Thursday, October 25, 2018

Konspirasi Kasus Jamal Khashoggi, Pelampiasan Birahi Dendam Ahl Al-Sufa Erdogan (Ottoman) Terhadap Saudi, Sejalan Dengan Rafidhah Majusi Iran. Mbs: Keadilan Akan Menang.

Hasil gambar untuk erdogan ariel sharon

Putra Mahkota Saudi Sebut Turki Komplotan 'Segitiga Kejahatan' Bersama Majusi Rafidhah Iran. Jamal Khashoggi Agen Barat (Turki) Untuk Hancurkan Nucleus Kekuatan Ahlus Sunnah (Al Haramain).
Erdogan (Ataturkish) Dan Penjualan Yerusalem Palestina, Bertemu Dengan Tokoh Zionis Pembantai Sabra Dan Shatilla Di Jesrusalem

Bagian Pertama

Apakah Erdogan Telah Kalahkan Arab Saudi dalam 
Kasus Khashoggi?

Apakah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengalahkan Arab Saudi dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi? Erdogan memang bertujuan menghancurkan reputasi putra mahkota Mohammed bin Salman. Dan, menilai berdasarkan keadaan permainan saat ini, Erdogan menang. Tapi, terlepas dari kerusakan yang Saudi derita sebagai akibat dari kasus Khashoggi yang baru-baru ini terjadi di Istanbul, Erdogan harus memahami bahwa ada kemungkinan besar keluarga kerajaan Saudi akan menang sekali lagi.

Oleh: Con Coughlin (The Telegraph)

Hampir menyatakan perang habis-habisan terhadap Keluarga Saud, sulit untuk membayangkan cara yang lebih efektif bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menimbulkan begitu banyak kerusakan pada reputasi global Arab Saudi, selain dengan tangan tangkasnya dalam menangani urusan Jamal Khashoggi.

Sejak wartawan itu menghilang setelah memasuki Konsulat Saudi di Istanbul pada awal bulan ini, Erdogan telah membuktikan dirinya sebagai manipulator utama dalam hal menangani liputan media global. Pencerahan tentang nasib mengerikan yang diyakini telah diderita Khashoggi telah dirancang dengan terampil untuk menyebabkan kekalahan maksimum bagi Saudi.

Tak perlu dikatakan lagi—mengingat kebohongan dan misinformasi mencolok yang berasal dari Riyadh—bahwa Saudi hampir tidak dapat menyembunyikan dirinya. Setelah awalnya bersikeras bahwa Khashoggi meninggalkan konsulat atas kemauannya sendiri, versi cerita Saudi tentang peristiwa tersebut telah berubah-ubah dengan sangat tidak meyakinkan, dari argumen bahwa Khashoggi yang gemuk tewas dalam perkelahian dengan para pejabat Saudi, hingga argumen terakhir, bahwa dia adalah korban operasi intelijen yang “nakal”.

Sejak awal, tujuan utama Saudi adalah melindungi Putra Mahkota mereka yang berkuasa, Mohammed bin Salman, pemimpin berusia 33 tahun yang sedang dalam proses mengawasi program reformasi paling ambisius yang dilakukan dalam sejarah negara itu. Tujuan Erdogan, sebaliknya, adalah menghancurkan reputasi putra mahkota tersebut.
Dan, menilai berdasarkan keadaan permainan saat ini, Erdogan menang. Karena, betapapun kerasnya orang-orang Saudi berusaha mengendalikan narasi Khashoggi, mereka telah diruntuhkan secara serius di setiap langkah oleh Presiden Turki yang licik itu, yang hanya menghasilkan lebih banyak tuduhan yang mengerikan tentang bagaimana wartawan Saudi itu mungkin telah menemui takdirnya.
Erdogan sangat memahami bagaimana penindasan jurnalis di dunia Muslim, setelah memimpin berbagai tindakan keras terhadap setiap jurnalis Turki atau organisasi media yang cukup bodoh untuk mengkritik pemerintahan otokratisnya.
Akibatnya, ia sekarang menikmati kontrol yang hampir tak terbantahkan atas media utama Turki—alat yang sangat berharga dalam serangan tanpa henti terhadap saingan Saudi-nya. Memang, Erdogan dan para pengikutnya dalam pers Turki tampaknya telah berhasil meyakinkan seluruh dunia bahwa Khashoggi menjadi sasaran tindakan penjagalan yang paling mengerikan, sejak saat ia memasuki kompleks Saudi di Istanbul.
Tetapi mereka kurang bersedia untuk merilis bukti yang sebenarnya. Media Turki telah memberikan petunjuk besar tentang keberadaan rekaman audio dan video, yang tidak diragukan lagi diperoleh dengan mendengarkan perangkat yang ditanam oleh intelijen Turki. Memang, Erdogan berjanji untuk memberikan “rincian lengkap” tentang kematian Khashoggi.
Namun, ketika Pemimpin Turki tersebut pada Senin (22/10) memberikan pidatonya yang sudah lama ditunggu-tunggu kepada anggota parlemen dari partai yang berkuasa, tidak disebutkan tentang rekaman audio dan video yang memberatkan yang dikatakan oleh otoritas Turki mereka miliki. Juga tidak ada penyebutan langsung putra mahkota Saudi, yang oleh Turki secara tidak resmi diduga terlibat langsung dalam mengesahkan pembunuhan wartawan itu.
Sebaliknya, Pemimpin Turki itu berusaha untuk meningkatkan tekanan di Riyadh dengan mengklaim bahwa kematian Khashoggi adalah “pembunuhan politik” yang telah direncanakan sebelumnya oleh para pejabat Saudi.

Masih harus dilihat berapa lama lagi Erdogan dapat melanjutkan keahliannya yang dikelola dengan cerdik dalam manajemen media. Saudi sekarang berjanji untuk melakukan penyelidikan sendiri terhadap masalah itu, dan telah memecat sejumlah pejabat tinggi yang dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan tersebut.

Tentu saja, semakin lama Turki merangkai rincian seputar kematian Khashoggi, semakin besar kemungkinan mereka untuk menghadapi tuduhan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengobarkan dendam terhadap Saudi—dan putra mahkota khususnya—daripada menyelesaikan tindakan kriminal yang mengerikan ini.
Bagaimanapun juga, Arab Saudi—saingan utama Turki dalam menyebarkan pengaruh di dunia Muslim Sunni—yang melemah, sangat sesuai dengan ambisi lama Erdogan untuk menjadikan Ankara sebagai pusat dari Kekhalifahan Islam baru.

