Rahasia Kekalahan Yang Menimpa Umat Islam
Oleh : Ustadz Zainal Abidin
Syamsuddin, Lc
Pada zaman sekarang umat Islam mengalami kondisi paling memilukan;
kehinaan, kemunduran dan kelemahan menimpa umat Islam dalam seluruh sisi
kehidupan baik secara ideologi, politik, ekonomi dan sosial,
berbeda dengan zaman salaf, umat Islam kuat, hebat dan dahsyat yang ditakuti
dan disegani musuh-musuhnya,..........
KENAPA?
Jawabannya tersingkap dari dialog Raja Romawi, Heraklius saat menyambut
kedatangan pasukan Romawi yang kalah perang dengan pasukan kaum muslimin;
maka Heraklius berkata:
"Celakalah kalian, coba ceritakan kepada kami tentang mereka yang
memerangi kalian, bukankah manusia seperti kalian?
Mereka menjawab, Ya.
Sang Raja bertanya lagi,
Apakah jumlah kalian lebih banyak ataukah jumlah kalian?
Mereka menjawab, Bahkan jumlah kita lebih banyak berkali-kali lipat.
Sang Raja pun bertanya penasaran, Kenapa kalian bisa kalah?!
Maka salah seorang PENASEHAT Heraklius berkata, (Mereka menang) semata-mata
karena mereka (pasukan Islam) pada malam hari shalat malam, pada siang hari berpuasa,
mereka menepati janji, mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar, mereka bersikap
adil sesama mereka, sementara kita suka minum Khamer, suka Berzina, senang
berbuat yang haram, melanggar janji, gampang emosi, bersikap zalim, suka
melanggar dan bahkan melarang suatu yang mendatangkan ridha Allah serta berbuat
kerusakan di muka bumi".
Maka Heraklius menimpalinya, Engkau telah berkata jujur tentang mereka (umat
Islam).
Memang benar kata Umar bin Khaththab,
"Sesungguhkan kita dimenangkan oleh Allah karena maksiatnya musuh-musuh
kita, maka kalau kita bermaksiat seperti mereka maka tidak ada syarat yang kita
penuhi untuk dimenangkan Allah".
Kenali Penyakit Yang Akan Memperlemah Kekuatan
Umat Islam
Oleh
Syaikh ‘Abdul Aziz bin Rayyis
ar-Rayyis
Saudara-saudaraku,
Fenomena ketidakberdayaan
umat Islam dan para musuh yang menguasai diri kita merupakan musibah besar dan
ujian mendalam. Kita wajib menyingkirkannya. Proses ini tidak dapat terwujud
kecuali dengan proses analisa yang benar. Dalam proses analisa penyakit ini,
kita tidak boleh mencampurbaurkan antara penyakit utama dan dampak yang
menyertainya. Berapa banyak pihak yang mencampuradukkan antara penyakit
sesungguhnya dengan dampak-dampak yang menyertai. Akhirnya, terapi dan solusi
yang mereka tampilkan pun kabur.
Sebagian orang berpandangan
bahwa penyakit yang sedang menimpa umat ialah makar para musuh dan kekuatan
besar mereka atas umat Islam. Atas dasar analisa ini, mereka menyimpulkan bahwa
solusi problematika umat ialah menyibukkan kaum Muslimin untuk mengenali musuh,
program-program, pernyataan-pernyataan dan laporan-laporan mereka.
Golongan kedua menyatakan
bahwa penyakit yang sedang menguasai umat Islam adalah keberadaan
penguasa-penguasa yang berbuat zhalim di sebagian negara Islam. Berdasarkan
cara pandang ini, maka jalan yang ditempuh guna menghilangkan penyakit umat
yaitu menyingkirkan para penguasa zhalim itu dan memprovokasi masyarakat untuk
membenci para penguasa tirani tersebut.
