Thursday, October 29, 2015

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi Begitu Agresif Membela Syiah (Perayaan Asyura/Ghadir Khum) Yang Menghujat Sahabat Nabi/Aisyah RA. Hadir Di Yayasan Muthahhari Bersama Jalaluddin Rahmat (IJABI). Ada Indikasi Beliau Penganut Sekte Syiah (Taqiyah) ?


Tipikal Propaganda Syiah ( taqiyaher ) :
-Pernah menghina Al-Qur’an, dalam acara bersama tokoh JIL Masdar Farid Mas'udi ( mau merubah syariat haji, mengatakan “Ilah” sama dengan Sang Dwiwasa, ditanah sunda dan jawa pernah turun nabi ).
-Perayaan asyura dianggap tradisi syiah walaupun menghujat/mengkafirkan sahabat/aisyah RA, kontradiksi ( munafik ) dengan pernyataannya "Keyakinan apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi"
-Pembela iran dan menampakan kebencian terhadap bangsa Arab, penggiringan opini perbedaan aqidah ( ushul ) Sunni-Syiah dieliminir kemasalah konflik ( politik ) Saudi – Iran ( dia perlu banyak baca buku dienul islam )
-Bagian dari  propaganda konspirasi besar yang gemar promosikan  “ islam nusantara/agama leluhur “ manisfestasi kebencian terhadap bangsa arab untuk menyingkirkan “ islam kaffah “ juga gencar mempromosikan “ kepercayaan/adat/agama leluhur/aliran asli Indonesia pra-islam “ bukan mustahil berujung pada tercantumnya identitas tersebut di KTP.

Terkait “ Islam nusantara/leluhur/adat “ silahkan buka beberapa artikel paling bawah.
-Minta masyarakan memandang Sunni-syiah secara obyektif ? Para ulama salaf ( juga 4 Imam Mazhab menyatakan syiah bukan islam !, lamurkha banyak membahas masalah ini  ) Obyektifitas kesyiahannya sangat kentara.
-Mengeliminir kemuliaan ulama-ulama sunda dengan menyatakan “ Budaya Sunda  harus menerima  sepak terjang perilaku syiah yang dikafirkan para ulama salaf “
-Supaya belajar/mengagungkan  kepemimpinan Prabu Siliwangi yang kafir di padjadjaran yang berpusat Bogor melebihi kemuliaan/kepemimpinan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam.

Berita terbaru :


MUI Ingatkan Bupati Purwakarta Jangan Bawa Rakyat kepada Kemusyrikan

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain menyerukan agar setiap pejabat tidak hanya bertugas mensejahterakan rakyatnya, tetapi juga berupaya menjaga akidah rakyatnya dari kesesatan.
Pernyataan Tengku Zulkarnain ini menyoroti fenomena kemusyrikan di Purwakarta, Jawa Barat yang dipelopori oleh Bupati Dedi Mulyadi.
“Akidah tidak bisa dicampur-campur. Akidah ini mesti murni seratus persen. Jadi sebagai seorang pejabat, hal itu bisa fatal, bisa merusak rakyatnya yang Islam juga. Kalau begitu pantaslah jika ulama-ulama di daerah itu memberikan teguran,” jelas Tengku Zulkarnain ketika ditemui voa-islam di Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi Jakarta, Jumat (27/11/2015) siang.
Sebagai seorang pejabat muslim sudah selayaknya, kata Tengku Zulkarnain, Dedi Mulyadi mendengar nasehat dari ulama. (baca: Ulama yang Sebut Buapti Purwakarta 'Raja Syirik' Dilaporkan ke Polisi)
“Sebagai orang Islam awam dia harus mendengar nasehat ulama,” tegas Tengku Zulkarnain.
Jika pun Dedi memaksa melakukan praktek kemusyrikan, maka Tengku Zulkarnain menekankan agar itu dilakukan untuk dirinya sendiri.
Jika pun Dedi memaksa melakukan praktek kemusyrikan, maka Tengku Zulkarnain menekankan agar itu dilakukan untuk dirinya sendiri. Tidak kemudian Dedi membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membawa rakyat yang dipimpinnya ke arah kemusyrikan. (baca: Inilah Cerita Kemusyrikan Bupati Purwakarta)
“Kalau dia merusak agama, maka dia melanggar Pancasila, sila Ketuhan Yang Maha Esa. Rakyatnya misalnya 90 persen Islam, maka bisa ketularan rusak jadinya,” demikian Tengku Zulkarnain.

Dedi Mulyadi : Rasulullah Saw Ajarkan Intisari Ajaran Sunda yang Dibawa ke Tanah Mekah

Kesesatan akidah Dedi Mulyadi terus terkuak. Melalui media sosial YouTube, terunggah ceramah-ceramah Dedi soal keyakinan keagamaan yang dapat dinilai sebagai bentuk penyimpangan agama. (lihat youtube paling atas)

Dalam potongan video yang beredar di YouTube dengan judul, "Dedi Mulyadi: Rasulullah mengajarkan inti ajaran Sunda yg dibawa ke Tanah Mekah" terekam dengan jelas keinginan Dedi menjadikan ajaran Sunda sebagai sebuah keyakinan (teologis).

"Jadi saya mengajak kepada semuanya, Paguyuban Pasundan, utamakan pendidikan. Pendidikan apa yang harus diajarkan?. Pendidikan Hyang Tunggal. Karena pendidikan Hyang Tunggal, Perkumpulan Pasundan harus mengajarkan teologinya orang Sunda," ajak Dedi dalam video tersebut.

Tidak dijelaskan dimana dan kapan pidato Dedi itu disampaikan. Tapi sesekali terdengar tepuk tangan dari hadirin.

Menurut Dedi, jika sudah bisa mengajarkan teologi Sunda, maka orang Amerika, Inggris dan Prancis pun akan dapat menemukan jati dirinya di Sunda.

"Kalau sudah bisa mengajarkan fakultas teologinya orang Sunda, nanti orang Amerika, orang Inggris, orang Prancis akan menemukan dirinya di Tanah Sunda, di fakultasnya orang Sunda. Tidak perlu pergi ke bangsa Asing," jelasnya.

Dedi terang menyebutkan target dirinya adalah menjadikan Sunda sebagai sistem keyakinan, adab, budi pekerti dan akhlak. Bahkan ia menuduh Rasulullah Saw mengajarkan intisari ajaran Sunda di Tanah Mekah.

"Ini yang menjadi target. Karena ini menjadi target, Sunda sistem keyakinan, Sunda adab, Sunda budi pekerti, Sunda akhlak. Rasulullah Saw mengajarkan keislaman di Tanah Mekah, mengajarkan apa itu?, yaitu mengajarkan intisari ajaran Sunda yang di bawa ke Tanah Mekah. Silahkan catat!. ," pungkasnya.
red: abu faza


Dedi Mulyadi berniat pindahkan Ka'bah ke Purwakarta

A. Z. MuttaqinSelasa, 18 Safar 1437 H / 1 Desember 2015 16:3
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dalam satu pernyataannya berniat akan memindahkan Ka’bah ke Purwakarta, “Supaya orang Indonesia tidak cape ke Mekkah, kalau saya menjadi presiden mau pinjam itu Kakbah dipindahkan ke Purwakarta,” ucapnya nyeleneh.
Ini salah satu bukti yang diajukan Ustadz Syahid Joban yang didampingi FPI melaporkan Dedi dengan pasal penodaan agama Islam.
Ustadz Syahid usai membuat pelaporan di SPKT Polda Jabar, menunjukan beberapa bukti jika Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dianggap telah melakukan penistaan agama Islam dan umat Muslim.
“Bukan hanya ulama di Purwakarta yang resah. Tapi seluruh ulama di Jawa Barat resah dengan penodaan agama Islam oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi,” tegas Syahid, Senin (30/11/2015), lansir Sindonews
Berikut ini data-data yang dianggap Dedi telah melakukan penistaan agama oleh pelapor di antaranya seperti dalam buku ‘Kang Dedi Menyapa’ jilid 2.
Lebih rinci, berikut ini beberapa poin yang intinya menilai Dedi telah menodai Islam.
Didalam Buku ‘Kang Dedi Menyapa’ jilid 2:
1. Halaman 192: Ketika bicara Pancasila maka kita bicara ketuhanan yang Maha Esa, keragaman bertuhan.
2. Halaman 203: Nah inilah prinsip yang di luar alam pendidikan. Allah memahami Rasullah sebagai kekasihnya tetapi perlakukan Alah terhadap Rasullah justru mendidiknya dan membiarkan Rasullah sengsara.
Penodaan agama dalam video:
1. Video Safari Ramadhan 2015 part 1, di menit 06.15-06.32. Dedi mengatakan, “Pemahaman kita dalam agama selama ini selalu memahami Alah itu dalam aspek yang formal, solatnya formal, puasanya formal, semuanya hubungan dengan Allah menjadi formal. Padahal hubungan dengan Allah itu hubungan percumbuan.”
2. Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.00-19.12. Dedi mengatakan “Islam itu bagi saya, saya Sunda, saya dengan menjadi Sunda yang sebenarnya maka saya menjadi Islam yang sebenarnya, begitulah menurut saya.”
3. Masih di Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.15-19.33. Dedi mengatakan “Dan kita punya karakter itu dan itu bisa dibuktikan di dalam sejarah ketika Islam masuk, semuanya menjadi bersenyawa karena orang Indonesia, orang nusantara sebelum Islam dari sisi kelembagaan datang sudah Islam dari sisi substantif sejak lama dan jauh lebih Islam dari orang Arab yang sebelumnya. Di sini saya tegaskan urang Sunda boga hak asup surga pangheulana.”
4. Video Dangiang, di menit 04.50-05.00. Dedi mengatakan “Supaya urang Indonesia teu cape mangkat ka Mekkah, mun kuring jadi Presiden Rek diinjem eta Kabah dipindahkeun ka Purwakarta. (Supaya orang Indonesia tidak cape ke Mekkah, kalau saya menjadi presiden mau pinjam itu Kakbah dipindahkan ke Purwakarta).”
5. Video Orasi Ilmiah Koordinator Presidium KAHMI Jawa Barat, 19 Desember 2014. Dedi mengatakan “Ketika sampah mulai bersatu dengan dirinya, maka di situ sampah menjadi harum. Kenapa? Karena Allah hadir pada sampah-sampah itu.”
6. Video Ceramah Sunda Kang Dedi Mulyadi, di menit 02.41-02.52. Dedi mengatakan “Kanjeng Rasulullah SAW ngajarkeun ka-Islam di tanah Mekkah, ngajarkeun naon eta teh? Ngajarkeun saripati ajaran Sunda nu dibawa ka tanah Mekkah. Pek tulis! (Rasulullah SAW mengajarkan pada Islam di Mekkah, mengajar apa? Mengajarkan sari-sari ajaran sunda yang di bawa ke Mekkah. Silahkan tulis!”

Ini Bukti-bukti Bupati Purwakarta Lakukan Penodaan Agama

Senin (30/11/2015) siang, sejumlah ulama Purwakarta, Jawa Barat melaporkan Bupati Dedi Mulyadi ke Polda Jawa Barat dengan aduan penodaan atau penistaan agama.
Pada kesempatan ini, ulama Purwakarta yang diwakili KH Muhammad Syahid Joban membawa sejumlah barang bukti yang diberikan kepada pihak kepolisian. Barang bukti itu berupa buku dan VCD rekaman potongan pidato-pidato Bupati Purwakarta yang dinilai bermuatan penodaan agama.
Berikut rincian penodaan agama yang dilakukan Dedi Mulyadi sebagai barang bukti dari pihak pelapor.
Didalam Buku ‘Kang Dedi Menyapa’ jilid 2: 
Halaman 192: Ketika bicara Pancasila maka kita bicara ketuhanan yang Maha Esa, keragaman bertuhan.
Halaman 203: Nah inilah prinsip yang di luar alam pendidikan. Allah memahami Rasulullah sebagai kekasihnya tetapi perlakukan Allah terhadap Rasulullah justru mendidiknya dan membiarkan Rasulullah sengsara.
Penodaan agama dalam video (VCD):
Video Safari Ramadhan 2015 part 1, di menit 06.15-06.32. Dedi mengatakan “pemahaman kita dalam agama selama ini selalu memahami Allah itu dalam aspek yang formal, solatnya formal, puasanya formal, semuanya hubungan dengan Allah menjadi formal. Padahal hubungan dengan Allah itu hubungan percumbuan.”
Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.00-19.12. Dedi mengatakan, “Islam itu bagi saya, saya Sunda, saya dengan menjadi Sunda yang sebenarnya maka saya menjadi Islam yang sebenarnya, begitulah menurut saya.”
Masih di Video Orasi Ilmiah KAHMI Dedi Mulyadi -Pelantikan HMI Cabang, di menit 19.15-19.33. Dedi mengatakan “Dan kita punya karakter itu dan itu bisa dibuktikan di dalam sejarah ketika Islam masuk, semuanya menjadi bersenyawa karena orang Indonesia, orang Nusantara sebelum Islam dari sisi kelembagaan datang sudah Islam dari sisi substantif sejak lama dan jauh lebih Islam dari orang Arab yang sebelumnya. Di sini saya tegaskan urang Sunda boga hak asup surga pangheulana.”
Video Dangiang, di menit 04.50-05.00. Dedi mengatakan, “Supaya urang Indonesia teu cape mangkat ka Mekkah, mun kuring jadi Presiden Rek diinjem eta Kabah dipindahkeun ka Purwakarta.”
Video Orasi Ilmiah Koordinator Presidium KAHMI Jawa Barat, 19 Desember 2014. Dedi mengatakan, “Ketika sampah mulai bersatu dengan dirinya, maka di situ sampah menjadi harum. Kenapa? Karena Allah hadir pada sampah-sampah itu.”
Video Ceramah Sunda Kang Dedi Mulyadi, di menit 02.41-02.52. Dedi mengatakan “Kanjeng Rasulullah SAW ngajarkeun ka-Islam di tanah Mekkah, ngajarkeun naon eta teh? Ngajarkeun saripati ajaran Sunda nu dibawa ka tanah Mekkah. Pek tulis!”* 



