Tuesday, April 28, 2015

Kemenangan Islam Di Perang Qadisiyah

Merupakan satu kepastian bahwa kehidupan yang baik membutuhkan perjuangan. Harapan menumbuhkan semangat dan kekuatan, sementara angan-angan hanyalah melalaikan dan menyulut kemalasan.


Allah telah memilih para ksatria yang berjibaku dalam jihad fi sabilillah. Sekumpulan manusia yang mendambakan syahid di jalan-Nya. Mereka meninggalkan kelezatan dan kemegahan dunia, bergegas menuju gelanggang pertempuran. Tak lain, berjuang demi tegaknya Islam di muka bumi. Upaya menapaki bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan aksi brutal mengatasnamakan agama.

Mereka tak menghiraukan jauhnya diri dari keluarga, sabetan pedang, luka yang menganga, maupun gugurnya teman seperjuangan. Sedari dulu, perjuangan membutuhkan pengorbanan. Teguh di saat menghadapi beratnya perjuangan, sabar di kala musibah mendera. Mereka benar-benar yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah lebih baik dan kekal.

SEKILAS TENTANG PERANG QADISIYYAH

Qadisiyyah merupakan sebuah daerah di sebelah timur sungai Eufrat. Memiliki banyak kebun kurma dan aliran irigasi. Pintu gerbang kerajaan Persia Majusi (penyembah api) pada masa lampau. Adapun saat ini, Qadisiyyah terletak di barat daya Hillah dan Kufah, bagian tengah negara Irak.

Perang ini merupakan pertempuran terbesar yang belum pernah terjadi sebelumnya di Irak. Sejumlah kisah keberanian dan pengorbanan yang mendebarkan hati menghiasi insiden bersenjata ini. Peristiwa monumental tersebut berlangsung pada tahun 14 H, pada masa khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

LATAR BELAKANG PEPERANGAN

Setelah gugurnya panglima Abu ‘Ubaid pada pertempuran di jembatan sungai Eufrat, ditambah dengan pengkhianatan kaum kafir Irak pada masa itu, ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertekad memimpin ekspansi militer menuju Irak. Di tengah perjalanan, digelar majelis musyawarah militer. Para sahabat senior menyetujui kepemimpinan ‘Umar, kecuali ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berujar: “Aku khawatir apabila engkau kalah, maka kaum muslimin di seluruh penjuru bumi akan melemah. Aku mengusulkan agar engkau menunjuk seorang panglima, sementara engkau kembali ke Madinah.”

Kemudian ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Menurut pendapatmu, siapa orang yang tepat sebagai panglima perang di Irak?”, ‘Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Aku telah menemukannya.” ‘Umar radhiyallahu ‘anhu kembali bertanya: “Siapa dia?”, “Singa yang menerkam dengan kukunya, Sa’ad bin Malik Az-Zuhri!”, tegas ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. ‘Umar pun membenarkan hal itu, lalu segera mengutus Sa’ad beserta bala tentaranya menuju Irak yang termasuk teritorial imperium Persia. Sa’ad bin Malik sendiri lebih dikenal dengan nama Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.

STRATEGI PASUKAN ISLAM

Dengan sigap, Sa’ad mengerahkan tentaranya, untuk bergabung dengan pasukan Al-Mutsanna bin Haritsah di sana. Namun, sebelum kedua pasukan bertemu telah terdengar berita meninggalnya Al-Mutsanna. Lengkaplah jumlah pasukan Islam menjadi 30.000 prajurit. Di dalamnya terdapat 70 veteran perang Badar 300 sahabat nabi yang mengikuti Fathu Mekkah, dan 700 putra sahabat nabi.

Garda depan dipimpin oleh Zahrah bin ‘Abdullah, sayap kanan di bawah komando Jarir bin ‘Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dan sayap kiri diatur oleh Qais bin Maksyuh radhiyallahu ‘anhu. Bertindak sebagai panglima tertinggi seluruh pasukan Islam adalah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu. ‘Umar mengomentari: “Demi Allah, aku akan mempertemukan para raja non Arab dengan raja-raja Arab.”

STRATEGI PASUKAN KAFIR PERSIA

Sampailah pasukan Islam di Qadisiyyah dan menetap selama satu bulan. Maka rakyat Persia segera melaporkan tindakan kaum muslimin tersebut kepada Yazdigird, raja Persia kala itu. Kemudian, Yazdigird mengirim parade militer berskala besar ke Qadisiyyah. Bataliyon gabungan artileri-kavaleri ini di bawah komando panglima senior yang bernama Rustum.

Mereka berangkat membawa 12.000 personil. Garda depan dipimpin Jalinius, pertahanan belakang diatur oleh Al-Bairuzan, sayap kanan dipimpin Hurmuzan, adapun sayap kiri dipegang oleh Mihran. Persia semakin congkak tatkala diperkuat oleh 33 gajah. Setiap gajah menarik gerbong yang membawa 20 serdadu beserta peti persenjataan. Musuh menempatkan 18 gajah pada lini tengah pasukan, di antaranya seekor gajah putih milik raja yang paling besar di garis terdepan. Adapun 15 gajah lainnya pada posisi sayap kanan dan kiri pasukan. Sebuah taktik tempur yang membahayakan.

SATUAN INTAI DAN TEMPUR

Satuan intelijen dikirim guna menjalankan misi spionase atas musuh. Di antara mereka adalah Thulaihah Al-Asadi. Beliau memacu kudanya menempuh perjalanan sejauh enam mil menyusup ke dalam barisan musuh, dan mendapatkan data akurat. Thulaihah berhasil menewaskan dua komandan senior Persia, yang mana kekuatan masing-masingnya setara dengan 1.000 serdadu. Beliau juga menawan seorang komandan senior lainnya untuk dihadapkan kepada Sa’ad. Tawanan tersebut justru menceritakan sepak terjang Thulaihah yang menakjubkan, lalu menginformasikan bahwa musuh berkekuatan 120.000 personil dan di belakangnya terdapat jumlah pasukan yang sama. Setelah itu tawanan tersebut masuk Islam dan Sa’ad memberinya nama Muslim.

PERUNDINGAN SEBELUM MELETUSNYA PERTEMPURAN

Di saat kedua kubu saling berhadapan, Sa’ad mengutus Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu. Beliau segera datang dan langsung duduk di sisi Rustum. Hal ini membuat para pembesar Persia berang, namun dengan tenang beliau menjawab: “Sesungguhnya duduk di singgasana ini tidaklah meninggikan kedudukanku, dan tidak pula mengurangi kedudukan panglima kalian.”

Setelah itu Rib’i bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu diutus menemui Rustum. Bersamaan dengan itu, musuh telah menghiasi tenda dengan berbagai perhiasan yang menyilaukan mata. Mereka meletakkan sejumlah bantal berajut benang emas serta permadani yang terbuat dari sutera. Rustum sendiri memakai mahkota tengah duduk di atas singgasana yang terbuat dari emas.

Di sisi lain, Rib’i bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu datang menaiki seekor kuda pendek. Beliau masuk tenda dengan tetap mengenakan baju besi dan senjatanya. Namun, kedua perundingan ini berakhir tanpa membawa hasil.

BERKOBARNYA API PERTEMPURAN

Menjelang pecahnya pertempuran, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu tertimpa penyakit bisul di sekujur tubuhnya. Keadaan ini menghalangi beliau untuk memacu kudanya.

Pintu benteng sendiri tidak ditutup menunjukkan keberanian Sa’ad. Dari atas benteng, beliau mengatur pasukan dalam keadaan bersandar di atas dadanya yang terletak di atas bantal. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu menghadirkan para pemuka kaum, jagoan perang, dan penyair sebagai upaya mengobarkan ruh jihad tentara Islam.

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga memerintahkan agar dibacakan ayat-ayat jihad dari surat Al-Anfal. Hal ini membawa ketenangan bagi pejuang Islam. Mereka mengetahui kemenangan bukan dinilai dari kekuatan pasukan. Kemenangan adalah karunia dan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala.