Pihak ketiga menganggap
penyakit yang menjadi sumber kelemahan kaum Muslimin adalah tercerai-berainya
umat Islam di banyak negara. Maka, atas dasar ini, solusinya adalah
mempersatukan dan memadukan mereka sehingga menjadi kekuatan yang berjumlah
banyak.
Dengan merujuk keterangan
al-Qur`ân dan Hadîts, mereka semua telah melakukan kekeliruan dalam menganalisa
penyakit umat yang sebenarnya. Akibatnya, solusi yang ditawarkan pun tidak
tepat.
Sisi kesalahan pendapat
pertama, bahwa tipu-daya musuh tidak akan membahayakan kaum Muslimin, bila
mereka benar-benar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah Azza wa
Jalla berfirman :
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ
كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu
sedikit pun. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
[Ali Imrân/3:120]
Adapun sisi kekeliruan
anggapan kedua, yaitu para penguasa yang zhalim itu pada dasarnya merupakan
hukuman yang Allah Azza wa Jalla timpakan kepada orang-orang yang berbuat
zhalim. Maksudnya, orang zhalim itu bisa berkuasa karena kezhaliman dan
dosa-dosa rakyat yang dipimpin. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ
بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan
sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain
disebabkan apa yang mereka usahakan. [al-An’âm/6:129]
Jadi, bukanlah para penguasa
zhalim itu yang menjadi sumber penyakit umat. Tetapi, sumber penyakit itu
muncul dari orang-orang yang mereka pimpin yang telah berbuat zhalim dan
berbuat dosa.
Kesalahan pernyataan ketiga
dapat diketahui dari sisi bahwa kuantitas besar yang dipadukan menjadi satu
tidak banyak bermanfaat bila terdapat dosa-dosa yang dilakukan oleh
individu-individu yang dipersatukan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ
ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ
شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ
مُدْبِرِينَ
Sesungguhnya Allah telah
menolong kamu (hai orang-orang Mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan
(ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikit pun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke
belakang dan bercerai-berai. [at-Taubah/9:25]
Coba lihat, bagaimana dosa
ujub (silau terhadap diri sendiri) akibat jumlah pasukan yang banyak
menyebabkan kaum Muslimin (para Sahabat Rasulullah yang dipimpin oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri) mengalami kekalahan di perang
Hunain.
Termasuk tindakan dosa lain,
mempersatukan umat dengan kaum ahli bid’ah dari kalangan Sufi, Asy’ari dan
Mu’tazilah. Karena, mereka itu harus diingkari, minimal dengan hati yaitu
dengan menjauhi mereka dan tidak duduk-duduk bersama mereka.
Dari sini tampaklah
kekeliruan pernyataan ‘Mari kita saling mendukung dalam perkara-perkara yang
kita sepakati dan saling memberi toleransi dalam urusan yang kita
perselisihkan’.
