Thursday, October 13, 2016

Rahasia Kekalahan Yang Menimpa Umat Islam. Kenali Penyakit Yang Akan Memperlemah Kekuatan Umat Islam Dan Menyadari Tipu Daya Musuh.Islam Tak Mungkin Diperjuangkan Oleh Orang Yang Hatinya Ada Kebusukan.

http://ift.tt/2crKCZq

Rahasia Kekalahan Yang Menimpa Umat Islam

Oleh : Ustadz Zainal Abidin Syamsuddin, Lc

Pada zaman sekarang umat Islam mengalami kondisi paling memilukan; 
kehinaan, kemunduran dan kelemahan menimpa umat Islam dalam seluruh sisi kehidupan baik secara ideologi, politik, ekonomi dan sosial, 
berbeda dengan zaman salaf, umat Islam kuat, hebat dan dahsyat yang ditakuti dan disegani musuh-musuhnya,..........

KENAPA?

Jawabannya tersingkap dari dialog Raja Romawi, Heraklius saat menyambut kedatangan pasukan Romawi yang kalah perang dengan pasukan kaum muslimin; 
maka Heraklius berkata: 
"Celakalah kalian, coba ceritakan kepada kami tentang mereka yang memerangi kalian, bukankah manusia seperti kalian? 
Mereka menjawab, Ya. 

Sang Raja bertanya lagi, Apakah jumlah kalian lebih banyak ataukah jumlah kalian? 


Mereka menjawab, Bahkan jumlah kita lebih banyak berkali-kali lipat. 
Sang Raja pun bertanya penasaran, Kenapa kalian bisa kalah?!

Maka salah seorang PENASEHAT Heraklius berkata, (Mereka menang) semata-mata karena mereka (pasukan Islam) pada malam hari shalat malam, pada siang hari berpuasa, mereka menepati janji, mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar, mereka bersikap adil sesama mereka, sementara kita suka minum Khamer, suka Berzina, senang berbuat yang haram, melanggar janji, gampang emosi, bersikap zalim, suka melanggar dan bahkan melarang suatu yang mendatangkan ridha Allah serta berbuat kerusakan di muka bumi". 
Maka Heraklius menimpalinya, Engkau telah berkata jujur tentang mereka (umat Islam).

Memang benar kata Umar bin Khaththab, 
"Sesungguhkan kita dimenangkan oleh Allah karena maksiatnya musuh-musuh kita, maka kalau kita bermaksiat seperti mereka maka tidak ada syarat yang kita penuhi untuk dimenangkan Allah".


Kenali Penyakit Yang Akan Memperlemah Kekuatan Umat Islam

Oleh
Syaikh ‘Abdul Aziz bin Rayyis ar-Rayyis 
Saudara-saudaraku,
Fenomena ketidakberdayaan umat Islam dan para musuh yang menguasai diri kita merupakan musibah besar dan ujian mendalam. Kita wajib menyingkirkannya. Proses ini tidak dapat terwujud kecuali dengan proses analisa yang benar. Dalam proses analisa penyakit ini, kita tidak boleh mencampurbaurkan antara penyakit utama dan dampak yang menyertainya. Berapa banyak pihak yang mencampuradukkan antara penyakit sesungguhnya dengan dampak-dampak yang menyertai. Akhirnya, terapi dan solusi yang mereka tampilkan pun kabur.

Sebagian orang berpandangan bahwa penyakit yang sedang menimpa umat ialah makar para musuh dan kekuatan besar mereka atas umat Islam. Atas dasar analisa ini, mereka menyimpulkan bahwa solusi problematika umat ialah menyibukkan kaum Muslimin untuk mengenali musuh, program-program, pernyataan-pernyataan dan laporan-laporan mereka.

Golongan kedua menyatakan bahwa penyakit yang sedang menguasai umat Islam adalah keberadaan penguasa-penguasa yang berbuat zhalim di sebagian negara Islam. Berdasarkan cara pandang ini, maka jalan yang ditempuh guna menghilangkan penyakit umat yaitu menyingkirkan para penguasa zhalim itu dan memprovokasi masyarakat untuk membenci para penguasa tirani tersebut.

Pihak ketiga menganggap penyakit yang menjadi sumber kelemahan kaum Muslimin adalah tercerai-berainya umat Islam di banyak negara. Maka, atas dasar ini, solusinya adalah mempersatukan dan memadukan mereka sehingga menjadi kekuatan yang berjumlah banyak.

Dengan merujuk keterangan al-Qur`ân dan Hadîts, mereka semua telah melakukan kekeliruan dalam menganalisa penyakit umat yang sebenarnya. Akibatnya, solusi yang ditawarkan pun tidak tepat.

