Thursday, June 23, 2016

Larangan Menimbun Dan Monopoli Dalam Islam

Hasil gambar untuk Menimbun Dan MonopoliHasil gambar untuk Menimbun Dan Monopoli

Penimbunan barang yang berhasil di bongkar kepolisian.(istimewa)
حَدَّثَنَا الصَّلْتُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تَلَقَّوُا الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ » . قَالَ فَقُلْتُ لاِبْنِ عَبَّاسٍ مَا قَوْلُهُ لاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ لاَ يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا .
“Telah menceritakan kepada kami Sholtu bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Abdullah bin Thowus dari ayahnya dari Ibnu abbas ra, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota menjualkan buat orang desa,” Ia menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi perantara baginya.” (Mutafaq alaih, lafazh ini dari Al-Bukhori hadits No. 2158) .

Kita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat arab banyak mata pencahariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu ke negeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh penduduk ma’kah. Mereka datang bersama rombongan besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah. Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal.

Membeli barang dagangan sebelum sampai di pasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual terlarang dalam agama Islam. Rasulullah saw bersabda:

“apabila dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah jual beli tersebut. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan lafaznya milik muslim).

Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih dalam satu majlis.

Menurut Hadawiyah dan Asy-syafi’i melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya.
Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu dilarang, sesuai dengan zahir hadits. Hanafiyah dan Al-Auja’I membolehkan mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.

Rosulullah saw juga bersabda:

“Kami dilarang orang kota menjualkan barang orang dusun sekalipun dia itu saudara kandungnya sendiri.” (Riwayat Bukhari dan Muslim) Hadits tersebut mengisyaratkan untuk belajar bahwa kemaslahatan umum harus diutamakan dari pada kepentingan pribadi.

“Tidak boleh orang kota menjualkan untuk orang dusun, biarkanlah manusia, Allah akan akan memberikan rezeki kepada mereka itu masing-masing.” ( H.R Muslim )

Kata-kata Nabi yang singkat, “biarkanlah manusia, Allah akan memberikan rezeki kepada mereka itu masing-masing,” menunjukan sebuah prinsip yang sangat penting dalam dunia perdagangan, yaitu kiranya masalah pasar, harga dan pertukarannya dibiarkan mengikuti selera fitrah dan faktor-faktor tabu’i tanpa dicampuri oleh suatu pemalsuan dari sementara orang.

Dalam hal ini Ibnu Abbas pernah ditanya tentang maksud orang kota tidak boleh menjualkan untuk orang dusun, kemudian ia berkata bahwa orang kota tidak boleh menjadi makelar untuk orang dusun. Islam memang menghalalkan perdangan atau jual beli, akan tetapi apabila jual beli tersebut ada unsur yang merugikan, maka Islam sangat menentangnya apalagi hal tersebut berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak

Larangan Menimbun Barang Pokok/ Monopoli Barang.
4207 – حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الأَشْعَثِىُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلاَنَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ ».
Imam Muslim meriwayatkan telah mencetitakan kepada kami Sa’id bin Amr Al-Asyaatsii, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Ismail dari Muhammad bin Ajlan dari Muhammad bin Amr bin Atho’ dari Said bin Musayyab dari Ma’mar Bin Abdullah RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: ”Tidaklah orang yang menimbun barang (monopoli) kecuali orang yang bersalah”(HR Muslim).

Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijual kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga. Ini merupakan pengertian secara terminologi. Kata Al-Khaati’; Ar-Raqhib berkataAl-khata’adalah merubah arah.

Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis:

1. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat,
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah: yang artinya:
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”

Jenis inilah yang dimaksud dalam hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan kesalahan.

2. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, itupun dengan jumlah yang terbatas dan tidak boleh sampai menimbulkan kerugian dan kelangkaan pada masyarakat lain, seperti madu, pakaian, hewan ternak dan sebagainya.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis diantaranya:

– Hadits Umara dari Nabi SAW
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”

– Diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad Hasan: “orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”

– Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
 “Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”

– Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW: “Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”

Contoh dari kasus saat ini ialah kita dapat mengetahui pengusaha kapitalis-kapitalis besar seperti keluarga Rockefeller (pemilik sebenarnya dari Chevron dan Exxon Mobile, yang berdiri di bawah Standard Oil perusahaan Rockefeller) dari Amerika Serikat telah berhasil menimbun barang berupa minyak dan menjadikannya seolah-olah langka. Ini pun menyebabkan penduduk di negara-negara lain tercipta kelangkaan minyak, contoh ini dapat diambil pelajarannya karena menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi manusia lain yang membutuhkan.

Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman), berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:

1. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun.
2. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik.
3. Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan.

Kesimpulan Hadits :

1. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang di dalam agama islam.

2. Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijual kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga.
a. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat.
b. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.

3. Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
a. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun.
b. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
c. Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan
(Ilham)
sumber : Kitab Shohih Al-Bukhori, Kitab Shohih Muslim;