Selanjutnya, mungkin ada
orang yang akan melontarkan pertanyaan, engkau telah menunjukkan
kesalahan-kesalahan analisa-analisa golongan-golongan dalam meraba-raba
penyakit yang sedang memperlemah kekuatan umat. Jadi, apa sebenarnya analisa
yang tepat mengenai penyakit yang sedang menimpa umat berdasarkan al-Qur`ân dan
Hadîts? Maka kita katakan, bahwa terdapat banyak ayat al-Qur`ân dan
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan
musibah-musibah yang menimpa umat manusia karena dosa-dosa mereka. Diantaranya
firman Allah Azza wa Jalla :
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ
أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan mengapa ketika kamu
ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan
dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari
mana datangnya (kekalahan) ini” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri”. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. [Ali ‘Imrân/3: 165]
Saat menjelaskan ayat di
atas, Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan : “Ketika ditimpa musibah
kekalahan di Uhud, kalian saling berkata bagaimana bisa (kami kalah)? Dari mana
datangnya sebab kekalahan yang telah menimpa kami ini ? Padahal kami kaum
Muslimin sementara mereka kaum musyrikin, terlebih lagi, ada Nabi di tengah
kami yang mendapatkan wahyu dari langit. Para musuh kami adalah orang-orang
yang kafir dan musyrik kepada Allah.” Maka katakanlah wahai Muhammad kepada
para Sahabatmu yang beriman kepadamu “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
Karena kalian melanggar perintahku dan tidak taat kepadaku. Jadi, sebab
kekalahan kalian bukan dari orang lain.” [2]
Ibnu Taimiyyah raimahullah
berkata : “Kemenangan kaum kafir terjadi karena dosa-dosa kaum Muslimin yang
mengakibatkan keimanan mereka menurun. Jika mereka bertaubat dengan
menyempurnakan iman mereka, maka Allah Azza wa Jalla akan memenangkan mereka.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ
الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. [Ali
‘Imrân/3:139] [3]
Ibnu Taimiyyah rahimahullah
juga berkata: “Sehubungan dengan kemenangan, Allah Azza wa Jalla
mempergilirkannya. Kadang-kadang dialami kaum kafir sebagaimana kaum Mukminin
juga dimenangkan atas kaum kafir. Ini telah dialami para Sahabat Nabi Muhammad saat
menghadapi musuh. Hanya saja, akhir yang baik menjadi milik kaum Mukminin.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong
rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada
hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), [Ghâfir/40:51]
Kelemahan kaum Muslimin, dan
kemenangan orang-orang kafir itu disebabkan oleh dosa-dosa dan
kesalahan-kesalahan kaum Muslimin. Baik karena kurang perhatian dalam
menjalankan kewajiba-kewajiban secara batiniah dan lahiriah. Atau karena mereka
telah bersikap melampaui batas secara batiniah maupun lahirian. Allah Azza wa
Jalla berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ
الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا
كَسَبُوا
Sesungguhnya orang-orang yang
berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka
digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat
(di masa lampau) [Ali Imrân/3:155]
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ
أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan mengapa ketika kamu
ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan
dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari
mana datangnya (kekalahan) ini” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri”. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. [Ali ‘Imrân/3: 165]
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ
اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا
الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ
الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Sesungguhnya Allah pasti
menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan. [al-Hajj/22: 40-41]
Di antara cobaan terbesar
yang dialami umat ini yaitu ketidakberdayaan umat Islam dan keperkasaan musuh.
Dari sini tampak jelas bahwa penyakit yang menimpa kaum Muslimin sesungguhnya
adalah taqshîr (kurang peduli) terhadap ajaran Islam dan pelanggaran mereka
terhadap syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagai efek
nyata dari penyakit itu adalah kemenangan kaum kafir atas kaum Muslimin hingga
umat Islam selalu dikendalikan oleh mereka serta keberadaan penguasa-penguasa
zhalim di sebagian negeri Islam.
Bukankah praktek syirik masih
menjerat dengan jaring-jaringnya. Bahkan syiar-syiar syirik berkibar di
mana-mana. Lihatlah bagaimana tauhid yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla
malah diperangi di dunia Islam ? Kalau demikian kondisi dunia Islam yang masih
dilingkupi dosa terbesar di hadapan Allah (syirik besar), bagaimana mungkin
kita sekalian mengharapkan kemenangan dan kejayaan?
Selain syirik,
maksiat-maksiat jenis lain, seperti kerancuan berpikir tentang Islam dan
aplikasinya yang bermacam-macam beserta memperturutkan nafsu syahwat juga telah
berkembang di tengah dunia Islam. Jika memang kita mau jujur dan berempati
terhadap kondisi umat, maka janganlah kita menyibukkan diri dengan efek-efek
samping dari penyakit umat hingga melupakan upaya penyembuhan penyakit
sesungguhnya. Empati itu hendaklah kita wujudkan dengan berusaha mengembalikan
umat kepada agama mereka yang murni.
