Hanya
Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
Al Quran
: The Miracle Of Miracles. Allah Tidak Sekali-Kali Menjadikan Seseorang
Mempunyai Dua Hati Dalam Jiwanya. Masukilah Islam Secara Kaffah ( Not Less Than
100 % Kaffah ! )
Kebenaran
Tidak Diukur Dengan Banyaknya Orang Yang Mengikutinya.Berpegang Pada Suara
Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah
Jangan
Terkesima Dengan Banyaknya Pengikut (Bukan Barometer Kebenaran). Ketenaran Dan
Popularitas Adalah Ujian, Hindari Jika Mampu.
Tolok
Ukur Kebenaran Adalah Secara Syar'i
“Al Akhfiya” (Orang-Orang Yang Tidak Suka
Popularitas) Adalah Keanehan ! Banyak Digemari Monasiyun, Spandukiyun, Youtubiyun
!
“Al Qur’an telah membentuk hati yang siap
memikul amanah. Hati itu adalah hati yang teguh dan kuat, sehingga tidak
menginginkan apapun di muka bumi ini. Hati itu sanggup memberi segenap apapun
dan menanggung semuanya. Hati yang hanya memandang ke akherat. Hati yang hanya
mengharap ridhaNya. Hati yang membuat raga siap menempuh semua perjalanan meski
harus mengalami kesulitan, penderitaan, halangan, siksaan, pengorbanan, bahkan
kematian sekalipun. Hati yang tidak mengharap balasan sekaligus di muka bumi
ini, meski balasan itu berupa kemenangan dakwah, berupa kejayaan kaum muslimin
dan bahkan ketika balasan itu berupa kehancuran kaum dhalim…
Hati yang menyadari bahwa perjalanannya
tidak menghadapi apapun kecuali berhadapan dengan keharusan untuk memberi tanpa
mengharap balasan.
Hati yang menunggu akherat…
Hati kitakah itu?
Sejauh apa hati kita dari hati semacam
itu?
Tak perlu tengok kanan kiri!
Hati kita?
Mungkin membahas “Al Akhfiya”
(Orang-orang yang tidak suka popularitas) adalah keanehan. Padahal ada beberapa
alasan untuk membahas itu. Di antaranya:
1. Jalan ini (menjauhi popularitas)
adalah salah satu manhaj syar’i.
2. Orang Ikhlas kebanyakan hampir
tak terdengar jejak langkahnya, nyaris tidak terekam sejarah kecuali setelah
mereka mati.
3. Ini juga berguna agar kita tidak mudah
menghina saudara kita dan tidak mudah meremehkan kawan seiring. Sekaligus ini
menekan kesombongan. Bahwa boleh jadi saudara kita sedang menyembunyikan
kehebatannya.
4. Topik ini juga memberikan
penekanan pada nilai ikhlas dalam beramal. Terutama di tengah badai budaya pop.
Bahasan tentang Al Akhfiya ini juga dapat membangkitkan gairah membangun
kerahasiaan antara kita dengan Allah Ta'ala.
5. Merupakan cara untuk menjaga
keseimbangan di tengah mudahnya kita menonjolkan diri dan membuat portofolio
keunggulan diri.
Siapakah mereka ?
Mereka yang sujud dan ruku serta
tasbihnya tersembunyi ? Mereka yang berhati hati pada ujub dan riya ? Mereka
da’i yang tidak terkenal yang tak henti member nasehat ? Atau mereka yang
berjalan di waktu malam dan memeriksa keadaan orang miskin ?
Bisa! Ada banyak variasi. Dan rasanya
akan semakin banyak variasi.
Prinsipnya ?
Pada prinsipnya mereka adalah hamba Allah
yang merahasiakan diri dan menghindari riya. Pada prinsipnya mereka adalah
pribadi yang menyadari bahwa salah satu syarat diterimanya amal adalah ikhlas.
Prinsipnya mereka adalah pribadi yang lebih suka menyembunyikan amal.
Susah, pak!
Iya. Memang.