Didin Hafiduddin: Adat Sunda Itu Sesuai
Islam Bukan Kepercayaan Mistik

Sabtu, 28 November 2015 - 06:03 WIB
Kearifan tidak serta-merta bisa dipakai jika bertentangan dengan akidah maupun syariah
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Pusat Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin mengatakan bahwa Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dinilai telah salah menafsirkan makna dari kearifan lokal.
“Kearifan lokal jangan diartikan dengan kebudayaan yang sempit. Artinya jangan segala macam tradisi yang ada di suatu daerah dimunculkan, padahal tradisi tersebut bertentangan dengan akidah maupun syariah,” ujar Didin usai konferensi pers di Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2015) siang.
Menurut Didin, kearifan lokal sendiri itu lebih kepada bagaimana kita berbuat, dan bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bukan masyarakat yang dipaksakan memiliki keyakinan tertentu yang sudah jelas salah di dalam pandangan Islam.
“Makanya kita himbau kepada bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal seperti itu,” ujar Didin.
“Saya kira, yang selama ini kita lihat bukan adat Sunda yah. Adat Sunda itu adat yang sesuai dengan Islam bukan kepercayaan yang bersifat mistik,” imbuh Ketua Dekan Paska Sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini.
Sebagaimana diketahui, sebelum ini Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi banyak mendapat kritikan tokoh Islam karena kekeliruan menafsirkan istilah ‘kearifan lokal’ dinilai kalangan ulama mencampur-adukkan tradisi yang bertentangan dengan akidah.
Didin mengatakan seharusnya bupati memberikan kebebasan bagi warganya yang mengkritisi kebijakan tradisi yang mengandung kesyirikan tersebut.
“Ketika masyarakat mengkritisi kebijakan pemerintahannya, saya pikir itu sebuah kemajuan yang luar biasa. Tapi ketika masyarakat dibungkam tidak boleh mengkritisi malah itu awal dari ketidak baikan,” tandas Didin.
Seperti diketahui, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berupaya menghidupkan budaya ataupun tradisi yang dinilai publik banyak mengandung kesyirikan dengan alasan kearifan lokal.
Sejak menjabat sebagai bupati, Dedi berusaha menghidupkan ajaranSunda Wiwitan yang dinilai banyak pihak lebih bernuansa klenik. Hal itu terbukti dengan banyaknya patung-patung pewayangan yang dibangun Dedi. Selain itu, juga pohon-pohon yang ada di Kota Purwakarta atas kebijakan Dedi dihiasi dengan kain bermotif kotak hitam putih yang dinilai lebih mirip budaya agama lain.*
Rep: Achmad Fazeri
Editor: Cholis Akbar


K.H. Didin Hafiduddin: Praktik Kemusyrikan Bupati Dedi Mulyadi Bukan Adat Sunda

Ulama dan tokoh masyarakat Sunda, Prof Dr KH Didin Hafiduddin membantah klaim yang menyatakan praktik-praktik kemusyrikan yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi adalah bagian dari adat Sunda. 

"Itu bukan adat Sunda. Adat Sunda sesuai dengan Islam," kata Prof Dr KH Didin Hafiduddin kepada sejumlah wartawan di Kantor MUI Pusat, Kamis (26/11) saat dimintai tanggapannya mengenai perilaku Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang penuh dengan kemusyrikan. 

Menurut mantan Ketua Umum BAZNAS itu, masyarakat Sunda adalah masyarakat Muslim yang religius. Sehingga adat kebiasaan yang terlahir pun sesuai dengan ajaran Islam, bukan kepercayaan yang bersifat mistik. 

Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor ini juga meluruskan makna kearifan lokal (local wisdom) yang disalahartikan dan digunakan sebagai pembenar tindakan kemusyrikan Bupati Dedi. 

Menurut Kyai Didin, kearifan lokal bukanlah melakukan tradisi-tradisi yang bertentangan dengan akidah dan syariah seperti yang dilakukan Dedi.  

"Kearifan lokal itu bagaimana kita bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Bukan masyarakat dipaksakan untuk memiliki keyakinan tertentu yang sudah salah dalam pandangan Islam. Kita mengimbau pada Pak Bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal seperti itu," tandasnya. 



Seperti diketahui, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.



Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.



Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Alquran.



Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk "keindahan", tapi untuk "keberkahan" sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.



"Kearifan lokal bukan itu," ujar Kyai Didin yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu.


Terkait kabar adanya tekanan kepada masyarakat agar bungkap atas aktivitas Dedi, Kyai Didin sangat menyayangkan. Menurutnya pemerintah semestinya memberikan perlindungan dan kebebasan kepada masyarakatnya untuk mengritik pemerintah. Jika dibungkam, itu merupakan awal ketidakbaikan dan justru akan sangat membahayakan.
Sumber: SuaraIslam.com


Nasehat PERSIS untuk Bupati Purwakarta : Adat yang Berbau Musyrik Harus Ditinggalkan

Kamis, 26/11/2015 21:39:46
Organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam yang berbasis di Jawa Barat, Persatuan Islam (Persis), menyarankan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi supaya memilah dan memilih budaya mana yang sesuai dengan agamanya sebagai seorang Muslim dan budaya mana yang tidak sesuai. 

"Yang tidak sesuai ditinggalkan, untuk apa meramaikan hal-hal kayak begitu (budaya-budaya musyrik, red)," ungkap Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) KH Maman Abdurrahman yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya dalam Muktamar XV kepada wartawan di Kantor MUI Pusat, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/11). 

Maman, yang kini menjabat sebagai salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini menyatakan ketidaksetujuannya terhadap upaya Dedi Mulyadi menghidupkan budaya-budaya Sunda yang bertentangan dengan syariat. 

"Saya tidak setuju yang dibesar-besarkan kok adat kebiasaan, padahal di situ berbau syirik," tandasnya. 

Maman juga mengimbau, kepada para ulama di wilayah Purwakarta supaya mengeluarkan fatwa bila kelakuan Dedi Mulyadi diharamkan dalam Islam. 

Sebagai lembaga penjaga akidah umat, MUI setempat juga diminta untuk menjauhkan masyarakat dari ajaran-ajaran syirik. 

Seperti diketahui Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.

Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.

Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Alquran.

Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk "keindahan", tapi untuk "keberkahan" sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.

Dedi tidak bangga dengan Islamnya, tapi ia bangga dengan patung, sesajen dan takhayulnya, yang dikemas atas nama kearifan lokal (local wisdom).
red: shodiq ramadhan

Bupati Purwakarta Akui Pemimpin Harus 'Nikahi' Ratu Pantai Selatan

Sabtu, 28 November 2015 | 08:32 WIB
BUPATI Purwakarta Dedi Mulyadi mengungkapkan pemimpin itu sudah seharusnya menikahi Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Namun Dedi menegaskan menikah yang dimaksud bukan bersatunya dua insan, tetapi menghargai laut, merawat dan menjaga tanpa melakukan eksploitasi, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem.



"keyakinan lokal masyarakat Jawa, raja yang hebat itu, yaitu Raja yang menikah dengan Nyi Ratu. Artinya dia harus menikah dan bersenyawa dengan lautnya, merawat dan menjaganya tanpa melakukan eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan Lingkungan dan ekosistem," kata Dedi di Purwakarta seperti dikutip merdeka.com, Jumat (27/11/2015).



Lalu apa yang dimaksud Nyi Roro Kidul dalam pandangan Dedi Mulyadi. Menurut Dedi, secara filosofi Nyi Roro Kidul adalah simbol kecantikan laut selatan, sehingga siapa pun pemimpin, atau raja, harus mencintai dan merawat serta menjaga keutuhan laut selatan.



"Filosofi Nyi Roro kidul, hemat saya adalah simbol dari kecantikan laut selatan, sehingga raja atau pemimpin harus mencintai, merawat dan menjaga laut selatan," tutur Dedi.

Endan Suhendra

"Saya raja syirik kata mereka tapi saya melaksanakan kewajiban konsitusional saya pada rakyat saya," kata Dedi. Sebagai pemerintah, selama ini ia berusaha melaksanakan kewajiban konsitusionalnya sebagai kepala daerah.


Kalangan ulama Purwakarta selama sepuluh tahun terakhir resah dengan kemusyrikan yang meraja lela di wilayah itu. Ketua Manhajus Solihin Purwakarta, KH Muhammad Syahid Joban bahkan menilai gagasan kebudayaan yang diusung Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi selama 10 tahun memimpin, mengarah pada kemusyrikan.
Bahkan, dalam akun media sosial Facebook miliknya, Muhammad Syahid Joban pada 5 November menyebut Dedi sebagai raja syirik.
Seperti diberitakan Tribunjabar.co.id, melalui ponselnya, Ahad (15/11/2015) dua pekan lalu, Joban hendak menyampaikan pesan bahwa banyak hal yang harus diubah dari Purwakarta.
"Budaya dikembangkan tapi nilai keagamaan merosot. Sehingga kami menilai keduanya harus berimbang. Islam tidak anti budaya tapi budaya yang diusung Dedi Mulyadi ini hanya bungkus yang isinya hanya ritual kemusyrikan," ujar Joban.
Banyak ritus budaya namun dinilainya hanya mengarah pada kemusyrikan yang dilakukan oleh orang nomor satu di Purwakarta itu.
"Sakralkan kereta kencana yang dianggap kendaraan tokoh mistis, Situ Buleud, Gedung Kembar, Gedung Negara dan Pendopo disakralkan dengan ritus-ritus berindikasi kuat musyrik," ujarnya.
Tidak hanya itu, pernyataan Dedi juga kerap dinilainya menyesatkan umat Islam. Seperti halnya, menokohkan Raja Padjadjaran, Sri Baduga Maharaja atau kerap disebut Prabu Siliwangi.
"Pernyataan yang keluar dari mulutnya itu menganggap Prabu Siliwangi tokoh keselamatan hingga pernyataan pemimpin hebat itu harus menikahi tokoh mistis dari Pantai Selatan, kan itu menyesatkan," ujarnya.
Menanggapi tudingan itu, belum lama ini ketika disinggung mengenai raja syirik, Dedi tidak terlalu serius menanggapinya. "Iya, terserah saja, itu penilaian orang, saya tidak akan ambil pusing," ujar dia.
Hanya saja, sebagai pemerintah, selama ini ia berusaha melaksanakan kewajiban konsitusionalnya sebagai kepala daerah. "Saya raja syirik kata mereka tapi saya melaksanakan kewajiban konsitusional saya pada rakyat saya," ujarnya.
Praktik Kemusyrikan Bupati Dedi Mulyadi Bukan Adat Sunda

Sementara Ulama dan tokoh masyarakat Sunda, Prof Dr KH Didin Hafiduddin membantah klaim yang menyatakan praktik-praktik kemusyrikan yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi adalah bagian dari adat Sunda. 
"Itu bukan adat Sunda. Adat Sunda sesuai dengan Islam," kata Prof Dr KH Didin Hafiduddin kepada sejumlah wartawan di Kantor MUI Pusat, Kamis (26/11) saat dimintai tanggapannya mengenai perilaku Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang penuh dengan kemusyrikan. 
Menurut mantan Ketua Umum BAZNAS itu, masyarakat Sunda adalah masyarakat Muslim yang religius. Sehingga adat kebiasaan yang terlahir pun sesuai dengan ajaran Islam, bukan kepercayaan yang bersifat mistik. 
Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor ini juga meluruskan makna kearifan lokal (local wisdom) yang disalahartikan dan digunakan sebagai pembenar tindakan kemusyrikan Bupati Dedi. 
Menurut Kyai Didin, kearifan lokal bukanlah melakukan tradisi-tradisi yang bertentangan dengan akidah dan syariah seperti yang dilakukan Dedi.  
"Kearifan lokal itu bagaimana kita bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Bukan masyarakat dipaksakan untuk memiliki keyakinan tertentu yang sudah salah dalam pandangan Islam. Kita mengimbau pada Pak Bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal seperti itu," tandasnya. 
Seperti diketahui, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.
Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.
Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Alquran.
Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk "keindahan", tapi untuk "keberkahan" sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.
"Kearifan lokal bukan itu," ujar Kyai Didin yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu.
Terkait kabar adanya tekanan kepada masyarakat agar bungkap atas aktivitas Dedi, Kyai Didin sangat menyayangkan. Menurutnya pemerintah semestinya memberikan perlindungan dan kebebasan kepada masyarakatnya untuk mengritik pemerintah. Jika dibungkam, itu merupakan awal ketidakbaikan dan justru akan sangat membahayakan. (suaraislam)
Post : lemahirengmedia.com 

Berbeda dengan Bandung & Bogor, Pemkot Purwakarta Malah Membiarkan Syiah Berkembang

Agaknya keputusan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, bertolak belakang dengan beberapa kota yang sudah bertindak tegas terkait Aliran Syiah, seperti Bandung dan Bogor.

Menyoal Deklarasi Anti Syiah di Purwakarta, Pemkot setempat justru memberikan jaminan kemanan terhadap pengikut aliran Syiah. Hal ini selaras dengan pernyataan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyani.

Dedi, mengatakan, dengan adanya surat tersebut pihaknya mengeluarkan surat edaran bahwa Pemkab Purwakarta bersama TNI dan Polri menjamin seluruh warga Purwakarta untuk dapat melaksanakan peribadatan sesuai agama dan keyakinanya masing-masing, selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban, sebagaimana dilansir elshinta.com (13/11/2015).

Bahkan Dedi menolak untuk menghadiri undangan ANNAS 15 November mendatang, meski secara resmi Aliansi Anti Syiah Nasional mengundang Bupati Purwkarta untuk hadir dalam acara tersebut.

Keputusan yang diambil oleh Dedi ini mengidentikasikan bahwa Pemkot Purwakarta menginginkan aliran Syiah tetap eksis, dan membiarkannya berkembang di Indonesia.

Lebih dari itu, Dedi mengatakan, sebelum surat edaran dikeluarkan, pihaknya telah berkirim surat terhadap Presiden Joko Widodo atas kolom agama pada KTP untuk tidak dikosongkan apabila tidak termasuk salah satu agama dari 5 agama yang diakui oleh pemerintah. (nisyi/syiahindoesi.com)

Bantah Tudingan Anarkis, ANNAS Purwakarta: Justru Kami Jelaskan Bahaya Syiah

Jumat 30 Muharram 1437 / 13 November 2015 11:18
SEKRETARIS Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANNAS) Purwakarta Awod Abdulkodir menyanggah pernyataan Polres yang menuduh deklarasi kelompoknya nanti akan menyulut konflik.
“Itu hanya asumsi saja. Buktikan nanti ketika hari pelaksanaan. Bahkan saya undang saja, baik itu dari Intel atau Kodim. Karena ANNAS tidak akan membuat kegaduhan,” ujar Awod Abdulkodir kepada Islampos Kamis (12/11/2015) di Kampus UPI Purwakarta.
Awod mengharapkan, masyarakat dan pemerintah tidak terprovokasi dengan kata “Anti” dalam nama ANNAS, karena, lanjutnya, kata ‘Anti’ ini merupakan keputusan dari pusat.
“Ini berdasarkan keputusan MENKOPOLHUKAM RI Nomor AHU-0000090.AH.01.07.Tahun 2015 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANAS). ANNAS ini berhak menyikapi permasalahan yang ada kaitannya dengan Syi’ah,” jelas Awod.

