Putra Mahkota Saudi Sebut Turki Komplotan
'Segitiga Kejahatan' Bersama Majusi Rafidhah Iran. Jamal Khashoggi Agen Barat
(Turki) Untuk Hancurkan Nucleus Kekuatan Ahlus Sunnah (Al Haramain).
Erdogan (Ataturkish) Dan Penjualan
Yerusalem Palestina, Bertemu Dengan Tokoh Zionis Pembantai Sabra Dan Shatilla
Di Jesrusalem
Bagian Pertama
Apakah Erdogan Telah Kalahkan Arab Saudi
dalam
Kasus Khashoggi?
Kasus Khashoggi?
Apakah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
telah mengalahkan Arab Saudi dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi?
Erdogan memang bertujuan menghancurkan reputasi putra mahkota Mohammed bin
Salman. Dan, menilai berdasarkan keadaan permainan saat ini, Erdogan menang.
Tapi, terlepas dari kerusakan yang Saudi derita sebagai akibat dari kasus Khashoggi yang
baru-baru ini terjadi di Istanbul, Erdogan harus memahami bahwa ada kemungkinan
besar keluarga kerajaan Saudi akan menang sekali lagi.
Oleh: Con
Coughlin (The Telegraph)
Hampir menyatakan perang habis-habisan
terhadap Keluarga Saud, sulit untuk membayangkan cara yang lebih efektif bagi Presiden
Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menimbulkan begitu banyak kerusakan pada
reputasi global Arab Saudi, selain dengan tangan tangkasnya dalam menangani
urusan Jamal Khashoggi.
Sejak wartawan itu menghilang setelah memasuki
Konsulat Saudi di Istanbul pada awal bulan ini, Erdogan telah membuktikan
dirinya sebagai manipulator utama dalam hal menangani liputan media global.
Pencerahan tentang nasib mengerikan yang diyakini telah diderita Khashoggi
telah dirancang dengan terampil untuk menyebabkan kekalahan maksimum bagi
Saudi.
Tak perlu dikatakan lagi—mengingat
kebohongan dan misinformasi mencolok yang berasal dari Riyadh—bahwa Saudi hampir
tidak dapat menyembunyikan dirinya. Setelah awalnya bersikeras bahwa Khashoggi
meninggalkan konsulat atas kemauannya sendiri, versi cerita Saudi tentang
peristiwa tersebut telah berubah-ubah dengan sangat tidak meyakinkan, dari
argumen bahwa Khashoggi yang gemuk tewas dalam perkelahian dengan para pejabat
Saudi, hingga argumen terakhir, bahwa dia adalah korban operasi intelijen yang
“nakal”.
Sejak awal, tujuan utama Saudi adalah
melindungi Putra Mahkota mereka yang berkuasa, Mohammed bin Salman, pemimpin
berusia 33 tahun yang sedang dalam proses mengawasi program reformasi paling
ambisius yang dilakukan dalam sejarah negara itu. Tujuan Erdogan, sebaliknya,
adalah menghancurkan reputasi putra mahkota tersebut.
Dan, menilai berdasarkan
keadaan permainan saat ini, Erdogan menang. Karena, betapapun kerasnya
orang-orang Saudi berusaha mengendalikan narasi Khashoggi, mereka telah
diruntuhkan secara serius di setiap langkah oleh Presiden Turki yang licik itu, yang hanya menghasilkan lebih
banyak tuduhan yang mengerikan tentang bagaimana wartawan Saudi itu mungkin
telah menemui takdirnya.
Erdogan sangat memahami bagaimana
penindasan jurnalis di dunia Muslim, setelah memimpin berbagai tindakan keras
terhadap setiap jurnalis Turki atau organisasi media yang cukup bodoh untuk
mengkritik pemerintahan otokratisnya.
Akibatnya, ia sekarang menikmati kontrol
yang hampir tak terbantahkan atas media utama Turki—alat yang sangat berharga
dalam serangan tanpa henti terhadap saingan Saudi-nya. Memang, Erdogan dan para
pengikutnya dalam pers Turki tampaknya telah berhasil meyakinkan seluruh dunia
bahwa Khashoggi menjadi sasaran tindakan penjagalan yang paling mengerikan,
sejak saat ia memasuki kompleks Saudi di Istanbul.
Tetapi mereka kurang bersedia untuk merilis
bukti yang sebenarnya. Media Turki telah memberikan petunjuk besar tentang
keberadaan rekaman audio dan video, yang tidak diragukan lagi diperoleh dengan
mendengarkan perangkat yang ditanam oleh intelijen Turki. Memang, Erdogan
berjanji untuk memberikan “rincian lengkap” tentang kematian Khashoggi.
Namun, ketika Pemimpin Turki tersebut
pada Senin (22/10) memberikan pidatonya yang sudah lama ditunggu-tunggu kepada
anggota parlemen dari partai yang berkuasa, tidak disebutkan tentang rekaman
audio dan video yang memberatkan yang dikatakan oleh otoritas Turki mereka
miliki. Juga tidak ada penyebutan langsung putra mahkota Saudi, yang oleh Turki
secara tidak resmi diduga terlibat langsung dalam mengesahkan pembunuhan
wartawan itu.
Sebaliknya, Pemimpin Turki itu berusaha
untuk meningkatkan tekanan di Riyadh dengan mengklaim bahwa kematian Khashoggi
adalah “pembunuhan politik” yang telah direncanakan sebelumnya oleh para
pejabat Saudi.
Masih harus dilihat berapa lama lagi Erdogan
dapat melanjutkan keahliannya yang dikelola dengan cerdik dalam manajemen
media. Saudi sekarang berjanji untuk melakukan penyelidikan sendiri terhadap
masalah itu, dan telah memecat sejumlah pejabat tinggi yang dituduh terlibat
dalam rencana pembunuhan tersebut.
Tentu saja, semakin lama Turki merangkai
rincian seputar kematian Khashoggi, semakin besar kemungkinan mereka untuk
menghadapi tuduhan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengobarkan dendam
terhadap Saudi—dan putra mahkota khususnya—daripada menyelesaikan tindakan
kriminal yang mengerikan ini.
Bagaimanapun juga, Arab Saudi—saingan utama
Turki dalam menyebarkan pengaruh di dunia Muslim Sunni—yang melemah, sangat
sesuai dengan ambisi lama Erdogan untuk menjadikan Ankara sebagai pusat dari
Kekhalifahan Islam baru.
Setelah secara efektif menghancurkan
pandangan sekuler dan pro-Barat Kemal Ataturk yang digambarkan ketika ia
mendirikan negara Turki modern, Erdogan berkomitmen untuk menyebarkan gaya
pemerintahan Islam yang represif yang telah ia berlakukan di negaranya sendiri
hingga ke seluruh dunia Muslim lainnya. Untuk
tujuan ini, ia telah membiayai pembangunan jaringan masjid di Balkan, dan telah
memposisikan dirinya sebagai pendukung yang antusias dari Ikhwanul Muslimin,
organisasi ekstremis Islam yang secara singkat—dan secara
menghancurkan—memegang kekuasaan di Mesir, sampai mereka digulingkan pada tahun
2013. Sampai hari ini, kebanyakan orang Mesir tidak memiliki apa pun
kecuali penghinaan terhadap Erdogan atas kerusakan yang ia bantu timpakan ke
negara mereka.