Begini sajalah…
Jika nilai yang tersembunyi lebih tinggi
dari yang tampak, setidaknya kita ‘berbakat’ untuk menjadi Al Akhfiya’.
Sebaliknya, yang lebih suka menonjolkan diri dan malas menguatkan nilai yang
tersembunyi, setidaknya harus bekerja lebih keras untuk menjadi Al Akhfiya’.
Cukup adil? Cukup membuat optimis?
Tauladan Al Akhfiya’
Dari riwayat Muslim dalam Az-Zuhd ,
Rasulullah ﷺ bersabda, yang
artinya, _“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang kaya
(mencukupkan apa adanya), dan yang beribadah secara khafi (sembunyi-sembunyi)”_
(HR Muslim )
Para sahabat , para salaf dalam setiap
amal yang dilakukannya, selalu diniatkan hanya untuk keridhaan Allah. Mereka
menyadari pentingnya ikhlas, berjuang keras untuk menyembunyikan beragam
amalnya itu, getaran hati yang mengarah pada sum’ah dan riya dihindari
jauh-jauh. Amal salih adalah rahasia antara mereka dengan Allah, dan berusaha
tak ada seorang pun yang mengetahuinya . Karena ketersembunyian, ketertutupan dan
kerahasiaan ini pulalah, sehingga para salik (pejalan Ilahi) sering disebut
sebagai al-akhfiya (orang-orang tersembunyi).
Abu Hamzah Ats-Tsumali menuturkan bahwa
Ali bin Husain memanggul karung berisi roti di atas pundaknya pada malam hari,
yang dibagi-bagikannya kepada orang-orang miskin dalam kegelapan. Ia juga
berujar: _“Sedekah pada malam yang pekat memadamkan kemurkaan Allah.”_
Muhammad bin Ishaq bercerita:
_“Penduduk Madinah bisa mengenyam
penghidupan, namun mereka tidak tahu dari mana sumber penghidupan mereka itu.
Begitu Ali bin Husain meninggal, serta merta penghidupan mereka pun lenyap.
Rupanya, beliaulah yang membawanya pada malam hari.”_
Sementara Amr bin Tsabit bertutur:
_“Ketika Ali bin Husain meninggal, mereka mendapati bekas di punggungnya karena
memikul karung pada malam hari ke rumah-rumah para janda.”_
Juga kisah tauladan al akhfiya dalam
peperangan.
Ketika Maslamah ibn Abdul Malik bersama
pasukannya mengepung sebuah benteng Romawi, hanya ada satu jalan masuk ke
dalamnya. Setelah pengepungan berlangsung beberapa lama, Maslamah berseru
kepada pasukannya,
_“Barangsiapa berani menerobos pintu,
kalau dia mati saat menerobosnya, maka dia akan mendapatkan surga, insyaAllah.
Kalau dia selamat, maka tanah yang ada di balik pintu itu pantas untuknya.
Lalu, dia harus membuka pintu itu agar pasukan Islam dapat masuk ke dalam
benteng sebagai pemenang”._
Kemudian, seorang prajurit yang mukanya
ditutup kain, berdiri seraya berkata,
_“Aku akan melakukannya, wahai
Panglima”._
Akhirnya orang tersebut berhasil
menerobos dan membuka pintu benteng tersebut. Selama tiga hari sang panglima,
Maslamah ibn Abdul Malik, bertanya-tanya,
_“Siapakah orang yang menggunakan tutup
muka itu? Siapakah yang telah berhasil membuka pintu benteng tersebut?”_.
Tak seorang pun yang berdiri mengaku.
Pada hari ketiga, Maslamah pun berkata,
_“Aku bersumpah, agar orang yang
mengenakan tutup muka menemui aku, kapanpun waktunya, siang ataupun malam”._
Pada tengah malam, ada yang mengetuk
pintu tenda sang panglima. Maslamah bertanya,
_“Engkaukah orang yang mengenakan tutup
muka itu?”_
Orang itu menjawab,
_“Dia meminta tiga syarat sebelum engkau
melihatnya”._
_“Apa itu ?”_, tanya Maslamah.