Awod juga menegaskan tugas ANNAS justru mengantisipasi adanya kegiatan Syi’ah di masyarakat, bukan melakukan tindakan anarkis atau kegaduhan.
“Selain itu, kami juga berkewajiban memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya Syi’ah,” tambah Awod.
Awod menilai, orang-orang Syi’ah tidak akan berani menunjukan identitas dirinya sebagai Syi’ah. Mereka juga berbaur dengan kelompok lainnya, sehingga menyamarkan gerak-geriknya.
“Kita pernah berkumpul dengan MUI, FPI, HT, PERSIS, Muhammadiyah, kami duduk bersama dan menghasilkan kesepakatan bersama,” kata Awod.
“Selain Syi’ah kita juga mengantisipasi aliran sesat lainnya seperti Ahmadiyah, dan faham yang bersebrangan dengan NKRI seperti PKI,” tambahnya.
Saat ditanya perkembangan Syiah di Purwakarta, Awod membeberkan gerakan mereka sudah tercium di sejumlah gang dan Majelis Ta’lim di Purwakarta.
Seperti diketahui Polres Purwakarta meminta Aliansi Nasional Anti Syiah membatalkan rencana deklarasi anti syiah pada Ahad (15/11/2015) nanti, di Aula Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Purwakarta. [ta/islampos]

Kepolisian dan Dandim Tidak Keluarkan Pelarangan Sebelum Bupati Mengundang Muspida Purawakarta

Ketua Pembela Ahlus Sunnah (PAS) Jawa Barat Ustadz Roinul Balad tanggapan terkait adanya isu pelarangan deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di Purwakarta oleh pihak kepolisian.
“Kepolisian biasanya koordinasi dengan Bupati, jadi ada kemungkinan pelarangan ini keinginan Bupati, kita tahu juga Bupati Purwkarta ini senang dengan klenik yang berbau syirik kemusyrikan,” katanya kepadavoa-islam.com, Kamis (12/11) via whatsapp.
Untuk saudara-saudara kita yang menolak, menurut Ustadz Roin harus di pahami oleh semua pihak bahwa masalah Syiah ini adalah masalah pemahaman. Dan pemahaman Syiah ini sudah di fatwakan sesat oleh MUI pusat semenjak tahun 1984.
“Jadi Konflik Syiah-Sunni bukan hanya di Timur Tengah. Tapi di seluruh dunia, hanya beda-beda, tergantung kondisinya, kalau di Timur Tengah kondisi Syiah-nya sudah punya kekuatan baik jumlah pengikut yang banyak dan punya senjata juga jadi konfliknya dengan senjata,” ujarnya.
Bupati harus mengundang semua Muspida untuk membahas masalah ini dengan serius demi mengawal aqidah dan ukhwah ummat Islam 
Adapun di Indonesia, lanjut Ustadz Roin yang juga Sekretaris DDII Jawa Barat, jumlah Syiah masih sedikit jadi mereka belum mau konflik secara fisik, tapi konflik akibat pemahaman sesatnya sudah terjadi di beberapa daerah, contoh kasus Sampang misalnya.
“Tapi kalau mereka (Syiah) itu sudah banyak pasti seperti di Timur Tengah (konfliknya –red.),” ujarnya.
“Jadi baiknya Kepolisian dan Dandim tidak mengeluarkan pelarangan sebelum Bupati mengundang semua Muspida Kab. Purwakarta termasuk MUI dan Kemenag. Bupati harus mengundang semua Muspida untuk membahas masalah ini dengan serius demi mengawal aqidah dan ukhwah ummat Islam di sana dan demi keutuhan NKRI,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]

Bupati Purwakarta Serukan Bima Arya Teladani Prabu Siliwangi, Lho?

Walikota Bogor Bima Arya seharusnya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling menghormati secara damai. Demikian disampaikan Bupati Purwakarta yang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi dalam keterangan persnya Selasa (27/10), seperti dilansir Kantor Berita RMOL.
Prabu Siliwangi itu menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang. Dari situ bisa diperlihatakan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda. Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ,” kata Dedi. Namun Dedi agaknya lupa, di dalam Hukum Islam, seorang Muslimah yang mau diperisteri oleh Non-Muslim itu sebenarnya jatuhnya zina, jadi sama sekali tidak bisa dibenarkan. Dan bagi semua Muslim di seluruh dunia, satu-satunya manusia yang harus dicontoh dan diteladani hanyalah Rasulullah SAW, bukan malah mencontoh non Muslim seperti halnya Prabu Siliwangi.
Menurut Dedi, siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, termasuk melindungi kelompok dengan keyakinan harus dilaksanakan. “Keyakinan apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi,” kata Dedi.
Sebagai kepala Daerah Purwakarta, Dedi Mulyadi berusaha melindungi seluruh ajaran yang hidup di tanah Sunda dan juga Indonesia. 
“Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa,” tegas Dedi. ( Cara syiah menghancurkan Islam )
Dia menjelaskan, sebagai warga negara Indonesia, apalagi memimpin sebuah daerah jangan terjebak pada konflik dua keyakinan di negara lain.
“Itu konflik Saudi dengan Iran, jangan bawa konflik ke Indonesia. Kita suka punya kebiasaan, konflik di Tanah Arab dibawa ke Indonesia. Kita ini bersaudara, pegang mana itu individu mana itu politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah bawa ke sini. Urusan Sunni-Syiah itu Saudi-Iran, itu urusan politik,” demikian Dedi. ( personifikasi iran/syiah, pembenci arab )
Sebagaimana diwartakan, Walikota Bogor, Bima Arya, telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol yang isinya melarang perayaan Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor.  Bima mengeluarkan Surat Edaran tersebut untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta mencegah konflik sosial.
Bupati Purwakarta yang kinerjanya lumayan baik ini sepertinya harus belajar lebih banyak soal Islam. Syiah itu sama sekali bukan Islam karena syahadat, kitab suci, dan banyak ritualnya, termasuk sholat dan berhaji, bea dengan umat Islam. Jadi sebenarnya tidak ada dikotomi Sunni-Syiah, yang ada adalah Islam – Syiah. Jika saja orang-orang yang menganut Syiah, agama yang diciptakan tokoh Yahudi bernama Abdullah bin Saba ini, mengakui jika Syiah adalah satu keyakinan yang berdiri sendiri dan bukan Islam, maka tidak ada masalah bagi umat Islam.
Namun di dalam kenyataannya, orang-orang Syiah berusaha menyamar dan mengatakan jika Syiah itu bagian dari Islam. Ini sama saja dengan pemilik bemo yang membeli lambang Mercedez Benz lalu menempelkannya pada bemo miliknya dan bersikeras jika mobilnya itu mobil Mercy. Dia juga menempelkan jok, setirnya, dan banyak bagian bemonya dengan stiker simbol Mercy, lalu ngotot jika mobilnya Mercedez Bemo, bagian dari Mercedez Benz. Ini tentu saja konyol bin bahlul, bukan?
Apa yang dilakukan Walikota Bogor Bima Arya dalam kasus surat edaran melarang Syiah merayakan hari rayanya di Bogor sudah tepat. KH. Didin Hafidhuddin dan banyak ulama serta cerdik-pandai di Bogor mendukung penuh langkahnya. (ts)

Bupati Purwakarta: Konflik Sunni-Syiah Antara Saudi dan Iran Jangan Dibawa ke Bogor ( Dagangan orang syiah )


Selasa, 27 Oktober 2015 , 21:54:00 WIB
Walikota Bogor Bima Arya seharusnya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling menghormati secara damai. ???
Demikian disampaikan Bupati Purwakarta yang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi dalam keterangan persnya Selasa (27/10).
"Prabu Siliwangi itu menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang. Dari situ bisa diperlihatakan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda. Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ," kata Dedi.
Menurutnya, siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, termasuk melindungi kelompok dengan keyakinan harus dilaksanakan.
"Keyakinan apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi," kata Dedi. ( ???? )
Sebagai kepala Daerah Purwakarta, dia berusaha melindungi seluruh ajaran yang hidup di tanah Sunda dan juga Indonesia.
"Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa," tegas Dedi. ( kebencian terhadap arab ! )
Dia menjelaskan, sebagai warga negara Indonesia, apalagi memimpin sebuah daerah jangan terjebak pada konflik dua keyakinan di negara lain.
"Itu konflik Saudi dengan Iran, jangan bawa konflik ke Indonesia. Kita suka punya kebiasaan, konflik di Tanah Arab dibawa ke Indonesia. Kita ini bersaudara, pegang mana itu individu mana itu politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah bawa ke sini. Urusan Sunni-Syiah itu Saudi-Iran, itu urusan politik," demikian Dedi. ( urusan agama bung ! )
Sebagaimana diwartakan, Walikota Bogor, Bima Arya, telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol yang isinya melarang perayaan Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor.  Bima mengeluarkan Surat Edaran tersebut untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta mencegah konflik sosial. [zul]


Maksud Hati Ingin Menasehati Bima Arya, Bupati Purwakarta Diserang Aktifis Islam

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menasehati Walikota Bogor Bima Arya terkait larangan bagi aliran syiah di Bogor. Dia menyarankan seharusnya Bima Arya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling menghormati secara damai.
"Prabu Siliwangi itu menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang. Dari situ bisa diperlihatkan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda. Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ," katanya  kepada wartawan, Selasa (27/10).
Nasehat yang mungkin dianggap baik bagi kang Dedi itu, ternyata malah menuai protes warganya
sendiri. Malahan netisen ramai-ramai menyarankan Dedi Mulyadi  berkaca dengan kasus aksi pembakaran sejumlah patung wayang golek di Purwakarta pada September 2011.
“Bupati jangan banyak omong, itu hanya bikin malu warga Purwakarta saja. Coba dipikirin bagaimana ihwal pembangunan patung-patung tokoh wayang golek yang menimbulkan kontroversi sejak 2011 itu,” kata Usep Sumarna, warga Plered, yang juga  aktivis islam di Purwakarta.
Ia mengimbau Bupati Purwakarta menahan diri untuk tidak berkomentar terlalu jauh yang bukan menjadi tugasnya di Purwakarta.
Menurut Ketua Garda Bangsa Purwakarta ini, sebelum Kang Dedi menasehati orang lain, sebaiknya mengukur diri bahwa potensi konflik di Purwakarta, jauh lebih serius di banding yang terjadi di Bogor. 
Sekedar mengingatkan, imbuh Usep, aksi masa umat islam Purwakarta merobohkan dan membakar empat patung, pada Ahad, 18 September 2011 harus dijadikan renungan bagi Kang Dedi. Aksi itu sebagai protes keras terhadap kebijakan Bupati yang tetap membangun patung-patung wayang golekyang berbau klenik.
Ia mengimbau agar bupati lebih baik melakukan pendekatan dialogis dengan para ulama dan kalangan umat Islam Purwakarta dari pada mencampuri urusan yang bukan menjadi bagian tugasnya. 
"Ajaklah ulama berdialog dan dengarlah aspirasi rakyat Purwakarta. Sebab, potensi  sara disini pun tak kalah hebat,” katanya. (Heri Mulyana/ Kalampos)


MUI: Semoga Kebijakan Bima Arya Bisa Diikuti Wali Kota Seluruh Indonesia

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin menyatakan dukungannya terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Wali Kota Bogor.
“Tentu saja saya sangat mendukung terhadap kebijakan yang dilakukan Wali Kota Bogor dengan mengeluarkan surat edaran pelarangan Asyuro bagi penganut Syiah di Bogor,” kata Kiai Didin, seperti dilansirhidayatullah.com, Senin (26/10/2015).

Dekan Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor ini berharap apa yang telah dilakukan Wali Kota Bogor, Bima Arya itu bisa dicontoh oleh setiap Kepala Daerah di seluruh tanah air.

“Mudah-mudahan kebijakan tersebut bisa diikuti oleh Kepada Daerah di seluruh Indonesia,” ujar mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional yang juga ulama Bogor ini.

Seperti diketahui, Wali Kota Bogor mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan perayaan ritual Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor. Surat bernomor 300/1321- Kesbangpol itu dibuat pada Kamis (22/10/2015) dalam rangka menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Kota Bogor.

Surat itu dikeluarkan berdasarkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dan seluruh ormas Islam Bogor yang menolak segala kegiatan Syiah, serta adanya keputusan rapat musyawarah dari pimpinan daerah (Muspida) Kota Bogor.

Berbeda dengan pandangan kiai dan ulama, aktivis JIL menentang keras kebijakan Walikota Bogor.




Apa yang Dilakukan Bima Arya Sejalan dengan Konstitusi Negara

Kamis, 29 Oktober 2015 - 09:56 WIB
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Bogor, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota tentang peringatan Asyuro
Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi soal hukum negara, Nasir Djamil, menyatakan dukungannya kepada Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, yang telah menerbitkan Surat Edaran berisi pelarangan Perayaan Asyuro (Asyura) bagi penganut Syiah di Bogor karena alasan ketertiban dan keamanan.
“Iya, saya mendukug keputusan Wali Kota Bogor tersebut,” kata Nasir via pesan singkat kepadahidayatullah.com, Rabu (28/10/2015) siang.
Menurut Nasir, di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Kepala Daerah wajib mencegah potesi konflik sosial yang akan terjadi di wilayah hukumnya.
“Jadi, apa yang telah dilakukan oleh Wali Kota Bogor sudah sejalan dengan konstitusi Republik ini,” tegas Nasir.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyuro bagi penganut Syiah di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah. Kedua, yakni surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah. Dan ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.*

Aneh… Daerah Mayoritas Musllim ,tapi Pemkab Purwakarta Mendirikan Patung Hindu

Minggu, 18/09/2011 20:55 WIB
perobohan sejumlah patung di Purwakarta, Jawa Barat, semakin membuka pandangan umat mengenai maraknya patung Hindu di Indonesia. Sebelum umat muslim merangsek untuk melucuti maraknya berhala di Purwakarta, Ustaz Toto Taufik dari Purwakarta, sudah mewanti-wanti mengenai fenomena ini
Dalam acara istighotsah di Masjid Agung, Purwakarta itu, Minggu (18/9), ustadz penuh nyali ini sempat melontarkan kata-kata bersifat ultimatum kepada pemerintah daerah setempat.
Di antaranya, jika dalam waktu dua pekan, patung berhala tersebut tidak dirobohkan, massa akan merusak dengan paksa. Hadir dalam acara tersebut Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Ustadz Athian Ali M. Beliau sempat mengatakan kedatangannya karena mendengar kabar adanya keresahan umat Islam di Purwakarta berkaitan dengan banyaknya patung.
Pasca Istighotsah, ratusan umat muslim pun bergerak untuk merobohkan patung-patung tersebut.
Berhala Itu Pun Ambruk
Dalam catatan selama ini, meski daerahnya bermayoritas muslim, Pemkab Purwakarta tergolong hobi mendirikan berhala agama Hindu. Kasus ini bukan saja kali ini terjadi. Tahun lalu, 9 Agustus 2010, Forum Umat Islam sudah meminta Pemkab merobohkan Patung Bima di tengah Kota. Dan hari ini umat muslim sudah tidak bisa lagi diam. Diantara berbagai berhala yang diruntuhkan umat muslim hari ini, tercatat mendera empat patung Hindu, yakni GatotKaca, Semar, Dharma Kusumah, dan Bima.
Dua nama perwayangan yang begitu terkenal adalah Gatotkaca dan Semar. Kesaktian Gatotkaca sendiri dikisahkan luar biasa. Ia dikatakan mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”.
Sedangkan Semar adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana.
Nama lain yang juga dibuatkan patung oleh Pemkab Purwakarta adalah Bima. Seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dianggap sebagai seorang tokoh heroik. Ia adalah putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat. Begitu juga dengan nama Dharma Kusuma yang malang melintang dalam dunia perwayangan Hindu.
Akan tetapi kedigdayaan mereka dalam mitologi Hindu, luluhlantak di tangan umat muslim Purwakarta. (pz) eramuslim.com.

