka hanya pilih-pilih. Syiah tidak mencintai
seluruhnya yang disebut Ahlul Bait,” ujar Muhammad Idrus.
Sementara Muhammad Idrus menyampaikan jika
Ahlul Bait yang diakui dan dicintai oleh Ahlus Sunnah adalah semua orang-orang
terdekat Nabi yang mencintai Nabi Muhammad.
Seperti contoh pernyataan orang Syiah jika
istri Nabi itu bukan keluarga Nabi. Namun, bagi Ahlus unnah sendiri, para istri
Nabi jelas termasuk keluarga Nabi.
“Pernyataan sesat seperti itu saya tidak
perlu pakai dalil menjawabnya tetapi cukup pakai Kartu Keluarga (KK). Dalam KK
kan jelas jika seorang istri itu termasuk keluarga,” ujar Muhammad Idrus yang
disambut gemuruh tawa dan takbir dari peserta.
“Kalau istri bukan keluarga enaklah bagi
yang nikah siri,” imbuh Muhammad Idrus.
Muhammad Idrus juga menyampaikan menurut
Ahlus Sunnah mengakui jika putra-putri Nabi sebanyak tujuh, 4 perempuan dan 3
laki-laki. Tetapi bagi Syiah putra-putri Nabi itu tidak semuanya diakui.
“Cuma Fatimah saja yang putri nabi, yang
ketiga putrinya adalah anak tiri. Tetapi jika Syiah ditanya mengapa mereka nggak bisa jawab,” kata Muhammad Idrus.*
Syeikh
Ahmad bin Hassan: “Ahlul Bait Adalah Ahlus Sunnah”
Selasa,
30 Desember 2014 - 13:10 WIB
Lihatlah yang terjadi
di Iraq, Libanon Selatan, Suriah di Yaman hari ini, di mana Syi’ah Hautsiyyun
mengepung dan menyerang Ahlus Sunnah
SYEIKH Ahmad bin Hassan bin
Saudan al-Mu’allim adalah Wakil Ketua Majelis Ulama Yaman melakukan kunjungan
ke Indonesia untuk program safari dakwah ke sejumlah daerah di Indonesia.
Syeikh Ahmad menyelasaikan sekolahnya di
Arab Saudi, meraih gelar sarjana jurusan Hadits di Universitas Islamiyah,
Madinah, dan menyabet gelar magister di al-Jamiah al-Wathaniyah, Yaman.
Kakek dan ayahnya adalah keturunan Yaman
yang lahir di Jember, Jawa Timur. Namun Ahmad dilahirkan di Hadramaut, Yaman,
pada 1373 H/1953 M.
Ia juga aktif di berbagai lembaga sosial
dan pendidikan di Hadramaut, serta produktif menulis buku. Berikut petikan
wawancara Majalah Suara Hidayatullah yang menemuinya di Jakarta tahun lalu
sebelum bertolak ke Yaman.
Sudah berapa kali Anda berkunjung ke Indonesia dan apa saja
kegiatan Anda di sini?
Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah
kunjungan pertama saya ke Indonesia. Tujuan pertamanya adalah untuk silaturahim
kepada kerabat-kerabat saya di Jember, Jawa Timur. Saya sudah merindukan mereka
sejak lama. Selain itu, juga ini adalah kunjungan dalam rangka dakwah.
Saya mengisi kajian-kajian ilmiah dan
berkunjung ke yayasan-yayasan dan pesantren-pesantren, majelis ulama dan
instansi pemerintah. Saya berkunjung ke kota Makassar, Balikpapan, Surabaya,
Jakarta dan beberapa kota lainnya.
Bagaimana tanggapan Anda dengan umat Islam Indonesia?
Saya sangat senang bisa mengajak saya
berdakwah, juga ke berbagai yayasan dan pesantren lainnya. Semoga kebiasaan
saling tolong menolong ini tetap lestari di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah di
Indonesia.
Ini adalah sikap yang baik dari umat Islam
Ahlu Sunnah Indonesia. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan untuk kalian
semua.
Ada Hadits-hadits tentang keutamaan Syam dan Yaman.
Berhubung Anda dari Yaman, bagaimana bentuk keberkahan dan
keutamaan Hadits Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam yang Anda rasakan di
negeri Anda?
Banyak Hadits dan ayat tentang Syam dan
Yaman. Insya Allah sampai sekarang keutamaan itu belum terputus. Dan, Yaman
khususnya juga mempunyai keutamaan yang banyak, yang termaktub dalam Hadits
Bukhari dan Muslim dan di luar keduanya.
Cukuplah Hadits Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam, “ Penduduk negeri Yaman
telah datang kepada kalian, mereka adalah orang-orang yang paling lembut
hatinya, Iman itu ada pada Yaman, dan fiqih ada pada Yaman, dan hikmah ada pada
Yaman.” (Riwayat Imam Ahmad)
Dan, masih banyak keutamaan-keutamaan
lainnya.