Setelah secara efektif menghancurkan pandangan sekuler dan pro-Barat Kemal Ataturk yang digambarkan ketika ia mendirikan negara Turki modern, Erdogan berkomitmen untuk menyebarkan gaya pemerintahan Islam yang represif yang telah ia berlakukan di negaranya sendiri hingga ke seluruh dunia Muslim lainnya. Untuk tujuan ini, ia telah membiayai pembangunan jaringan masjid di Balkan, dan telah memposisikan dirinya sebagai pendukung yang antusias dari Ikhwanul Muslimin, organisasi ekstremis Islam yang secara singkat—dan secara menghancurkan—memegang kekuasaan di Mesir, sampai mereka digulingkan pada tahun 2013. Sampai hari ini, kebanyakan orang Mesir tidak memiliki apa pun kecuali penghinaan terhadap Erdogan atas kerusakan yang ia bantu timpakan ke negara mereka.
Salah satu tujuan utama Ikhwanul adalah menghancurkan monarki pro-Barat dunia Arab, yang telah memerintah wilayah itu sejak pembentukan Timur Tengah modern, dan menggantikannya dengan rezim yang didasarkan pada agenda politik ekstremis Ikhwanul Muslimin.
Setelah kejadian baru-baru ini di Istanbul, Erdogan dan para pendukungnya pasti akan merasa bahwa mereka telah mengambil langkah penting untuk mencapai tujuan mereka. Barisan kursi kosong pada pembukaan Future Investment Initiative Saudi—yang disebut Davos di Gurun—menunjukkan bukti pengucilan internasional yang diderita Riyadh, akibat pembunuhan wartawan tersebut.

Meski begitu, Erdogan akan disarankan untuk tidak menyingkirkan saingan regionalnya dulu. Keluarga kerajaan Saudi adalah kelompok yang tangguh, dan memiliki rekam jejak yang terbukti dapat mengatasi kesulitan ekstrem—pembunuhan Raja Faisal pada tahun 1975 dan serangan 11 September adalah dua contoh yang mudah diingat. Dan, terlepas dari kerusakan yang mereka derita sebagai akibat dari peristiwa baru-baru ini di Istanbul, Erdogan harus memahami bahwa ada kemungkinan besar keluarga kerajaan Saudi akan menang sekali lagi.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.

End Of Kashoggi

Penyidik Saudi resmi mengumumkan Kashoggi dibunuh didalam konsulat. Entah siapa yang membunuhnya dari 15 org yang ditugaskan untuk membujuk Kashoggi. Proses dengan sebab kematiannya pun belum jelas. Apakah meninggal karena cekikan itu sendiri atau karena jantung mengingat usianya yang hampir 60 tahun.
Tim tsb ditugaskan membujuk Kashoggi agar kembali ke Saudi. Keberadaannya dan kekritisannya di luar Saudi, rentan dimanfaatkan pihak lain. Sedikit-banyaknya ini benar. Jika kita saksikan wawancara thd Kashoggi, baik oleh media AS, Turki, atau Qatar, cenderung seolah menyaksikan wawancara MetroTivu yang menggiring pertanyaan terhadap narasumber.
Satu-satunya esensi kritik Kashoggi adalah kepada pangeran MBS yang dinilainya ingin memajukan Saudi (dan ini positif bagi Kashoggi), namun dengan cara menumpuk kekuasaan di sekitarnya. Kashoggi protes thd banyaknya penangkapan

terhadap ulama dan aktivis. Menurutnya, MBS tdk perlu melakukan itu semua krn justru apa yang dilakukan MBS itu baik dan disetujui masyarakat Saudi.

Dalam sebuah wawancara dgn televisi Turki, Kashoggi ditanya, “apakah Saudi dapat maju jika hukum-hukum syariat yang menghalangi kebebasan, tetap diberlakukan?” (anda dapat menilai kualitas pertanyaan ini). Kashoggi menjawab, “Bisa ya bisa tdk. Contohnya Cina yang maju meski anti demokrasi”.
Pembunuhan Kashoggi
Pembunuhan Kashoggi jelas adalah kerja intelijen yang berarti juga akan selalu ada missing-link antar otoritas. Satu regu yang diberi tugas intelijen, bersifat komando sekaligus independen. Paling jauh hanya 2 level rantai komando yang bisa ditelusuri. Hal itu krn satuan2 tsb punya wewenang menterjemahkan garis kebijakan level di atasnya. Jadi jika kasus ini tidak dapat ditelusuri hingga ke level pangeran MBS, hal tsb dpt dimaklumi. Jangankan sampai ke MBS, ke kepala intel Saudi saja tdk akan sampai.
Melihat reaksi bbrp negara thd kasus ini, menunjukkan interest negara2 tsb thd Saudi. AS, Turki, Qatar, dan Iran adalah negara2 yg punya interest thd Saudi. Bisa dimaklumi jika negara-negara lain mendukung upaya Saudi, selebihnya cuek saja.
Peristiwa operasi pembunuhan intelijen sendiri sering terjadi. Diplomat2 Saudi sdh sering jadi korban, mulai dari pembunuhan diplomat Saudi di Pakistan, Bangladesh, atau di Sudan. Jangan lupa pula upaya pembunuhan menlu Saudi, Adel al-Jubeir, yang ditembak ketika berada di AS. Berita2 ini lenyap begitu saja.
Menilai Kejadian Tsb
Menilai akibat operasi intelijen tidak dapat dilakukan secara hitam putih. Kita tentu ingat kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay, tokoh separatis Papua yang diculik dan dibunuh 10 Nopember 2001. Dunia internasional mengecam, lalu dilakukan penyelidikan.
Hasilnya beberapa “oknum” Kopassus didakwa melakukan pembunuhan tsb. Beberapa “oknum” tsb akhirnya dipecat secara tdk terhormat. Kasus ini tidk pernah naik ke level komando di atasnya.
Apakah Kashoggi hanyalah seorang jurnalis ataukah seorang pengkhianat negara yang pantas dilenyapkan, kita hanya bisa menerka-nerka. Yang bisa kita lakukan hanyalah mendoakan semoga amal kebaikannya diterima Allah dan dosa-dosanya diampuni.
Allahummaghfirlahu wa ‘aafihi wa’fu anhu…