Salah satu tujuan utama Ikhwanul adalah
menghancurkan monarki pro-Barat dunia Arab, yang telah memerintah wilayah itu
sejak pembentukan Timur Tengah modern, dan menggantikannya dengan rezim yang
didasarkan pada agenda politik ekstremis Ikhwanul Muslimin.
Setelah kejadian baru-baru ini di Istanbul,
Erdogan dan para pendukungnya pasti akan merasa bahwa mereka telah mengambil
langkah penting untuk mencapai tujuan mereka. Barisan kursi kosong pada
pembukaan Future Investment Initiative Saudi—yang disebut Davos di
Gurun—menunjukkan bukti pengucilan internasional yang diderita Riyadh, akibat
pembunuhan wartawan tersebut.
Meski begitu, Erdogan akan disarankan untuk
tidak menyingkirkan saingan regionalnya dulu. Keluarga kerajaan Saudi adalah
kelompok yang tangguh, dan memiliki rekam jejak yang terbukti dapat mengatasi
kesulitan ekstrem—pembunuhan Raja Faisal pada tahun 1975 dan serangan 11
September adalah dua contoh yang mudah diingat. Dan, terlepas dari kerusakan
yang mereka derita sebagai akibat dari peristiwa baru-baru ini di Istanbul,
Erdogan harus memahami bahwa ada kemungkinan besar keluarga kerajaan Saudi akan
menang sekali lagi.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel
ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata
Politik.
Sumberwww.telegraph.co.uk
End Of Kashoggi
Penyidik Saudi resmi mengumumkan Kashoggi
dibunuh didalam konsulat. Entah siapa yang membunuhnya dari 15 org yang
ditugaskan untuk membujuk Kashoggi. Proses dengan sebab kematiannya pun belum
jelas. Apakah meninggal karena cekikan itu sendiri atau karena jantung
mengingat usianya yang hampir 60 tahun.
Tim tsb ditugaskan membujuk Kashoggi agar
kembali ke Saudi. Keberadaannya dan kekritisannya di luar Saudi, rentan
dimanfaatkan pihak lain. Sedikit-banyaknya ini benar. Jika kita saksikan
wawancara thd Kashoggi, baik oleh media AS, Turki, atau Qatar, cenderung seolah
menyaksikan wawancara MetroTivu yang menggiring pertanyaan terhadap narasumber.
Satu-satunya esensi kritik Kashoggi
adalah kepada pangeran MBS yang dinilainya ingin memajukan Saudi (dan ini
positif bagi Kashoggi), namun dengan cara menumpuk kekuasaan di sekitarnya.
Kashoggi protes thd banyaknya penangkapan
terhadap ulama dan aktivis. Menurutnya, MBS tdk perlu melakukan itu semua krn
justru apa yang dilakukan MBS itu baik dan disetujui masyarakat Saudi.
Dalam sebuah wawancara dgn televisi
Turki, Kashoggi ditanya, “apakah Saudi dapat maju jika hukum-hukum syariat yang
menghalangi kebebasan, tetap diberlakukan?” (anda dapat menilai kualitas
pertanyaan ini). Kashoggi menjawab, “Bisa ya bisa tdk. Contohnya Cina yang maju
meski anti demokrasi”.
Pembunuhan Kashoggi
Pembunuhan Kashoggi jelas adalah kerja
intelijen yang berarti juga akan selalu ada missing-link antar otoritas. Satu
regu yang diberi tugas intelijen, bersifat komando sekaligus independen. Paling
jauh hanya 2 level rantai komando yang bisa ditelusuri. Hal itu krn satuan2 tsb
punya wewenang menterjemahkan garis kebijakan level di atasnya. Jadi jika kasus
ini tidak dapat ditelusuri hingga ke level pangeran MBS, hal tsb dpt dimaklumi.
Jangankan sampai ke MBS, ke kepala intel Saudi saja tdk akan sampai.
Melihat reaksi bbrp negara thd kasus ini,
menunjukkan interest negara2 tsb thd Saudi. AS, Turki, Qatar, dan Iran adalah
negara2 yg punya interest thd Saudi. Bisa dimaklumi jika negara-negara lain
mendukung upaya Saudi, selebihnya cuek saja.
Peristiwa operasi pembunuhan intelijen
sendiri sering terjadi. Diplomat2 Saudi sdh sering jadi korban, mulai dari
pembunuhan diplomat Saudi di Pakistan, Bangladesh, atau di Sudan. Jangan lupa
pula upaya pembunuhan menlu Saudi, Adel al-Jubeir, yang ditembak ketika berada di
AS. Berita2 ini lenyap begitu saja.
Menilai Kejadian Tsb
Menilai akibat operasi intelijen tidak dapat
dilakukan secara hitam putih. Kita tentu ingat kasus pembunuhan Theys Hiyo
Eluay, tokoh separatis Papua yang diculik dan dibunuh 10 Nopember 2001. Dunia
internasional mengecam, lalu dilakukan penyelidikan.
Hasilnya beberapa “oknum” Kopassus
didakwa melakukan pembunuhan tsb. Beberapa “oknum” tsb akhirnya dipecat secara
tdk terhormat. Kasus ini tidk pernah naik ke level komando di atasnya.
Apakah Kashoggi hanyalah seorang jurnalis
ataukah seorang pengkhianat negara yang pantas dilenyapkan, kita hanya bisa
menerka-nerka. Yang bisa kita lakukan hanyalah mendoakan semoga amal
kebaikannya diterima Allah dan dosa-dosanya diampuni.
Allahummaghfirlahu wa ‘aafihi wa’fu anhu…
Oleh : Ismail
Rajab
MBS: Keadilan Akan Menang Dalam Kasus
Khashoggi
Yang Menyakitkan
Yang Menyakitkan
Putra mahkota Arab Saudi mengatakan pada Rabu
(24/10/2018) kasus Jamal Khashoggi “menyakitkan” dan bahwa “keadilan akan
menang” setelah pembunuhan wartawan Saudi tersebut di konsulat Saudi di
Istanbul.
Muncul di panel diskusi pada konferensi
investasi internasional di Riyadh, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan
bahwa semua penjahat akan dihukum, dan bahwa Arab Saudi dan Turki akan bekerja
sama “untuk mencapai hasil”.
“Insiden yang terjadi sangat menyakitkan, bagi
semua orang Saudi … Insiden itu tidak dapat dibenarkan,” lanjutnya.
“Keadilan pada akhirnya akan muncul.”
