Friday, May 8, 2015

Syi’ah ( Rafidhah ) : Mengapa kalian tidak mau jika ahlul bait menjadi rujukan yang hak dalam masalah agama?

Oleh : Mamduh Farhan al-Buhairi

Syubhat: Sebenarnya firqah najiyah (golongan yang selamat) itu adalah kelompok orang yang berpegang dengan apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ahlu baitnya, akan tetapi kalian memalsukan sejarah dan mengubah sunnah yang shahih, kalian menjadikan hadits itu berbunyi, “Apa yang ada pada Rasulullah dan para sahabatnya”. Tidakkah kalian malu atas kedustaan dan pemalsuan serta mempermainkan agama ini. Harusnya kalian tinggalkan kitab-kitab kalian yang sesat serta ulama kalian yang bodoh, dan mengikuti kitab-kitab syi’ah serta ulama mereka, akan tetapi Allah akan senantiasa memenangkan ahlu bait Nabi Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bantahan: Baiklah, sekarang Anda menuduh ulama ahlussunnah wal jama’ah memalsukan sejarah dan mengubah-ubah sunnah yang shahih. Tetapi Anda harus siap dengan kejutan yang tidak pernah Anda perkirakan sebelumnya. Saya akan menetapkan sebuah dalil bahwa kalianlah yang memalsukan sejarah, kalianlah yang melakukan perubahan terhadap sunnah yang shahih dengan permainan kalian terhadap hadits yang Anda sebutkan dalam pertanyaan Anda.
Kaum muslimin, simaklah bersama saya, kehinaan syi’ah serta dosa besar terhadap agama Allah ini. Al-Qummi yang dikenal dengan ash-Shaduq menyebutkan dalam bukunya Ma’ani al-Akhbar, hal. 323, hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini dengan redaksi:
هو ما نحن عليه اليوم أنا وأصحابي
“Yaitu apa yang ada pada kami hari ini; aku dan para sahabatku.”
Kemudian al-Majlisi menyebutkan dalam bukunya Bihar al-Anwaar [28/4] hadits yang sama dengan redaksi berbeda, yakni:
ما نحن عليه اليوم أنا وأهل بيتي
“Apa yang ada pada kami hari ini; aku dan para ahli baitku.”
Sekarang perhatikan bersama saya kebobrokan dan kehinaan besar ini dari dua sisi:
1. Periwayat hadits pertama adalah Ibn Babawaih al-Qummi (w 381 H), sedangkan perawi hadits kedua adalah al-Majlisi yang meninggal dunia pada tanggal 27 Ramadhan 1111 H.
2. Memperhatikan sanad hadits, kita dapati bahwa al-Qummi menyebutkan sanad berikut; Muhammad bin Ahmad at-Tamimi, dari Muhammad bin Idris as-Syami, dari Ishaq bin Israel, dari Abdurrahman bin Muhammad al-Muharibi, dari al-Afriqi, dari Abdullah bin Yazid, dari Abdullah bin Umar, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Musibah dan bencananya sekarang adalah bahwa al-Majlisi menyebutkan sanad yang sama yang digunakan oleh al-Qummi dalam periwayatan hadits, akan tetapi ia memalsukan matan hadits.
Yakni, setelah 730 tahun, al-Majlisi mentahrif (mengubah) riwayat yang sama. Ia mengganti kata “sahabatku” dengan menempatkan kata “ahli baitku”. Riwayat yang sama, sanad yang sama, pembahasan yang sama, akan tetapi akhirnya ditahrif oleh al-Majlisi, karena sesuai dengan hawa nafsunya. Selamat untuk kalian atas ulama kalian yang pemalsu itu!