Sisi kesalahan pendapat pertama, bahwa tipu-daya musuh tidak akan membahayakan kaum Muslimin, bila mereka benar-benar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu sedikit pun. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala apa yang mereka kerjakan. [Ali Imrân/3:120]

Adapun sisi kekeliruan anggapan kedua, yaitu para penguasa yang zhalim itu pada dasarnya merupakan hukuman yang Allah Azza wa Jalla timpakan kepada orang-orang yang berbuat zhalim. Maksudnya, orang zhalim itu bisa berkuasa karena kezhaliman dan dosa-dosa rakyat yang dipimpin. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan. [al-An’âm/6:129]

Jadi, bukanlah para penguasa zhalim itu yang menjadi sumber penyakit umat. Tetapi, sumber penyakit itu muncul dari orang-orang yang mereka pimpin yang telah berbuat zhalim dan berbuat dosa.

Kesalahan pernyataan ketiga dapat diketahui dari sisi bahwa kuantitas besar yang dipadukan menjadi satu tidak banyak bermanfaat bila terdapat dosa-dosa yang dilakukan oleh individu-individu yang dipersatukan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang Mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dan bercerai-berai. [at-Taubah/9:25]

Coba lihat, bagaimana dosa ujub (silau terhadap diri sendiri) akibat jumlah pasukan yang banyak menyebabkan kaum Muslimin (para Sahabat Rasulullah yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri) mengalami kekalahan di perang Hunain.

Termasuk tindakan dosa lain, mempersatukan umat dengan kaum ahli bid’ah dari kalangan Sufi, Asy’ari dan Mu’tazilah. Karena, mereka itu harus diingkari, minimal dengan hati yaitu dengan menjauhi mereka dan tidak duduk-duduk bersama mereka.

Dari sini tampaklah kekeliruan pernyataan ‘Mari kita saling mendukung dalam perkara-perkara yang kita sepakati dan saling memberi toleransi dalam urusan yang kita perselisihkan’.

Selanjutnya, mungkin ada orang yang akan melontarkan pertanyaan, engkau telah menunjukkan kesalahan-kesalahan analisa-analisa golongan-golongan dalam meraba-raba penyakit yang sedang memperlemah kekuatan umat. Jadi, apa sebenarnya analisa yang tepat mengenai penyakit yang sedang menimpa umat berdasarkan al-Qur`ân dan Hadîts? Maka kita katakan, bahwa terdapat banyak ayat al-Qur`ân dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan musibah-musibah yang menimpa umat manusia karena dosa-dosa mereka. Diantaranya firman Allah Azza wa Jalla :

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. [Ali ‘Imrân/3: 165]
Saat menjelaskan ayat di atas, Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan : “Ketika ditimpa musibah kekalahan di Uhud, kalian saling berkata bagaimana bisa (kami kalah)? Dari mana datangnya sebab kekalahan yang telah menimpa kami ini ? Padahal kami kaum Muslimin sementara mereka kaum musyrikin, terlebih lagi, ada Nabi di tengah kami yang mendapatkan wahyu dari langit. Para musuh kami adalah orang-orang yang kafir dan musyrik kepada Allah.” Maka katakanlah wahai Muhammad kepada para Sahabatmu yang beriman kepadamu “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Karena kalian melanggar perintahku dan tidak taat kepadaku. Jadi, sebab kekalahan kalian bukan dari orang lain.” [2]

Ibnu Taimiyyah raimahullah berkata : “Kemenangan kaum kafir terjadi karena dosa-dosa kaum Muslimin yang mengakibatkan keimanan mereka menurun. Jika mereka bertaubat dengan menyempurnakan iman mereka, maka Allah Azza wa Jalla akan memenangkan mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. [Ali ‘Imrân/3:139] [3]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata: “Sehubungan dengan kemenangan, Allah Azza wa Jalla mempergilirkannya. Kadang-kadang dialami kaum kafir sebagaimana kaum Mukminin juga dimenangkan atas kaum kafir. Ini telah dialami para Sahabat Nabi Muhammad saat menghadapi musuh. Hanya saja, akhir yang baik menjadi milik kaum Mukminin. Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), [Ghâfir/40:51]

Kelemahan kaum Muslimin, dan kemenangan orang-orang kafir itu disebabkan oleh dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kaum Muslimin. Baik karena kurang perhatian dalam menjalankan kewajiba-kewajiban secara batiniah dan lahiriah. Atau karena mereka telah bersikap melampaui batas secara batiniah maupun lahirian. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا

Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) [Ali Imrân/3:155]

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. [Ali ‘Imrân/3: 165]

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. [al-Hajj/22: 40-41]

Di antara cobaan terbesar yang dialami umat ini yaitu ketidakberdayaan umat Islam dan keperkasaan musuh. Dari sini tampak jelas bahwa penyakit yang menimpa kaum Muslimin sesungguhnya adalah taqshîr (kurang peduli) terhadap ajaran Islam dan pelanggaran mereka terhadap syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagai efek nyata dari penyakit itu adalah kemenangan kaum kafir atas kaum Muslimin hingga umat Islam selalu dikendalikan oleh mereka serta keberadaan penguasa-penguasa zhalim di sebagian negeri Islam.

Bukankah praktek syirik masih menjerat dengan jaring-jaringnya. Bahkan syiar-syiar syirik berkibar di mana-mana. Lihatlah bagaimana tauhid yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla malah diperangi di dunia Islam ? Kalau demikian kondisi dunia Islam yang masih dilingkupi dosa terbesar di hadapan Allah (syirik besar), bagaimana mungkin kita sekalian mengharapkan kemenangan dan kejayaan?

Selain syirik, maksiat-maksiat jenis lain, seperti kerancuan berpikir tentang Islam dan aplikasinya yang bermacam-macam beserta memperturutkan nafsu syahwat juga telah berkembang di tengah dunia Islam. Jika memang kita mau jujur dan berempati terhadap kondisi umat, maka janganlah kita menyibukkan diri dengan efek-efek samping dari penyakit umat hingga melupakan upaya penyembuhan penyakit sesungguhnya. Empati itu hendaklah kita wujudkan dengan berusaha mengembalikan umat kepada agama mereka yang murni.

Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua menuju shirâthul mustaqîm dan menyejukkan pandangan kita dengan kejayaan Islam dan Muslimin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Footnote
[1]. Diterjemahkan secara bebas dari Muhimmatun Fil Jihâd, Abdul ‘Aziz bin Rayyis ar-Rayyis, pengantar Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân dan Syaikh Abdul Muhsin bin Nâshir al-‘Ubaikan, Cetakan tahun 1424 H
[2]. Tafsir ath-Thabari (4/108)
[3]. al-Jawâbush Shahîh (6/450)

Menyadari Tipu Daya Musuh

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمُ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ

“Orang-orang yang telah kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenal (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).” (Al-An’âm: 20)

Golongan Ahli Kitab mengetahui tabiat din ini. Karena itu, mereka memeranginya dengan cara yang sangat cerdik. Mereka mencari celahcelah yang mungkin dapat mereka masuki. Mereka mencari-cari pusat kekuatan yang ada dan kemudian menikamnya. Mereka mencari faktorfaktor dan figur-figur yang mungkin dapat memenangkan din ini. Mereka pun kemudian memerangi dan menyerang mereka tanpa kenal lelah.

Oleh karena itu, ketika mereka mengetahui bahwa yang menggerakkan din ini adalah para ulama, yang melindunginya adalah pedang, dan yang membentenginya dengan kokoh adalah jihad, maka mereka memutar otak. Jika senjata telah diturunkan, mereka akan lebih mudah untuk melancarkan tipu daya. Jika dinding yang mengelilingi sebuah rumah telah hilang, pencuri akan mudah memasuki dan menyatroninya.

Sebaliknya, jika sebuah rumah dipagari dengan dinding dan dijaga oleh lelaki yang kuat, pencuri pun akan segan memasukinya. Jika di dalam rumah itu ada orang-orang muda yang kuat dan pemberani, pencuri akan gentar untuk menyatroninya. Demikian juga, jika di rumah tersebut ada senjata, pencuri takut untuk memasukinya. Jadi, pencuri-pencuri itu mencari rumah yang tidak ada senjatanya dan tidak ada kaum lelakinya.

Musuh-musuh Allah mempunyai obsesi yang besar. Mereka sibuk memikirkan bagaimana cara melucuti din ini dari senjata dan penjaganya. Bagaimana cara meruntuhkan sifat kejantanan yang ada di dalamnya. Coba kita menengok Al-Azhar. Musuh-musuh Allah mendapati bahwa Al-Azhar, sejak seribu tahun yang lalu, telah menjadi benteng keilmuan Islam.

Dari sana menyebar ulama-ulama ke segenap penjuru dunia. Maka mereka memusatkan tipu daya mereka untuk meruntuhkan benteng tersebut. Atau berupaya mengosongkan benteng tersebut dari isinya sehingga jadilah ia seperti jasad mati tanpa ruh dan seperti orang tanpa kehidupan. Mereka telah meraba denyut nadi Al-Azhar sejak permulaan abad XIX.