Beberapa jam sebelumnya Presiden AS
Donald Trump, dalam komentar terberatnya, mengatakan kepada Wall Street
Journal bahwa putra mahkota bertanggung jawab atas operasi yang
menyebabkan pembunuhan Khashoggi.
Trump mengatakan dia ingin mempercayai
Muhammad bin Salman ketika mengatakan bahwa para pejabat tingkat rendah harus
disalahkan atas pembunuhan dalam misi Saudi tersebut.
Namun menurut Trump, jika sang putra
mahkota menghendaki, ia pasti bisa melakukan apapun yang diperlukan untuk
menyelesaikan kasus tersebut.
Komentar Trump ini dinilai menumpuk
tekanan pada sekutu dekatnya di tengah kecaman global atas kematian sang jurnalis,
dan datang beberapa jam sebelum tampilnya MBS di sebuah konferensi investasi
Saudi sebagai sosok berprofil tinggi sejak Khashoggi terbunuh pada 2 Oktober.
Sejumlah tokoh bisnis dan politik ternama
telah menarik diri dari konferensi akibat kematian wartawan itu, seorang
kritikus terkemuka penguasa de factoArab Saudi.
Sementara itu, presiden Turki Recep
Tayyip Erdogan berbicara dengan Pangeran Muhammad pada hari yang sama (24/10)
dan keduanya membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk mengungkap semua
aspek pembunuhan Khashoggi, kata sumber kepresidenan.
Seorang penasihat untuk presiden Turki
mengatakan bahwa tangan Mohammad bin Salman “dipenuhi lumuran darah” Khashoggi,
bahasa paling kasar dari seseorang yang terkait dengan Erdogan.
Otoritas Saudi tidak segera menanggapi
permintaan untuk komentar tentang pernyataan Trump dan penasihat Erdogan ini.
Riyadh telah menyalahkan “operasi jahat”
atas kematian jurnalis Saudi dan mengatakan putra mahkota tidak tahu-menahu
tentang pembunuhan itu.
Kematian Khashoggi, seorang warga AS dan
kolumnis Washington Post, telah memicu kemarahan global dan mengancam
hubungan antara Riyadh dan Washington serta negara-negara Barat lainnya.
(Althaf/arrahmah.com)
https://www.arrahmah.com/2018/10/24/mbs-keadilan-akan-menang-dalam-kasus-khashoggi-yang-menyakitkan/
Liga Dunia Islam melemparkan kecaman
keras atas tudingan bahwa Arab Saudi berada di balik hilangnya jurnalis
terkemuka Jamal Khashoggi. Menurut badan yang berbasis di Makkah itu, tudingan
itu adalah bentuk provokasi terhadap Riyadh.
Sekretaris Jenderal Liga Dunia Islam, Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa,
mengatakan provokasi terhadap Saudi, sama saja dengan provokasi terhadap umat
Muslim di seluruh dunia.
"Sejarah Saudi yang gemilang dalam bidang perdamaian dan kerja sama
internasional semakin menguatkan kepemimpinannya. Memprovokasi Saudi sama
dengan memprovokasi satu miliar umat Islam di seluruh dunia," kata
al-Issa, seperti dikutip dalam siaran pers Liga Dunia Islam, Senin, 15 Oktober
2018.
"Tuduhan terhadap Saudi saat ini sudah sampai pada tingkat mengancam
stabilitas internasional, baik politik maupun ekonomi. Saudi memiliki posisi
yang sangat penting di hati umat Islam, yang dengan kekuatan dan pengaruhnya
dapat mengatasi berbagai propaganda yang dihadapinya," ujar dia.
Dia kemudian menyebutkan, Liga Dunia Islam menyambut baik dukungan yang
disampaikan oleh para pemimpin organisasi dunia Islam kepada Saudi terhadap
kasus Khashoggi. Selain itu, Liga Muslim Dunia mengutuk berbagai propaganda
busuk terhadap kepemimpinan Saudi di dunia Islam, melalui ancaman sanksi dan
juga tekanan politik dengan menyebarkan tuduhan palsu.
"Kepemimpinan Saudi dalam dunia Islam bukan perkara baru, tapi suatu
posisi yang sudah diterimanya sejak puluhan tahun silam, berkat gagasan Saudi
yang sangat konsisiten dalam bidang perdamaian dan keamanan dunia,"
ucapnya.
"Liga Dunia Islam menolak keras segala macam bentuk ancaman terhadap Saudi
seraya menegaskan bahwa posisi Saudi penting di dunia Arab dan Islam, telah
memainkan peran sentral dan bersejarah dalam mewujudkan keamanan, stabilitas
dan kesejahteraan kawasan Arab dan dunia. Saudi juga menjadi pelopor terdepan dalam
memerangi ekstrimisme dan terorisme, menguatkan kerja sama ekonomi dan menjaga
perdamaian dan stabilitas kawasan Arab dan dunia," ungkapnya.
Sumber:
Raja Dan Putra Mahkota Saudi Terima
Kunjungan Keluarga Khashoggi Di Riyadh
Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud
dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman telah menerima kedatangan putra Jamal
Khashoggi, Sahl Ahmed Khashoggi dan Salah Jamal Khashoggi, di istana Al Yamamah
di Riyadh, Arab Saudi.
Dilansir Al Arabiya (23/10/2018),
Raja Saudi dan putra mahkota mengungkapkan belasungkawa terdalam mereka kepada
keluarga dan kerabat dari Jamal Khashoggi.
Salah dan Sahl Khashoggi mengucapkan
terima kasih kepada Raja Saudi dan Putra Mahkota atas belasungkawa mereka atas
kematian almarhum.(fath/arrahmah.com)
Kata kata tajam Khashoggi untuk Rezim
Saudi yang bikin Panas
Jamal Khashoggi dan Mohammed bin Salman.
@REUTERS
Jamal Khashoggi tidak suka Demokrasi,tapi
gunakana cara Demokrasi kritik Saudi
Sejak kabur meninggalkan Arab Saudi pada
2015, jurnalis Jamal Khashoggi tidak lantas berhenti menulis. Kata-kata tajam
pria 56 tahun ini masih deras mengalir melalui tulisan opininya.
Sebelum hilang bak ditelan bumi di
Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018, Khashoggi aktif menulis
di The Washington Post dengan kolom opininya sendiri sejak 2017. Dalam
tulisannya, dia mengkritisi kebijakan-kebijakan Arab Saudi di bawah
pemerintahan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).
Menurut Khashoggi, MbS memang menerapkan
reformasi dan memulai proses keterbukaan Saudi terhadap dunia luar dan
modernisasi Barat. Namun hal itu dibarengi dengan represi dan penangkapan orang-orang
yang menyuarakan kritik, bahkan terhadap mereka yang sama sekali tidak
bersalah.
Sebelumnya Khashoggi berkali-kali
mengatakan dia tidak mencoba menjadi oposisi pemerintah Saudi, hanya
menyuarakan kritikan terhadap kebebasan yang terkekang. Dia juga tidak ingin
mengganti rezim Saudi, hanya ingin kebebasan yang lebih baik di negara itu.