MBS: Keadilan Akan Menang Dalam Kasus Khashoggi 
Yang Menyakitkan

Putra mahkota Arab Saudi mengatakan pada Rabu (24/10/2018) kasus Jamal Khashoggi “menyakitkan” dan bahwa “keadilan akan menang” setelah pembunuhan wartawan Saudi tersebut di konsulat Saudi di Istanbul.
Muncul di panel diskusi pada konferensi investasi internasional di Riyadh, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan bahwa semua penjahat akan dihukum, dan bahwa Arab Saudi dan Turki akan bekerja sama “untuk mencapai hasil”.
“Insiden yang terjadi sangat menyakitkan, bagi semua orang Saudi … Insiden itu tidak dapat dibenarkan,” lanjutnya.
“Keadilan pada akhirnya akan muncul.”
Beberapa jam sebelumnya Presiden AS Donald Trump, dalam komentar terberatnya, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa putra mahkota bertanggung jawab atas operasi yang menyebabkan pembunuhan Khashoggi.
Trump mengatakan dia ingin mempercayai Muhammad bin Salman ketika mengatakan bahwa para pejabat tingkat rendah harus disalahkan atas pembunuhan dalam misi Saudi tersebut.
Namun menurut Trump, jika sang putra mahkota menghendaki, ia pasti bisa melakukan apapun yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Komentar Trump ini dinilai menumpuk tekanan pada sekutu dekatnya di tengah kecaman global atas kematian sang jurnalis, dan datang beberapa jam sebelum tampilnya MBS di sebuah konferensi investasi Saudi sebagai sosok berprofil tinggi sejak Khashoggi terbunuh pada 2 Oktober.
Sejumlah tokoh bisnis dan politik ternama telah menarik diri dari konferensi akibat kematian wartawan itu, seorang kritikus terkemuka penguasa de factoArab Saudi.
Sementara itu, presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara dengan Pangeran Muhammad pada hari yang sama (24/10) dan keduanya membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk mengungkap semua aspek pembunuhan Khashoggi, kata sumber kepresidenan.
Seorang penasihat untuk presiden Turki mengatakan bahwa tangan Mohammad bin Salman “dipenuhi lumuran darah” Khashoggi, bahasa paling kasar dari seseorang yang terkait dengan Erdogan.
Otoritas Saudi tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar tentang pernyataan Trump dan penasihat Erdogan ini.
Riyadh telah menyalahkan “operasi jahat” atas kematian jurnalis Saudi dan mengatakan putra mahkota tidak tahu-menahu tentang pembunuhan itu.
Kematian Khashoggi, seorang warga AS dan kolumnis Washington Post, telah memicu kemarahan global dan mengancam hubungan antara Riyadh dan Washington serta negara-negara Barat lainnya. (Althaf/arrahmah.com)


Liga Dunia Islam melemparkan kecaman keras atas tudingan bahwa Arab Saudi berada di balik hilangnya jurnalis terkemuka Jamal Khashoggi. Menurut badan yang berbasis di Makkah itu, tudingan itu adalah bentuk provokasi terhadap Riyadh.



Sekretaris Jenderal Liga Dunia Islam, Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa, mengatakan provokasi terhadap Saudi, sama saja dengan provokasi terhadap umat Muslim di seluruh dunia.


"Sejarah Saudi yang gemilang dalam bidang perdamaian dan kerja sama internasional semakin menguatkan kepemimpinannya. Memprovokasi Saudi sama dengan memprovokasi satu miliar umat Islam di seluruh dunia," kata al-Issa, seperti dikutip dalam siaran pers Liga Dunia Islam, Senin, 15 Oktober 2018.

"Tuduhan terhadap Saudi saat ini sudah sampai pada tingkat mengancam stabilitas internasional, baik politik maupun ekonomi. Saudi memiliki posisi yang sangat penting di hati umat Islam, yang dengan kekuatan dan pengaruhnya dapat mengatasi berbagai propaganda yang dihadapinya," ujar dia.

Dia kemudian menyebutkan, Liga Dunia Islam menyambut baik dukungan yang disampaikan oleh para pemimpin organisasi dunia Islam kepada Saudi terhadap kasus Khashoggi. Selain itu, Liga Muslim Dunia mengutuk berbagai propaganda busuk terhadap kepemimpinan Saudi di dunia Islam, melalui ancaman sanksi dan juga tekanan politik dengan menyebarkan tuduhan palsu.

"Kepemimpinan Saudi dalam dunia Islam bukan perkara baru, tapi suatu posisi yang sudah diterimanya sejak puluhan tahun silam, berkat gagasan Saudi yang sangat konsisiten dalam bidang perdamaian dan keamanan dunia," ucapnya.

"Liga Dunia Islam menolak keras segala macam bentuk ancaman terhadap Saudi seraya menegaskan bahwa posisi Saudi penting di dunia Arab dan Islam, telah memainkan peran sentral dan bersejarah dalam mewujudkan keamanan, stabilitas dan kesejahteraan kawasan Arab dan dunia. Saudi juga menjadi pelopor terdepan dalam memerangi ekstrimisme dan terorisme, menguatkan kerja sama ekonomi dan menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Arab dan dunia," ungkapnya.
Sumber:


Raja Dan Putra Mahkota Saudi Terima Kunjungan Keluarga Khashoggi Di Riyadh

Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman telah menerima kedatangan putra Jamal Khashoggi, Sahl Ahmed Khashoggi dan Salah Jamal Khashoggi, di istana Al Yamamah di Riyadh, Arab Saudi.
Dilansir Al Arabiya (23/10/2018), Raja Saudi dan putra mahkota mengungkapkan belasungkawa terdalam mereka kepada keluarga dan kerabat dari Jamal Khashoggi.
Salah dan Sahl Khashoggi mengucapkan terima kasih kepada Raja Saudi dan Putra Mahkota atas belasungkawa mereka atas kematian almarhum.(fath/arrahmah.com)

Kata kata tajam Khashoggi untuk Rezim Saudi yang bikin Panas

Jamal Khashoggi dan Mohammed bin Salman. @REUTERS
Jamal Khashoggi tidak suka Demokrasi,tapi gunakana cara Demokrasi kritik Saudi

Sejak kabur meninggalkan Arab Saudi pada 2015, jurnalis Jamal Khashoggi tidak lantas berhenti menulis. Kata-kata tajam pria 56 tahun ini masih deras mengalir melalui tulisan opininya.

Sebelum hilang bak ditelan bumi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018, Khashoggi aktif menulis di The Washington Post dengan kolom opininya sendiri sejak 2017. Dalam tulisannya, dia mengkritisi kebijakan-kebijakan Arab Saudi di bawah pemerintahan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).

Menurut Khashoggi, MbS memang menerapkan reformasi dan memulai proses keterbukaan Saudi terhadap dunia luar dan modernisasi Barat. Namun hal itu dibarengi dengan represi dan penangkapan orang-orang yang menyuarakan kritik, bahkan terhadap mereka yang sama sekali tidak bersalah.

Sebelumnya Khashoggi berkali-kali mengatakan dia tidak mencoba menjadi oposisi pemerintah Saudi, hanya menyuarakan kritikan terhadap kebebasan yang terkekang. Dia juga tidak ingin mengganti rezim Saudi, hanya ingin kebebasan yang lebih baik di negara itu.