MUI dan Rais Aam PBNU Nilai Tindakan Wali Kota Bogor Larang Asyuro Syiah untuk Jaga Ketertiban

Selasa, 13 Muharram 1437 H / 27 Oktober 2015 11:24
Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Wali Kota Bogor yang melarang kelompok Syiah untuk merayakan peringatan Asyuro pekan lalu mendapat respon positif dari Rais Aam PBNU yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin.
“Wali Kota tentu memiliki alasan mengapa melarang dan mengeluarkan SK tersebut, karena mungkin itu bisa menimbulkan masalah. Kalau itu tidak dilarang maka akan muncul ketegangan. Mencegah ketegangan itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan daerah,”ujar KH Ma’ruf Amin kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/10).
Menurutnya, yang dilakukan oleh Wali Kota Bogor bukan merupakan tindakan yang berlebihan dan menyalahi aturan.
“Di dalam UUD, pemerintah itu wajib menjaga ketertiban, kenapa dipersoalkan. Itu boleh saja dilakukan, sebab kalau tidak dilarang, dapat menjadi ketegangan,”tambahnya.
Ia menilai apa yang dilakukan Wali Kota Bogor itu merupakan tindakan tegas, menjalankan UUD untuk menghindarkan terjadinya kekerasan di tengah masyarakat.
“Itu merupakan hak Pemda untuk menjaga ketentraman di wilayahnya. Tindakan yang diambilnya merupakan tindakan tegas,” ungkapnya.
Ma’ruf Amin sendiri menjelaskan mengenai Syiah yang di beberapa daerah, ujarnya, sudah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya Syiah.
“MUI memang sudah mengeluarkan fatwa sesat terkait Syiah karena dinilai telah melahirkan pendapat yang menyimpang,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Bogor Bima Arya mengeluarkan Surat Edaran bernomor 300/1321-Kesbangpol, yang berisi larangan kegiatan perayaan hari raya dan aktivitas mobilisasi massa lainnya yang dilakukan jemaat Syiah di Kota Bogor.
Larangan itu termasuk tidak memobilisir masyarakat, baik internal, antar desa/kelurahan atau mendatangkan anggota Syiah dari luar Daerah Kota Bogor.
Surat larangan terhadap kegiatan jemaat Syiah itu, seperti disebut dalam Surat Edaran Wali Kota bertanggal 22 Oktober 2015 tersebut, diterbitkan dalam rangka menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Kota Bogor. (EZ/salam-online)

Demi Keutuhan NKRI, Keputusan Walkot Bima Arya Larang Kegiatan Syiah Tepat

Langkah Walikota Bogor, Bima Arya, menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol yang melarang perayaan Asyuro bagi penganut Syiah untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban merupakan tindakan tepat dan sikap yang terpuji.

Penilaian itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Pemuda Al-Irsyad, Abdullah Hasyim Baraja, dalam siaran persnya. 

"Maka oleh karena itu, kami menyatakan sikap untuk mendukung penuh langkah-langkah Walikota Bogor, Bapak DR. Bima Arya dalam menghadang seluruh ativitas keagamaan dari golongan aliran sesat seperti Syiah," ungkapnya, dikutip RMOL, Selasa (27/10).

Menurutnya, sikap dan tindakan tegas Walikota Bogor DR. Bima Arya terhadap kegiatan Syiah mencerminkan jiwa kepemimpinan yang adil dan memahami aspirasi yang berkembang dari masyarakat, para 'alim ulama dan ormas-ormas Islam, terutama pemahaman mayoritas umat Islam di kota Bogor.

Dia berharap, sikap dan tindakan tegas Walikota Bogor, DR. Bima Arya, dicontoh dan diikuti kepala daerah di seluruh Indonesia. "Mengingat Syiah tidak hanya merusak kemurnian ajaran Islam tetapi juga akan merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tandasnya. 

Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan keputusannya itu ia keluarkan untuk menjaga Bogor yang selama ini sudah kondusif. Ia tak ingin Bogor dilanda konflik dan berdarah-darah hanya lantaran adanya penolakan warga atas acara Asyuro Syiah itu.



Kritik Larangan Perayaan Asyura di Bogor, Ini Kata Bupati Purwakarta

Rabu, 28 Oktober 2015 , 01:33:00
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ikut angkat bicara soal larangan merayakan hari Asyura di wilayah Bogor, Jawa Barat. Sebagai budayawan Sunda, dia menyangkan kebijakan Pemerintah Kota Bogor yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 300/1321-Kesbangpol itu.
Menurutnya, aneh jika perayaan Asyura yang merupakan tradisi kaum Syiah itu dipermasalahkan di Indonesia. Pasalnya, konflik Sunni-Syiah tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
"Saya sebagai warga Sunda, atau kita sebagai warga Indonesia jangan terjebak pada konflik dua keyakinan di negara yang bukan konteks kita sebagai Islam di Indonesia," ujar Dedi saat dihubungi, Selasa (27/10).
Dedi memandang masalah Sunni-Syiah sebagai pertarungan politik antara dua kubu di kawasan Timur Tengah. Sayangnya, ada pihak-pihak di Indonesia yang termakan bahkan terkesan ingin membawa konflik tersebut ke tanah air.
Karenanya, Dedi menghimbau masyarakat untuk memandang masalah Sunni-Syiah secara objektif. Sehingga tidak terjebak dalam pertarungan kepentingan asing.
"Harus paham yang mana konflik keyakinan, mana politik. Urusan Sunni-Syiah, itu Saudi dengan Iran. Jangan bawa konflik di Timur Tengah ke sini yang tidak ada kaitannya dengan itu semua," paparnya.
Jika dilihat dari konteks budaya, lanjutnya, Tanah Sunda seharusnya bebas dari perilaku diskriminatif dalam bentuk apapun. Apalagi wilayah Bogor yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda, tempat Prabu Siliwangi bertahta.
"Prabu Siliwangi itu sangat menjunjung tinggi pluralisme, menghormati untuk hidup secara damai. Dia sendiri menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang Syeh di Karawang. Jadi siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang dimiliki," papar Dedi.
Di Purwakarta sendiri, Dedi tegaskan akan berusaha keras dapat melindungi seluruh warganya yang memiliki kepercayaan beraneka ragam. Bahkan, dia mengaku pernah meminta langsung kepada Presiden Joko Widodo agar melindungi seluruh warga negara Indonesia meski tidak memiliki agama formal yang disepakati di negeri ini.
"Sebelum ada agama formal, ada kepercayaan leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen, mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya. Karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya, akhirnya tidak punya akta dan kartu identitas, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa," tandasnya.
Dilansir dari situs resmi Pemkot Bogor di kotabogor.go.id, Kepala Bagian Humas Setdakot Bogor, Encep Moh. Ali Alhamidi, pada hari Jum’at 23 Oktober 2015 menyebutkan surat edaran ini lahir dengan memperhatikan setidaknya tiga hal. Pertama, sikap dan respon Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang faham syiah. Ke dua, surat pernyataan ormas Islam di kota Bogor tentang penolakan segala bentuk kegiatan Syiah dan terakhir, ini hasil rapat musyawarah pimpinan daerah.
Encep pun menyambung adanya surat edaran ini hasil dari silaturahim unsur muspida kota Bogor ke tempat-tempat kegiatan ritual Syiah. "Maka Walikota memandang perlu mengeluarkan surat edaran ini,” jelasnya. (dil/jpnn)


Tokoh Sunda Kecam Larangan Perayaan Asyura dari Wali Kota Bogor

Rabu, 28 Oktober 2015 | 17:36 WIB
Salah seorang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi mengkritik kebijakan yang dikeluarkan Wali Kota Bogor Bima Arya terkait larangan perayaan Asyura yang merupakan Hari Raya Kaum Syiah melalui Surat Edaran Nomor 300/1321-Kesbangpol.
"Saya sebagai warga Sunda, atau kita sebagai warga Indonesia jangan terjebak pada konflik dua keyakinan di negara yang bukan konteks kita sebagai Islam di Indonesia. Itu konflik (Arab) Saudi dengan Iran, jangan bawa konflik itu ke Indonesia," ujar Dedi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (28/10/2015).
Ia menilai beberapa kalangan di negeri ini memiliki kebiasaan membawa konflik di Arab ke Indonesia.
"Kita ini bersaudara, pegang mana itu kepercaayan individu mana itu kepentingan politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah ke sini yang tidak ada kaitannya itu semua. Harus paham yang mana konflik keyakinan, mana politik. Urusan Sunni-Syiah, itu Saudi dengan Iran. Pahamnya masing-masing, itu hak individu masing-masing. Itu mah urusannya menteri luar negeri," ujar Bupati Purwakarta ini.
Sebagai tokoh sunda, kata Dedi, seharusnya juga belajar pada kepemimpinan Prabu Siliwangi di padjadjaran yang berpusat Bogor.
"Prabu Siliwangi itu sangat menjunjung tinggi pluralisme, menghormati untuk hidup secara damai. Dia sendiri menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang Syekh di Karawang," ujarnya.
Dari situ, tambah dia, bisa dilihat toleransi agama yang tumbuh di Tanah Sunda. "Siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, dengan melindungi kelompok keyakinan apapun asal tidak meruggikan orang lain," katanya.
Di Purwakarta sendiri, Dedi mengaku akan berusaha keras dapat melindungi seluruh warganya yang memiliki kepercayaan beraneka ragam. Bahkan, dirinya sudah meminta langsung pada Presiden Joko Widodo agar dapat melindungi seluruh Warga Negara Indonesia meski tidak memiliki agama formal yang disepakati di negeri ini.

"Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama formal, ada kepercayaan leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen, mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya. Karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya, akhirnya idak punya akta dan kartu identitas, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa," tuturnya. ( tipikal syiah merusak islam seperti ini )
Sebelumnya, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota Nomor : 300/1321 - Kesbangpol yang merupakan larangan masyarakat untuk melarang perayaan Asyura.
"Surat Edaran ini berisi imbauan pelarangan perayaan Asyura," kata Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota Bogor Encep Moh Ali Alhamidi, di Bogor, Jumat (23/10).
Encep mengatakan surat edaran tersebut diterbitkan dengan memperhatikan tiga hal, yakni pertama sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor : 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah.
Kedua yakni surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah dan yang ketiga hasil rapat pimpinan daerah.
"Ketiga pertimbangan ini, maka Pemerintah Kota Bogor merasa perlu untuk mengeluarkan surat edaran berisi imbauan larangan perayaan Asyura," kata Encep.
Encep mengatakan surat edaran tersebut diterbitkan berdasarkan hasil silaturahmi unsur musyawarah pimpinan daerah Kota Bogor ke sejumlah tempat kegiatan ritual Syiah yang ada di wilayah tersebut.
"Dengan mempertimbangkan kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Bogor, maka Wali Kota memandang perlu untuk mengeluarkan surat edaran ini," katanya.



24/7/2013
hsa al-Banduni
Minggu (21/7) sore, di halaman gedung SMA Plus Muthahhari di Jln. Kampus II No. 15-17, Babakansari Kiaracondong Bandung, digelar pertunjukan musik dan tari sufi "Senandung Buluh Perindu, Syair-syair Jalaluddin Rumi". Acara tersebut menampilkan kelompok seni EMKA 9, Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta), Iman Soleh, dan K.H. Jalaluddin Rahmat. Suguhan lagu-lagu religi yang sebagian diciptakan Dedi itu, terasa padu dengan musik EMKA 9 yang terasa unsur etnik Sundanya. [majulah-ijabi.org]
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan seperti taman
Karena cinta api yang berkobar-kobar
jadi cahaya yang menyenangkan
PUISI "Karena Cinta" karya penyair sufi Jalaluddin Rumi yang dibacakan seniman Iman Soleh itu, seperti berlomba dengan suara hujan. Meski sore terasa dingin, tetapi kekuatan cinta Rumi seperti mampu menghangatkan suasana. Hadirin yang memadati tempat acara, tetap bertahan di bawah tenda dan tak beranjak hingga acara usai.
Rumi yang bernama lengkap Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afghanistan), pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Karya-karyanya begitu terkenal dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.

Pilihan karya-karya Rumi untuk dibacakan, bukan tanpa alasan. Sajak-sajak bertema cinta yang bernilai universal tersebut, menjadi kekayaan yang memang seharusnya didengung-dengungkan. Seperti kata Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta, yang juga ikut tampil kemarin. "Hari ini kita memang sangat membutuhkan cinta dalam banyak hal. Apa yang disampaikan Rumi lewat sajak-sajaknya patut kita renungkan," ujarnya.

Dedi yang tampil dengan gaya khasnya berikat kepala dan baju bernuansa pangsi, dalam setiap jeda lagu banyak bertutur tentang kearifan dalam budaya Sunda. Cinta yang bernilai universal, katanya, yaitu sikap welas asih. Nulung ka nu butuh, nalang ka nu susah (menolong orang yang membutuhkan, membantu yang kesusahan) adalah manifestasi dari cinta yang bernilai luas. Itulah tangga penting menuju Tuhan.

"Dalam kultur Sunda, tema-tema cinta dalam arti universal itu begitu banyak. Nilai-nilai kesundaan yang diwariskan Siliwangi dan keturunannya, banyak berbicara tentang hubungan cinta manusia kepada lingkungan, sesama, dan Maha Pencipta. Jadi sebetulnya, pergelaran hari ini tidak ubahnya sebagai pertemuan Rumi dengan Siliwangi," tuturnya.