"Dia menulis atas rasa cinta kepada
negaranya dan keyakinan yang dalam untuk kebebasan dan martabat manusia. Kami
sangat bangga memublikasikan tulisannya," kata Fred Hiatt, editor
Washington Post .
Berikut beberapa kata-kata tajam
Khashoggi dalam tulisannya di
Washington Post :
- "Yang saya lihat adalah gelombang
penangkapan"
Khashoggi mengecam penangkapan para
pengkritik MbS. Menurut dia, dalam tulisannya pada 18 September 2017 berjudul
" Saudi Arabia wasn’t always this repressive. Now it’s unbearable ",
MbS tidak memenuhi janjinya dalam mewujudkan Saudi yang lebih terbuka dan
toleran:
"Yang saya lihat adalah gelombang
penangkapan. Pekan lalu, sekitar 30 orang dilaporkan ditangkap oleh
aparat...beberapa yang ditangkap adalah sahabat saya, dan penangkapan ini
mempermalukan intelektual dan pemimpin agama yang berani menyampaikan opini
berseberangan dengan pemimpin negeri."
- "Pangeran Mohammed mengincar orang
yang salah"
Dalam tulisannya pada 31 Oktober 2017,
Khashoggi mengkritik MbS yang menangkapi para pengkritiknya. Berjudul
"Saudi Arabia’s crown prince wants to ‘crush extremists .’ But he’s
punishing the wrong people", tulisan Khashoggi menyebut beberapa yang ditangkap
bukanlah kritikus kawakan, hanya komentator kecil:
"Pangeran Mohammed benar jika dia
mengincar ekstremis. Tapi dia mengincar orang yang salah. Puluhan intelektual,
ulama, jurnalis, dan bintang media sosial Saudi telah ditangkapi dalam 2 bulan
terakhir - yang kebanyakan dari mereka, parahnya, adalah pengkritik kecil dari
pemerintah."
- "Mohammed bin Salman bertindak
seperti Putin"
Mohammed bin Salman bertindak seperti
Putin. Dia menerapkan keadilan yang selektif.
Dalam tulisannya berjudul "Saudi Arabia’s
crown prince is acting like Putin " pada 5 November 2017, Khashoggi
mengkritik pemberantasan korupsi oleh MbS yang menurutnya tebang pilih.
Reformasi yang digalang MbS, kata Khashoggi, sekaligus bertujuan memberantas
oposisi dan suara kritik:
"Jadi apakah putra mahkota berusia
32 tahun itu lebih seperti Mikhail Gorbachev atau Vladimir di Rusia atas
upayanya ini? Apakah dia berada di jalur reformasi sejati untuk seluruh sistem?
Atau dia hanya menangkapi tokoh-tokoh terkenal untuk memusatkan kekuatan di
tangannya sendiri?
"Untuk saat ini, saya katakan
Mohammed bin Salman bertindak seperti Putin. Dia menerapkan keadilan yang
selektif."
- "Putra Mahkota Mohammed bin Salman
mengendalikan media"
Dalam tulisan berjudul: " Saudi
Arabia’s crown prince already controlled the nation’s media. Now he’s squeezing
it even further " pada 7 Februari 2018, Khashoggi mengatakan MbS menahan
para pengusaha media di Ritz-Carlton atas tuduhan korupsi. Menurut Khashoggi,
MbS ingin mengatur media dengan cara ini:
"Ketika banyak taipan media Arab
Saudi berakhir di Ritz-Carlton Riyadh bersama lebih dari 300 keluarga kerajaan,
pejabat tinggi, dan pengusaha kaya atas tuduhan korupsi, banyak yang berpikir
orang kuat kerajaan itu, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, berupaya mengendalikan
media juga."
"Ini jauh dari kebenaran, karena dia
memang telah melakukan itu."
- "Jika saja MbS mendengarkan para
pengkritik"
Khashoggi mengatakan dalam tulisannya
tertanggal 28 Februari 2018 berjudul "What Saudi Arabia’s crown prince can
learn from Queen Elizabeth II " bahwa MbS harus meniru Ratu Elizabeth:
"Dia harus belajar dari kerajaan
Inggris yang mendapatkan wibawa, penghormatan, dan kesuksesan dengan
merendahkan dirinya sendiri. Jika saja MbS bisa mendengarkan para pengkritik
dan mengakui bahwa mereka juga mencintai negaranya, dia bisa benar-benar
meningkatkan kekuasaannya."
- "Semakin lama kekejaman perang di
Yaman, semakin permanen kerusakannya."
Khashoggi mengkritik kebijakan MbS yang
melibatkan Arab Saudi dalam perang di Yaman. Menurut dia dalam tulisan
berbahasa Arab tanggal 11 September 2018, Saudi harus keluar dari Yaman:
"Semakin lama kekejaman perang di
Yaman, semakin permanen kerusakannya. Rakyat Yaman akan sibuk memerangi
kemiskinan, kolera dan kelangkaan air, dan membangun negaranya. Putra Mahkota
harus menghentikan kekerasan dan mengembalikan martabat tanah kelahiran
Islam."
Soal Jamal Khashoggi, Otoritas Teluk:
Kami Bersama Saudi
Perwakilan otoritas negara-negara Teluk
sepakat menyatakan sikap mereka berada di belakang Arab Saudi terkait kasus
hilangnya jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi. Pernyataan ini menyusul dugaan
adanya agenda massif dan terstruktur melalui media untuk mendeskreditkan Saudi.
Dalam pernyataan tersebut, mereka juga
menegaskan upaya-upaya yang ditujukan kepada Saudi tersebut akan sia-sia dan
menuding Qatar terlibat mendanai propaganda dan ekspolitasi kasus Jamal
Khashoggi ini.
Menteri Luar Negeri Bahrain, Syekh Khalid
bin Ahmad bin Muhammad Alu Khalifah mengatakan dalam akun twitternya,”
Targetnya hanya satu yaitu Kerajaan Arab Saudi, bukan mencari kebenaran.
“Tuding saja terus, saya yakinkan Anda, kami akan tetap bersama Saudi dengan
ruh kami.”
Dalam cuitan lainnya, dia menulis bahwa
kebencian, kegilaan, dan dusta yang bekelanjutan dari media Aljazeera,
merefleksikan politik Qatar yang tak boleh ditoleransi.
Pernyataan sikap yang sama disampaikan
Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, Syekh Abdullah bin Zayid. Dia menegaskan
posisi UEA yang akan setia mendukung Saudi. Dalam akun twiternya, dia menulis
cuitan, ”Kami berdiri bersama Saudi selalu, karena ini sikap kemuliaan,
kehormatan, stabilitas, dan harapan.”