"Dia menulis atas rasa cinta kepada negaranya dan keyakinan yang dalam untuk kebebasan dan martabat manusia. Kami sangat bangga memublikasikan tulisannya," kata Fred Hiatt, editor Washington Post .

Berikut beberapa kata-kata tajam Khashoggi dalam tulisannya di
Washington Post :
- "Yang saya lihat adalah gelombang penangkapan"
Khashoggi mengecam penangkapan para pengkritik MbS. Menurut dia, dalam tulisannya pada 18 September 2017 berjudul " Saudi Arabia wasn’t always this repressive. Now it’s unbearable ", MbS tidak memenuhi janjinya dalam mewujudkan Saudi yang lebih terbuka dan toleran:

"Yang saya lihat adalah gelombang penangkapan. Pekan lalu, sekitar 30 orang dilaporkan ditangkap oleh aparat...beberapa yang ditangkap adalah sahabat saya, dan penangkapan ini mempermalukan intelektual dan pemimpin agama yang berani menyampaikan opini berseberangan dengan pemimpin negeri."

- "Pangeran Mohammed mengincar orang yang salah"
Dalam tulisannya pada 31 Oktober 2017, Khashoggi mengkritik MbS yang menangkapi para pengkritiknya. Berjudul "Saudi Arabia’s crown prince wants to ‘crush extremists .’ But he’s punishing the wrong people", tulisan Khashoggi menyebut beberapa yang ditangkap bukanlah kritikus kawakan, hanya komentator kecil:

"Pangeran Mohammed benar jika dia mengincar ekstremis. Tapi dia mengincar orang yang salah. Puluhan intelektual, ulama, jurnalis, dan bintang media sosial Saudi telah ditangkapi dalam 2 bulan terakhir - yang kebanyakan dari mereka, parahnya, adalah pengkritik kecil dari pemerintah."
- "Mohammed bin Salman bertindak seperti Putin"

Mohammed bin Salman bertindak seperti Putin. Dia menerapkan keadilan yang selektif.
Dalam tulisannya berjudul "Saudi Arabia’s crown prince is acting like Putin " pada 5 November 2017, Khashoggi mengkritik pemberantasan korupsi oleh MbS yang menurutnya tebang pilih. Reformasi yang digalang MbS, kata Khashoggi, sekaligus bertujuan memberantas oposisi dan suara kritik:

"Jadi apakah putra mahkota berusia 32 tahun itu lebih seperti Mikhail Gorbachev atau Vladimir di Rusia atas upayanya ini? Apakah dia berada di jalur reformasi sejati untuk seluruh sistem? Atau dia hanya menangkapi tokoh-tokoh terkenal untuk memusatkan kekuatan di tangannya sendiri?

"Untuk saat ini, saya katakan Mohammed bin Salman bertindak seperti Putin. Dia menerapkan keadilan yang selektif."
- "Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengendalikan media"
Dalam tulisan berjudul: " Saudi Arabia’s crown prince already controlled the nation’s media. Now he’s squeezing it even further " pada 7 Februari 2018, Khashoggi mengatakan MbS menahan para pengusaha media di Ritz-Carlton atas tuduhan korupsi. Menurut Khashoggi, MbS ingin mengatur media dengan cara ini:

"Ketika banyak taipan media Arab Saudi berakhir di Ritz-Carlton Riyadh bersama lebih dari 300 keluarga kerajaan, pejabat tinggi, dan pengusaha kaya atas tuduhan korupsi, banyak yang berpikir orang kuat kerajaan itu, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, berupaya mengendalikan media juga."

"Ini jauh dari kebenaran, karena dia memang telah melakukan itu."
- "Jika saja MbS mendengarkan para pengkritik"
Khashoggi mengatakan dalam tulisannya tertanggal 28 Februari 2018 berjudul "What Saudi Arabia’s crown prince can learn from Queen Elizabeth II " bahwa MbS harus meniru Ratu Elizabeth:

"Dia harus belajar dari kerajaan Inggris yang mendapatkan wibawa, penghormatan, dan kesuksesan dengan merendahkan dirinya sendiri. Jika saja MbS bisa mendengarkan para pengkritik dan mengakui bahwa mereka juga mencintai negaranya, dia bisa benar-benar meningkatkan kekuasaannya."

- "Semakin lama kekejaman perang di Yaman, semakin permanen kerusakannya."
Khashoggi mengkritik kebijakan MbS yang melibatkan Arab Saudi dalam perang di Yaman. Menurut dia dalam tulisan berbahasa Arab tanggal 11 September 2018, Saudi harus keluar dari Yaman:

"Semakin lama kekejaman perang di Yaman, semakin permanen kerusakannya. Rakyat Yaman akan sibuk memerangi kemiskinan, kolera dan kelangkaan air, dan membangun negaranya. Putra Mahkota harus menghentikan kekerasan dan mengembalikan martabat tanah kelahiran Islam."

Soal Jamal Khashoggi, Otoritas Teluk: Kami Bersama Saudi

Perwakilan otoritas negara-negara Teluk sepakat menyatakan sikap mereka berada di belakang Arab Saudi terkait kasus hilangnya jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi. Pernyataan ini menyusul dugaan adanya agenda massif dan terstruktur melalui media untuk mendeskreditkan Saudi.

Dalam pernyataan tersebut, mereka juga menegaskan upaya-upaya yang ditujukan kepada Saudi tersebut akan sia-sia dan menuding Qatar terlibat mendanai propaganda dan ekspolitasi kasus Jamal Khashoggi ini.

Menteri Luar Negeri Bahrain, Syekh Khalid bin Ahmad bin Muhammad Alu Khalifah mengatakan dalam akun twitternya,” Targetnya hanya satu yaitu Kerajaan Arab Saudi, bukan mencari kebenaran. “Tuding saja terus, saya yakinkan Anda, kami akan tetap bersama Saudi dengan ruh kami.”

Dalam cuitan lainnya, dia menulis bahwa kebencian, kegilaan, dan dusta yang bekelanjutan dari media Aljazeera, merefleksikan politik Qatar yang tak boleh ditoleransi.

Pernyataan sikap yang sama disampaikan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, Syekh Abdullah bin Zayid. Dia menegaskan posisi UEA yang akan setia mendukung Saudi. Dalam akun twiternya, dia menulis cuitan, ”Kami berdiri bersama Saudi selalu, karena ini sikap kemuliaan, kehormatan, stabilitas, dan harapan.”

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Kerajaan Arab Saudi Abd al-Aziz bin Sa’ud bin Naif bin Abd al-Aziz membantah isu yang dituduhkan banyak media dan berkembang luas terkait keterlibatan pemerintahannya atas dugaan pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.