Di sisi lain, Persia mempersiapkan 30.000 tentara khusus yang diikat dengan rantai besi agar tidak melarikan diri. Rustum sendiri mengenakan dua lapis baju besi. Rustum sempat mengalami mimpi buruk tentang kekalahan pasukannya. Dia adalah seorang dukun yang mengetahui ilmu perbintangan. Dia pun bersedih, namun ia menyembunyikan hal itu.

Seusai shalat zhuhur, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan takbir pertama, seluruh prajurit bertakbir dan menyiapkan diri. Takbir kedua, mereka kembali bertakbir dan bersiap dengan senjatanya. Takbir ketiga dikumandangkan, merekapun serempak bertakbir sembari bersiap memacu kuda-kuda. Dan setelah pekikan takbir keempat, seluruh prajurit menggempur barikade Persia hingga malam tiba, ibarat singa-singa garang yang memburu mangsanya. Bahkan singa saja tidak segarang mereka. Di hari itu, banyak korban berjatuhan dari pihak Islam. Gajah-gajah Persia membuat takut kuda-kuda Arab hingga lari darinya.

Pertempuran berkobar pada pagi hari kedua hingga larut malam. Al-Qa’qa’ bin ‘Amr memerintahkan agar memberikan kostum menyeramkan pada sejumlah unta Arab. Hal ini membuat kuda Persia ketakutan.

Sementara itu, bantuan pasukan Islam datang dari Syam sebanyak 6.000 personil. Tentara Islam benar-benar bertempur dengan gagah berani hingga larut malam. Di saat pergantian hari, kaum muslimin mengubur jenazah pejuang dan memindahkan prajurit yang terluka parah. Adapun mayat-mayat serdadu Persia dibiarkan bergelimpangan.

Pada pagi hari ketiga, mereka kembali berperang hingga sore hari. Tak terdengar pada hari itu melainkan suara pedang-pedang yang beradu. Sampailah pertempuran pada hari keempat. Milisi militan Islam berhasil melukai dan membunuh sejumlah gajah pasukan Persia.

AKHIR DARI PERTEMPURAN

Permukaan bumi Qadisiyyah bersimbah darah. Api perang terus berkobar. Para pejuang Islam terus maju menggempur barikade musuh. Matahari tergelincir siang itu, tiba-tiba berhembus angin kencang memporak-porandakan tenda-tenda Persia, termasuk tenda milik Rustum. Suasana menjadi samar tak jelas dipenuhi debu. Rustum hendak melarikan diri namun tewas terbunuh. Nasib serupa juga menimpa Jalinius.

Akhirnya, pasukan penyembah api itu mengalami kekalahan telak dan lari tercerai-berai. Para pejuang Islam dengan leluasa membunuh dan mengejar ke mana pun mereka menuju, baik ke arah sungai, gunung maupun lembah. Jumlah pasukan Persia yang terbunuh pada perang ini sebanyak 40.000 tentara. Adapun jumlah pasukan Islam yang gugur sebanyak 2.500 tentara.

Itulah para mujahidin sejati yang berupaya menaati Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka sibuk memperbaiki anak panah dan meruncingkan ujung tombak. Barisan ksatria yang selalu bergemuruh membaca Al-Qur’an ketika malam tiba. Adapun di siang hari, mereka adalah para penunggang kuda yang tangguh tak terkalahkan. Berjuang sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ikhlas mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala turunkan pertolongan untuk mereka dan memberi mereka kemenangan. Walhamdulillah..

Buletin Al-Ilmu Edisi No: 16 / IV / IX / 1432

Mengapa Syiah Hanya Berpusat di Iran, Tidak di Negara Lain?

SEPERTI yang kita ketahui, Iran adalah salah satu negara Syiah terbesar di dunia. Iran terkenal dengan sejarahnya yaitu ‘Revolusi (Islam) Iran’ yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini, seorang pemimpin besar Syiah. Namun, pernahkah kita bertanya, “Mengapa Syiah itu berpusat di Iran dan tidak di negara lain?”
Iran merupakan negara yang dahulunya dikenali dengan nama Parsi. Parsi merupakan sebuah kerajaan yang besar dimana mayoritas penduduknya menganut agama Majusi (penyembah api, atau lebih dikenal sebagai Zoroasterisme). Kehidupan mereka mewah dengan harta benda, kerana memang kota-kota di Parsi indah dan subur, serta peradabannya cukup maju pada masa itu.
Pada abad ke-7 Masehi, ketika cahaya Islam baru saja menjadi satu kekuatan besar dalam percaturan kekuasaan di dunia, Islam tampil sebagai ‘rising star’ di bawah pimpinan Umar Al-Khattab. Ketika itu, Umar mengembangkan wilayah Islam hingga ke Parsi, dimana pada ketika itu Parsi bernama Sassania. Pertempuran tentara Islam melawan tentara Parsi yang dikenal dengan nama peperangan Qadisiyah, di antaranya Saad bin Abi Waqqash melawan panglima Parsi, Rustum. Parsi akhirnya kalah. Peperangan demi peperangan melemahkan lagi kerajaan Parsi sekaligus menenggelamkan Kaisar Parsi ke ambang kehancuran. Akhirnya kerajaam Parsi benar-benar runtuh dalam Perang Madain pada tahun 651 Masehi.
Pada ketika itu, banyak kaum Majusi yang berpura-pura memeluk agama Islam. Niat mereka hanyalah satu : untuk menghancurkan Islam dari dalam. Mereka menyusun rencana demi meruntuhkan kekuasaan kaum muslimin dengan cara menyelewengkan ajaran Islam dengan mencampuradukkan aqidah Majusi dan Yahudi.
Dan di antara rencana itu adalah dengan pembunuhan Umar Al-Khattab, Khalifah Islam yang telah meruntuhkan kerajaan Majusi Kaisar Parsi. Itulah mengapa Syiah benar-benar benci kepada Umar Al-Khattab. Kebencian yang amat sangat itu bisa dilihat dengan pengagungan Abu Lu’luah (pembunuh Khalifah Umar) dengan gelar ‘Bapak Pembela Agama’
Sementara salah seorang puteri kaisar terakhir mereka, yaitu Yazdegerd III telah menjadi tawanan kaum Muslimin sejurus setelah kejatuhan Kaisar Parsi. Puteri Kaisar itu akhirnya dinikahkan dengan Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Maka, karena ini jugalah mereka begitu fanatik dan cenderung ‘mendewakan’ Hussein bin Ali. Hussein memiliki keturunan dari puteri Sassania yang mereka anggap sebagai keramat.
Di sini terjawablah sudah mengapa Syiah berpusat di Iran. Syiah adalah agama yang ‘dilahirkan’ untuk membalas dendam kekalahan Kaisar Parsi terhadap Islam. Syiah adalah simbol hasad dan kemarahan kaum Parsi kepada bangsa Arab umumnya dan kaum Muslimin khususnya.
Peneliti Iran: Permusuhan Syiah pada Umar bin Khattab Dibungkus Baju Agama dan Mazhab