Lihatlah kaum muslimin, bagaimana firqah najiyah oleh orang syi’ah disulap menjadi pemahaman lain dan kelompok lain. Ini berarti agama syi’ah berganti dan berkembang sesuai kemaslahatan (kepentingan, hawa nafsu). Oleh karena itu kita tidak merasa aneh jika sebagian ulama syi’ah yang menetap di London sekarang seperti Yasir al-Habib dan lainnya, menetapkan dan menjadikan kelompok yang selamat itu dimulai dari tahun 2012 yaitu “kelompok yang berada di atas apa yang dipegangi oleh Rasulullah dan partai buruh Britania”. Ini demi untuk mendapatkan kewarganegaraan atau untuk memperbaharui izin tinggalnya. Tentu, semua hal mungkin saja dalam agama syiah selama di sana ada yang mengaku menemui al-Mahdi dalamsirdab (ruang/lorong/gua bawah tanah), sehingga ucapannya menjadi sabda yang tidak terbantahkan, sebab ia berasal dari imam mereka, al-Mahdi al-maz’um (yang diaku-aku).
Saya harap, Anda wahai penanya, jika Anda mengetahui seseorang berhubungan dengan sirdab tersebut dan berkomunikasi dengan penghuninya (imam yang bersembunyi di dalamnya) itu agar menyampaikan salam kami, dan mintalah darinya untuk menunjuk seseorang atau sekelompok orang agar berdialog bersama kami, dengan dialog yang ilmiah.
Sekarang, saya kira tidak perlu lagi saya memberitahukan kepada Anda siapa yang memalsukan dan mengubah-ubah sejarah serta sunnah yang shahih, khususnya hadits yang Anda sebutkan. Saya mohon agar Allah memberikan hidayah kepada Anda.*
Syubhat: Mengapa kalian tidak mau jika ahlul bait menjadi rujukan yang hak dalam masalah agama? Padahal mereka adalah keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan keturunan beliau itu suci dan lebih baik daripada keturunan para sahabat yang kalian yakini mereka itu ma’shum, dan kalian ikuti sebagai ganti dari mengikuti ahlul bait?
Bantahan: Masalah yang sesungguhnya adalah kalian hingga saat ini tidak mengetahui bahwa sumber agama itu al-Qur`an dan Sunnah yang shahih, bukan sahabat atau ahlul bait. Bukan kami yang tidak menginginkan ahlul bait menjadi rujukan agama, akan tetapi Allah dan Rasul Nya yang tidak menginginkan hal itu. Allah tidak menjadikan ahlul bait sebagai rujukan ketika terjadi perselisihan, sebaliknya memerintahkan untuk rujuk kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nisa`: 59)

Coba perhatikan, mana penyebutan ahlul bait? Mengapa Allah tidak memerintahkan kita untuk kembali kepada mereka, baik ketika terjadi perselisihan maupun lainnya?
Kemudian kalian harus memahami dua perkara dalam masalah ini. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat untuk berpegang dengan apa yang ada pada diri Nabi dan para sahabat beliau, itu tidak berarti berpegang dengan apa yang ada pada keturunan beliau. Sedangkan kalian, berpegang teguh dengan apa yang ada pada ahlul bait (keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) hingga sekarang ini, padahal kalau kita renungkan, di antara mereka sekarang ini ada ahlul bait yang mengikuti kebenaran (ahlus sunnah wal jama’ah), ada pula ahlul bait yang sosialis, ada ahlul bait yang liberalis, ada yang mulhid (atheis), dan ada pula yang meminta pertolongan kepada kuburan, dan banyak lagi lainnya. Apabila yang wajib atas kaum muslimin adalah mengikuti ahlul bait, maka bagaimana kita akan mengikuti ahlul bait dari golongan pengikut paham sosialis, liberal atau lainnya dari sekte dan agama yang menyimpang?

Apa yang menjadikan kebenaran itu bersama kelompok kalian, hanya karena alasan di dalamnya terdapat ahlul bait, dan mengapa tidak kalian jadikan kebenaran itu bersama kelompok Isma’iliyah serta para imam dan pengikut mereka, karena mereka juga dari ahlul bait?
Apa yang menjadikan kebenaran bersama kelompok kalian, karena di dalamnya terdapat ahlul bait, dan tidak kalian jadikan bersama kelompok Zaidiyah serta imam-imam mereka, padahal pengikut mereka juga ahlul bait?
Bahkan mengapa kebenaran itu tidak bersama ratu kerajaan Britania, Elizabeth di mana salah seorang ulama hauzah Syi’iyah di Iran, yaitu Ali al-Kurani, mengumumkan dengan suara dan gambar bahwa Ratu Elizabet termasuk ahlul bait, karena berasal dari keturunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berdasarkan klaimnya yang dusta, wal iyadzu billah.