Dia mencontohkan, tutup kepala Rumi atau kaum Darwis-nya yang nyungcung ke atas adalah simbol menuju ketinggian, penghormatan kepada Yang Mahatinggi. Dalam kultur Sunda, simbol-simbol seperti itu juga ada. Ikat kepala khas Sunda (iket) juga memiliki elemen yang nyungcung. Demikian pula dengan rumah adat Sunda dengan gaya julang ngapak atau nasi tumpeng.
Dalam pandangan Dedi, jika manusia mendalami benar makna cinta, tidak akan ada kekerasan di tengah masyarakat. Kekerasan yang mengatasnamakan agama, sejatinya justru telah menodai kesucian agama. Sebab seharusnya agama tidak disebarkan dengan hawa nafsu. Dedi memang punya pengalaman buruk tentang hal itu. Dia pernah didemo sekelompok massa di Purwakarta, yang menuduhnya telah membangun berhala dan menistakan agama.
Penjahit Satin
Sementara itu Jalaluddin Rakhmat, membacakan kisah "Penjahit Satin". Sebuah cerita yang berisi parodi atau sebuah sindiran yang sangat halus dan nasehit yang harus direnungkan. Kisah tersebut diambil dari buku Rumi yang terkenal Mathnawi. Di dalamnya memuat tentang cerita manusia sombong dan merasa mampu mengatasi tipu daya dunia. Namun akhirnya tanpa sadar, dia menjadi korban karena lalai mengontrol diri.
"Banyal hal di dunia ini yang tanpa kita sadari telah memperdaya kita. Banyak di antara kita yang merasa mampu untuk mengendalikan tipu daya itu. Tapi yang terjadi malah kita lengah dan menjadi korban penipuan. Salah satu yang menyebabkan kita lengah adalah sifat sombong atau takabur," ujar Jalaluddin Rakhmat.
Dalam acara yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jawa Barat dan Yayasan Muthahari tersebut, dilantunkan pula selawat Nabi yang telah akrab di kalangan kaum muslimin. Namun kali ini EMKA 9 mengemasnya lewat nada yang syahdu dan menyanyat hati, diiringi aransemen yang apik. Sementara sejumlah penari di latar depan, memvisualisasikanya dengan gemulai.
Salah satu bait salawat yang paling dikenal kaum muslimin adalah:
Ya Nabi salam alaika
Ya Rasul salam alaika
Ya Nabi salam alaika
Sholawatulaah alaika...
"Semoga besok tidak ada yang demo, gara-gara lantunan selawat di sini dilengkapi tarian," ujar Dedi Mulyadi bergurau. Pergelaran berakhir saat magrib tiba, dilanjutkan dengan buka puasa bersama. 


Rumi Ternyata Orang Syi'ah

Diposkan oleh Abdul Husein
Semua pasti tahu siapa Jalalluddin Rumi. dansemua pasti tahu bahwa ia adalah panutan jutaan umat Islam. Tapi pasti heran jika ternyata mazhabnya adalah ahlul bait atau syiah. 
Disamping itu, Jalaluddin Rumi dalam buku VI, Matsnawi, memberikan penghormatan yang mendalam kepada Imam Hussayn (as) dan menyebut Imam Hussayn (as) sebagai Ruh Agung dan Raja dari Agama yang sejati ( Buku IV: 797,798)

Di bawah ini adalah puisi Maulana Jalaluddin Rumi tentang Hari Asyura:
Tidakkah kau ketahui bahwa hari Asyura, hari dukacita..Buat satu jiwa yang lebih mulia dari seluruh umat manusia..Bagaimana mungkin mukmin sejati meremehkan peristiwa lara..Kecintaan kepada anting adalah ukuran cinta pada telinga..Bagi mukmin sejati berkabung ‘tuk yang tersuci dari segala ruh..Harus lebih dikenang dari ratusan banjir Nabi Nuh.. ( ini alasan Dedi Mulyadi sangat agresif bela perayaan Assyura/GK )
CATATAN:Matsnawi dibagi menjadi enam buku dan setiap buku terdiri dari 12 wacana. Ini bukan kebetulan. Rumi menunjukan bahwa 12 Imam itu adalah pemimpin ruhaniah dalam perjalanan menuju Allah swt. Di Makamnya di Konya, anda dapat menyaksikan nama-nama 14 orang suci diukirkan pada tembok-tembok ruang pusaranya: Nabi Muhammad saw, Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, Muhammad bin Hasan al Mahdi alayhimus salaam. 
Makanya, jika anda kagum sama Rumi, tentu juga akan kagum pada panutan Rumi.