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Kabupaten Pati pada Selasa, (27/04) mengadakan seminar “Membongkar Kesesatan Syiah”. Acara yang dihadiri sekitar 500 kaum muslimin itu digelar bersamaan dengan pelantikan pengurus DDII Kabupaten Pati.
KH. Abdul Wahid, salah seorang ulama dari Gemolong Sragen dalam seminar itu menyampaikan bahwa syiah bukanlah bagian dari Islam. Bahkan, aliran syiah dapat membahayakan akidah umat Islam.
“Agama syiah bukan agama Islam, tetapi agama baru yang dibangun di atas kedustaan, kebencian serta kedengkian para bangsawan dan pemuka agama Majusi-Persia (sekarang Iran, red). Karena kerajaan mereka dihancurkan oleh tentara kaum muslimin pada masa khalifah Umar bin Khattab pada tahun 14 H,” ujar KH. Abdul Wahid dalam kesempatannya.
Beliau juga mengutip pernyataan Dr. Lawrence Brown, seorang orientalis berkebangsaan Inggris yang tinggal di Iran selama waktu yang panjang dalam penelitiannya tentang sejarah bangsa Iran.
Dalam karyanya yang berjudul “Tarikh Adabiyat Iran Juz I halaman 217, Brown menuturkan, “Di antara faktor terpenting yang menyebabkan permusuhan bangsa Iran terhadap Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Khalifah Rasyidah II adalah karena beliau telah menaklukkan negeri bangsa non Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan tersebut dibungkus dengan baju agama dan madzhab.”
Brown juga menjelaskan bahwa kebencian kelompok syiah kepada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bukan karena merampas hak-hak Ali bin Abu Tahalib  radhiyallahu ‘anhu, dan Fathimah radhiyallahu ‘anha, tetapi karena beliau menaklukkan Iran dan menumbangkan Dinasti Sassaniyah.
Sementara, pembicara kedua adalah Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid, salah seorang relawan kemanusiaan Suriah. Beliau menceritakan bagaimana kebrutalan dan kebiadaban syiah nushairiyah yang telah membantai umat Islam di Suriah.
Ketika di temui reporter Kiblat.net, panitia acara ini menegaskan bahwa seminar semacam ini diadakan untuk membangkitkan kewaspadaan umat akan bahayanya gerakan syiah.
 “Seminar ini kita adakan agar umat Islam di Pati dan sekitarnya ini, waspada akan kesesatan syiah dan perkembangannya. Apalagi di daerah Bangsri, Jepara yang tetangga kabupaten itu sudah ada komunitas syiah yang sudah terang terangan dalam menjalankan Ibadah. Bahkan, sampe punya sekolah dan masjid sendiri,” ujar salah seorang panitia acara yang tidak menyebutkan namanya.


Penaklukkan Di Irak Dan Wilayah Timur / Peperangan Qadisiyah (Bag. 3 – Selesai)

                                                                     
                                               sejarah perkembangan islam di timur tengah
UTUSAN KEPADA RAJA KISRA MENDAKWAHINYA KEPADA ISLAM
Sa’ad telah mengirim beberapa orang sahabatnya kepada Kisra untuk mendakwahinya agar masuk Islam sebelum mereka diserang. Mereka minta izin untuk dapat bertemu Kisra, mereka diberi izin masuk, sementara penduduk negeri itu keluar untuk melihat pakaian mereka yang aneh dengan selendang-selendang di atas pundak mereka dan cemeti di tangan-tangan mereka, dengan sandal-sandal yang mereka kenakan, kuda-kuda mereka yang lemah yang memukul tanah dengan kaki-kakinya, mereka sangat heran dengan penampilan para utusan tersebut. Bagaimana mungkin orang-orang seperti mereka dapat menaklukkan pasukan musuh yang bilangannya berlipat ganda dari mereka dan dilengkapi berbagai perlengkapan yang sempurna!!

Mereka diizinkan Raja Yazdigrid untuk datang menemuinya, dan didudukkan di hadapannya –Raja ini terkenal dengan kesombongannya dan tidak beradab– kemudian dia mulai bertanya kepada mereka mengenai pakaian yang mereka kenakan apa namanya? Tentang selendang mereka, sandal dan cemeti yang mereka bawa, setiap kali pertanyaannya dijawab maka dia berbicara seolah-olah optimis akan menang melawan mereka –padahal Allah akan memutarbalikkan rasa optimisnya menjadi kehancuran di atas kepalanya– kemudian dia bertanya, “Kenapa kalian datang ke negeri ini?” Apakah kalian merasa mampu menaklukkan kami ketika kami sibuk mengurusi urusan dalam negeri kami yang sedikit goncang?”