Napoleon masuk negeri Mesir menyerbu Al-Azhar dengan kudanya sendiri, karena ia mendapati bangunan kuno yang berumur seribu tahun inilah yang menggerakkan Mesir. Maka ditiuplah genderang perang oleh ulama-ulama Al-Azhar. Mereka menyerukan jihad terhadap colonial Salibis. Syaikh Al-Azhar berdiri di atas mimbar dan memfatwakan kekafiran Napoleon dan para pengikutnya, serta memaklumatkan jihad fi sabilillah.

Maka bergeraklah umat Islam mengangkat senjata, sehingga memaksa Napoleon untuk memakai surban dan jubah, serta menyatakan keislamannya agar reda kemarahan para pemuda Al-Azhar. Ia turut menghadiri pertemuan-pertemuan dalam majelis ulama Al-Azhar.

Kemudian muncul kesulitan dan problem di negeri Prancis, yang memaksa Napoleon untuk pulang kembali ke negerinya. Ia menunjuk Kléber untuk menggantikan kedudukannya. Sementara itu, ada pemuda pelajar Al-Azhar yang meminta fatwa kepada sekelompok ulama Al-Azhar untuk membunuh Kléber. Ia bukan orang Mesir, ia dari Halab (Allepo, Suriah) negeri kelahiran Sulaiman Al-Halabi.

Para ulama yang dimintai fatwa itu memberikan persetujuan kepadanya. Ia kemudian mengintai Kléber di luar Kairo dan menyembelihnya dengan kelewang. Dengan demikian, berakhirlah ekspedisi militer Napoleon di negeri Mesir. Setelah tewasnya Kléber, pasukan kolonial Prancis kembali ke negerinya.

Kejadian ini menyebabkan Napoleon berpesan kepada negara-negara Eropa yang lain, “Dengarkanlah! Apabila kalian hendak mengukuhkan cengkeraman kaki-kaki kalian di Dunia Islam, hal itu tidak akan mungkin selama Din Islam masih berjalan dalam urat nadi kaum muslimin. Kalian harus mampu mencabut Din ini dari hati mereka dan menanamkan pohon lain sebagai gantinya. Hapuskanlah pengaruh Din ini secara berangsur-angsur, dan sodorkan Din baru sebagai gantinya. Serukan kepada mereka nasionalisme, nasionalisme Arab.”

Bahkan, musuh pun telah menyadari bahwa Islam tidak akan pernah terkalahkan jika iman dan Islam terpatri di hati kaum muslimin. Solusi kebangkitan Islam hanya ada satu, yaitu kembali kepada Islam yang kaafah. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis : Dhani El_Ashim
Diinisiasi dari Tarbiyah Jihadiyah jilid ke-7 karya syaikh Abdullah Azzam rahimahullah.

Islam Tak Mungkin Diperjuangkan oleh Orang yang Hatinya Ada Kebusukan

Ketua umum Persatuan Umat islam (PUI) Nazar Haris, MBA, menegaskan bahwa Islam tidak akan diperjuangkan oleh seseorang yang di dalamnya ada kebusukan dan kepentingan tertentu.
“Islam tidak mungkin diperjuangkan yang di dalam hatinya ada kebusukan. Dasar dasar Islam adalah kemurnian, keikhlasan. Jadi agama ini tidak akan diemban oleh orang yang berkepentingan,” kata Nazar dalam tabligh akbar ‘Konsep Perjuangan Islam di Era Kekinian’ di Masjid Islamic Centre Bekasi pada Ahad (01/10).
Ia juga mengatakan bahwa kalau yang kita perjuangkan adalah Islam, Allah tidak akan tinggal diam dengan apa yg kita perjuangkan. “Kalau kita benar memperjuangkan Allah, Allah pasti menolong kalian tidak akan mungkin kita disia-siakan. In tansurulloha yansurkum,”ucapnya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan berjuang untuk islam adalah menyebarkan dakwah islam. Itulah intinya. “Di berbagai levelnya dari pelajaran, memberikan contoh yang baik sampai ujungnya perjuangan bersenjata, “ujarnya.
Ia menjelaskan dalam surat Yusuf ayat 108, ayat ini kita diperkenalkan tentang kesinambungan. Yang dimaksud perjuangan adalah berkekesinambungan. “Tidak ada perkataan ‘perjuangan kita berhenti’. Perjuangan tidak boleh terhenti,” tandas Nazar.