Syiah dalam Tasawuf Rumi

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan bukti tekstual dalam mendukung kecenderungan Syiah dalam Tasawuf Rumi yang diambil dari Matsnawi. Syi’isme, dalam bentuk hakikinya, percaya pada wilayah (otoritas) Imam Ali dan sebelas imam dari keturunannya, menyusul mangkatnya Nabi Muhammad saw. Allah telah memilih Ali dan keturunannya, sebagai penerus kerohanian dan keagamaan yang sejati dari Nabi Muhammad saw, yang setelahnya akan senantiasa ada seorang wakil dari keluarga Ali untuk membimbing dan memimpin manusia. Tulisan ini membahas tiga jenis wilayah: matahari, bulan, dan bintang.
Seyed G. Safavi
Interpretasi atas teks Matsnawi melalui teknis riset ‘konseptual,’ ‘sinoptis,’ dan ‘lingkaran ‘hermeneutik’ memperjelas bahwa Maulana Jalaluddin Rumi menghormati kedudukan dan jabatan Imamah yakni otoritas, wilayah Allah, Nabi Muhammad saw, dan dua belas penerusnya yang ditunjuk oleh Allah. Dalam konteks ini, Maulana memfokuskan pada wilayah Imam Ali, penerus Nabi Muhammad saw yang pertama.
Menurut Dr. Shahram Pazouki:
Maulawi (Rumi) adalah seorang Syiah, bukan dalam arti yang dipakai oleh fukaha atau teolog dialektis sekarang, tetapi dalam makna sebenarnya, yakni Allah hanya menunjuk wali, percaya pada kesinambungan spiritualitas dan walayah Nabi Muhammad saw dalam pribadi Imam Ali dan putranya yang ditunjuk oleh Allah. Allah menunjuk Ali sebagai penerus kerohanian dan wali sepeninggal Nabi Muhammad saw dan percaya bahwa setelah Nabi senantiasa ada pembimbing spiritual, wali, dari keluarga Imam Ali dalam kafilah cinta. Maka, di sini ada perbedaan antara Syiah Spiritual dan Syiah Fikih.
Kaum Sufi percaya bahwa dalam setiap periode akan ada pemandu ruhani atau wali, dan hanya melaluinya seseorang bisa mendapatkan jalan menuju Allah. Walayah adalah realitas tasawuf dan aspek batin Islam. Wali adalah citra Allah di muka bumi. Wali adalah kesempurnaan zaman dan perantara karunia dari Allah kepada manusia. Walayah berbeda dari kekhalifahan. Adalah mungkin saja untuk terlibat dalam memilih khalifah dengan memberi kepadanya suara mereka, namun hanya Allah Yang menunjuk wali. Allah melantik Ali sebagai pelanjut kerohanian dan wali setelah Nabi Muhammad saw.” (Pazouki, Shahram. (2003) “Spiritual Walayah” dalam S.G. Safavi (ed), Rumi’s Thoughts. Tehran: Salman Azadeh Publication)
Ali ditunjuk sebagai wali oleh Allah didasarkan pada sejumlah ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad saw seperti, Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS. al-Maidah [5]: 67), Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-Maidah [5]: 3), hadis Ghadir Khum, dan Tsaqalain. Apa yang penting adalah kepercayaan bahwa setelah Nabi saw, walayah berlanjut kepada diri Ali, dan setelah Ali, berlanjut melalui para imam Syiah lainnya yang ditunjuk sebagai wali oleh Allah.
Syi’isme didasarkan pada prinsip Imamah atau wilayah (disebut dalam literatur irfani sebagai ‘insan kamil’—manusia sempurna) Rujukan-rujukan al-Quran dan hadis, yang diriwayatkan oleh semua sumber Muslim, membenarkan bahwa kecintaan kepada keturunan Nabi saw adalah aturan dasar Islam. Matsnawi membuktikan bahwa Maulana percaya pada wilayah Imam Ali, salah satu prinsip utama Islam Syiah.
Berbagai level antara Imamah dan Wilayah
Pembimbing terakhir-wali adalah Allah, disusul, secara berurutan, oleh: Nabi Muhammad saw dan dua belas imam. Sebagaimana Nabi saw dan 12 Imam adalah manifestasi ‘Manusia Sempurna’ (Imamah dalam literatur Syiah), dan ‘Manusia Sempurna,’ bersesuaian dengan identitas yang sama. Bahwa esensi ‘Manusia Sempurna’ dalam tasawuf dimaknai dengan ‘Imamah’—prinsip Syi’isme yang membedakan—mengindikasikan bahwa sufi, tanpa memperhatikan praktik keagamaan yang mereka ikuti, taklid, dalam hal ini adalah Muslim Syiah.
Dalam pandangan irfani, ada dua aspek yang berbeda dari wilayah: “Wilayah umum” (wilayah ‘ammah ) dan “wilayah khusus” (wilayah khashshah) Wilayah pertama, wilayah umum (harfiah: bintang) mengandung dua level:
1. Level pertama dimulai dengan “pengosongan,” takhliyah,” dan berakhir dengan stasiun “kedekatan (melalui) amal-amal sunah—qurb nawafil. Ketika Allah menjadi mata, telinga, dan lidah hamba-Nya, pencari kebenaran (salik) mencapai keadaan (maqam) hakikat keyakinan (haqqul yaqin)
2. Level kedua berhubungan dengan mereka yang fana dalam al-Haqq—yang tetap dalam eksistensi Raja Keberadaan. Tahapan terakhir dari keadaan ini disebut sebagai maqam qaba qausayn.
“Wilayah khusus” hanya dipegang oleh Nabi Muhammad saw dan para penerus Ilahinya dari Ahlulbait (keluarga Nabi saw, secara khusus, putrinya Fathimah, suaminya, Ali, dan anak-anak mereka, Hasan dan Husain) Wilayah khusus tersebut berlanjut dari maqam qaba qausayn, sampai pada tercapainya “maqam manifestasi Tajaliyah Zati” dan maqam aw adna.
Pada tahapan tersebut, mereka yang memegang wilayah ini memahami level batin ketujuh, bathn haftom kalam Allah, yakni firman Allah, al-Quran. Tercatat dalam satu hadis, mengenai al-Quran, bahwa “Al-Quran memiliki level pengertian lahiriah dan level pengertian batiniah yang mencakup tujuh makna batin yang dalam.” (Allamah Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan, jil.3, hal.72)
Para pemangku wilayah khusus, wali, seperti pohon besar yang darinya abdal, nuqaba, dan awtad semata-mata bayanngan. Karena, setiap zaman ada satu Manusia Sempurna, quthub, dengan semua makhluk spiritual lainnya di zaman tersebut di bawah bayangannya (lihat bait-bait 1924-2305 Buku Ketiga Matsnawi Rumi dan ulasan Mulla Hadi Sabzawari atas bait 2003 Buku Ketiga Matsnawi) Maulana mengatakan bahwa wilayah khusus memiliki dua aspek, wilayah Syamsiah (matahari), dan wilayah Qamariah (bulan) (Buku Ketiga, bait 3104-3106)
Manifestasi wilayah Syamsiah adalah wilayah Muhammadiyah, dipegang oleh Nabi Muhammad Mustafa), sementara wilayah Qamariah, merujuk secara khusus kepada Ahlulbaitnya, Yang Allah tunjuk untuk mewarisi otoritas Nabi saw dan melanjutkannya.
Menurut Matsnawi Buku Pertama, bait 2959-2980, wilayah Alawiyah, yakni wilayah Imam Ali dan para pewaris otoritas, termasuk pada wilayah Muhammadiyah. Menurut Buku Pertama, bait 3761-3766, wilayah Qamariyah Imam Ali termasuk pada wilayah Syamsiah Nabi Muhammad saw. Rumi mendasarkan ulasan-ulasan atas wilayah khususnya Imam Ali pada perkataan Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya.”
Dalam cerita pertama di awal Buku Pertama Matsnawi, “Raja dan Pelayan,” Manusia Sempurna—Pir, atau Hakim Haziq dimunculkan dengan merujuk pada salah satu gelar Imam Ali Murtadha, kepadanya ia kemudian terus menjelaskan sebagai “orang yang memegang otoritas atas manusia, Mula al-Qum.” (Matsnawi Buku Pertama, bait 99-100)
Dalam cerita terakhir Buku Pertama, Sebuah Kisah tentang Imam Ali, Rumi membahas nafsul muthmainnah (bait 3721-3391) dan mengenalkan Imam Ali sebagai seorang pemangku wilayah khusus. Dalam Buku Terakhir, ia kembali memunculkan wilayah Imam Ali didasarkan pada perkataan Nabi saw, “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Jil.6, bait 4538.
Maka itu, Matsnawi Rumi bermula dan berakhir dengan wilayah Imam Ali. Bukti tekstual selanjutnya dalam Matsnawi mendukung penerimaan Rumi atas wilayah Imam Ali dan superioritasnya atas para sahabat Nabi saw lainnya.
1. Rumi menyebut Imam Ali as, Amirul Mukminin (Pemimpin orang-orang beriman), diterjemahkan oleh Nicholson sebagai “Pangeran orang-orang Mukmin,” dalam cerita yang diberi judul Imam Ali. (Buku Pertama, pembukaan setelah bait 3720)
2. Rumi menyebut Imam Ali, “Orang yang beramal secara ikhlas”—“Belajarlah bagaimana beramal secara ikhlas dari Ali.” (Buku Pertama, bait 3721, penggalan pertama)
3. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Singa Allah”—“Ketahuilah, bahwa Singa Allah (Ali) disucikan dari segala tipudaya.” (Buku Pertama, bait 3721, penggalan kedua)
4. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kebanggaan setiap nabi”—“Ali, kebanggaan setiap nabi.” (Buku Pertama, bait 3723)
5. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kebanggaan setiap wali”—“Ali, kebanggaan setiap nabi dan setiap wali.” (Buku Pertama, bait 3723)
6. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “wajah yang di hadapannya bulan membungkuk perlahan”—“Ia menyiratkan ketenangan yang di hadapan wajah tersebut, bulan membungkuk perlahan sebagai pengganti ibadah.” (Buku Pertama, bait 3724)
7. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Singa Tuhan”—“Dalam kegagahan engkau adalah Singa Tuhan; dalam kedermawanan siapa yang mengetahui sebenarnya dirimu?” (Buku Pertama, bait 3732)
8. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “seluruh pikiran dan penglihatan”—“Wahai Ali, engkau adalah seluruh pikiran dan penglihatan, ceritakan sedikit dari apa yang telah kaulihat.” (Buku Pertama, bait 3745)
9. Rumi menyebut Imam Ali sebagai, “rajawali empyrean”—“Katakan, wahai rajawali empyrean yang menemukan mangsa baik, apa yang telah kau lihat di waktu ini dari Pencipta?” (Buku Pertama, bait 3750)
10. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “alim yang melihat yang gaib”—“Matamu telah belajar melihat yang gaib ketika mata-mata dari para pengamat tertutup.” (Buku Pertama, bait 3751)
11. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang diridai oleh Allah”—“Tunjukkan rahasia, wahai Ali, engkaulah orang yang diridai oleh Allah.” (Buku Pertama, bait 3751, bagian pertama)
12. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kemudahan yang baik”—“Wahai engkau yang kemudahannya baik, setelah nasib yang buruk.” (Buku Pertama, bait 3752)
13. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “bola rembulan (wilayah Qamariah)”—“Darimu sinar memancar kepadaku, seperti rembulan, bagaimana bisa engkau menyembunyikannya? Tanpa lidah, engkau lecutkan berkas-berkas cahaya, seperti bulan. Namun jika bola-bola rembulan datang untuk berbicara, secara cepat ia lebih memimpin para pejuang malam jalan (benar) Mereka menjadi aman dari kesalahan dan ketundukkan: suara bulan menyebar ke atas suara jiwa yang jahat.” (Buku Pertama, bait 3759-3761)
14. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “cahaya di atas cahaya”— “Dalam sebanyak bulan (bahkan) tanpa berbicara menunjukkan jalan, ketika ia bicara ia menjadi cahaya di atas cahaya.” (Buku Pertama, bait 3762)
15. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pintu kota ilmu (Ali pintu wilayah Muhammadiyah)”—“Karena engkau adalah pintu kota ilmu, karena engkau adalah sinar mentari rahmat (Nabi Muhammad saw)” (Buku Pertama, bait 3763) Bait ini merujuk kepada Nabi Muhammad yang berkata, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, maka siapasaja yang mencari ilmu, hendaknya masuk melalui pintunya.”
16. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘pintu rahmat’—“Teruslah terbuka selamanya.” (Buku Pertama, bait 3765)
17. Rumi menyebut Imam Ali yang mengatakan, “Jalan masuk aula yang siapa pun tidak seperti ia.” (Buku Pertama, bait 3765) Ini merujuk pada surah al-Ikhlash.
18. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ”matahari wilayah”—“Bicaralah, wahai Pangeran orang beriman, agar jiwaku bisa bersenyawa di dalam tubuhku seperti sebuah embrio. Bagaimana embrio mempunyai sarana-sarana (untuk bersenyawa) selama periode ketika ia dikuasai (oleh bintang-bintang)? Ia muncul (berputaran) dari bintang-bintang menuju matahari. Ketika waktu tiba bagi embrio untuk menerima ruh (penting) Pada waktu itu, matahari menjadi penolongnya. (Buku Pertama, bait 3773-5)
Bait-bait ini mengacu pada wilayah Qamariah Ahlulbait dalam wilayah Syamsiah dari Nabi Muhammad saw. Di sini, Rumi menjelaskan bahwa mereka yang memangku wilayah umum atau bintang hanyalah bintang-bintang apabila dibandingan dengan Ali yang, seperti matahari, menggambarkan manusia sempurna atau Syekh sempurna. Dengan demikian, sementara mereka yang memegang wilayah umum (wilayah ‘ammah) bisa membantu seorang pencari kebenaran (salik), bimbingan lengkap hanya dapat diperoleh melalui mereka yang memangku wilayah Syamsiah—suatu referensi kepada Imam Ali dan para penggantinya. Di sini, Rumi menyajikan ketiga jenis wilayah yang digambarkan di dalam pengantar: wilayah Syamsiah, wilayah Qamariah—aspek-aspek wilayah khusus (wilayah khashah), dan wilayah umum (wilayah ‘ammah), yang juga disebut wilayah bintang (wilayah najmiyah)
Semua ini bisa dipandang level-level rendah dan tinggi dari wilayah.
19. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pemangku wilayah matahari”- “Ketika saatnya bagi embrio untuk menerima ruh (vital), pada saat itu matahari menjadi penolongnya. Embrio ini dibawa ke dalam gerakan oleh matahari, karena matahari dengan cepat memberkatinya dengan ‘ruh.” Buku Pertama, bait 3775-3776.
Dalam perjalanan ruhani menuju Allah, embrio, salik, taat kepada wilayah Alawiyah, sampai pada tujuannya.
20. Rumi menyebut seluruh pesuluk mempunyai kemampuan untuk itu, jika mereka menyadari bahwa hal itu memiliki suatu hubungan tak terpisahkan dengan wilayah Alawiyah, yakni, wilayah Syamsiah Imam Ali—“Dengan cara tersembunyi yakni jauh dari persepsi indrawi kita, matahari di langit mempunyai banyak cara.” (Buku Pertama, bait 3779)
Adalah melalui hubungan inherenlah, bersama wilayah Syamsiah Ali, yang ada di balik indra-indra fisik, pesuluk mampu berkembang.
21. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “rute jalan ruhani” (wilayah)—“Dan cara yang ia menjadikan (permata) rubi merah dan cara yang dengannya ia memberi cahaya-menerangi ke sepatu kuda (besi) Dan cara yang dengannya ia menjadikan matang buah, dan cara yang dengannya ia memberikan hati kepada orang yang bersedih.” (Buku Pertama, bait 3781-82)
Ayat-ayat ini merujuk pada surah al-Adiyat yang diturunkan untuk menerangi kedudukan Imam Ali.
22. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “seekor rajawali dengan sayap yang bersinar”—“Katakanlah, wahai rajawali dengan sayap yang bersinar.” (Buku Pertama, bait 3783, bagian pertama)
23. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang belajar dari dan menjadi familiar dengan Raja Hakiki alam semesta”—“Yang belajar dari Sang Raja dan ‘Lengan-Nya.” (Buku Pertama, bait 3783, bagian dua)
24. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘rajawali agung yang menangkap Anga.” —“Katakanlah, wahai rajawali yang menangkap Anga, wahai Engkau Yang menaklukkan pasukan oleh dirimu sendiri.” (Buku Pertama, bait 3784)
25. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “satu umat”—“Engkau sendiri adalah (satu masyarakat utuh) engkau yang satu dan seratus ribu. Katakanlah, wahai engkau pemilik rajawali, budakmu jadi mangsa.” (Buku Pertama, bait 3785)
Ayat ini merujuk pada suatu ayat al-Quran yang di dalamnya Allah mengatakan kepada kita bahwa semua manusia adalah umat yang satu. Lihat surah al-Baqarah ayat 213. Sementara, semua manusia memiliki potensi, hanya sebagian manusia yang benar-benar mengikuti wilayah Ali, orang yang taat kepada Allah.
26. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “hamba Allah”—“Ia berkata, ‘Aku menggunakan pedangku karena Allah. Aku adalah hamba Allah. Aku tidak di bawah perintah tubuh.’” (Buku Pertama, bait 3787)
27. Rumi menyebut Imam Ali sebagai ‘Singa Allah’—“Aku adalah Singa Allah, bukan singa nafsuku.” (Buku Pertama, bait 3788, bagian pertama)
28. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “ia yang tangannya menyaksikan agamanya”—“Perbuatanku memberi kesaksian atas agamaku.” (Buku Pertama, bait 3787, bagian kedua)
29. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “manifestasi kehendak Allah”—“Dalam peperangan, aku adalah manifestasi kebenaran dari, “Bukan engkau yang melempar batu ketika engkau engkau melempar.’ Tetapi pedang dan pelempar adalah Matahari (Ilahi)” (Buku Pertama, bait 3789)
Ini merujuk pada surah al-Anfal: 17.
30. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang lebur di dalam Allah”– ‘Aku telah membuang beban ‘diri’ dari jalan itu.” (Buku Pertama, bait 3790, bagian pertama)
31. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang tauhidnya adalah tauhid “esensial”—“Aku telah menganggap (sesuatu) selain Allah sebagai non-eksisten.”’ (Buku Pertama, bait 3790, bagian kedua)
32. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “Bayangan Tuhan”– “Aku adalah bayangan, Matahari adalah Tuhanku.” (Buku Pertama, bait 3791, bagian pertama)
Wilayah Ali adalah dari Allah.
33. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “kepala rumah-tangga Allah”– “Aku adalah kepala rumah-tangga, bukan tirai (yang menghalangi pendekatan) kepada-Nya.” (Buku Pertama, bait 3791, bagian kedua)
Fungsi Ali adalah membimbing manusia kepada Allah.
34. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang dipenuhi dengan mutiara penyatuan dengan Allah”– “Aku dipenuhi dengan mutiara penyatuan seperti pedang bertatahkan permata.” (Buku Pertama, bait 3792, bagian pertama)
35. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pembaru kehidupan spiritual”—“Dalam perang, aku menghidupkan kembali, tetapi tidak membunuh manusia.” (Buku Pertama, bait 3792, bagian dua)
36. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pelaju level-level esensi spiritual dan moralitas Ilahi”—“Darah tidak menutup cahaya pedangku: Bagaimana angin harus menyapu jauh awan-awanku?” (Buku Pertama, bait 3793)
Komentator besar Matsnawi-nya Rumi, Akbar Abadi mengatakan bahwa ‘Pedang dan awan-awan di sini merujuk pada level tinggi esensi spiritual Ali. Angin merujuk pada moralitas negatif (akhlaq nafsani) dan kilauan pedang merujuk pada moralitas Ilahi. Referensi penting bahwa sifat-sifat negatif tidak mengganggu kualitas-kualitas sempurna Ali. (Lihat Akbar Abadi, Syarh Mathnawi, Buku 1, hal. 307)
37. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “gunung ketabahan, kesabaran, dan keadilan”–“Aku bukan jerami, aku gunung ketabahan, kesabaran dan keadilan: Bagaimana bisa angin kemarahan mengangkat gunung?” (Buku Pertama, bait 3794)
38. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “bangunan Allah adalah bangunan Ali”– “Aku adalah gunung dan wujudku adalah bangunan-Nya. Jika aku menjadi seperti jerami, anginku (yang menggerakkanku) adalah zikir kepada-Nya.” (Buku Pertama, bait 3797)
39. Dengan merujuk kepada Imam Ali, Rumi menulis, “Pemimpinnya adalah cinta Allah”—“Kecintaanku tidak digerakkan melainkan dengan tiupan-Nya; kaptenku adalah kosong melainkan kepada Cinta kepada Yang Tunggal.” (Buku Pertama, bait 3798)
40. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “penindas kemarahan”—“Kemarahan, raja diraja bagiku tiada lain adalah budak: Bahkan kemarahan saya telah ikat di bawah pengekangan.” (Buku Pertama, bait 3799)
41. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang tenggelam dalam cahaya Allah”–“Aku tenggelam dalam cahaya sekalipun atapku hancur.” (Buku Pertama, bait 3801, bagian pertama)
42. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “taman surga”– “Saya telah menjadi sebuah kebun sekalipun saya digelari Bapak Tanah (Abu Turab)” (Buku Pertama, bait 3801, bagian kedua)
Ayat ini merujuk pada hadis yang di dalamnya Nabi saw menjuluki Ali sebagai Abu Turab.
43. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pecinta Allah”–“Agar namaku adalah ‘Dia mencintai karena Allah. Agar keinginanku adalah ‘Dia membenci karena Allah.” (Buku Pertama, bait 3803)
44. Rumi menyebut manifestasi ‘kemurahhatian’ Ali sebagai “memberi karena Allah”—“Bahwa kemurahhatianku adalah ‘Dia memberi karena Allah.’” (Buku Pertama, bait 3804, bagian pertama)
45. Rumi merujuk pada manifestasi penyembunyian Ali sebagai “penyembunyian karena Allah”—“Bahwa wujudku adalah ‘Dia menyembunyikan karena Allah.’” (Buku Pertama, bait 3804, bagian kedua)
Bait 3803 dan 3804 merujuk pada sebuah hadis, “Keimanan dari siapasaja yang memberi karena Allah atau menyembunyikan karena Allah atau mencintai karena Allah atau membenci karena Allah atau menikah karena Allah, akan mencapai kesempurnaan.” (Foruzanfar, Ahadith Matsnawi, hal.37, Tehran 1361)
46. Rumi merujuk pada Imam Ali sebagai “kepunyaan Allah sepenuhnya”—“Aku kepunyaan Allah sepenuhnya, aku bukan milik yang lain.” (Buku Pertama, bait 3805, bagian kedua)
Kehendak dan wujud Imam Ali dilingkari oleh kehendak dan eksistensi Allah.
47. Dengan merujuk pada Imam Ali, Rumi menulis, “Perbuatan Ali adalah karena Allah saja yang bersumber dari makrifat terangnya atas Allah”—“Dan bahwa yang aku lakukan karena Allah adalah (tidak dilakukan dengan) selaras, bukan fantasi atau pendapat, ia hampa kecuali intuisi.” (Buku Pertama, bait 3806)
Ilmu Ali adalah intuitif ketimbang teoretis.
48. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “yang terpikat kepada Allah semata”—“Aku telah dibebaskan dari usaha dan pencarian, aku telah mengikat lengan bajuku pada rok Allah.” (Buku Pertama, bait 3807)
49. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang melihat Ali di mana-mana”—“Jika aku terbang, aku melihat tempat yang kepadanya aku mendaki; dan jika aku memutar, aku melihat poros yang padanya aku berputar.” (Buku Pertama, bait 3808)
50. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pemangku wilayah matahari dan rembulan, wilayah Qamariah dan Syamsiah”—“Aku adalah rembulan dan matahari di depanku sebagai pemanduku.” (Buku Pertama, bait 3809, bagian kedua)
51. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “pintu ilmu Tuhan”—“Masuklah, aku akan buka pintu tersebut bagimu.” (Buku Pertama, bait 3841)
52. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “orang yang memberikan harta karun abadi kepada para pengikutnya”—“Apa yang kemudian aku berikan kepada pelaku kebajikan? Ketahuilah oleh kalian, aku berikan harta karun dan kerajaan-kerajaan yang abadi.” (Buku Pertama, bait 3843)
53. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “tuan ruh”—“Tetapi, jangan bersedih: Aku pemberi syafaat kalian; aku adalah pemilik ruh, aku bukan pelayan tubuh.” (Buku Pertama, bait 3942)
54. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “matahari agung”– “Tubuh ini tidak punya nilai dalam pandanganku: Tanpa tubuhku, aku adalah agung (dalam ruh), matahari ruh.” (Buku Pertama, bait 3943)
55. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “petunjuk para raja”—“Secara lahiriah ia berjuang dengan kekuatan dan otoritas, tetapi (hanya) ia yang bisa memperlihatkan kekuasaan jalan dan penilaian yang benar. Bahwa dengan ia, ruh lain bagi kekuasaan; ia bisa menghasilkan buah bagi pohon palem dari kekhalifahan.” (Buku Pertama, bait 3946-47)
56. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “timbangan Ilahi”—“Engkau benar-benar timbangan dengan sifat adil dari Yang Tunggal (Allah).” (Buku Pertama, bait 3981, bagian pertama)
57. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “timbangan yang dengannya para wali ditimbang”—“Tidak, engkau adalah puncak setiap keseimbangan.” (Buku Pertama, bait 3981, bagian kedua)
58. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “cahaya wilayahnya adalah cahaya wilayah Allah”—“Aku adalah pelayan dari mata pencari lampu yang dengannya lampu menerima keagungannya.” (Buku Pertama, bait 3984)
59. Rumi menyebut Imam Ali sebagai “mutiara dari samudera cahaya Allah”—“Aku adalah pelayan dari gelombang samudera cahaya yang membawa mutiara seperti ini ke dalam pandangan.” (Buku Pertama, bait 3985)
60. Rumi menyebut Imam Husain sebagai “raja agama, kemegahan, dan ruh murni”—“Suatu ruh megah lari dari penjara; mengapa kita harus merobek pakaian-pakaian kita dan bagaimana kita harus mengunyah tangan-tangan kita. Karena mereka (Husain dan keluarganya) adalah raja-raja agama (hakiki), inilah saat kebahagiaan bagi mereka ketika mereka memutuskan ikatan-ikatan mereka.” (Buku Keenam, ayat 797-8)
Dalam Buku Keenam Matsnawi Rumi menyebut, dengan penghormatan yang mendalam, Imam Husain putra Imam Ali sebagai ruh agung dan Raja Agama.
Meskipun sangat kesal karena peristiwa itu, ia memasukkan Hari kesyahidan Imam Husain (Asyura), sebagai hari duka cita bagi ruhnya.
Rumi menganggap kecintaan kepada Imam Husain sebagai kelanjutan dari kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, dengan cara yang sama sebuah telinga mencintai mutiara.
Ia menggambarkan Nabi Muhammad saw sebagai wujud telinga dan Imam Husain adalah mutiara, “Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad?
Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang Mukmin hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan Mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh.” (Buku Keenam, bait 790-92.) Bait 776-805 secara khusus merujuk pada umat Syiah di Kota Halab, yang kepada mereka Maulana mengritik karena memiliki ruh-ruh yang tertidur. Ia menyuruh mereka untuk meratap demi ruh-ruh mereka yang sama halnya dengan orang yang mati. Kemudian ia menyebut Ruh Agung Imam Husain yang lari dari penjara dan tetap hidup. Sebagian komentator telah menyalahpahami ini dengan mengatakan bahwa Rumi menentang Syiah yang darinya referensi-referensi di atas ia sama sekali tidak begitu (tidak menentang Syiah).
Dari pemahaman sinoptis atas Matsnawi, setiap dari enam buku Matsnawi mengandung dua belas wacana. Jadi, total ada 72 wacana. Repetisi dua belas wacana bukanlah kebetulan melainkan sebaliknya suatu penghormatan kepada masing-masing Dua Belas Imam Ahlulbait, pewaris dan penerus wilayah keruhanian Nabi Muhammad saw. Tujuh puluh dua wacana sama dengan jumlah tujuh puluh dua sahabat Imam Husain yang syahid bersamanya di Karbala.
Sejak kelahiran mereka, sama’ dalam Tarekat Maulawiah menghormati para syahid Karbala. Di makam Maulana Rumi yang terletak di Konya, nama-nama empat belas maksum, dari Nabi saw hingga Imam Keduabelas (yakni, Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, Muhammad bin Hasan al-Mahdi) ditatahkan pada dinding-dinding ruang pemakamannya.
Bukti tekstual ini mengilustrasikan bahwa Maulawi Rumi adalah Syiah hakiki dari kebenaran Syi’isme, tasyayyu’ haqqiqi, dan pengikut Imam Ali.
Mengenai hal ini, Dr. Shahram Pazouki mengatakan:
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari ini adalah bahwa prinsip paling penting yang dimiliki oleh Syi’isme dan tasawuf adalah persoalan Imamah atau Walayah. Wali adalah mediator dan pembimbing Tuhan yang melalui mereka Allah menyelamatkan manusia. Poin yang harus dicatat di sini adalah bahwa, berkebalikan dengan apa yang secara umum ditegaskan, Syi’isme pada mulanya bukanlah gerakan politik melawan para khalifah atau mazhab fikih, yang sejajar dengan mazhab fikih Suni, atau mazhab kalam (teologi) yang dekat Muktazilah. Syi’isme adalah sebuah jalan keikhlasan yang didasarkan pada konsep walayah, sementara perbedaan-perbedaan dalam fikih, politik, dan teologi adalah isu-isu sekunder di luar dari inti utama ini. Dengan demikian, dalam Syiah hakiki, orang percaya bahwa Allah dimakrifati bukan dengan penalarannya dan spekulasinya sendiri, atau pun melalui hadis-hadis yang diturunkan kepada yang lainnya, namun melalui penyerahan dan ketundukan total kepada wali dan berjalan di atas Jalan Cinta.
Maka itu, kita melihat bahwa dalam Matsnawi-nya, Maulawi membicarakan seluruh empat khalifah pertama, namun nada pembicaraannya berbeda sepenuhnya ketika ia sampai kepada Ali, karena ia mengetahuinya sebagai wujud sang wali sepeninggal Nabi saw.” (Pazouki, Shahram. (2003) “Spiritual Walayah” dalam S.G. Safavi(ed), Rumi’s Thoughts. Tehran: Salman Azadeh Publication)
Bibliografi
1. Lihat Kehidupan Rumi:
Aflaki, Ahmad, Manaqeb al-‘Arefin, Tehran, 1983.
Alavi, Mahvash, Maulana, Khodawandegar-e Tariqat-e Ishq, Tehran, 1998.
Chittick, William, Me & Rumi, Kentucky, 2004.
Foruzanfar, Badi’a al- Zaman, Mawlavi, Tehran, 1971/1354.
Golpinarli, Abdulbaki, translated into Farsi by Sobhani, Tofiq, Mowlana, Tehran, 1996.
Iqbal, Afzal, Rumi, Lahore, 1991.
Lewis, Franklin, Rumi: Past and Present. East and West, Oxford, 2,000.
Sepahsalar, Faridun, Mowlavi, Tehran, 1983.
Syamsuddin Syirazi, Maqalat-e Shams Tabrizi. ed. Mohamad ‘Ali Movahed, Tehran, 1990.
Zarrinkub, Abdul Hosayn, Pele-pele Molaqat ta Khoda, Tehran, 1994.
2. Untuk laporan selengkapnya ihwal pemikiran teologis dan spiritual Maulana Rumi, lihat:
Chittick, William.C, The Sufi Path of Love. SUNY, New York, 1983.
Chittick, William C, Me & Rumi, Kentucky, 2004.
Este’lami, Muhammad, diedit dengan komentar, Masnavi-ye Jalal al-Din Mohammad-e Balkhi, 7 jilid, (edisi keenam), Tehran, 2000/1379.
Schimmel, A, The Triumphal Sun. Fine Books, London, 1978.
Homaei, Jalal al-Din, Mowlawi Nameh, Tehran, 1996/1374.
Ja’fari, Mohammad Taqi, Mowlawi wa Jahanbinih dar Maktabhay-e Sharq wa Gharb, Tehran, 1992/1370.
Safavi, Seyed G, Rumi’s Thought, Tehran, 2003.
Safavi, Seyed Ghahreman, The Structure of Rumi’s Mathnawi, London, 2006.
Turkmen, Erkan, The Essence of Rumi’s Mathnavi Including his Life and Works, Konya, 2004.
3. Lihat literatur Persia klasik:
Arberry, A J, Classical Persian Literature. George Allen and Unwin, London, 1958.
Baldick, J, “Persian Sufi Poetry up to the Fifteenth Century” dalam Morrison, G. (ed) History of Persian Literature, Brill, Leiden, 1981.
De Bruijn, JT P, Persian Sufi Poetry, Curzon, Richmond, 1997.
4. Lihat tentang Syi’isme spiritual Rumi:
Ashtiani, Seyed, Jalal al-Din, Sharh-e Moqadameh Qaysari, Masyhad.
Homaei, Jalaluddin, Mowlawi nameh, Tehran, 1995/1374.
Khowrazmi, Kamal al-Din Hossein bin Hassan, Jawaher al-Asrar wa Zawaher al-Anwar, Sharh-e Mathnawi. Ed, Shariat, M.J., Isfahan.
Khowrazmi, Taj al-Din Hossein, Sharh-e Fosos al-Hekam, ed. Najib Mail Harawi, Tehran, 1985/1364.
Safavi, Seyed, G, Rumi’s Thoughts, Tehran, 2003.
—————–, The Structure of The Rumi’s Mathnawi. London, 2006.
*) Diterjemahkan oleh Arif Mulyadi dari “Rumi’s Spiritual Shiism” dalam Jurnal Transcendent Philosophy, London Academy of Iranian Studies.