An-Nu’man bin Muqarrin menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mencurahkan rahmat-Nya kepada kami. Dia mengutus kepada kami seorang Rasul yang menunjukkan kami kebaikan dan memerintahkan kami untuk mengamalkannya. Dia juga menunjuki kami perkara kejelekan dan mencegah kami untuk melakukannya. Dia menjanjikan kepada kami kebaikan dunia dan akhirat jika kami mengikutinya. Setiap kali dia mendakwahkan agama ini kepada setiap kabilah pasti kabilah tersebut terpecah dua sebagian mengikutinya dan sebagian mendustakannya. Hanya orang-orang tertentu yang masuk ke dalam agamanya.
Dia terus berdakwah dalam jangka waktu yang ditentukan Allah. Hingga akhirnya dia diperintahkan untuk memerangi orang-orang Arab yang menyelisihinya. Akhirnya dia menjalankan perintah tersebut dan memerangi seluruh Jazirah Arab hingga seluruhnya tunduk dan masuk ke dalam Islam dengan sukarela ataupun terpaksa.
Akhirnya kami dapat memahami keutamaan agama yang dibawanya dibandingkan keadaan kami sebelumnya yang saling bermusuhan dan hidup dalam kesempitan. Setelah itu dia memerintahkan kami untuk mendakwahkan agama ini kepada umat yang terdekat dengan kami. Karena itulah kami mendakwahi kalian untuk masuk ke dalam agama ini, agama Islam yang akan menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, jika kalian menolak maka kalian akan mendapati keburukan yang lebih ringan dari keburukan terakhir yaitu membayar jizyah, jika kalian menolak maka pilihan terakhir adalah perang.
Jika kalian menerima agama kami, kami akan meninggalkan kepada kalian kitab Allah sebagai hukum yang wajib kalian terapkan di tengah kalian. Kami akan kembali ke negeri kami, dan uruslah negeri kalian sendiri. Jika kalian membayar upeti kepada kami, maka kami akan menerimanya dan kalian akan kami lindungi, jika kalian enggan maka kami akan memerangi kalian.”
Kemudian Yazdigrid berbicara, “Aku tidak pernah mengetahui suatu bangsa di atas muka bumi ini yang lebih buruk nasabnya, paling sedikit jumlahnya, dan paling miskin melebihi kalian. Sebelumnya kami memberikan kuasa kepada Qura ad-Dhawahi untuk mengurusi kalian dan melindungi kalian agar tidak diperangi oleh musuh, dan kalian tidak sanggup untuk menaklukkan mereka, maka jika sekarang jumlah personil kalian telah banyak janganlah kalian merasa bangga dan merasa akan dapat mengalahkan kami. Tetapi jika kelaparan dan kesultian hidup yang mengeluarkan kalian hingga datang ke tempat ini, maka kami akan membagi-bagikan makanan untuk kalian, dan kami akan menghormati kalian. Kami juga akan memberikan pakaian kepada kalian dan akan kami angkat seorang raja yang bijaksana untuk mengurusi kalian.”
Sejenak semua terdiam, kemudian al-Mughirah bin Zurarah bin Nabbasy al-Usaidi menjawab perkataannya hingga membuatnya terdiam dan menuntut agar raja tersebut mau membayar jizyah dalam keadaan hina jika tidak mau menerima Islam.
PEPERANGAN QADISIYAH
Pertempuran di Qadisiyah adalah pertempuran terbesar yang tidak pernah terjadi sebelumnya di Irak. Ketika dua pasukan telah berhadap-hadapan, Sa’ad tertimpa penyakit irqunnisa dan bisul-bisul yang tumbuh di sekujur tubuhnya hingga tidak dapat mengendarai kudanya. Dia hanya dapat menyaksikan pertempuran di dalam benteng dengan bersandar di atas dadanya yang terletak di atas bantal sambil mengatur tentaranya. Dia telah mewakilkan urusan perang ini kepada Khalid bin Urfuthah, di sayap kanan dia menempatkan Jarir bin Abdillah al-Bajili, dan di sayap kiri dia mengangkat Qais bin Maksyuh. Qais dan al-Mughirah adalah pasukan bantuan yang dikirimkan Abu Ubaidah dari Syam selesai pertempuran di Yarmuk.
Sa’ad melaksanakan shalat zuhur dengan pasukannya kemudian dia berpidato memberikan wejangan kepada kaum muslimin serta memberi semangat untuk berjihad dan ia membacakan ayat,
Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shalih.” (QS. Al-Anbiya: 105)
Dia membacakan ayat Jihad dan surat yang berkenaan dengan masalah itu. Setelah itu Sa’ad bertakbir empat kali, selesai takbir keempat mereka langsung maju menyerbu musuh hingga malam tiba. Kemudian mereka berhenti bertempur, sementara dari kedua belah pihak telah banyak yang menjadi korban.
Pada pagi harinya pertempuran kembali berkobar hingga larut malam pertempuran masih terus berjalan setelah itu mereka berhenti. Pada pagi hari berikutnya mereka kembali bertempur hingga sore tiba. Esok harinya (hari ketiga) mereka kembali bertempur hingga sore hari, dan malam ini disebut dengan malam al-Harir.
Pada pagi hari yang keempat mereka bertempur dengan sengitnya. Hari itu kaum muslimin mengalami kesulitan disebabkan pasukan bergajah musuh membuat kuda-kuda Arab berlarian menghindarinya. Maka para sahabat berusaha menghabisi seluruh gajah-gajah dengan para pengendara yang mengandalikannya. Mereka berhasil melukai dan membutakan mata-mata gajah ini. Beberapa orang dari tentara kaum muslimin benar-benar menunjukkan kebolehannya dalam bertempur mati-matian memerangi musuh, seperti Thulaihah al-Asadi, Amr bin Ma’di Karib, al-Qa’qa bin Amr, Jarir bin Abdillah al-Bajili, Dhirar bin al-Khaththab, Khalid bin Urfuthah dan lain-lainnya.
Pada waktu matahari tergelincir di hari ini –disebut dengan hari Qadisiyah tepatnya hari senin bulan Muharram tahun 14 H. Sebagaimana yang dikatakan Saif bin Umar at-Tamimi– tiba-tiba angin berhembus sangat kencang hingga menerbangkan tenda-tenda tentara Persia dari tempatnya. Bahkan berhasil menerbangkan dan menjatuhkan singgasana Rustam yang biasa didudukinya. Rustam segera menaiki kudanya dan melarikan diri, namun kaum muslimin segera mengejarnya dan berhasil membunuhnya. Mereka juga berhasil membunuh Jalinius yang berada di posisi depan pasukannya.
Akhirnya tentara Persia mengalami kekalahan telak. Mereka melarikan diri kocar-kacir sementara kaum muslimin dengan leluasa mengejar dan membunuh mereka, maka tentara Islam berhasil membunuh 30.000 pasukan musuh pada hari itu, dan sebelumnya mereka telah membunuh 10.000 tentara Persia, adapun jumlah pasukan Islam yang terbunuh pada hari ini dan hari sebelumnya 2500 orang –semoga Allah merahmati mereka–. Kaum muslimin terus mengejar pasukan persia hingga mereka masuk ke dalam kota al-Madain tempat kediaman raja dan istana kekaisarannya.
Yang berhasil membunuh Rustam adalah Hilal bin Ullafah at-Taimi dan yang menghabisi Jalinius adalah Zuhrah bin Hawaiah as-Sa’di.