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Kerajaan
Arab Saudi Abd al-Aziz bin Sa’ud bin Naif bin Abd al-Aziz membantah isu yang
dituduhkan banyak media dan berkembang luas terkait keterlibatan
pemerintahannya atas dugaan pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Bahkan Abd al-Aziz menegaskan, Arab Saudi
dari berbagai level baik pemerintah ataupan rakyatnya menentang keras kasus
hilangnya Jamal yang merupakan warga asli Saudi itu.
Menurut dia, berbagai tuduhan yang
ditujukan kepada Saudi soal adanya instruksi membunuh Jamal adalah kabar dusta
dan sama sekali tidak berdasar.
“Yang demikian itu (konspirasi
pembunuhan) Ini bertentangan dengan prinsip Saudi yang memegang teguh ajaran,
tradisi, dan menjaga hukum dan kesepakatan internasional,” kata dia seperti
dilansir Alarabiya, Sabtu (12/10).
Dia menegaskan pula komiteman Saudi
bekerjasama dengan investigator Turki dan pihak terkait. Pihaknya mengingatkan
pentingnya peran media dalam mempublikasikan fakta dan menghindari distorsi
informasi sesuai dengan kode etik dan profesionalisme.
Setelah negara-negara Arab, kini semakin
banyak negara yang menyatakan secara terbuka untuk mendukung Kerajaan, menolak
propaganda media terhadap Arab Saudi sehubungan dengan hilangnya wartawan
Saudi, Jamal Khashoggi di Istanbul.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Kabinet
Kuwait pada hari Senin (15/10), sebagai bentuk penolakan atas semua tuduhan dan
propaganda yang melanggar hukum dengan menargetkan Arab Saudi.
Wakil Perdana Menteri dan Menteri Negara
untuk Urusan Kabinet Kuwait, Anas Al-Saleh mengatakan bahwa penting untuk
menunggu hasil investigasi.
Pusat Dakwah Islam untuk Amerika Latin
dan Karibia menyatakan kecamannya terhadap kampanye yang menyudutkan Arab
Saudi.
“Pusat Dakwah telah mengikuti propaganda
murahan terhadap Arab Saudi dalam upaya untuk mendiskreditkan reputasinya,
menyebarkan desas-desus dan melompat kepada kesimpulan tanpa fakta,” Kepala
Pusat Dakwah Islam untuk Amerika Latin dan Karibia, Ahmed Bin Ali Al-Saifi mengatakan
dalam siaran pers.
“Kami sangat mengecam propganda ini dan
kami berdiri bersama Arab Saudi dalam menghadapi rumor dan hasutan yang
mendiskreditkan Saudi,” katanya, menolak ancaman pengenaan sanksi atau usaha
untuk mengarahkan ancaman terhadap Arab Saudi.
Di Kairo, Juru Bicara Kementerian Luar
Negeri Mesir, Ahmed Hafez, memperingatkan agar tidak mengeksploitasi masalah
ini secara politik terhadap Arab Saudi atas tuduhan yang sewenang-wenang.
Dia menegaskan dukungan Mesir untuk Saudi
dalam upaya dan posisinya untuk menangani kasus ini.
Serikat Komoro juga menegaskan
solidaritas penuh dengan Arab Saudi terhadap mereka yang berusaha merusak
kebijakan, kedudukan, dan reputasi regional dan internasionalnya.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Internasional di Komoro mengatakan
pemerintah Komoro mengikuti dengan keprihatinan dampak dari hilangnya Khashoggi
di Turki dan propaganda media yang hiruk-pikuk.
Untuk itu, perlunya mengungkap kebenaran
melalui investigasi yang komprehensif dan transparan.
[Sumber: kumparan/portalsatu/republika]
Pembunuhan Khashoggi: Kartu Apa yang
Dimainkan Turki Terhadap Saudi?
Jika kita mengetik "Erdogan slams..."
(Erdogan mengutuk) pada mesin pencari Google, maka yang muncul akan tak
berkesudahan; PBB, Uni Eropa, Israel, Belanda, Jerman, intelektual Prancis;
semuanya jadi korban kutukan keras Erdogan.
Bahkan Jerman dan Belanda diberi label
'Nazi' dan 'fasis' oleh presiden Turki itu setahun lalu.
Sekarang bandingkanlah dengan kata-kata
yang digunakan Erdogan terhadap Arab Saudi, yang sudah mengakui terjadinya
pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di konsulatnya di Istanbul.
"Saya tidak punya alasan untuk
meragukan kejujuran Raja Salman," kata Erdogan.
Juru bicaranya menyebut, Saudi sebagai
'negara yang ramah dan penuh persaudaraan'.
Kata-kata ini berbanding terbalik dengan
berbagai bocoran info yang sering muncul melalui media pro-pemerintah Turki.
Isinya sering memberatkan Saudi, di tengah kecurigaan bahwa Putra Mahkota Saudi
yang sangat berkuasa, Mohammed bin Salman, mengetahui atau bahkan memerintahkan
pembunuhan itu.
Jadi permainan apa yang sedang dijalankan
Presiden Recep Tayyip Erdogan?
Menurut BBC, nada bicara Erdogan
yang sangat terkendali itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa ini bukan masalah
Turki versus Saudi: hubungan kedua negara terlalu penting, meskipun sudah
tegang, untuk meledak pada tahap ini.
Erdogan sebetulnya ingin mendesak Raja
Salman untuk menindak putra mahkota, Pangeran Mohammed, tanpa menyasarnya
secara langsung.
"Jika Erdogan menyerukan raja untuk
memecat Mohammed bin Salman, maka itu akan menjadi cara terbaik untuk membuat
sang raja untuk justru tidak memecat Putra Mahkota," kata seorang sumber
yang dekat dengan presiden.
Erdogan bahkan tidak menyebutkan nama Mohammed
bin Salman dalam pidatonya di parlemen: hal yang yang disengaja agar tidak
menempatkan putra mahkota di tingkat yang setara dengannya.
Tujuan Turki adalah mendorong
perselisihan antara raja dan putranya. Namun kunci untuk mencapainya bukanlah
di Saudi, melainkan di Amerika Serikat (AS).
Jika Donald Trump dapat dibujuk untuk
menyingkirkan Mohammed bin Salman yang merupakan sekutu dekatnya sendiri, hal
itu bisa menjadi titik balik bagi Raja Salman.
Raja Salman yang berusia 82 tahun
setidaknya untuk saat ini, tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mengenyahkan
putranya.
Salah satu tindakan yang diambilnya
terkait pembunuhan itu adalah melakukan restrukturisasi dinas intelijen Saudi,
di bawah perlindungan, ya siapa lagi, sang putra mahkota.
Dan ini membuat permainan kekuatan di
wilayah Semenanjung Arab itu jadi makin bergolak.
Turki menghormati Saudi sebagai wali
penjaga Kabah, situs tersuci Islam, sesuatu yang sejalan dengan pemerintahan
Erdogan yang berhaluan Islamis.
Namun kedua negara bersaing memperebutkan
pengaruh sebagai pemimpin dunia Muslim. Dan putra mahkota ternyata menjadi
seteru utama bagi Erdogan.