Ketika kalian menuntut kami untuk mengambil agama dari ahlul bait, maka bagaimana kami akan mengambil agama kami dari ratu Elizabet, khususnya saat ia sibuk mempersiapkan pernikahan cucunya Pangeran William, di gereja Katolik, London?
Apakah engkau lihat bagaimana hal ini akan menyeret kaum muslimin kepada pemahaman yang salah terhadap makna ahlul bait, kepada musibah besar?
Karena itu kami ajak Anda untuk mengikuti al-Qur`an dan Sunnah yang shahih, yang secara pasti para sahabat Radhiallahu ‘Anhu -termasuk di dalamnya sahabat dari kalangan ahlul bait- adalah pengikut dan peneladan keduanya (al-Qur`an dan Sunnah).
Begitu juga engkau harus tahu bahwa kami tidak berlebihan dalam hak sahabat, kami tidak mengagungkan keturunan mereka sebagaimana kalian mengagungkan ahlul bait, dan menganggap suci keturunan mereka. Sebaliknya kami melihat dua ucapan dari banyak ucapan para sahabat, dan mengambil apa yang sesuai dengan kebenaran dari dua pendapat itu tanpa fanatisme terhadap satu sahabat atas lainnya. Yang haq adalah kitabullah dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tidak berarti jawaban saya bahwa kami ahlus sunnah wal jama’ah tidak menghargai ahlul bait dan tidak mencintai mereka, sebaliknya kami mencintai karena Allah setiap orang yang berasal dari keturunan Fathimah Radhiallahu ‘Anha, dan ia dalam kebenaran. Begitu pula kami membenci karena Allah, semua yang berasal dari keturunannya yang berada di atas kebatilan.*

Syubhat: sebutkan batasan kepada kami siapa itu ahlul bait, karena tampaknya ahlus sunnah terlalu memperlebar pengertian ahlul bait sehingga  memasukkan orang yang tidak berhak masuk kepada keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Bantahan: ahlus sunnah walhamdulillah tidak menghalangi siapa yang berhak untuk masuk kepada ahlul bait, berbeda dengan selain kami dari pemilik akidah sesat yang membatasi ahlul bait hanya pada Ali, Fathimah, al-Hasan dan al-Husain Radhiallahu ‘Anhu. Semestinya ahlul bait itu, selain nama-nama yang telah disebutkan, adalah para istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdasarkan pernyataan dari al-Kitab (al-Qur`an), bahkan mereka lebih utama daripada lainnya. Sebagaimana termasuk dalam keumuman ahlul bait adalah semua orang yang diharamkan sedekah atas mereka, yaitu keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqil, keluarga Ali, dan keluarga al-Abbas. Semua mereka itu adalah ahlu bait Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan yang paling dekat dengan beliau adalah pamannya, Al-Abbas, begitu pula dengan anak-anak al-Abbas, anak-anak ‘Aqil bin Abi Talib, anak-anak Ja’far, anak-anak Abu Sufyan bin Harits bin Abdulmutthalib, anak-anak Abu Lahab yang masuk Islam, begitu pula dengan seluruh Bani Hasyim, mereka semua adalah kelurga dan ahlu bait beliau, mereka haram makan sedekah. Jadi, ahlul bait itu bukan hanya Ali, al-Hasan dan al-Husein saja seperti yang diklaim oleh Syi’ah. Mereka mengkhususkan ahlul bait itu hanya dengan Ali, dua putranya, dan istrinya Fathimah. Mereka mengingkari anak-anak Ali yang lain yang berjumlah 10 orang, di antaranya adalah Muhammad bin Ali, Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, Utsman bin Ali dan lainnya.*

Syubhat: Apa yang menunjukkan batilnya madzhab ahlussunnah wal jama’ah adalah apa yang ada dalam kitab-kitab kalian sendiri, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian, selama kalian berpegang kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keluargaku” dalam satu riwayat, “Aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka, pertama kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, ambillah kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya. Beliau menganjurkan dan memotifasi kepadanya. Kemudian mengatakan, “dan ahlu baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah dalam hal ahlu baitku.” Ini adalah perintah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk berpegang kepada al-Qur`an dan ahlul bait. Hadits ini serta lainnya menjadi bukti benarnya madzhab Syi’ah dan salahnya ahlussunnah! Aku harap agar Anda tidak mengingkari keshahihan dua hadits ini.