Adapun Sa’ad radhiallahu ‘anhu tidak dapat turut bertempur disebabkan penyakitnya. Namun dia terus menerus memantau perkembangan pasukannya sambil memberikan instruksi untuk kebaikan pasukannya, meski demikian dia tidak menutup pintu istana karena keberaniannya, hingga andaikata tenteranya lari pasti dengan mudah tentara Persia dapat menangkapnya dengan tangan mereka tanpa ada perlawanan darinya, dan ketika itu dia membawa Istrinya Salma binti Khasafah yang sebelumnya adalah istri dari al-Mutsanna bin Haritsah.
Ketika sebagian kuda berlari di hari itu istrinya sangat kaget dan takut seraya berkata, “Aduhai al-Mutsanna… mungkin aku tidak lagi memiliki al-Mutsanna setelah hari ini,” Maka Sa’ad marah mendengarnya dan menampar wajahnya. Istrinya menjawab, “Alangkah pengecutnya dirimu” –dia mencelanya karena hanya duduk di istana pada waktu peperangan berkecamuk– ini adalah suatu bentuk pembangkangan darinya padahal dialah yang lebih mengerti udzur suaminya tidak dapat bertempur disebabkan penyakit yang menghalanginya.
KEPAHLAWANAN DAN KEBERANIAN ABU MIHJAN
Waktu itu Abu Mihjan berada di dalam istana. Ia dipenjarakan karena minum Khamr, dan sebelumnya dia telah berkali-kali didera disebabkan perbuatannya tersebut. Maka kali ini Sa’ad memerintahkan agar dia diikat dan ditahan di dalam istana. Ketika dia melihat kuda-kuda berputar-putar di sekitar istana, maka bangkitlah kemarahan dan semangatnya bertempur. Dia adalah salah seorang dari pahlawan yang paling pemberani dalam peperangan. Maka Abu Mihjan bersyair menceritakan kesedihannya:
Alangkah sedihnya hati melihat kuda-kuda perang berkeliling sekitar istana
Sementara aku ditinggalkan sendiri dalam keadaan terbelenggu kuat
Jika aku berdiri namun penjara besi ini tertutup
Sementara orang-orang lain yang telah terbunuh dalam peperangan seakan-akan memanggilku
Aku sebelumnya adalah orang yang banyak harta dan saudara
Tetapi sekarang mereka meninggalkanku seolah-olah aku tidak lagi memiliki saudara
Setelah itu dia bermohon kepada Zubara –Ummu Walad- milik Sa’ad agar melepaskannya dan meminjamkan Kuda Sa’ad kepadanya. Dia bersumpah akan kembali lagi pada sore hari dan akan kembali meletakkan kakinya dalam belenggu, maka wanita itu akhirnya melepaskannya.
Dia segera mengendarai kuda Sa’ad dan keluar turut bertempur dengan gagah berani di medan perang. Sa’ad heran melihat kudanya yang keluar antara percaya dan tidak menyaksikan penunggang kuda itu adalah Abu Mihjan, karena sepengetahuannya Abu Mihjan berada di dalam istana dalam keadaan terbelenggu. Ketika sore hari tiba Abu Mihjan kembali dan meletakkan belenggu di kakinya. Maka Sa’ad turun dan mendapati kudanya penuh dengan peluh keletihanm, maka dia berkata, “Kenapa begini?” Maka mereka menyebutkan padanya kisah Abu Mihjan, maka Sa’ad senang mendengarnya dan melepaskannya –semoga Allah meridhai keduanya-.
SURAT SA’AD KEPADA UMAR MEMBERITAKAN KEMENANGAN MEREKA
Sa’ad segera mengirim surat kepada Umar menyampaikan kabar gembira atas kemenangan mereka, lengkap dengan jumlah pasukan musuh maupun kaum muslimin yang terbunuh, surat tersebut dibawa oleh Umailah al-Fazari. Isi surat itu sebagai berikut:
“Amma ba’du, sesungguhnya Allah telah menenangkan kami atas bala tentara Persia. Ini merupakan ketetapan yang pasti akan terjadi sebagaimana orang-orang sebelum mereka yang seagama dengan mereka. Telah terjadi pertempuran yang cukup panjang dan alot. Persia telah membawa pasukan dalam jumlah sangat besar untuk menghadapi kaum muslimin. Belum pernah terlihat sebelumnya pasukan sebanyak itu. Namun seluruhnya tidak berguna dan sisa-sia di hadapan Allah, bahkan Allah telah memindahkan kekuasaan dari mereka ke tangan kaum muslimin. Kaum muslimin terus mengejar mereka ke manapun mereka berlari, baik ke arah sungai, gunung ataupun lembah.
Pasukan yang terbunuh dari kaum muslimin adalah Sa’ad bin Ubaid al-Qari, si fulan, fulan, dan lain-lain yang tidak kita ketahui namun Allah mengetahui mereka. Mereka selalu bergemuruh membaca Alquran ketika malam mulai tiba seolah-olah dengungan lebah, dan mereka ibarat singa-singa yang garang di siang hari. Bahkan singa saja tidak segarang mereka. Tidak ada kelebihan bagi orang yang mendahului mereka dengan orang yang masih hidup di antara mereka selain mati syahid yang belum ditakdirkan untuk mereka.”
Disebutkan bahwa Umar membacakan berita gembira ini dari atas mimbar, setelah itu Umar berkata, “Aku tidak ingin melihat ada kekurangan dan kebutuhan kalian kecuali akan kupenuhi dan kututpi agar kita sama-sama merasakan kelapangan. Jika kita tidak mampu melakukan itu, kita akan berusaha hidup secukupnya dan apa adanya. Aku ingin kalian mengetahui bahwa apa yang kalian makan dan rasakan demikian pula yang aku makan dan aku rasakan. Aku tidak pernah mengajari kalian kecuali terus bekerja dan beramal.
Demi Allah aku bukanlah Raja yang memperbudak kalian. Aku hanyalah hamba Allah yang dibebani amanah untuk aku pikul. Jika segala limpahan rezeki sampai kepada kita aku kembalikan dan aku bagi-bagikan kepada kalian hingga kalian merasa kenyang di rumah-rumah kalian, maka aku akan berbahagia, tetapi jika aku membawa seluruh limpahan rezeki itu ke dalam rumahku maka aku akan celaka. Walaupun senang sesaat tetapi pasti aku akan bersedih selamanya, dan aku akan digunjing dan dicela.”
Saif berkata dari syaikhnya mereka berkata, “Orang-orang Arab dari suku Uzaib dan Aden Abyan menunggu-nunggu hasil peperangan Qadisiyah. Mereka mengetahui dengan pasti bahwa eksis maupun runtuhnya kerajaan mereka sangat bergantung dari hasil peperangan ini. Mereka mengutus para utusan mereka dari segala penjuru untuk mencari berita tentang pertempuran tersebut.
Seluruh Negeri Irak yang sebelumnya  telah ditaklukkan oleh Khalid, kemudian mereka berkhianat membatalkan seluruh kesepakatan dan perjanjian yang telah dibuat dengan kaum muslimin secara sepihak, kecuali penduduk Banqiya dan Barusma serta penduduk negeri Ullais. Usai pertempuran Qadisiyah ini seluruhnya kembali takluk kepada kaum muslimin dan masing-masing mengklaim bahwa mereka dipaksa Persia untuk membatalkan perjanjian, dan Persia telah mengambil hasil bumi dan lain-lainnya dari mereka. Namun kaum muslimin sengaja menerima segala laporan mereka dalam rangka menarik hati mereka.
Ibnu Ishaq berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 15 H. Sementara Waqidi mengklaim bahwa pertempuran ini terjadi pada tahun 16 H. Adapun Saif bin Umar dan mayoritas ahli sirah menyatakan bahwa kejadian ini pada tahun 14 H, sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, wallahu a’lam.
Selesai.
Referensi: Albidayah Wan Nihayah