MBS—julukan bagi Mohammed bin
Salman—adalah orang yang mendalangi dan mendorong blokade Qatar, sekutu
terdekat Turki di Timur Tengah. Dia menggalang kebijakan dan tindakan keras
terhadap Ikhwanul Muslimin, yang justru terkait dengan Partai AK, partai
pimpinan Erdogan yang kini berkuasa di Turki.
Dan sikapnya yang cukup dekat dengan
Israel, mengganggu Erdogan (kendati Turki justru memiliki hubungan diplomatik
dengan Israel), serta haluan garis keras yang dijalankan MBS terhadap Iran
-padahal Turki justru mulai rujuk dengan negeri Persia itu- membuat Saudi dan
Turki saling berseberangan di kancah politik regional.
Erdogan mengendus kesempatan langka
ketika Saudi terdesak, dan segera merebut kesempatan untuk menyingkirkan
seorang pria, yang oleh para kolumnis pro-pemerintah di Turki dijuluki 'musuh
Turki'.
Dan ketika Uni Emirat Arab dan Mesir juga
bergegas membela Saudi, membuat Erdogan justru bertekad makin bulat; Turki
sudah patah arang dengan kedua negara itu.
Selama ini, Turki curiga Emirat mendukung
kudeta yang gagal pada 2016. Erdogan baru-baru ini menyebut mereka sebagai
'orang-orang sengsara' dan Erdogan tidak akan pernah memaafkan Presiden Mesir
Abdul Fattah
Al Sisi karena membubarkan Ikhwanul
Muslimin di sana.
Dan bahwa pesawat yang ditumpangi para
terduga pembunuh Khashoggi mengisi bahan bakar di Kairo dan Dubai dalam
perjalanan ke Saudi akan memicu kecurigaan akan keterlibatan dua negeri itu.
Strategi Erdogan, bagaimanapun, memiliki
risiko tinggi. Mengasingkan MBS yang masih kuat dapat membuat Saudi diperintah
oleh seorang pria dengan dendam yang mendalam terhadap Turki selama
bertahun-tahun yang akan datang.
Pengambilan foto yang menunjukkan putra
mahkota menjabat tangan Salah, putra Jamal Khashoggi yang dilarang meninggalkan
Arab Saudi, mengungkapkan betapa kuat kekuasaannya.
Pesannya: kami telah berdamai, jadi
hentikanlah semua itu.
Sejauh ini, Gedung Putih masih belum
bersikap tegas, kendati Trump sudah mengisyaratkan keyakinannya bahwa MBS
berada di balik pembunuhan Khashoggi.
"Kami masih mengumpulkan fakta dari
berbagai sumber," kata Jared Kushner, menantu dan penasihat senior Donald
Trump.
"Setelah fakta-fakta itu terkumpul,
Menteri Luar Negeri akan bekerja dengan tim keamanan nasional kami untuk
membantu kami menentukan apa yang ingin kami percayai."
Implikasinya jelas, rumuskanlah narasi
dan jual-lah itu ke basis para pendukung.
Jarang sekali ada cerita yang begitu
lengkap; pembunuhan yang mengerikan, upaya menutup-nutupi, hubungan regional
yang terkait langsung, geopolitik antara AS dan Timur Tengah, dan produsen
besar minyak dan negara dengan kekuatan militer kuat bisa tercoreng selamanya.
Jika Saudi menyangka operasi cepat di
Istanbul itu bisa disapu ke bawah karpet, mereka telah melakukan kesalahan
perhitungan yang sangat parah.
Editor : Nathania Riris Michico
Janji Putra Mahkota Saudi, Pelaku Pembunuhan
Khashoggi
Akan Dihukum
Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin
Salman (MBS) mengecam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi dan menyebutnya
tindakan "sangat keji". Dia berjanji keadilan akan terungkap.
MBS untuk pertama kali mengeluarkan
komentar terkait Khashoggi yang dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul pada
tanggal 2 Oktober lalu.
Dia menyebut kejahatan itu menyakitkan
bagi semua warga Saudi, serta berjanji tak akan membiarkan kasus ini menjadi
pemecah hubungan dengan Turki.
Pihak Saudi sebelumnya membantah tuduhan
bahwa putra mahkota Saudi berperan dalam pembunuhan itu. Pemerintah Saudi
menyebut pembunuhan itu dilakukan "agen-agen liar".
"Siapa yang berada di balik
kejahatan itu akan bertanggung jawab, pada akhirnya keadilan akan terungkap,"
kata Pangeran Mohammed bin Salman, dalam Forum Investasi di Riyadh, seperti
dilaporkan BBC, Kamis (25/10/2018).
Putra Mahkota Saudi ini mengatakan,
banyak orang yang menggunakan pembunuhan itu untuk memecah hubungan Turki dan
Saudi. Namun dia menegaskan kasus pembunuhan Khashoggi tak akan memecah
hubungan kedua negara.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan mengatakan Khasoggi, pengkritik rezim Saudi, merupakan korban
"pembunuhan politik" yang direncanakan dengan hati-hati oleh perwira
intelijen Saudi dan pejabat lainnya.
Pihak Saudi berusaha menggambarkan forum
tetap berjalan seperti biasa, namun Menteri Energi KHalid Al Falih mengakui
bahwa terjadi "krisis" terkait pembunuhan Khasoggi.
Putra mahkota Saudi dan ayahnya, Raja
Salman, bertemu dengan anggota keluarga Khasoggi Selasa (23/10).
Saat ini, Mohammed bin Salman (33)
dianggap sebagai penguasa de fakto negara eksportir minyak terbesar dunia ini.
Dia banyak dipuji karena melakukan reformasi namun juga menghadapi kritikan
berat karena penanganan terkait Yaman dan Qatar.
Sejumlah pihak banyak menyerukan dia
mundur menyusul kasus Khasoggi. Pejabat Truki menuduhnya terlibat dalam
pembunuhan itu.
Editor : Nathania Riris Michico
Erdogan dan Runtuhnya Legitimiasi Arab
Saudi
Sejauh yang banyak orang ketahui saat ini
hanya ada tiga kekuatan besar yaitu Amerika Serikat dan kroni, Rusia dan kawan komunisnya serta liga arab yang
mencoba ‘bertahan’ di timur tengah. Kekuatan terakhir yang disebutkan merupakan
yang terlemah bahkan tidak jarang saling mengkhianati dan terkadang membelot
kepada salah satu kekuatan Amerika atau Rusia.
Timur tengah merupakan representasi
kekuatan dunia islam, perpecahan diantara Negara-negara penghuni wilayah ini
tidak terlepas dari hilangnya perekat. Ya , pasca runtuhnya Kesultanan Turki
ottoman pada 3 maret 1924 perekat dan komando pemersatu itu memang hilang. Umat
islam mulai berpecah dan Arab Saudi dianggap sebagai sebuah Negara dengan
legitimasi wilayah dan history yang dianggap paling layak untuk menerima
sandaran keputusan yang mewakili kekuatan umat.