Penistaan Agama di Purwakarta Terus Diselidiki

Penistaan Agama di Purwakarta Terus Diselidiki
Hanin MazayaSabtu, 12 Ramadhan 1429 H / 13 September 2008 04:44
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Susno Duadji mengaku, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan mengenai perkara penistaan agama Islam yang diduga dilakukan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, dalam acara pengajian Bale Paseban, di Pendopo Pemkab Purwakarta, 7 Agustus 2008.
“Kami masih melakukan penyelidikan dan melihat data-data, fakta dan bukti rekaman. Dalam penyelidikan itu juga membutuhkan waktu lama, karena perlu memintai keterangan saksi ahli agama dan saksi bahasa,” katanya disela kunjungan ke Polres Purwakarta, Jumat.
Saat pengajian itu, Dedi Mulyadi menyampaikan pernyataan yang kontroversial dengan menyejajarkan eksistensi Alquran dengan alat musik suling.
Hal tersebut dinilai sejumlah kalangan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purwakarta, bagian dari penistaan agama.
Kapolda mengatakan, dalam melakukan penyelidikan mengenai perkara itu harus melalui prosedur yang berlaku.
Karena itu, pihaknya tidak bisa memastikan kapan selesainya penyelidikan tentang perkara tersebut. “Untuk memeriksa perkara yang menyangkut seorang bupati tidak mudah, jadi kami butuh waktu,” katanya.
Ketika ditanya mengenai kondisi Purwakarta yang dinilai sudah tidak kondusif akibat munculnya perkara itu, ia menegaskan, saat ini Purwakarta masih kondusif.
“Saat ini kondisi Purwakarta masih aman-aman saja. Kalau unjukrasa, silakan menyampaikan aspirasi dengan tertib,” katanya.
Namun, tambahnya, jika kondisinya sudah tidak tertib dan para pengunjukrasa melakukan aksi anarkis dengan cara melakukan pengrusakan-pengrusakan, maka harus ditindak secara tegas.
Ia menilai, unjukrasa yang anarkis itu tidak baik dan sudah memaksakan kehendak. Kondisi tersebut merupakan bagian dari racun demokrasi, dengan begitu harus ditindak.
“Bagi yang melakukan pengrusakan terkait kasus ini (penistaan agama Islam), jika perlu ditembak,” kata Susno Duadji. [Hanin Mazaya/Republika]