Penaklukkan Di Irak Dan Wilayah Timur (Bag. 2)

                                                              
                                            pembebasan irak
MUKADDIMAH PEPERANGAN
Kemudian Sa’ad berjalan dan berhenti di Qadisiyah sambil mengutus pasukan-pasukan kecil (guna mengintai musuh, pen.). Satu bulan dia menetap di tempat itu namun belum terlihat seorang pun dari tentara Persia. Sa’ad segera memberitakan hal ini kepada Umar. Sementara pasukan-pasukan kecilnya datang membawa makanan dari segala penjuru. Seluruh rakyat Persia pun menjadi gempar dan ribut melaporkan perilaku kaum muslimin yang mengambil harta dan menawan sebagian wanita mereka kepada Yazdigrid. Mereka berkata, “Jika kalian tidak dapat menyelamatkan kami maka kami akan kembali mengikat perjanjian damai dan akan kami serahkan benteng kami kepada mereka.”

Maka Persia sepakat untuk mengirim Rustam ke sana. Yazdigrid segera menginstruksikan kepada Rustam untuk memimpin pasukan ke sana, namun Rustam merasa keberatan dan minta dibebastugaskan. Dia berkata, “Strategi ini adalah strategi yang keliru dalam bertempur. Dalam menghadapi Arab strategi yang jitu adalah menyerang mereka dengan pasukan yang silih berganti datang menyerang, satu pasukan kemudian diikuti dengan pasukan lainnya dan seterusnya. Strategi inilah yang lebih dahsyat untuk mengalahkan bangsa Arab daripada mengerahkan seluruh tentara dalam jumlah besar secara sekaligus dalam satu waktu.” Namun Raja bersikeras untuk melaksanakan keinginannya, maka Rustam segera menyiapkan diri untuk bertempur.