Bahkan Abd al-Aziz menegaskan, Arab Saudi dari berbagai level baik pemerintah ataupan rakyatnya menentang keras kasus hilangnya Jamal yang merupakan warga asli Saudi itu.

Menurut dia, berbagai tuduhan yang ditujukan kepada Saudi soal adanya instruksi membunuh Jamal adalah kabar dusta dan sama sekali tidak berdasar.

“Yang demikian itu (konspirasi pembunuhan) Ini bertentangan dengan prinsip Saudi yang memegang teguh ajaran, tradisi, dan menjaga hukum dan kesepakatan internasional,” kata dia seperti dilansir Alarabiya, Sabtu (12/10).

Dia menegaskan pula komiteman Saudi bekerjasama dengan investigator Turki dan pihak terkait. Pihaknya mengingatkan pentingnya peran media dalam mempublikasikan fakta dan menghindari distorsi informasi sesuai dengan kode etik dan profesionalisme.

Setelah negara-negara Arab, kini semakin banyak negara yang menyatakan secara terbuka untuk mendukung Kerajaan, menolak propaganda media terhadap Arab Saudi sehubungan dengan hilangnya wartawan Saudi, Jamal Khashoggi di Istanbul.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Kabinet Kuwait pada hari Senin (15/10), sebagai bentuk penolakan atas semua tuduhan dan propaganda yang melanggar hukum dengan menargetkan Arab Saudi.

Wakil Perdana Menteri dan Menteri Negara untuk Urusan Kabinet Kuwait, Anas Al-Saleh mengatakan bahwa penting untuk menunggu hasil investigasi.

Pusat Dakwah Islam untuk Amerika Latin dan Karibia menyatakan kecamannya terhadap kampanye yang menyudutkan Arab Saudi.
“Pusat Dakwah telah mengikuti propaganda murahan terhadap Arab Saudi dalam upaya untuk mendiskreditkan reputasinya, menyebarkan desas-desus dan melompat kepada kesimpulan tanpa fakta,” Kepala Pusat Dakwah Islam untuk Amerika Latin dan Karibia, Ahmed Bin Ali Al-Saifi mengatakan dalam siaran pers.

“Kami sangat mengecam propganda ini dan kami berdiri bersama Arab Saudi dalam menghadapi rumor dan hasutan yang mendiskreditkan Saudi,” katanya, menolak ancaman pengenaan sanksi atau usaha untuk mengarahkan ancaman terhadap Arab Saudi.

Di Kairo, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Ahmed Hafez, memperingatkan agar tidak mengeksploitasi masalah ini secara politik terhadap Arab Saudi atas tuduhan yang sewenang-wenang.
Dia menegaskan dukungan Mesir untuk Saudi dalam upaya dan posisinya untuk menangani kasus ini.

Serikat Komoro juga menegaskan solidaritas penuh dengan Arab Saudi terhadap mereka yang berusaha merusak kebijakan, kedudukan, dan reputasi regional dan internasionalnya.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Internasional di Komoro mengatakan pemerintah Komoro mengikuti dengan keprihatinan dampak dari hilangnya Khashoggi di Turki dan propaganda media yang hiruk-pikuk.

Untuk itu, perlunya mengungkap kebenaran melalui investigasi yang komprehensif dan transparan.
[Sumber: kumparan/portalsatu/republika]

Pembunuhan Khashoggi: Kartu Apa yang Dimainkan Turki Terhadap Saudi?