Arab Saudi, sebuah monarki dan rumah bagi
tempat kelahiran Islam, secara historis melihat negara itu sebagai pemimpin
dunia Muslim. Namun Iran muncul sebagai penantang yang nyata dikawasan timur
tengah membawa bendera sekte Syiah pada 1974. Arab Saudi dianggap musuh utama
yang mewakili Islam Sunni. Konfrontasi kedua Negara islam itu terus terjadi
saja selama bertahun-tahun tanpa sadar mereka tengah ditunggangi dua kekuatan
besar yang sudah kita bicarakan sejak awal.
Tentu bukan rahasia lagi jika Arab Saudi
bisa se-superior saat ini menancapkan pengaruhnya karena ada Amerika Serikat
dibelakangnya. Dan Rusia berada sebagai penyokong utama Iran utamanya dalam
konflik Suriah dimana Iran dan Rusiah menjadi pendukung utama untuk Presiden
Bashar al-Assad mengalihkan sebagian besar kelompok-kelompok pemberontak yang
didukung oleh Arab Saudi.
Turki Dan Erdogan
Negara – Negara islam terus saja diadu
domba dan dieksplitasi dengan leluasa tanpa pernah belajar dari rumpun lain
yang diperlakukan sedemikian. Korea Utara dan Korea Selatan harusnya menjadi
sebuah ‘pertunjukan’ nyata yang member pelajaran besar bagi Negara – Negara
islam diseluruh dunia khususnya timur tengah.
Namun belakangan perpecahan itu sedikit
merendah sejak muncul kekuatan baru yang sebenarnya nama lama. Ya , Daulah yang
pernah bubar dan kocar – kacir pada masa Kemal At-taturk itu kini bangkit
menjadi kekuatan baru islam. Turki yang merupakan bekas reruntuhan Kekhalifahan
islam terakhir itu kini bangun kembali setelah sekian lama tertidur dibawah
bendera sekulerisme.
Nama Erdogan sudah melambung sejak
keberhasilanya menjadi walikota Istanbul. Namanya semakin bersinar ketika
berhasil memenangi kursi Perdana menteri Turki pada 2003 silam. Kepemimpinanya
membawa Turki merangsek pada masa terbaiknya dengan peningkatan ekonomi yang
fantastis sehingga membawa turki masuk kedalam G-20, kumpulan Negara dengan
ekonomi terkuat didunia. Turki berhasil meroket ke posisi 16 padahal sebelumnya
Turki berada diurutan 111.
Rasanya tak cukup berlembar-lembar
membahas prestasi dalam negeri seorang Erdogan dari mulai ekonomi, pendidikan,
pengangguran yang berkurang dari 33% menjadi 2% serta keberhasilanya
menggalakkan swasembada senjata dan peralatan militer. Tak pelak hal itu membuat
Turki sebagai Negara yang sangat disegani dari segala sisi baik, ekonomi,
militer dan politik, tiga aspek yang bisa membuat sebuah Negara tak bisa
didikte oleh Negara lain.
Timur Tengah Memilih
Dengan munculnya Turki sebagai Negara
dengan kebijakan luar negerinya yang dianggap sangat berani menentang kekuatan
– kekuatan utama dunia seperti Amerika serikat dan Rusia, hal ini tentu
mempengaruhi pamor Arab Saudi yang selalu menjadi rujukan utama sebagian besar
Negara islam dunia.
Belakangan Arab Saudi mulai ditinggalkan
mayoritas Negara islam ketika terlalu banyak manuver politik Arab Saudi yang
tak terbantahkan lagi ‘arah condongnya’ kemana.
Dewasa ini tidak lebih dari 10 negara
yang masih bertahan dengan koalisi yang dipimpin Arab Saudi dari koalisi awal
yang diklaim berjumlah 34 Negara termasuk Indonesia, meskipun akhirnya beberapa
Negara mengaku terkejut Negara mereka dicatut dalam koalisi anti terorisme itu.
Dalam beberapa isu ke-umatan terakhir,
Turki dianggap lebih gesit dalam merespon setiap kejadian yang ada. Seperti
penyikapan Reccep tayyib Erdogan dalam tragedy kemanusiaan yang menimpa saudara
– saudara muslim rohingya di Myanmar. Erdogan dengan sikap politiknya yang
memadukan antara kecerdasan dan kecepatan merespon isu ini dengan mendesak
Negara-negara islam untuk bertindak cepat bersama sama membantu ribuan muslim
Rohingya di Rakhine,Myanmar. Mengutip internasional.sindonews.com, Desakan itu
disampaikan Erdogan saat berbicara di telepon dengan Presiden Mauritania
Mohamed Ould Abdel Aziz, Presiden Pakistan Mamnoon Hussain, Presiden Iran
Hassan Rouhani dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani pada Kamis
(31/8/2017).
Al Quds Dan Konsistensi Sikap
Konflik perebutan kota suci Al quds
(orang Israel menyebutnya Jerussalem) secara diplomasi telah menunjukan kepada
dunia islam siapa sebenarnya pengayom dan pemimpin Negara Negara islam.
Tiga kekuatan Negara muslim terbesar
ditimur tengah menunjukan sikap yang beda-beda tipis terhadap isu pengakuan Jerussalem oleh Amerika Serikat. Arab Saudi
memilih bersikap lunak bahkan sempat memilih untuk ‘berpihak’ kepada Amerika.
Sikap keberpihakan itu menyusul berita newyork times yang memberitakan bahwa
pangeran mahkota Arab Saudi Mohammed bin
Salman mengajukan proposal usulan kepada Palestina untuk menjadikan Abu Dis
sebagai Ibu kota saat kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas ke Riyadh
bulan lalu. Meskipun akhir-akhir ini Saudi mengklarifikasi melalui Raja Salman
bahwa mereka berada dipihak palestina untuk terus memperjuangkan Jerussalem.
Iran memilih sikap diplomasi yang cukup
tegas dengan menghimbau kepada Negara-negara Arab dan Islam agar secara
bersama-sama menentang kebijakan Amerika Serikat. Sikap ini tentu dikeluarkan
karena memang sedari awal amerika menjadi musuh bersama Iran dan Rusia.
Sayangnya sikap tegas ini tidak dibarengi dengan manuver politik yang konkrit.
Dari kedua Negara diatas, Turki sekali
lagi dianggap menjadi Negara yang mampu memainkan peran diplomasi luar
negerinya dengan sangat luar biasa. Selain bersikap keras, Erdogan membuat
respon yang konkrit dengan mengumpulkan
Negara – Negara islam yang tergabung dalam organisasi kerja sama islam
(OKI) untuk berkumpul dalam KTT yang diselenggarakan di Istanbul,Turki. Erdogan
menyerukan agar seluruh Negara anggota OKI mengakui Jerussalem sebagai Ibu Kota
Palestina dalam forum yang dihadiri oleh presiden Jokowi itu.