Sebelumnya Sa’ad telah mendengar dari para mata-matanya yang diutus ke Hirah dan Sholuba bahwa Raja telah memilih Rustam bin al-Farrakhzad al-Armani sebagai Panglima tertinggi pasukan dan telah menempatkan pasukannya di tenda-tenda mereka. Maka Sa’ad segera mengirim surat kepada Umar memberitahukan perkembangan yang terjadi. Maka Umar membalas dan berkata, “Jangan engkau merasa sempit dan takut dengan berita yang sampai kepadamu tentang mereka, ataupun berita yang mereka sampaikan langsung kepada kalian, tetapi mintalah bantuan kepada Allah serta bertawakallah pada-Nya. Utuslah orang-orang yang cerdik pandai dan sabar dalam bertempur agar berdoa kepada Allah. Sesungguhnya doa mereka akan membuat lemah musuh, dan kirimkan kepadaku berita setiap hari.
Ketika Rustam dan pasukannya telah mendekat dan mereka telah mendirikan tenda-tenda mereka di Sabath, Sa’ad mengirim surat kepada Umar dan berkata padanya, “Sesungguhnya Rustam telah tiba dan menempatkan pasukannya di Sibath dengan membawa kuda-kuda dan gajah-gajah untuk menyerbu kami. Tidak ada yang lebih penting menurutku sebagaimana yang kau inginkan dariku daripada bermohon dan bertawakkal kepada Allah.”
Rustam mulai membekali pasukannya dan menyusun formasi. Pasukan penyerang di depan sebanyak 40.000 di bawah pimpinan Jalinius, sementara sayap kanan pertahanan sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Hurmuzan, dan sayap kiri sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Mihran bin Bahram, pasukan pertahan belakang dipimpin oleh al-Bairuzan sebanyak 20.000 orang, jumlah seluruh pasukan adalah 120.000 personil. Dalam sebuah riwayat sebanyak 20.000 ditambah 80.000 pasukan dengan 33 ekor gajah.
UTUSAN YANG DIKIRIM KEPADA RUSTAM UNTUK MENDAKWAHINYA
Sa’ad mengutus beberapa orang senior untuk menghadap Rustam, di antaranya adalah an-Nu’man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan, Hanzhalah bin Rabi’ at-Tamimi, Atharid bin Hajib, al-Asy’ats bin Qais, al-Mughirah bin Syu’bah, dan Amr bin Ma’di sambil mendakwahinya kepada Agama Allah. Rustam bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian datang kemari?” Mereka menjawab, “Kami datang untuk mendapatkan apa yang Allah janjikan dan anak-anak, serta menguasai harta kalian, kami merasa yakin akan mendapatkannya segera.”
Saif bin Umar menyebutkan bahwa Rustam sengaja melambat-lambatkan pertemuannya dengan Sa’ad, hingga diperhitungkan sejak dia keluar dari Madain dan bertemu dengan Sa’ad di Qadisiyah memakan waktu empat bulan. Andaikata tidak diperintahkan raja agar dia segera menemui Sa’ad tapi dia tidak akan menemuinya.
Ketika pasukan Rustam telah mendekati tentara Sa’ad, maka Sa’ad ingin mengetahui bagaimana sesungguhnya kondisi dan persiapan mereka. Dia mengerahkan satu rombongan dari pasukannya untuk membawa salah seorang dari tentara Persia, dan di antara rombongan tersebut terdapat Thulaihah al-Asadi yang pernah mengaku sebagai Nabi kemudian bertaubat.
Ketika Sa’ad mengutus rombongan ini segera Thulaihah menembus pasukan musuh, melewati ribuan pasukan dan berhasil membunuh banyak para jagoan Persia hingga berhasil menawan salah seorang dari mereka dan menggiringnya kepada Sa’ad dalam keadaan tidak berdaya. Maka Sa’ad bertanya padanya tentang pasukan mereka, tetapi lelaki itu malah menceritakan bagaimana kehebatan dan keberanian Thulaihah. Sa’ad berkata kepadanya, “Bukan ini yang aku inginkan tapi beritahukan kami berapa jumlah tentara Rustam.” Dia menjawab, “Dia membawa 120.000 pasukan dan di belakangnya diikuti dengan pasukan dalam jumlah yang sama.” Seketika itu juga tawanan tersebut masuk Islam di tempat, alhamdulillah.
MENGUTUS AL-MUGHIRAH BIN SYUBAH
Saif meriwayatkan dari syaikhnya, ketika dua pasukan saling berhadapan, maka Rustam mengirim seseorang pasukannya kepada Sa’ad dan meminta agar mengirimkan padanya seorang yang piawai untuk diajak berdialog. Maka segera Sa’ad mengutus al-Muughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu.
Ketika ia bertemu dengan Rustam, Rustam berkata, “Sesungguhnya kalian adalah tetangga kami, sebelumnya kami selalu berbuat baik kepada kalian, dan menahan diri untuk tidak menyakiti kalian, maka kembalilah ke negeri kalain kami tidak akan mencegat dan mengahlangi jalur perdagangan kalian untuk masuk ke negeri kami.”
Al-Mughirah menjawab, “Kami tidak menginginkan dunia, tetapi yang kami cari dan harapkan adalah akhirat. Dan Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami dan berkata padanya, “Sesungguhnya Aku akan mengalahkan orang-orang yang tidak mau beragama dengan agama yang Aku turunkan, dan Aku akan menghukum mereka melalui tangan umatnya, dan Aku akan tetap memenangkan mereka selama mereka tetap mengakui agama ini. Inilah agama yang haq, siapa saja yang menolaknya akan dihinakan, dan yang berpegang teguh dengannya akan dimuliakan.” Rustam bertanya padanya, “Agama apakah itu?” Al-Mughirah menjawab, “Adapun asas yang tidak akan sah keislaman seorang kecuali dengannya yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mengakui seluruh yang datang dari Allah.”
Rustam berkata, “Alangkah baiknya agama ini, apa lagi berikutnya?” Al-Mughirah melanjutkan, “Kami diutus untuk mengeluarkan dan membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia agar merdeka dan hanya menjadi hamba Allah semata.”
Rustam kembali berkata, “Itu juga sangat baik, apa lagi berikutnya?” Al-Mughirah menjawab, “Seluruh manusia adalah anak Adam, dan mereka seluruhnya bersaudara dari ayah dan ibu yang satu.” Rustam kembali berkata, “Ini juga sangat baik,” kemudian Rustam berkata lagi, “Bagaimana jika kami masuk ke dalam agama kalian apakah kalian akan kembali ke negeri kalian?” Al-Mughirah menjawab, “Ya demi Allah dan kami tidak akan mendekati negeri kalian kecuali untuk berdagang ataupun keperluan lainnya.”
Rustam berkata, “Alangkah bagusnya agama ini.” Ketika al-Mughirah keluar segera Rustam memberitakan hasil dialognya dengan al-Mughirah dan menawarkan kepada petinggi Persia agar menerima tawaran Islam namun mereka menolak tawarannya.
MENGUTUS RIB’IY BIN AMIR
Setelah itu Sa’ad mengutus utusan lainnya kepada Rustam yaitu Rib’iy bin Amir ats-Tsaqafi, maka Rib’iy segera masuk menemuinya sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata mahal, dan perhiasan lainnya yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota sedang duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas. Sementara Rib’iy masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai dan kuda yang pendek, Rib’iy masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani. Kemudian dia turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar.
Setelah itu dia langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalanya, maka mereka berkata, “Letakkan senjatamu!” Dia menjawab, “Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari, jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan begini. Dan jika tidak kalian izinkan aku akan segera kembali. Rustam berkata, “Biarkan dia masuk.”
Rib’iy pun datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah hingga permadani yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya. Mereka bertanya padanya, “Apa yang membuat kalian datang ke sini?” Dia menjawab dengan lantang, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka menghambakan diri hanya kepada Rabb manusia, dan mengeluarkan mereka dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas, dan mengeluarkan mereka dari kezhaliman agama-agama yang ada kepada keadilan Islam. Maka Dia mengutus kami membawa dakwah kami, kami akan merasa senang menerimanya dan kami akan pulang meninggalkannya, tetapi barangsiapa menolak kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepada kami.”
Mereka bertanya, “Apa yang dijanjikan Allah kepada kalian?” Dia menjawab, “Yaitu surga bagi siapa saja dari kami yang terbunuh dalam peperangan ini, dan kemenangan bagi yang hidup.” Maka Rustam berkata, “Aku telah mendengar seluruh perkataan kalian tetapi maukah kalian memberi kami tangguh sejenak hingga kami berpikir dan kalian juga berpikir?” Dia mengatakan, “Ya! Berapa hari kalian minta ditangguhkan? Satu atau dua hari?” Dia berkata, “Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimpin kaum kami.” Rib’iy berkata, “Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menunda peperangan setelah bertemu musuh lebih dari tiga hari, maka silahkan kalian berpikir ulang dan pilih satu pilihan jika masa penangguhan berakhir.” Mereka bertanya, “Apakah engkau pemimpin mereka?” Dia menjawab, “Tidak, tetapi seluruh muslim ibarat satu tubuh, yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi sekalipun.”
Akhirnya Rustam segera mengumpulkan para petinggi kaumnya dan berkata kepada mereka, “Pernahkah kalian melihat seseorang yang perkataannya lebih mulia dan lebih baik dari orang ini?” Mereka berkata, “Jangan sampai engkau terpengaruh dengan ucapan anjing ini dan meninggalkan agamamu, tidakkah kau lihat bagaimana pakaiannya?” Dia berkata kepada mereka, “Celakalah kalian jangan hanya melihat kepada penampilan dan bajunya, tetapi lihatlah betapa cemerlangnya perkataan pemikiran dan jalan hidupnya. Sesungguhnya orang Arab tidak pernah merasa bangga dan begitu peduli dengan pakaian dan makanan. Tetapi mereka benar-benar menjaga harga diri.”
MENGUTUS HUDZAIFAH BIN MIHSHAN
Pada hari ketiga dari masa penangguhan mereka kembali meminta satu orang utusan kaum muslimin untuk datang. Maka Sa’ad mengutus Huzaifah bin Mihshan kepada mereka, dan dia juga berbicara sebagaimana yang telah disampaikan Rib’iy.
KEDATANGAN SA’AD KE QADISIYAH
Ibnu Jarir berkata, “Muhammad bin Abdullah bin Shafwan ats-Tsaqafi telah berkata kepadaku, dia berkata, Umayyah bin Khalid telah menyampaikan kepada kami, Abu Uwanah dari Husain bin Abdurrahman juga telah berkata kepada kami. Dia berkata, Abu Wail berkata, Sa’ad datang dan berhenti di Qadisiyah bersama pasukannya, dia berkata, ‘Aku tidak tahu pasti mungkin jumlah personil kita tidak lebih dari tujuh hingga delapan ribu saja, sementara orang musyrik berjumlah 30.000 atau lebih. Mereka berkata kepada kami, ‘Kalian tidak memiliki tangan, kekuatan maupun senjata, kenapa kalian datang kemari? Kembalilah!’ Kami menjawab, ‘Kami tidak akan pulang,’ mereka tertawa melihat busur-busur kami dan berkata, ‘Duk…duk.’ mereka mengumpamakannya dengan alat pemintal.
Dia berkata, ‘Ketika kami tidak mau kembali, mereka berkata, ‘Utuslah salah seorang yang berakal dari kalian untuk datang kesini dan menerangkan kepada kami misi kalian datang ke sini.’
Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, ‘Aku yang akan datang.’ Maka al-Mughirah segera menyeberang datang kepada mereka. Dia duduk bersama Rustam di atas dipan, maka orang-orang berteriak melihat sikapnya, sementara dia dengan tenang menjawab, ‘Sesungguhnya duduk di tempat ini tidak akan membuat derajatku lebih tinggi dan tidak pula mengurangi derajat raja kalian.’ Rustam berkata, ‘Dia benar.’
Kemudian Rustam bertanya, ‘Apa yang membuat kalian datang ke sini?’ Al-Mughirah menjawab, ‘Kami adalah kaum yang dulunya dalam keburukan dan kesesatan, maka Allah mengutus Nabi-Nya kepada kami dan menunjuki kami dengan perantaraannya dan memberikan rezeki kepada kami melalui dua tangannya. Dan di antara rezeki yang dijanjikan Allah pada kami adalah biji yang tumbuh di negeri ini, tatkala kami makan dan kami berikan keluarga kami, mereka berkata, ‘Kami tidak sabar untuk memakan lebih banyak lagi, bawalah kami ke negeri itu hingga kami dapat makan buah itu sepuasnya.’
Rustam menjawab, ‘Kalau demikian kami akan memerangi kalian.’ Al-Mughirah berkata, ‘Jika kalian memerangi kami dan kami terbunuh maka kami akan masuk surga, sebaliknya jika kami memerangi kalian dan kalian terbunuh pasti masuk neraka.’ Al-Mughirah melanjutkan, ‘Atau kalian membayar jizyah?’ Ketika mendengar tawaran jizyah mereka ribut dan berteriak, ‘Tidak ada perdamaian antara kami dan kalian,’ Al-Mughirah berkata, ‘Menyeberanglah kalian kepada kami atau kami yang akan menyeberang kepada kalian!!.’ Kaum muslimin sengaja menunda penyerangan hingga tentara Persia menyeberangi jembatan baru mereka mulai menyeberang, akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Persia.