Jika kita mengetik "Erdogan slams..." (Erdogan mengutuk) pada mesin pencari Google, maka yang muncul akan tak berkesudahan; PBB, Uni Eropa, Israel, Belanda, Jerman, intelektual Prancis; semuanya jadi korban kutukan keras Erdogan.
Bahkan Jerman dan Belanda diberi label 'Nazi' dan 'fasis' oleh presiden Turki itu setahun lalu.
Sekarang bandingkanlah dengan kata-kata yang digunakan Erdogan terhadap Arab Saudi, yang sudah mengakui terjadinya pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di konsulatnya di Istanbul.
"Saya tidak punya alasan untuk meragukan kejujuran Raja Salman," kata Erdogan.
Juru bicaranya menyebut, Saudi sebagai 'negara yang ramah dan penuh persaudaraan'.
Kata-kata ini berbanding terbalik dengan berbagai bocoran info yang sering muncul melalui media pro-pemerintah Turki. Isinya sering memberatkan Saudi, di tengah kecurigaan bahwa Putra Mahkota Saudi yang sangat berkuasa, Mohammed bin Salman, mengetahui atau bahkan memerintahkan pembunuhan itu.
Jadi permainan apa yang sedang dijalankan Presiden Recep Tayyip Erdogan?
Menurut BBC, nada bicara Erdogan yang sangat terkendali itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa ini bukan masalah Turki versus Saudi: hubungan kedua negara terlalu penting, meskipun sudah tegang, untuk meledak pada tahap ini.
Erdogan sebetulnya ingin mendesak Raja Salman untuk menindak putra mahkota, Pangeran Mohammed, tanpa menyasarnya secara langsung.
"Jika Erdogan menyerukan raja untuk memecat Mohammed bin Salman, maka itu akan menjadi cara terbaik untuk membuat sang raja untuk justru tidak memecat Putra Mahkota," kata seorang sumber yang dekat dengan presiden.
Erdogan bahkan tidak menyebutkan nama Mohammed bin Salman dalam pidatonya di parlemen: hal yang yang disengaja agar tidak menempatkan putra mahkota di tingkat yang setara dengannya.
Tujuan Turki adalah mendorong perselisihan antara raja dan putranya. Namun kunci untuk mencapainya bukanlah di Saudi, melainkan di Amerika Serikat (AS).
Jika Donald Trump dapat dibujuk untuk menyingkirkan Mohammed bin Salman yang merupakan sekutu dekatnya sendiri, hal itu bisa menjadi titik balik bagi Raja Salman.
Raja Salman yang berusia 82 tahun setidaknya untuk saat ini, tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mengenyahkan putranya.
Salah satu tindakan yang diambilnya terkait pembunuhan itu adalah melakukan restrukturisasi dinas intelijen Saudi, di bawah perlindungan, ya siapa lagi, sang putra mahkota.
Dan ini membuat permainan kekuatan di wilayah Semenanjung Arab itu jadi makin bergolak.
Turki menghormati Saudi sebagai wali penjaga Kabah, situs tersuci Islam, sesuatu yang sejalan dengan pemerintahan Erdogan yang berhaluan Islamis.
Namun kedua negara bersaing memperebutkan pengaruh sebagai pemimpin dunia Muslim. Dan putra mahkota ternyata menjadi seteru utama bagi Erdogan.
MBS—julukan bagi Mohammed bin Salman—adalah orang yang mendalangi dan mendorong blokade Qatar, sekutu terdekat Turki di Timur Tengah. Dia menggalang kebijakan dan tindakan keras terhadap Ikhwanul Muslimin, yang justru terkait dengan Partai AK, partai pimpinan Erdogan yang kini berkuasa di Turki.
Dan sikapnya yang cukup dekat dengan Israel, mengganggu Erdogan (kendati Turki justru memiliki hubungan diplomatik dengan Israel), serta haluan garis keras yang dijalankan MBS terhadap Iran -padahal Turki justru mulai rujuk dengan negeri Persia itu- membuat Saudi dan Turki saling berseberangan di kancah politik regional.
Erdogan mengendus kesempatan langka ketika Saudi terdesak, dan segera merebut kesempatan untuk menyingkirkan seorang pria, yang oleh para kolumnis pro-pemerintah di Turki dijuluki 'musuh Turki'.
Dan ketika Uni Emirat Arab dan Mesir juga bergegas membela Saudi, membuat Erdogan justru bertekad makin bulat; Turki sudah patah arang dengan kedua negara itu.
Selama ini, Turki curiga Emirat mendukung kudeta yang gagal pada 2016. Erdogan baru-baru ini menyebut mereka sebagai 'orang-orang sengsara' dan Erdogan tidak akan pernah memaafkan Presiden Mesir Abdul Fattah 
Al Sisi karena membubarkan Ikhwanul Muslimin di sana.
Dan bahwa pesawat yang ditumpangi para terduga pembunuh Khashoggi mengisi bahan bakar di Kairo dan Dubai dalam perjalanan ke Saudi akan memicu kecurigaan akan keterlibatan dua negeri itu.
Strategi Erdogan, bagaimanapun, memiliki risiko tinggi. Mengasingkan MBS yang masih kuat dapat membuat Saudi diperintah oleh seorang pria dengan dendam yang mendalam terhadap Turki selama bertahun-tahun yang akan datang.
Pengambilan foto yang menunjukkan putra mahkota menjabat tangan Salah, putra Jamal Khashoggi yang dilarang meninggalkan Arab Saudi, mengungkapkan betapa kuat kekuasaannya.
Pesannya: kami telah berdamai, jadi hentikanlah semua itu.
Sejauh ini, Gedung Putih masih belum bersikap tegas, kendati Trump sudah mengisyaratkan keyakinannya bahwa MBS berada di balik pembunuhan Khashoggi.
"Kami masih mengumpulkan fakta dari berbagai sumber," kata Jared Kushner, menantu dan penasihat senior Donald Trump.
"Setelah fakta-fakta itu terkumpul, Menteri Luar Negeri akan bekerja dengan tim keamanan nasional kami untuk membantu kami menentukan apa yang ingin kami percayai."
Implikasinya jelas, rumuskanlah narasi dan jual-lah itu ke basis para pendukung.
Jarang sekali ada cerita yang begitu lengkap; pembunuhan yang mengerikan, upaya menutup-nutupi, hubungan regional yang terkait langsung, geopolitik antara AS dan Timur Tengah, dan produsen besar minyak dan negara dengan kekuatan militer kuat bisa tercoreng selamanya.
Jika Saudi menyangka operasi cepat di Istanbul itu bisa disapu ke bawah karpet, mereka telah melakukan kesalahan perhitungan yang sangat parah.
Editor : Nathania Riris Michico

Janji Putra Mahkota Saudi, Pelaku Pembunuhan Khashoggi 
Akan Dihukum

Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) mengecam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi dan menyebutnya tindakan "sangat keji". Dia berjanji keadilan akan terungkap.
MBS untuk pertama kali mengeluarkan komentar terkait Khashoggi yang dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul pada tanggal 2 Oktober lalu.
Dia menyebut kejahatan itu menyakitkan bagi semua warga Saudi, serta berjanji tak akan membiarkan kasus ini menjadi pemecah hubungan dengan Turki.
Pihak Saudi sebelumnya membantah tuduhan bahwa putra mahkota Saudi berperan dalam pembunuhan itu. Pemerintah Saudi menyebut pembunuhan itu dilakukan "agen-agen liar".
"Siapa yang berada di balik kejahatan itu akan bertanggung jawab, pada akhirnya keadilan akan terungkap," kata Pangeran Mohammed bin Salman, dalam Forum Investasi di Riyadh, seperti dilaporkan BBC, Kamis (25/10/2018).
Putra Mahkota Saudi ini mengatakan, banyak orang yang menggunakan pembunuhan itu untuk memecah hubungan Turki dan Saudi. Namun dia menegaskan kasus pembunuhan Khashoggi tak akan memecah hubungan kedua negara.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Khasoggi, pengkritik rezim Saudi, merupakan korban "pembunuhan politik" yang direncanakan dengan hati-hati oleh perwira intelijen Saudi dan pejabat lainnya.
Pihak Saudi berusaha menggambarkan forum tetap berjalan seperti biasa, namun Menteri Energi KHalid Al Falih mengakui bahwa terjadi "krisis" terkait pembunuhan Khasoggi.
Putra mahkota Saudi dan ayahnya, Raja Salman, bertemu dengan anggota keluarga Khasoggi Selasa (23/10).
Saat ini, Mohammed bin Salman (33) dianggap sebagai penguasa de fakto negara eksportir minyak terbesar dunia ini. Dia banyak dipuji karena melakukan reformasi namun juga menghadapi kritikan berat karena penanganan terkait Yaman dan Qatar.
Sejumlah pihak banyak menyerukan dia mundur menyusul kasus Khasoggi. Pejabat Truki menuduhnya terlibat dalam pembunuhan itu.
Editor : Nathania Riris Michico

Erdogan dan Runtuhnya Legitimiasi Arab Saudi

Sejauh yang banyak orang ketahui saat ini hanya ada tiga kekuatan besar yaitu Amerika Serikat dan kroni, Rusia  dan kawan komunisnya serta liga arab yang mencoba ‘bertahan’ di timur tengah. Kekuatan terakhir yang disebutkan merupakan yang terlemah bahkan tidak jarang saling mengkhianati dan terkadang membelot kepada salah satu kekuatan Amerika atau Rusia.

Timur tengah merupakan representasi kekuatan dunia islam, perpecahan diantara Negara-negara penghuni wilayah ini tidak terlepas dari hilangnya perekat. Ya , pasca runtuhnya Kesultanan Turki ottoman pada 3 maret 1924 perekat dan komando pemersatu itu memang hilang. Umat islam mulai berpecah dan Arab Saudi dianggap sebagai sebuah Negara dengan legitimasi wilayah dan history yang dianggap paling layak untuk menerima sandaran keputusan yang mewakili kekuatan umat.