Semoga Allah memberikan
hidayah kepada kita semua menuju shirâthul mustaqîm dan menyejukkan pandangan
kita dengan kejayaan Islam dan Muslimin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
Footnote
[1]. Diterjemahkan secara
bebas dari Muhimmatun Fil Jihâd, Abdul ‘Aziz bin Rayyis ar-Rayyis, pengantar
Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân dan Syaikh Abdul Muhsin bin Nâshir
al-‘Ubaikan, Cetakan tahun 1424 H
[2]. Tafsir ath-Thabari
(4/108)
[3]. al-Jawâbush Shahîh
(6/450)
Menyadari Tipu Daya Musuh
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمُ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لا
يُؤْمِنُونَ
“Orang-orang yang telah kami berikan Kitab
kepadanya, mereka mengenal (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya
sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada
Allah).” (Al-An’âm: 20)
Golongan Ahli Kitab
mengetahui tabiat din ini. Karena itu, mereka memeranginya dengan cara yang
sangat cerdik. Mereka mencari celahcelah yang mungkin dapat mereka masuki.
Mereka mencari-cari pusat kekuatan yang ada dan kemudian menikamnya. Mereka
mencari faktorfaktor dan figur-figur yang mungkin dapat memenangkan din ini.
Mereka pun kemudian memerangi dan menyerang mereka tanpa kenal lelah.
Oleh karena itu, ketika
mereka mengetahui bahwa yang menggerakkan din ini adalah para ulama, yang
melindunginya adalah pedang, dan yang membentenginya dengan kokoh adalah jihad,
maka mereka memutar otak. Jika senjata telah diturunkan, mereka akan lebih
mudah untuk melancarkan tipu daya. Jika dinding yang mengelilingi sebuah rumah
telah hilang, pencuri akan mudah memasuki dan menyatroninya.
Sebaliknya, jika sebuah rumah
dipagari dengan dinding dan dijaga oleh lelaki yang kuat, pencuri pun akan
segan memasukinya. Jika di dalam rumah itu ada orang-orang muda yang kuat dan
pemberani, pencuri akan gentar untuk menyatroninya. Demikian juga, jika di
rumah tersebut ada senjata, pencuri takut untuk memasukinya. Jadi,
pencuri-pencuri itu mencari rumah yang tidak ada senjatanya dan tidak ada kaum
lelakinya.
Musuh-musuh Allah mempunyai
obsesi yang besar. Mereka sibuk memikirkan bagaimana cara melucuti din ini dari
senjata dan penjaganya. Bagaimana cara meruntuhkan sifat kejantanan yang ada di
dalamnya. Coba kita menengok Al-Azhar. Musuh-musuh Allah mendapati bahwa
Al-Azhar, sejak seribu tahun yang lalu, telah menjadi benteng keilmuan Islam.
Dari sana menyebar
ulama-ulama ke segenap penjuru dunia. Maka mereka memusatkan tipu daya mereka
untuk meruntuhkan benteng tersebut. Atau berupaya mengosongkan benteng tersebut
dari isinya sehingga jadilah ia seperti jasad mati tanpa ruh dan seperti orang
tanpa kehidupan. Mereka telah meraba denyut nadi Al-Azhar sejak permulaan abad
XIX.
Napoleon masuk negeri Mesir
menyerbu Al-Azhar dengan kudanya sendiri, karena ia mendapati bangunan kuno
yang berumur seribu tahun inilah yang menggerakkan Mesir. Maka ditiuplah
genderang perang oleh ulama-ulama Al-Azhar. Mereka menyerukan jihad terhadap
colonial Salibis. Syaikh Al-Azhar berdiri di atas mimbar dan memfatwakan
kekafiran Napoleon dan para pengikutnya, serta memaklumatkan jihad fi
sabilillah.