Bantahan: Saya persembahkan syubhat ini kepada Majelis Ulama Indonesia, yang menurut pemahaman Syi’ah, MUI berada di atas madzhab yang batil.
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, maka saya berkata, “Dua hadits ini serta lainnya adalah shahih menurut ahlussunnah. Akan tetapi karena akal kalian telah rusak dan melenceng, maka hal itu menjadikan kalian memahami hadits-hadits ini secara salah, yang sejalan dengan akal kalian yang sakit dan akidah kalian yang sesat. Justru dua hadits ini secara khusus adalah dalil dan bukti besar atas batilnya agama kalian. Saya berani menantang siapapun dari kalian untuk masuk dalam dialog atau debat bersama saya seputar dua hadits itu secara khusus.

Wahai saudara muslim dan muslimah, secara etika saya berkewajiban untuk menjelaskan batilnya agama Syi’ah dari sela-sela dua hadits ini. Berikut ini adalah rincian singkat atas benarnya ucapan saya:
1. Dalam teks hadits pertama,
(تركت فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله وعترتي)
“Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu, selama kalian berpegang kepadanya, maka kalian tidak akan tersesat; kitabullah dan keluargaku.”
Perhatikan sabda Nabi “berpegang kepadanya” dalam dua riwayat, pasti Anda akan mendapati kata ganti yang digunakan adalah tunggal (به). Itu berarti bahwa berpegang teguh kembali kepada al-Qur`an saja, sementara Syi’ah menjadikan kata ganti bentuk mutsanna (dua, نهما), sehingga mereka memaknai hadits tidak semestinya. Mereka menjadikan berpegang teguh yang disebutkan dalam hadits meliputi ahlul bait secara dusta. Jika tidak, seandainya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bermaksud agar umat berpegang teguh kepada ahlul bait sebagaimana berpegang teguh kepada al-Qur`an, tentu beliau akan menggunakan kalimat “berpegang teguh” yang meliputi al-Qur`an dan ahlul bait beliau, ternyata itu tidak terjadi!
Sesungguhnya petunjuk “berpegang teguh” dengan al-Qur`an yang disebutkan dalam teks hadits, tidak ada yang mengamalkannya selain Ahlussunnah, karena kitabullah menurut Syi’ah gugur tidak dianggap, sebagaimana dinyatakan dengan jelas dalam kitab-kitab induk mereka. Utamanya adalah kitab al-Kafi karya al-Kulaini. Ia meriwayatkan hadits dari Abu Abdillah bahwa al-Qur`an yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berjumlah 17 ribu ayat. Sudah dimaklumi bahwa jumlah ayat al-Qur`an adalah 6.236 ayat, yakni –menurut syi’ah- hampir sepertiga dari al-Qur`an yang gugur  (hilang) dan tidak ada di tangan kita. Sedangkan yang tersisa yang ada di tangan kita tidak selamat dari “tuduhan” pemalsuan dan permainan tangan jahil. Mereka telah menetapkan dalam ratusan riwayat dari imam-imam mereka tentang tahrif (pengubahan) yang terjadi pada banyak ayat al-Qur`an. Cukuplah kita sebutkan di antaranya yaitu tidak berpegang teguhnya Syi’ah dengan al-Qur`an, bahwa:
Menurut Al-Qur`an, ia itu terjaga berdasarkan janji Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur`an dan sungguh Kami yang akan menjaganya”. Namun, Syi’ah menetapkan bahwa hal itu tidak benar.
·  Al-Qur`an menyebutkan keridhaan Allah atas sahabat sementara Syi’ah mengkafirkan dan melaknat mereka.
·   Al-Qur`an mengkhususkan ilmu gaib hanya untuk Allah, semetara Syi’ah menjadikan para imam tahu perkara gaib.