Arab Saudi, sebuah monarki dan rumah bagi tempat kelahiran Islam, secara historis melihat negara itu sebagai pemimpin dunia Muslim. Namun Iran muncul sebagai penantang yang nyata dikawasan timur tengah membawa bendera sekte Syiah pada 1974. Arab Saudi dianggap musuh utama yang mewakili Islam Sunni. Konfrontasi kedua Negara islam itu terus terjadi saja selama bertahun-tahun tanpa sadar mereka tengah ditunggangi dua kekuatan besar yang sudah kita bicarakan sejak awal.

Tentu bukan rahasia lagi jika Arab Saudi bisa se-superior saat ini menancapkan pengaruhnya karena ada Amerika Serikat dibelakangnya. Dan Rusia berada sebagai penyokong utama Iran utamanya dalam konflik Suriah dimana Iran dan Rusiah menjadi pendukung utama untuk Presiden Bashar al-Assad mengalihkan sebagian besar kelompok-kelompok pemberontak yang didukung oleh Arab Saudi.

Turki Dan Erdogan

Negara – Negara islam terus saja diadu domba dan dieksplitasi dengan leluasa tanpa pernah belajar dari rumpun lain yang diperlakukan sedemikian. Korea Utara dan Korea Selatan harusnya menjadi sebuah ‘pertunjukan’ nyata yang member pelajaran besar bagi Negara – Negara islam diseluruh dunia khususnya timur tengah.

Namun belakangan perpecahan itu sedikit merendah sejak muncul kekuatan baru yang sebenarnya nama lama. Ya , Daulah yang pernah bubar dan kocar – kacir pada masa Kemal At-taturk itu kini bangkit menjadi kekuatan baru islam. Turki yang merupakan bekas reruntuhan Kekhalifahan islam terakhir itu kini bangun kembali setelah sekian lama tertidur dibawah bendera sekulerisme.

Nama Erdogan sudah melambung sejak keberhasilanya menjadi walikota Istanbul. Namanya semakin bersinar ketika berhasil memenangi kursi Perdana menteri Turki pada 2003 silam. Kepemimpinanya membawa Turki merangsek pada masa terbaiknya dengan peningkatan ekonomi yang fantastis sehingga membawa turki masuk kedalam G-20, kumpulan Negara dengan ekonomi terkuat didunia. Turki berhasil meroket ke posisi 16 padahal sebelumnya Turki berada diurutan 111.

Rasanya tak cukup berlembar-lembar membahas prestasi dalam negeri seorang Erdogan dari mulai ekonomi, pendidikan, pengangguran yang berkurang dari 33% menjadi 2% serta keberhasilanya menggalakkan swasembada senjata dan peralatan militer. Tak pelak hal itu membuat Turki sebagai Negara yang sangat disegani dari segala sisi baik, ekonomi, militer dan politik, tiga aspek yang bisa membuat sebuah Negara tak bisa didikte oleh Negara lain.

Timur Tengah Memilih

Dengan munculnya Turki sebagai Negara dengan kebijakan luar negerinya yang dianggap sangat berani menentang kekuatan – kekuatan utama dunia seperti Amerika serikat dan Rusia, hal ini tentu mempengaruhi pamor Arab Saudi yang selalu menjadi rujukan utama sebagian besar Negara islam dunia.

Belakangan Arab Saudi mulai ditinggalkan mayoritas Negara islam ketika terlalu banyak manuver politik Arab Saudi yang tak terbantahkan lagi ‘arah condongnya’ kemana.

Dewasa ini tidak lebih dari 10 negara yang masih bertahan dengan koalisi yang dipimpin Arab Saudi dari koalisi awal yang diklaim berjumlah 34 Negara termasuk Indonesia, meskipun akhirnya beberapa Negara mengaku terkejut Negara mereka dicatut dalam koalisi anti terorisme itu.

Dalam beberapa isu ke-umatan terakhir, Turki dianggap lebih gesit dalam merespon setiap kejadian yang ada. Seperti penyikapan Reccep tayyib Erdogan dalam tragedy kemanusiaan yang menimpa saudara – saudara muslim rohingya di Myanmar. Erdogan dengan sikap politiknya yang memadukan antara kecerdasan dan kecepatan merespon isu ini dengan mendesak Negara-negara islam untuk bertindak cepat bersama sama membantu ribuan muslim Rohingya di Rakhine,Myanmar. Mengutip internasional.sindonews.com, Desakan itu disampaikan Erdogan saat berbicara di telepon dengan Presiden Mauritania Mohamed Ould Abdel Aziz, Presiden Pakistan Mamnoon Hussain, Presiden Iran Hassan Rouhani dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani pada Kamis (31/8/2017).

Al Quds Dan Konsistensi Sikap

Konflik perebutan kota suci Al quds (orang Israel menyebutnya Jerussalem) secara diplomasi telah menunjukan kepada dunia islam siapa sebenarnya pengayom dan pemimpin Negara Negara islam.

Tiga kekuatan Negara muslim terbesar ditimur tengah menunjukan sikap yang beda-beda tipis terhadap isu pengakuan  Jerussalem oleh Amerika Serikat. Arab Saudi memilih bersikap lunak bahkan sempat memilih untuk ‘berpihak’ kepada Amerika. Sikap keberpihakan itu menyusul berita newyork times yang memberitakan bahwa pangeran mahkota Arab Saudi  Mohammed bin Salman mengajukan proposal usulan kepada Palestina untuk menjadikan Abu Dis sebagai Ibu kota saat kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas ke Riyadh bulan lalu. Meskipun akhir-akhir ini Saudi mengklarifikasi melalui Raja Salman bahwa mereka berada dipihak palestina untuk terus memperjuangkan Jerussalem.

Iran memilih sikap diplomasi yang cukup tegas dengan menghimbau kepada Negara-negara Arab dan Islam agar secara bersama-sama menentang kebijakan Amerika Serikat. Sikap ini tentu dikeluarkan karena memang sedari awal amerika menjadi musuh bersama Iran dan Rusia. Sayangnya sikap tegas ini tidak dibarengi dengan manuver politik yang konkrit.

Dari kedua Negara diatas, Turki sekali lagi dianggap menjadi Negara yang mampu memainkan peran diplomasi luar negerinya dengan sangat luar biasa. Selain bersikap keras, Erdogan membuat respon yang konkrit dengan mengumpulkan  Negara – Negara islam yang tergabung dalam organisasi kerja sama islam (OKI) untuk berkumpul dalam KTT yang diselenggarakan di Istanbul,Turki. Erdogan menyerukan agar seluruh Negara anggota OKI mengakui Jerussalem sebagai Ibu Kota Palestina dalam forum yang dihadiri oleh presiden Jokowi itu.