_“Engkau tidak boleh mengumumkan namanya
kepada orang-orang, engkau tidak boleh memberinya imbalan apapun, dan engkau
tidak boleh melihatnya sebagai orang yang memiliki keistimewaan”_, kata orang
tersebut.
_“Aku terima”,_ kata Maslamah.
Orang itu lalu berkata,
_“Memang, akulah orang yang mengenakan
tutup muka itu”._
Maslamah langsung menghampiri dan memeluknya.
Karena itu diantara doa Maslamah adalah:
_“Ya Allah, kumpulkanlah aku bersama
orang yang mengenakan tutup muka. Ya Allah, kumpulkanlah aku bersama orang yang
mengenakan tutup muka”_
Ke pundak orang-orang semacam inilah
Allah ‘Azza wa Jalla melimpahkan barokah-Nya. Di tangan orang-orang demikianlah
keadilan dan kemakmuran dunia akan tercipta.
Ibnul Jauzi:
_“Demi Allah, sesungguhnya saya sering
melihat orang yang banyak sholat, banyak puasa dan tidak banyak bicara, serata
tampak khusyu’ ; baik penampilan dirinya maupun dalam berpakaian, tapi
orang-orang menjauhinya. Padahal, ditinjau dari nilai kejiwaannya, seharusnya
tidak demikian.”_
Sebaliknya, saya melihat orang yang
berpakaian indah, tidak banyak ibadah sunnahnya dan tidak tampak khusyu’ pula,
tapi hati orang berebut menyukainya”.
Rasanya tidak dikotomis seperti itu ya?
Bukan soal penampilannya. Jadi di mana jawabnya?
Jawabnya adalah pada rahasia hati.
Maksud Ibnul Jauzi, barang siapa yang
memperbaiki rahasia hatinya, maka akan semerbak keharuman keutamaannya, dan
orang lain ingin menyebarkan keharumannya.
Jadi, memang tidak dikotomis, sebenarnya,
yang terkenal selalu buruk dan yang tidak terkenal selalu baik. Rahasianya
adalah pada rahasia hatinya.
Maka tidak perlu lagi kita diskusikan,
laki-laki berpenampilan shaleh tapi busuk atau laki laki bertampang preman
tetapi sholeh yang kita sukai? Ada variasi lainnya. Kita cuma bisa melihat
dhohirnya dan kedekatannya dengan Allah tergantung rahasia hatinya.
Ibnu Katsir memberikan tafsirnya pada
surat Al Baqoroh ayat 271:
_“Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka
itu baik sekali”._
Maksudnya, jika sedekah diberikan dalam
keadaan dilihat orang lain, maka sedekah itu baik baik saja. Adapun
kelanjutannya, “Dan jika kamu menyembunyikannya, dan kamu berikan kepada orang
orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik”.
Sekarang kita mudah terdesak…
Mudah terdesak untuk menampilkan amal.
Entah karena alasan yang sejati atau –lebih sering- karena alasan yang lain.
Taujih Ustadz Eko Novianto Nugroho
(admin
belum dapat menemukan sumber publikasinya)
Dakwah Bil Kitabah, Bukan Dominan Bil
Lisan. Dakwah Bil Youtube, Berpotensi Negatif Untuk Jadi Alat Provokasi.
Rahasia Produktivitas Menulis Para Ulama Salaf.
Kebodohan Akan Menghalangi Seseorang
Untuk Menerima Kebenaran. Bahwasanya Hati Nurani Setiap Orang Lebih Menyukai
Dan Menginginkan Kebenaran Ketimbang Kebathilan.
Cuplikan Twitter Ustadz Syarif Baraja,
Menarik Disimak.
Membaca Al Quran Adalah Perdagangan Yang
Tidak Pernah Merugi (QS. Fathir: 29-30). Antusias (Energizer) Nonton TV (Haram)
Dan Membaca (Forward) Medsos Tidak Menolongnya Di Akherat Kelak.
Firqah Sesat, Al-Firqatun An-Najiyyah
(Golongan Yang Selamat) Dan Kapan Keluar Dari Ahlus-Sunnah ?