Kami mendengar Anda menulis banyak kitab tentang masalah Sufi
dan Syi’ah. Apa inti masalah dari kedua golongan itu?
Sebenarnya kitab-kitab saya tidak khusus
tentang Sufi, tapi mengenai bagian besar dari amalan-amalan kaum Sufi.
Khususnya dalam masalah pengagungan mereka yang berlebihan terhadap orang-orang
saleh yang sudah mati. Mereka punya keyakinan khurafat, mendirikan bangunan di
atas kubur tersebut.
Kitab itu menjelaskan keyakinan syirik kaum
Sufi yang berkenaan dengan kubur, seperti percaya penghuni kubur bisa
memberikan manfaat atau mudharat, beristighasah dan bertawasul dengan penghuni
kubur. Dalam kitab itu saya menjelaskan akibat-akibat buruk dari amalan
tersebut, dalil-dalil syar’i dan pendapat-pendapat ulama Yaman dan ulama luar
Yaman terhadap hal itu.
Bagaimana menurut Anda soal kalangan Ahlul Bait yang biasa
melakukan amalan-amalan itu?
Pertama, soal nasab mereka. Saya tidak
ingin bicara apakah nasab mereka sahih atau tidak, seperti yang dilakukan
sebagian orang. Karena nasab ini telah ada dan terus berlangsung sejak seribu
tahun lalu.
Kita wajib untuk memuliakan, mencintai, dan
menghormati keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam, karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wassallam mewasiatkan seperti itu. Dan kita berkeyakinan,
bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam juga bersalawat atas
keturunannya.
Tapi, jika ada dari golongan mereka keluar
dari Sunnah dan ridha terhadap kebid’ahan dan menyebarkannya, atau juga
menyebarkan kesyirikan, maka tidak boleh kita mengikuti mereka.
Ahlul Bait adalah Ahlus Sunnah. Imam-imam
mereka, Ali bin Abi Thalib, Hassan, Hussein, Zainal Abidin, Ja’far Shadiq, dan
Muhammad al-Baqir, semuanya adalah Ahlus Sunnah. Tidak terdapat pada diri
mereka bid’ah. Jika ada, itu adalah hal-hal yang dinisbatkan kepada mereka oleh
kalangan Syi’ah. Profil para imam Ahlul Bait ada di kitab-kitab Ahlus Sunnah
dan mereka tsiqah (terpercaya dalam periwayatan Hadits, red).
Bagaimana dengan Syi’ah?
Mereka menyelisihi umat Islam dalam segala
hal, sampai dalam masalah al-Qur`an.
Mereka menuduh Sahabat utama Abu Bakar dan
‘Umar telah mengubah al-Qur`an untuk kepentingan mereka, khususnya tentang
status kewilayahan Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Baitnya. Mereka membenci dan
mengkafirkan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, kecuali
sedikit dari mereka.
Syi’ah menyakini mereka sebagai
satu-satunya kelompok yang berada di atas al-Haq, dan tidak ada yang boleh
hidup di muka bumi kecuali mereka. Dan itu yang terjadi di Iran. Sebelum Daulah
Safawiyyah, dahulu Iran negeri Sunnah. Bahkan sebagian pengikut Safawiyyah juga
Sunnah awalnya. Dulu 80 persen penduduk Iran adalah Sunnah, tapi sekarang tidak
sampai 10 persen karena mereka dipaksa ikut keyakinan Syi’ah oleh kaum
Safawiyyah.
Dan itu juga yang terjadi di Iraq, Libanon
Selatan, dan yang sedang berlangsung di Suriah hingga sekarang. Juga Syi’ah
Hautsiyyun yang mengepung dan menyerang Ahlus Sunnah di Yaman.
Apakah Syi’ah juga berbahaya?
Syi’ah jauh lebih bahaya dari Yahudi.
Karena mereka tidak terikat dengan sistem dan aturan-aturan. Saya tidak sedang
membandingkan mereka dengan Yahudi. Tapi dalam hal politik dan kekuasaan, dan
penyebaran keyakinan mereka memang sangat berbahaya. Permusuhan mereka terhadap
Sunnah melebihi permusuhan Yahudi terhadap Islam.
Anda juga menulis tentang muamalah dengan macam-macam penguasa,
apa isinya?
Kitab itu berisi tentang bagaimana
bermuamalah dengan penguasa Muslim yang zalim. Ada yang menyuruh untuk tidak
menaati mereka, ada yang melarang keluar dari ketaatan kepada penguasa selama
mereka masih Muslim dan belum tampak bukti-bukti kekafiran mereka.
Tapi, kitab ini tidak selamanya mengikat
secara syar’i. Saya tulis kitab ini untuk para ulama, pemikir, tokoh, dan
dai-dai untuk membacanya, menanggapinya, dan memberikan pendapat kepada saya.
Dari situ, insya Allah akan keluar pandangan yang sahih dan pertengahan dari
kedua pandangan ekstrim yang saling berseberangan.*