Pergerakan politik dilomasi luar negeri
Turki nyatanya berhasil menggaet Negara-negara islam lain untuk bergandengan
tangan bersama-sama membela palestina. Hasilnya siding majelis umum PBB yang membahas resolusi majelis umum
tentang status jerussalem berhasil
‘menampar’ Amerika dan sekutunya dimuka umum. Sekali lagi Erdogan berhasil
menjadi Pemimpin harapan baru umat muslim dunia.
Islam akan mencari panglimanya sendiri
Ketidakhadiran Saudi Arabia dalam KTT OKI
telah mencoreng nama mereka sendiri dihadapan 57 negara islam yang hadir waktu
itu. Tentunya Arab ditemani Mesir, Bahrain dan UEA tiga Negara yang juga tidak
hadir dalam pertemuan denga agenda terpenting umat islam, Al Quds.
Isu Al Quds kemarin telah menimbulkan
sebuah fakta baru bahwa Saudi Arabia yang dahulu dianggap sebagai jantungnya
Negara islam telah kehilangan legitimasi itu dimata Negara-negara islam.
Kecerdikan Erdogan mengelola isu Jerussalem ini telah membuat Turki merebut
posisi yang dahulu ditempati Arab.
Erdogan dianggap lebih tegas dalam
membela kepentingan umat
Dalam hal ini sikap Turki tidak bisa
disalahkan. Karena mencari penayom terkuat adalah sikap yang alamiah. Negara –
Negara islam tentu memiliki perhitungan yang rasional dalam memilih kiblat
politiknya. Dan panglima yang akan terpilih adalah panglima yang paling siap
dan paling kuat, Turki membuktikan itu.
Zulkarnain El Madhuri
Kicauan anti Arab yang marak di negeri ini
tidak terlepas dari gurita ujaran kebencian yang dikampanyekan Syiah ratusan
tahun yang lalu.
Revolusi Iran menjadi jalan tol Syiah di dalam menyebarkan ujaran kebencian
melalui Fiksi fiksi yang dibuatnya dalam bentuk kitab dengan target tujuan
adalah menghancurkan Islam dari dalam.
Terkait Syiah lebih dominan disebut imamiyah atau Rofidhoh.,
kelompok paling anti Sunni dan paling anti Arab sebagaimana yang tertulis dalam
doktrin Syiah. berupa kitab kitab yang disusun para gembong syiah di
dalam menyebarkan ujaran kebencian. Dokumen Syiah adalah dokumen penting
mereka di dalam merujuk segala bentuk aksi bela Syiah melalui sosok-sosok yang
terlatih dan dicuci otaknya untuk membenci kaum Sunni disamping membenci Arab
sebagaimana langkah-langkah yang dilakukan mereka dalam berbagai pihak yang
terkandung dalam agama Syiah.
Dalam hal ini kebencian yang ditularkan kepada pengikut-pengikutnya disamping
sebagai dakwah keluar tidak terlepas dari usaha besar mereka menciptakan
kebencian terhadap bangsa Arab.
Bukankah Tanpa Alasan mengapa harus benci Arab, Nabi Muhammad Sallallahu
Alaihi Wasallam adalah orang, Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
adalah. para sahabat nabi yang merobohkan Persia adalah orang Arab.
Tertentu kebencian terhadap Arab itu alasan mendasar para pengikut agama Syiah
yang dibesarkan oleh pers sebagai media balas dendam terhadap kaum muslimin
dengan berkedok cinta Ahlul Bait meskipun hatinya berumur kebencian merobohkan
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
Berikut ini adalah beberapa apa buku
Syiah mengatakan pembantaian Mahdi mereka dari orang-orang Arab, dan sebagai
bukti bahwa Imam Mahdi Syiah itu tukang jagal pembunuh sekaligus adalah Wakai
Dajjal di muka bumi bukan Imam Mahdi yang dijanjikan oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam yang membawa kedamaian kepada umat manusia, tetapi
adalah Imam yang membawa kerusakan dan kebinasaan secara rasisme terhadap
bangsa lain di samping golongan-golongan yang berbeda dengan mereka:
ما بقي بيننا
وبين العرب إلا الذبح الغيبة للنعماني
"Tidak satupun tersisa orang-orang Arab dari kami dan, kecuali harus
dibantai." (Bihar Al-Anwar oleh Baqir Al-Majlisi, , Bab 52, hal. 349
dan Al-Ghaiba Al-Numani, , hal. 155)
"Al-Muntazar (Orang yang ditunggu tunggu, yang berarti Imam Mahdi versi
Syiah) akan melalui orang-orang Arab dan membunuh mereka." (Bihar al-Anwar
Baqir Al-Majlisi, , Bab 52, hal. 318)
إتق العرب فإن لهم خبر سوء أما إنه لم يخرج مع
القائم منهم أحد بحار الأنوار , الغيبة للنعماني
" takutlah wahai orang-orang Arab karena akan ada berita yang sangat buruk
datang pada mereka, yang mengabarkan : tidak satupun dari mereka akan lepas
dari tangan Al-Qa'im (IMamMahdi Syiah si Pembunuh]." (Baqir
Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar, Vol. 52 , p. 333, dan Al-Numani, Al-Ghaiba, p. 254)
narasi Syiah ini memperingatkan orang-orang Arab dari hal-hal buruk yang akan
terjadi pada orang-orang Arab karena tidak ada orang Arab, termasuk Syiah Arab,
akan mengikuti Mahdi.
يروي المفيد عن أبي عبدالله أنه قال إذا قام القائم
من آل محمد عليهم السلام أقام خمسمائة من قريش فيضرب أعناقهم ثم خمسمائة أخر حتى
يفعل ذلك ست مرات
Al Mufidz meriwiyatkan dari Imam Abi Abdullah (Imam Syiah ke 6), ia
mengatakan: "Ketika Qa'im (Imam Mahdi Syiah) dari kelurga besar Muhammad
‘alahis salam, membangkitkan lima ratus dari Quraisy ( suku Nabi Muhammad
shallallahu’alaihi wasallam ), lalu memenggal leher mereka, kemudian dibawa
lagi lima ratus orang padanya dan mengalami Nasib yang ,dan Imam mahdi
melalukan pembantaian hingga enam kalia berulang. " (Al-Irshad oleh
Al-Mufid Al-Tusi,)
Fakta ini menunjukkan bahwa lahirnya agama Syiah dan besar di Iran itu
merupakan media utama bangsa Persia yang mengenang kembali kejayaan Persia lama
dengan cara bubarkan kebencian terhadap Islam melalui atribut Ahlul Bait yang
senantiasa menjadi simbol dari orang-orang yang di Cinta Nabi, Padahal mereka
itu adalah musang berbulu ayam yang siap memangsa umat Islam dari berbagai
penjuru. Adalah langkah keberhasilan yang dilakukan oleh para gembong gembong
Syiah sebagai pencetus sumber ujaran kebencian