Penaklukkan Di Irak Dan Wilayah Timur (Bag. 1)

                                                 penaklukan irak
Periode ini dimulai dengan pengangkatan Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai Panglima tertinggi untuk berjihad di Irak tahun 14 H.

PENOBATAN SA’AD BIN ABI WAQQASH DI IRAK
Ketika masuk awal tahun ke 14 H Khalifah Umar bin al-Khaththab memotivasi kaum muslimin untuk berjihad di Bumi Irak. Yakni ketika sampai kepadanya berita terbunuhnya Abu Ubaid pada peperangan di Jembatan sungai Eufrat, dan menguatnya kembali kekuatan Persia di bawah pimpinan Yazdigrid dari kalangan Raja Persia. Ditambah lagi dengan pengkhianatan ahlu Dzimmah di Irak terhadap kesepakatan yang mereka buat dengan kaum muslimin. Mereka telah melepaskan ketaatan mereka terhadap pemerintah Islam, dengan menyakiti kaum muslimin dan mengusir para gubernur wilayah yang ditunjuk Umar dari tempat mereka. Maka Umar memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk keluar dari wilayah Persia dan berkumpul di penghujung negeri-negeri jajahan Persia.
Ibnu Jarir meriwayatkan, maka pada awal bulan Muharram tahun ini Umar berangkat dari Madinah membawa pasukannya dan singgah di sebuah tempat yang banyak airnya disebut dengan Shirar di tempat itu Umar memerintahkan pasukannya untuk berhenti.
Sementara dia telah bertekad untuk memimpin sendiri peperangan melawan Irak. Dia telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya di Madinah. Dalam keberangkatan ini dia membawa senior sahabat seperti Utsman bin Affan dan lain-lainnya. Kemudian dia menggelar musyawarah untuk membicarakan keinginannya tersebut.
Mereka berkumpul untuk shalat, sementara Umar telah mengirim utusan kepada Ali untuk turut menghadiri pertemuan tersebut. Maka Ali segera datang dari Madinah. Ketika semua telah berkumpul, Umar mengutarakan maksud hatinya. Seluruhnya yang hadir menyetujui usulnya untuk berangkat sendiri menuju Irak kecuali Abdurrahman bin Auf yang memberikan usulan lain padanya. Ia berkata, “Aku khawatir jika engkau kalah, maka kaum muslimin di seluruh penjuru bumi akan menjadi lemah, maka aku mengusulkan agar engkau mengutus seseorang dan engkau kembali ke Madinah.” Akhirnya Umar dan seluruh sahabat menerima dan membenarkan usul Abdurrahman ini.
Umar berkata padanya, “Siapa menurutmu yang akan kita kirim sebagai panglima ke Irak?”
Abdurrahman menjawab, “Aku telah menemukannya.”
Umar berkata, “Siapa dia?”
Abdurrahman menjawab, “Singa yang mencengkram dengan kukunya, Sa’ad bin Malik az-Zuhri.”
Maka Umar membenarkan usulannya ini dan segera mengirim Sa’ad sebagai Panglima tertinggi untuk wilayah Irak.
WASIAT UMAR KEPADA SA’AD
Umar berwasiat kepada Sa’ad dan berkata, “Janganlah engkau merasa bangga dengan kedudukanmu sebagai keponakan Rasulullah dan sekaligus sebagai sahabatnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus kejelekan dengan kejelekan, tetapi Dia akan menghapus kejelekan dengan kebaikan.
Sesungguhnya tidak ada manfaatnya berbangga dengan keturunan (nasab) di sisi Allah kecuali dengan kepatuhan yang tulus kepada-Nya. Seluruh manusia baik yang berasal dari keturunan mulia maupun dari keturunan yang hina hakikatnya adalah sama dalam pandangan Allah. Mereka semua adalah Hamba Allah dan Allah Rabb mereka. Tingkat mereka akan berbeda-beda seuai dengan kemaafan yang diberikan Allah padanya dan sedikit banyaknya ketaatan mereka kepada Allah.
Lihatlah seluruh perkara yang telah diperbuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsejak dia diutus hingga berpisah dengan kita, kemudian ikuti jejaknya karena sesungguhnya itulah kebaikan yang hakiki. Inilah nasihatku padamu dan jika engkau menolaknya dan membencinya, maka amalanmu akan gugur sia-sia dan engkau akan menjadi orang-orang yang merugi.”
Ketika melepas kepergiannya Umar berkata, “Engkau akan menghadapi suatu perkara yang sangat berat. Maka bersabarlah terhadap apapun yang menimpamu, maka akan terkumpul dalam dirimu rasa takut kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya takut (khasyah) kepada Allah akan dapat segala yang dilarang-Nya. Sesungguhnya barangsiapa yang dapat selalu patuh dan tunduk kepada-Nya adalah orang-orang yang membenci dunia dan mencintai akhirat.
Sebaliknya orang-orang yang bermaksiat melanggar perintahnya adalah orang-orang yang mencintai dunia dan membenci akhirat. Sesungguhnya hati itu diciptakan Allah memiliki hakikat, ada yang bersifat rahasia dan ada yang bersifat terang-terangan.
Hakikat hati yang terang-terangan yaitu jika dia merasa bahwa orang yang memujinya dan menghinanya sama saja tidak dapat mempengaruhi dirinya dalam berbuat kebaikan. Adapun hakikat hati yang rahasia dapat diketahui dengan munculnya hikmah dari dalam hatinya melalui ungkapan lidahnya, dan kecintaan manusia terhadap dirinya.
Sesungguhnya jika Allah mencintai seseorang Allah akan menjadikan orang tersebut dicintai makhluk-Nya. Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba Dia akan menjadikan hamba tersebut dibenci oleh makhluk-Nya. Maka ukurlah di mana kedudukan dirimu di sisi Allah dengan kedudukanmu di sisi manusia.”
Maka Sa’ad berangkat menuju Irak dengan membawa 4000 pasukan, 3000 orang dari penduduk Yaman, ada yang menyebutkan dia membawa 6000 pasukan, dan Umar mengiringinya dari Shirar hingga al-A’wash.
KHUTBAH UMAR RADHIALLAHU ‘ANHU
Kemudian Umar berdiri berpidato di hadapan khalayak dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada kalian contoh permisalan dan memberikan kepada kalian firman-Nya agar hati-hati menjalani kehidupan. Sesungguhnya asal hati itu adalah mati hingga Allah menghidupkannya. Barangsiapa yang mengetahui sesuatu hendaklah mengambil manfaat darinya.
Sesungguhnya al-‘adalah itu memiliki tanda-tanda dan sikap. Adapun tanda-tandanya yaitu sifat malu, dermawan, mudah dalam bergaul, dan lemah-lembut, dan dalam bentuk sikap yaitu selalu bersikap rahmat terhadap makhluk.
Allah telah menjadikan segala sesuatu itu memiliki pintu, dan Allah mudahkan pintu-pintu dibuka dengan kunci-kunci. Pintu keadilan adalah banyak mengambil i’tibar, dan kuncinya adalah zuhud. Adapun i’tibar akan didapat dengan mengingat kematian dan mempersiapkan diri menyambutnya dengan amal. Sedangkan zuhud yaitu mengambil kebenaran dari semua orang yang membawanya, dan menyampaikan hak kepada pemiliknya dan mencukupkan diri dengan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Jika tetap merasa tidak cukup dengan apa yang ada pada dirinya, maka dia tidak akan pernah merasa kaya selamanya.
Sesungguhnya antara kalian dan Allah ada diriku, sementara tidak seorang pun antara aku dan Allah. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas didirku menahan orang (yang terzhalimi, pen.) untuk meminta haknya. Oleh karena itu, laporkan segala kezhaliman kepadaku pasti akan aku selesaikan dan aku rebut hak darinya untuk kuberikan kepada pemiliknya.”
KEDATANGAN SA’AD DI IRAK DAN BERITA WAFATNYA AL-MUTSANNA
Kemudian Sa’ad berjalan menuju Irak, sesampainya di Zarud ketika itu jarak antara dirinya dan pasukan al-Mutsanna hanya beberapa saat lagi dan masing-masing dari mereka memendam kerinduan untuk berjumpa. Tiba-tiba luka pada tubuh al-Mutsanna bin Haritsah ketika peperangan di atas jembatan kembali terkoyak dan membawanya kepada kematian –semoga Allah merahmatinya–, maka beliau menunjuk Basyir bin al-Khasasiyah sebagai pemimpin pasukan. Ketika berita wafatnya sampai ke telinga Sa’ad, dia mendoakannya semoga dirahmati Allah, setelah itu dia menikahi istrinya Salma.
Maka ketika Sa’ad telah berkumpul dengan pasukan al-Mutsanna kepemimpinan seluruhnya beralih kepada dirinya. Seluruh panglima pasukan yang berada di Irak tunduk di bawah perintahnya, kemudian Umar mengirimkan bala bantuan lagi hingga jumlah pasukan Sa’ad bertambah pada perang Qadisiyah menjadi 30.000 personil, dan ada yang mengatakan 36.000 orang.
Umar berkatam “Demi Allah aku akan mempertemukan dan mengadu antara raja-raja orang ‘ajam (bangsa non Arab) dengan raja-raja Arab.”
FORMASI PASUKAN
Umar menulis surat kepada Sa’ad agar para pimpinan pasukan bertempur bersama pasukannya. Di dalam setiap pasukan terdapat sepuluh senior yang berpengalaman. Setelah itu Sa’ad mulai menentukan para pemimpin pasukan untuk bertempur bersama kabilah-kabilah, dia mengangkat pemimpin untuk pasukan pengintai, pasukan terdepan, sayap kiri dan kanan, pasukan tengah, pasukan berkuda, dan pasukan pejalan kaki, persis sebagaimana yang diperintahkan oleh Amirul mukminin Umar bin al-Khaththab.
SURAT-MENYURAT ANTARA UMAR DAN SA’AD BIN ABI WAQQASH
Umar menulis surat kepada Sa’ad menginstruksikan padanya agar segera berangkat menuju Qadisiyah –tempat ini merupakan pintu gerbang Persia pada masa jahiliyyah– Umar memerintahkannya agar berdiri di posisi antara bebatuan dan tanah yang lapang, menutup jalan bagi Persia, dan memulai penyerangan terlebih dahulu.
Umar berpesan, “Janganlah kamu merasa gentar melihat banyaknya jumlah musuh dengan perlengkapannya yang sempurna. Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang banyak tipu muslihatnya. Jika kalian bersabar dan bebruat yang benar dengan niat yang tulus untuk menjalankan amanah ini, aku berharap besar kalianlah yang akan keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak akan mungkin lagi kembali kekuatan mereka selama-lamanya, kecuali kembali bersatu walaupun sebenarnya hati mereka bercerai berai.
Jika ternyata kondisi berbalik maka mundurlah ke arah bebatuan sebab kalian lebih berani dan terbiasa dengan medan seperti itu. Sementara mereka lebih penakut dan tidak mengenal medan, hingga Allah akan memberikan kemenangan kepada kalian dan akan mengembalikan kemenangan setelah kalian mundur terdesak.
Umar juga memerintahkan kepadanya agar banyak instrospeksi diri, selalu menasihati pasukannya agar meluruskan niat, mengharap ganjaran pahala dan selalu bersabar, “Sesungguhnya kesabaran dari Allah itu akan datang sesuai dengan niat, dan pahala yang akan didapat sesuai dengan sebesar apa pengharapannya. Berdoalah kepada Allah agar kalian diselamatkan-Nya.
Perbanyaklah bacaan la haula wala quwwata illa billah al-Aliy al-Adzim. Dan selalu kirimkan berita tentang perkembangan situasi kalian dengan detailnya. Beritahukan di mana posisi kalian turun, di mana posisi musuh kalian dan jaraknya dari kalian. Tulislah surat untukku seolah-olah aku sedang melihat secara langsung sepak terjang kalian, dan aku dapat mengetahui persis bagaimana keadaan kalian.
Takutlah kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya. Jangan pernah engkau membanggakan hasil perjuanganmu. Ketahuilah Allah telah mewakilkan urusan ini kepadamu tanpa ada yang menggantikannya, maka jangan sampai Allah gantikan kalian dengan kaum yang lain.”
Maka Sa’ad menulis surat kepada Umar memberitahukan kepadanya bagaimana keadaan tempat-tempat di sana seolah-olah Umar melihatnya. Kemudian dia memberitakan perihal tentara Persia yang telah bersiap akan menggempur mereka di bawah pimpinan Rustam dan orang-orang yang kedudukannya setara dengannya. Dia berkata, “Mereka ingin menghabisi kami sebagaimana kami ingin mengabisi mereka, kelak ketetapan Allah jua yang akan berlaku, dan kita selalu menerima segala yang telah ditetapkan-Nya kepada kita baik kemenangan maupun kekalahan. Marilah kita memohon kepada Allah agar memberikan ketentuan takdir yang terbaik dan menyelamatkan kita semua.”
Umar menulis surat jawaban untuk Sa’ad dan berkata, “Aku telah menerima surat darimu dan telah kupahami isinya. Maka jika kelak kalian bertemu dengan musuh dan Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk memburu musuh yang kalah –sebab seolah-olah aku dibisikkan bahwa kalian tanpa ragu lagi pasti akan mengalahkan mereka–, maka jangan kalian berhenti hingga berhasil menyerbu kota Madain, karena di situlah kehancuran mereka insya Allah.”
Setelah itu Umar mendoakan Sa’ad dan kaum muslimin seluruhnya.
Ketika Sa’ad sampai di al-Uzaib tiba-tiba pasukan Persia di bawah pimpinan Syirzad bin Azad datang menyerang. Akhirnya mereka berhasil dikalahkan dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang cukup besar. Mereka pun merasa gembira dan semakin optimis untuk dapat memenangkan pertempuran. Sa’ad mengkhususkan satu pasukan yang bertugas menjaga kaum wanita yang dipimpin oleh Ghalib bin Abdullah al-Laitsi.