Maka bergeraklah umat Islam
mengangkat senjata, sehingga memaksa Napoleon untuk memakai surban dan jubah,
serta menyatakan keislamannya agar reda kemarahan para pemuda Al-Azhar. Ia
turut menghadiri pertemuan-pertemuan dalam majelis ulama Al-Azhar.
Kemudian muncul kesulitan dan
problem di negeri Prancis, yang memaksa Napoleon untuk pulang kembali ke
negerinya. Ia menunjuk Kléber untuk menggantikan kedudukannya. Sementara itu,
ada pemuda pelajar Al-Azhar yang meminta fatwa kepada sekelompok ulama Al-Azhar
untuk membunuh Kléber. Ia bukan orang Mesir, ia dari Halab (Allepo, Suriah)
negeri kelahiran Sulaiman Al-Halabi.
Para ulama yang dimintai
fatwa itu memberikan persetujuan kepadanya. Ia kemudian mengintai Kléber di
luar Kairo dan menyembelihnya dengan kelewang. Dengan demikian, berakhirlah
ekspedisi militer Napoleon di negeri Mesir. Setelah tewasnya Kléber, pasukan
kolonial Prancis kembali ke negerinya.
Kejadian ini menyebabkan
Napoleon berpesan kepada negara-negara Eropa yang lain, “Dengarkanlah! Apabila
kalian hendak mengukuhkan cengkeraman kaki-kaki kalian di Dunia Islam, hal itu
tidak akan mungkin selama Din Islam masih berjalan dalam urat nadi kaum
muslimin. Kalian harus mampu mencabut Din ini dari hati mereka dan menanamkan
pohon lain sebagai gantinya. Hapuskanlah pengaruh Din ini secara
berangsur-angsur, dan sodorkan Din baru sebagai gantinya. Serukan kepada mereka
nasionalisme, nasionalisme Arab.”
Bahkan, musuh pun telah
menyadari bahwa Islam tidak akan pernah terkalahkan jika iman dan Islam
terpatri di hati kaum muslimin. Solusi kebangkitan Islam hanya ada satu, yaitu
kembali kepada Islam yang kaafah. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis : Dhani El_Ashim
Diinisiasi dari Tarbiyah
Jihadiyah jilid ke-7 karya syaikh Abdullah Azzam rahimahullah.
Islam Tak Mungkin Diperjuangkan oleh Orang
yang Hatinya Ada Kebusukan
Ketua umum Persatuan Umat
islam (PUI) Nazar Haris, MBA, menegaskan bahwa Islam tidak akan diperjuangkan
oleh seseorang yang di dalamnya ada kebusukan dan kepentingan tertentu.
“Islam tidak mungkin
diperjuangkan yang di dalam hatinya ada kebusukan. Dasar dasar Islam adalah
kemurnian, keikhlasan. Jadi agama ini tidak akan diemban oleh orang yang
berkepentingan,” kata Nazar dalam tabligh akbar ‘Konsep Perjuangan Islam di Era
Kekinian’ di Masjid Islamic Centre Bekasi pada Ahad (01/10).
Ia juga mengatakan bahwa
kalau yang kita perjuangkan adalah Islam, Allah tidak akan tinggal diam dengan
apa yg kita perjuangkan. “Kalau kita benar memperjuangkan Allah, Allah pasti
menolong kalian tidak akan mungkin kita disia-siakan. In tansurulloha
yansurkum,”ucapnya.
Sementara itu, yang dimaksud
dengan berjuang untuk islam adalah menyebarkan dakwah islam. Itulah intinya.
“Di berbagai levelnya dari pelajaran, memberikan contoh yang baik sampai
ujungnya perjuangan bersenjata, “ujarnya.
Ia menjelaskan dalam surat
Yusuf ayat 108, ayat ini kita diperkenalkan tentang kesinambungan. Yang
dimaksud perjuangan adalah berkekesinambungan. “Tidak ada perkataan ‘perjuangan
kita berhenti’. Perjuangan tidak boleh terhenti,” tandas Nazar.