·  Al-Qur`an menyatakan bahwa ummul mukminin Aisyah Radhiallahu ‘Anha itu bersih dari tuduhan, sementara Syi’ah menuduhnya berzina dan melaknatnya dan memusuhinya secara membabi buta, semoga Allah melindungi kita darinya.
· Dan pelanggaran-pelanggaran lain yang banyak, yang menetapkan dan menegaskan bahwa Syiah tidak berpegangan dengan al-Qur`an. Ini menunjukkan bahwa mereka berada di atas agama lain, agama yang batil dan menyimpang.
2. Pada teks hadits kedua yang disebutkan dalam Syubhat, Allah membedakan antara Tamassuk (berpegang teguh) dengan al-Qur`an dengan tadzkir yang ada dalam hadits:
أذكركم الله في أهل بيتي
“Aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku”. Jadi, berdasarkan manthuq (sisi eksplisit) dari lafazh hadits yang Anda jadikan sebagai hujjah, kalimat “berpegang teguh” dengan al-Qur`an, dan kalimat “aku peringatkan kalian” tentang “ahli baitku”. Perbedaan di antara keduanya sangat besar dan jelas. Makna kalimat “aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku” yakni, jangan menjadikan mereka sebagai sasaran (sasaran kezhaliman, termasuk sasaran kambing hitam), sementara Syi’ah telah menjadikan ahli bait sebagai wasilah untuk makan harga manusia secara batil. Para pemimpin dan ulama mereka memerintahkan para pengikut untuk membayar 1/5 (khumus) dari harta mereka atas nama ahlul bait. Tidak cukup sampai di sini, bahkan mereka menjadikan seluruh sarana ancaman dan tekanan dengan tidak diterimanya amalan dari orang yang tidak mau membayarkan 1/5 harta mereka.
Sebagaimana kalian menjadikan ahlul bait sebagai sasaran dalam kedustaan atas nama mereka, bahwa mereka membolehkan perzinaan yang kalian namakan dengan Mut’ah, serta lain dari pada itu berupa penipuan berkedok ahlul bait.
Singkatnya, kalian telah menjadikan ahlul bait sebagai tujuan untuk merealisasikan kepentingan dan syahwat saithani kalian. Ketika datang kalimat “Aku peringatkan kalian” tentang “ahlul bait” itu menunjukkan bahwa yang kita diperintahkan untuk berpegang teguh kepadanya dan menjadikan orang yang berpegang teguh dengannya tidak akan tersesat adalah kitabullah, bukan ahlul bait.
Sesungguhnya pemahaman yang benar terhadap dua hadits yang disebutkan serta lainnya, yang khusus berkenaan dengan ahlul bait adalah wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada umat beliau untuk berbuat baik kepada ahlul bait, sebagaimana kami jelaskan sebelumnya, mereka itu adalah keluarga Ali, Aqil, JA’far, al-Abbas, dan lainnya. Karena itu kita dapati para khalifah Rasulullah memperhatikan ahlul bait dalam hal nafkah lebih dari pada yang lainnya. Ini sesungguhnya menunjukkan kuatnya ahlus sunnah dalam memegangi al-Qur`an dan baiknya mereka dalam memperlakukan ahlul bait tanpa ada sikap ghuluw. Sebaliknya kita dapati Rafidhah (Syi’ah) menyelisihi al-Qur`an, dan menjadikan ahlul bait sebagai kedok untuk mengeruk keuntungan duniawi saithani.
Barangkali sekarang Anda mengetahui secara benar terhadap makna dua hadits dan lainnya, daripada memahaminya ala (model) Majusi Persia yang telah ditanamkan dalam benak kalian. Selanjutnya melalui jawaban ini, mudah-mudahan bisa menuntun Anda –jika memang berakal- untuk memahami siapakah mereka yang berada di atas agama batil. Saya berharap, daripada para ulama kalian mempermainkan akal dengan dalil-dalil seperti ini, semoga Anda bisa meyakinkan mereka untuk berani berdialog bersama kami sebagaimana yang sudah kami umumkan ketentuannya.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar melimpahkan hidayah kepada agama-Nya yang Dia ridhai untuk hamba-Nya kepada Anda. [*]