Pergerakan politik dilomasi luar negeri Turki nyatanya berhasil menggaet Negara-negara islam lain untuk bergandengan tangan bersama-sama membela palestina. Hasilnya siding majelis umum PBB  yang membahas resolusi majelis umum tentang  status jerussalem berhasil ‘menampar’ Amerika dan sekutunya dimuka umum. Sekali lagi Erdogan berhasil menjadi Pemimpin harapan baru umat muslim dunia.

Islam akan mencari panglimanya sendiri

Ketidakhadiran Saudi Arabia dalam KTT OKI telah mencoreng nama mereka sendiri dihadapan 57 negara islam yang hadir waktu itu. Tentunya Arab ditemani Mesir, Bahrain dan UEA tiga Negara yang juga tidak hadir dalam pertemuan denga agenda terpenting umat islam, Al Quds.

Isu Al Quds kemarin telah menimbulkan sebuah fakta baru bahwa Saudi Arabia yang dahulu dianggap sebagai jantungnya Negara islam telah kehilangan legitimasi itu dimata Negara-negara islam. Kecerdikan Erdogan mengelola isu Jerussalem ini telah membuat Turki merebut posisi yang dahulu ditempati Arab.

Erdogan dianggap lebih tegas dalam membela kepentingan umat
Dalam hal ini sikap Turki tidak bisa disalahkan. Karena mencari penayom terkuat adalah sikap yang alamiah. Negara – Negara islam tentu memiliki perhitungan yang rasional dalam memilih kiblat politiknya. Dan panglima yang akan terpilih adalah panglima yang paling siap dan paling kuat, Turki membuktikan itu.


Zulkarnain El Madhuri
Kicauan anti Arab yang marak di negeri ini tidak terlepas dari gurita ujaran kebencian yang dikampanyekan Syiah ratusan tahun yang lalu.

Revolusi Iran menjadi jalan tol Syiah di dalam menyebarkan ujaran kebencian melalui Fiksi fiksi yang dibuatnya dalam bentuk kitab dengan target tujuan adalah menghancurkan Islam dari dalam.



Terkait Syiah  lebih dominan disebut imamiyah atau Rofidhoh.,  kelompok paling anti Sunni dan paling anti Arab sebagaimana yang tertulis dalam doktrin Syiah.  berupa kitab kitab yang disusun para gembong syiah di dalam menyebarkan ujaran kebencian. Dokumen Syiah  adalah dokumen penting mereka di dalam merujuk segala bentuk aksi bela Syiah melalui sosok-sosok yang terlatih dan dicuci otaknya untuk membenci kaum Sunni disamping membenci Arab sebagaimana langkah-langkah yang dilakukan mereka dalam berbagai pihak yang terkandung dalam agama Syiah.


Dalam hal ini kebencian yang ditularkan kepada pengikut-pengikutnya disamping sebagai dakwah keluar tidak terlepas dari usaha besar mereka menciptakan kebencian terhadap bangsa Arab.

 Bukankah Tanpa Alasan mengapa harus benci Arab, Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam adalah orang, Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah.  para sahabat nabi yang merobohkan Persia adalah orang Arab. Tertentu kebencian terhadap Arab itu alasan mendasar para pengikut agama Syiah yang dibesarkan oleh pers sebagai media balas dendam terhadap kaum muslimin dengan berkedok cinta Ahlul Bait meskipun hatinya berumur kebencian merobohkan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

Berikut ini adalah beberapa apa buku Syiah mengatakan pembantaian Mahdi mereka dari orang-orang Arab, dan sebagai bukti bahwa Imam Mahdi Syiah itu tukang jagal pembunuh sekaligus adalah Wakai Dajjal di muka bumi bukan Imam Mahdi yang dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang membawa kedamaian kepada umat manusia, tetapi adalah Imam yang membawa kerusakan dan kebinasaan secara rasisme terhadap bangsa lain di samping golongan-golongan yang berbeda dengan mereka:



       ما بقي بيننا وبين العرب إلا الذبح الغيبة للنعماني


"Tidak satupun tersisa orang-orang Arab dari kami dan, kecuali harus dibantai." (Bihar Al-Anwar oleh Baqir Al-Majlisi, , Bab  52, hal. 349 dan Al-Ghaiba Al-Numani, , hal. 155)

"Al-Muntazar (Orang yang ditunggu tunggu, yang berarti Imam Mahdi versi Syiah) akan melalui orang-orang Arab dan membunuh mereka." (Bihar al-Anwar Baqir Al-Majlisi, , Bab 52, hal. 318)

إتق العرب فإن لهم خبر سوء أما إنه لم يخرج مع القائم منهم أحد بحار الأنوار , الغيبة للنعماني    

" takutlah wahai orang-orang Arab karena akan ada berita yang sangat buruk datang pada mereka, yang mengabarkan : tidak satupun dari mereka akan lepas dari  tangan Al-Qa'im (IMamMahdi Syiah si Pembunuh]." (Baqir Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar, Vol. 52 , p. 333, dan Al-Numani, Al-Ghaiba, p. 254) narasi Syiah ini memperingatkan orang-orang Arab dari hal-hal buruk yang akan terjadi pada orang-orang Arab karena tidak ada orang Arab, termasuk Syiah Arab, akan mengikuti Mahdi.

يروي المفيد عن أبي عبدالله أنه قال إذا قام القائم من آل محمد عليهم السلام أقام خمسمائة من قريش فيضرب أعناقهم ثم خمسمائة أخر حتى يفعل ذلك ست مرات

Al Mufidz meriwiyatkan  dari  Imam Abi Abdullah (Imam Syiah ke 6), ia mengatakan: "Ketika Qa'im (Imam Mahdi Syiah) dari kelurga besar Muhammad ‘alahis salam,  membangkitkan lima ratus dari Quraisy ( suku Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam ), lalu memenggal leher mereka, kemudian dibawa lagi lima ratus orang padanya dan mengalami Nasib yang ,dan Imam mahdi melalukan pembantaian hingga enam kalia berulang. " (Al-Irshad oleh Al-Mufid Al-Tusi,)

Fakta ini menunjukkan bahwa lahirnya agama Syiah dan besar di Iran itu merupakan media utama bangsa Persia yang mengenang kembali kejayaan Persia lama dengan cara bubarkan kebencian terhadap Islam melalui atribut Ahlul Bait yang senantiasa menjadi simbol dari orang-orang yang di Cinta Nabi, Padahal mereka itu adalah musang berbulu ayam yang siap memangsa umat Islam dari berbagai penjuru. Adalah langkah keberhasilan yang dilakukan oleh para gembong gembong Syiah sebagai pencetus sumber ujaran kebencian