Bupati Purwakarta Dituduh Menistakan Agama

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi (37 tahun), tak membayangkan penafsirannya tentang al-Qur’an membuat situasi Purwarkarta “mendidih”. Semuanya bermula dari pengajian Bale Paseban di pendopo Kabupaten (7/8/08) lalu. Itu merupakan pengajian yang diikuti pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Di depan jamaah pengajian, Bupati Dedi Mulyadi membuat tamsil. Bagi yang memaknai, ungkapnya, dengan mendengar alat musik seperti suling seseorang bisa mengingat Allah. Sebaliknya tak ada jaminan seseorang akan bergetar hatinya ketika mendengar ayat suci al-Qur’an. Pernyataan mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwakarta inilah yang membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purwakarta gerah. Beberapa hari kemudian mereka menggelar rapat khusus, yang juga dihadiri beberapa perwakilan ormas sekitar Purwakarta. Hasilnya, MUI sepakat mengecam pernyataan Sang Bupati yang dianggap telah menyejajarkan eksistensi al-Qur’an dengan suling. Bupati dianggap telah melakukan penistaan agama. “Ini persoalan serius. Jika dibiarkan, maka kami khawatir akan terjadi keresahan di kalangan umat. Jadi, kalau Bupati tidak segera meminta maaf, maka kami akan melaporkan tindakannya ke aparat kepolisian,” kata juru bicara MUI KH. Abdullah AR Joban, Rabu (13/8/08) seperti dikutip Antara. Masih menurut KH. Abdullah, MUI Purwakarta tak akan minta Dedi mengklarifikasi pernyataannya. Apa yang dilontarkan alumnus Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman 1999 itu dianggap sudah terang-benderang mengandung penistaan agama. Karena itu, KH. Abdullah minta Dedi mohon maaf pada umat Islam di kabupaten berpenduduk 700 ribu jiwa itu dan kembali melafalkan dua kalimat syahadat. MUI akan melayangkan pula surat ke Kejaksaan Negeri Purwakarta, Pengadilan Negeri, dan Pemkab Purwakarta, terkait hal ini. “Saya meminta maaf kepada umat Islam di Purwakarta. Itu memang kekhilafan saya. Saya tidak bermaksud menyejajarkan eksistensi al-Qur’an dengan alat musik suling. Itu hanya perbedaan interpretasi dan pemahaman saja. Saya tidak mau berargumen lebih jauh, dan saya tak ingin berdebat”, kata Dedi menanggapi desakan MUI. Soal syahadat? Tak perlu diminta pun, ia mengaku selalu membaca syahadat setiap hari. ”Keresahan” seperti dikhawatirkan KH. Abdullah memang bukan isapan jempol. Jum’at siang (15/8/08), dari alun-alun Kian Santang ratusan orang dari sejumlah ormas Islam seperti Forum Umat Islam (FUI), Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP) meluruk Kantor Pemkab dan Gedung Negara tempat sang Bupati bertugas. Demo juga diselingi insiden pembakaran Baliho, spanduk, dan umbul-umbul berlogo Dedi Mulyadi yang terpasang di lingkungan pemkab yang berhasil diturunkan paksa. Sebagian massa meneriakkan tuntutan agar Dedi mundur dari jabatannya. Seperti dikutip www.okezone.com (15/8/08), Ketua FPI Purwakarta Asep Hamdani di sela-sela aksinya menyatakan, perilaku Dedi Mulyadi sudah tak dapat dibiarkan. Persoalan seperti ini, menurutnya sudah terjadi untuk ketiga kalinya. Namun tak jelas betul dua kasus apa yang pernah dilakukan Dedi sebelumnya. Keesokan harinya Sabtu, (16/8/08), permintaan maaf secara lisan Sang Bupati dari Partai Gokar ini diperkuat lagi dengan pembubuhan tanda tangan pada Surat Pernyataan Bersama antara dirinya, Ketua Umum MUI Purwakarta KH. Otoillah Mustari, dan Kapolres Purwakarta AKBP Sufyan Syarif. Prosesinya digelar di aula Kepolisian Resor Purwakarta. Sayangnya, surat permohonan maaf itu tak menyurutkan langkah sekelompok orang yang mengatasnamakan Komunitas Umat Islam Purwakarta untuk tetap mengadukan Dedi ke kepolisian, meski akhirnya pengaduan mereka ditolak. “Semua yang terjadi, saya jadikan pelajaran berharga agar tidak terulang kembali. Apalagi mengenai agama, harus hati-hati. Jangan sampai menimbulkan multi-tafsir,” kata Dedi usai acara penandatanganan (www.mediaindonesia.com, Sabtu, 16/8/08). Ancam Usir Atas peristiwa ini, MUI Purwakarta sempat mengancam mengusir Bupati Purwakarta. Juru bicara MUI Purwakarta, KH. Abdullah AR Joban misalnya, mengancam akan menggelar unjuk rasa dan mengusir Bupati Purwakarta jika dalam waktu 1x24 jam tidak meminta maaf secara resmi pada seluruh umat Islam di Purwakarta. “Dia (Dedi) memang sudah menyampaikan maaf ketika mendapat kecaman, pada Rabu (13/8/08). Tapi, itu tidak secara resmi,” kata KH. Abdullah. Secara pribadi, kata KH. Abdullah, dirinya telah memaafkan Dedi, karena dirinya sudah ditemui Bupati Purwakarta. “Saya adalah satu dari sekian banyak umat Islam di Purwakarta. Jadi, saya mendesak agar Bupati tidak hanya menyampaikan permohonan maaf kepada saya, tapi juga kepada umat Islam yang lain,” katanya (www.antara.co.id, 14/8/08). Tapi karena bupati sudah minta maaf, sehingga pengusiran    urung dilaksanakan. Kabar terakhir menyebutkan, kasus dugaan penodaan agama Bupati Purwakarta ini dialihkan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. Sebelumnya, kasus ini ditangani Kepolisian Resor Purwakarta. Kapolres Purwakarta Ajun Komisaris Besar Sufyan Syarif mengatakan, polisi saat ini terus memeriksa sejumlah saksi tambahan. “Hasilnya kami kumpulkan dan akan kami serahkan ke Polda Jawa Barat,” kata Sufyan. Sampai Rabu (13/8/08) lalu, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purwakarta sudah menyita sejumlah barang bukti, antara lain kamera video, cakram rekaman gambar, dan kaset rekaman. Polisi juga telah memeriksa empat saksi, baik saksi dari MUI maupun panitia pengajian. Selain Dedy, nara sumber asal Jakarta, KH. Masdar F. Mas’udi, juga dilaporkan. Dalam pengajian itu, Masdar mengatakan kata “Ilah” sama dengan Sang Dwiwasa. Ketua PBNU ini juga mengatakan, di tanah Sunda dan Jawa pernah turun seorang nabi. Tata Sukayat dari UIN Bandung yang menjadi moderator pengajian juga ikut dilaporkan, karena sama-sama dinilai menodai agama Islam. (www.antara.co.id, Jum’at, 22/8/08).

18 Warga Syiah Korban SARA Sambangi Purwakarta

Written By Mang Raka on Jumat, 14 Juni 2013 | 14.00
Sebanyak 18 orang pengikut Islam Syiah asal Sampang Madura menyambangi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, di Jalan Gandanegara, Kamis (13/6) pagi.
Mereka mampir di Purwakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta untuk menemui Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta perlindungan hukum kasus SARA yang terjadi di kampung mereka selama ini.
Kedatangan mereka ke kantor Pemkab Purwakarta diterima Wakil Bupati Purwakarta, Dadan Koswara, di gedung Bale Sawala Yudhistira sekira pukul 09.00 WIB. Dalam penerimaannya, Wabup Dadan mengaku prihatin atas nasib yang menimpa mereka dan keluarganya. Dadan pun menyatakan dukungannya agar mereka segera mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat. Sehingga solusi terbaiknya bisa segera diperoleh.
Menurut Dadan, persoalan tersebut merupakan tanggung jawab langsung Pemerintah Kabupaten Sampang dan Pemerintah Pusat dalam skala lebih luas. "Persoalan ini persoalan warga negara, karena satu-satunya solusi ialah dari pusat. Kami memberikan dukungan moral kepada mereka sejauh tetap berpegang pada aturan yang berlaku," ungkap Dadan.
Muhamad Rosyid (24) satu peserta rombongan menuturkan, mereka berangkat dari Desa Buluuren, Kecamatan Karampenan, dan Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, sejak dua minggu lalu. Mereka berangkat ke Jakarta dengan mengayuh sepeda lantaran tidak ada biaya. Tujuan mereka ke Jakarta untuk meminta jaminan keamanan, dan keselamatan dari pemerintah menyusul konflik sara yang tidak kunjung usai terjadi di kampungnya. 
Rosyid menceritakan, terdapat ratusan kepala keluarga dari dua desa di Sampang yang hingga kini belum mendapatkan jaminan keselamatan dari pemerintah. Sebagian diantaranya bahkan terpaksa mengungsi dan tinggal di Gedung Olah Raga (GOR) dengan fasilitas tidak memadai. Akibatnya, mereka tidak hanya terlantar dalam urusan ekonomi, anak-anak mereka juga terantar di bidang pendidikan. "Tujuan kami ke Jakarta untuk meminta agar pemerintah, dalam hal ini Bapak Presiden memberi jaminan keamanan dan keselamatan. Kami ingin bisa pulang kembali ke kampung halaman," tutur M Rosyid.
Ungkapan senada disampaikan Fathul Khair, Koordinator KONTRAS Surabaya, yang turut mengawal rombongan menuju Jakarta. Ia menjelaskan, selama dalam perjalanan rombongan kerap berhenti dan beristirahat di sejumlah lokasi untuk sekadar mengisi tenaga. Dari Purwakarta rombongan rencananya akan kembali melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. "Warga telah sepakat tidak akan meninggalkan istana (Presiden) sebelum mereka mendapatkan jaminan keamanan, dan keselamatan dari pemerintah bagi mereka dan keluarganya di Sampang Madura," ujar Fathul Khair. (nos)

Setiap Singgah, Penggowes Syiah Didukung Bupati ( Syiah Sampang )

Kamis, 18 Juli 2013 | 20:47 Wib
Sepuluh warga Syiah yang menggowes agar bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di sepanjang perjalanan mendapatkan dukungan tanda tangan dari beberapa bupati dan tokoh masyarakat mulai Jawa Timur sampai Jawa Barat.
"Alhamdulillah mereka memberikan dukungan agar kita dipulangkan ke Sampang," kata salah satu warga Syiah yang ikut gowes, Rosyid 42 tahun, kepada Tempo di Rusun Jemundo Sidoarjo, Kamis, 18 Juli 2013. 
Warga Syiah berangkat gowes ke Jakarta pada tanggal 1 Juni, sampai di Jakarta pada tanggal 16 Juni yang lalu, mereka baru bisa bertemu dengan presiden tanggal 14 Juli kemarin. 
Rasyid mengaku dirinya dan sembilan warga Syiah yang lain di siang hari hanya berhenti istirahat untuk melakukan salat dan makan. "Sebelum kami bertemu dengan SBY kami terus bejalan," ujarnya. 
Sepanjang perjalanan Roshid dan temannya bermalam di beberapa tempat. Di Kabupaten Lamongan Rosyid bermalam di salah satu lembaga pendidikan Muhammadiyah, di Tuban bermalam di greja, di Jawa tengan bermalam di Rumah Bupati Rembang, di Semarang bermalam di kantor Gusdurian, di Brebes di Kantor gusdurian, di Jawa Barat di rumah salah satu tokoh NU dan Bupati Cirebon, di Purwakarta bermalam di Rumah Bupati Purwakarta, di Bekasi di kantor Gusdurian, dan di Jakarta langsung singgah di kantor Ahlul Bait Indonesia (Abi). 
Bupati dan tokoh masyarakat yang disingahinya, kata Roshid, memberikan dukungan berupa tanda tangan untuk disampaikan kepada Presiden SBY supaya warga Syiah Sampang dipulangkan ke kampung halamannya. Selain itu mereka juga memberikan bekal makanan bagi 10 Warga Syiah yang goes. "Kami sangat berterima kasih sekali pada mereka," ujarnya. 
Aktivis Lambaga Bantuan Hukum (LBH) universal yang mendampingi selama gowes mengatakan, tokoh-tokoh di setiap daerah di Indonesia sudah mendukung agar warga Syiah di pulangkan ke kampung halamannya di Dusun Nangkernang Desa Karanggayam, Omben Sampang, Madura. "Jadi kita akan kawal terus pemerintah sampai warga ini dipulangkan," ujarnya. 


by Dwi Novia - Jul 12, 2015
Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), yang belum lama diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi Dodo, kini tengah menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, panjang tol 116,75 km tersebut sering terjadi kecelakaan maut.
Untuk mengantisipasi kecelakaan di tol Cipali, Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan saran kepada pengguna tol Cipali. Agar tidak terjadi kecelakaan, dianjurkan pada saat melintas jalan tersebut mesti menyebut nama Prabu Siliwangi.
“Ini bukan lelucon, ini serius selain mematuhi aturan berkendara juga harus menyebut nama Prabu Siliwangi,” ungkapnya.
Lebih lanjut Dedi menjelaskan, berbicara menyebut atau nyambat nama Prabu Siliwangi itu jangan disalah artikan ke hal-hal yang sifatnya mistik atau kemusrikan, akan tetapi harus paham dulu tentang makna Prabu dan Siliwangi.
“Kalau Prabu itu diartikan secara bahasa dan budaya adalah yang maha Raja, sedangkan Siliwangi adalah pemberi kasih sayang. Nah siapa yang mempunyai Maha Raja dan pemberi kasih sayang? Maka serulah yang maha dan maha pemberi kasih sayang,” paparnya.
Bagi para pengguna tol Cipali, apalagi yang saat ini tol tersebut menjadi jalur utama untuk mudik lebaran, dapat mencoba anjuran dari Bupati Purwakarta itu.
“Kita berharap Allah memberi kelancaran dan tidak ada lagi peristiwa yang memakan korban jiwa,” pungkasnya. (Abdul Mu’it)


BUPATI PURWAKARTA

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran “Sunda Wiwitan”, sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.

Dia pun mengaku telah melamar Nyi Loro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Loro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.

Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipali agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Al-Qur’an.

Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain “Poleng”, yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk “Keindahan”, tapi untuk “Keberkahan” sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.

Dedi tidak bangga dengan Islamnya, tapi ia bangga dengan patung, sesajen dan takhayyulnya, yang dikemas atas nama Kearifan Lokal (Local Wisdom).

Saat banyak Ulama dan para Da’i mulai memprotes dan mengkritik peri laku “Syirik” Dedi, maka serta merta Dedi membuat Perbup (Peraturan Bupati) tentang larangan ceramah provokatif yang menentang kebijakannya.

Belakangan, Dedi mulai sering meninggalkan Salam Syariat Islam “Assalaamu ‘Alaikum” dan diganti dengan Salam Adat Sunda “Sampurasun”. Dimana saja dan kapan saja, Dedi terus mengkampanyekan aneka budaya “Syirik” nya yang dibungkus dengan nama “Adat” dan “Budaya”, serta dikemas dengan salam santun masyarakat Sunda “Sampurasun”.

Bahkan Dedi dalam salah satu bukunya yang berjudul SPIRIT BUDAYA menyebut bahwa Islam adalah BUDAYA. Padahal, Islam adalah Aqidah, Syariat dan Akhlaq yang bersumber dari WAHYU ALLAH SWT, sedang Budaya bersumber dari akal pemikiran dan perilaku manusia.

Pada halaman latar belakang buku tersebut tertulis : “Warga Baduy mengajarkan kepada kita untuk tidak melawan alam. Dalam pemahaman saya (Dedi Mulyadi, red) merekalah yang beragama dan yang bertuhan secara benar.”

Selanjutnya di halaman 16 tertulis : “Kebudayaan itu derajat manusia, persis seperti agama.” Lalu pada halaman 17 : “Saya sendiri menginginkan Sunda yang sesuai dengan wiwitan atau identitas awalnya, Sunda yang menyerahkan diri terhadap alam yang tidak mengenal simbolisasi penyembahan.”

Akhirnya, banyak kalangan pemuka masyarakat Islam Purwakarta menyebutkan bahwa Dedi bukan sedang memasyarakatkan “Sampurasun”, tapi sedang merusak umat Islam Purwakarta dengan “Campur Racun”.

Tentu kita setuju, bahwasanya Dedi Mulyadi memang bukan sedang memasyarakatkan kesantunan salam Sunda “Sampurasun”, tapi dia memang sedang merusak umat Islam Purwakarta dengan “Campur Racun”, yaitu meracuni aqidah umat dengan aneka perbuatan “Syirik”.

Karenanya, kami serukan jaga kesantunan ADAT “Sampurasun” dalam rawatan SYARIAT “Assalaamu ‘Alaikum”, sehingga ADAT dan SYARIAT tetap seiring sejalan.

Ayo, selamatkan “Sampurasun”, dan tolak “Campur Racun”.

Hasbunallaahu wa Ni’mal Wakiil …

Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir …

Ditulis Oleh : Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab -Imam Besar Front Pembela Islam *IZ



Ingin Selamatkan Akidah Umat Islam Purwakarta Dari Kelakuan Dedi Mulyadi, Habib Rizieq Malah Dipolisikan

Jumat, 27 November 2015 08:00 WIB
Habib Rizieq Shihab lagi-lagi berpolemik dengan persoalan hukum di Tanah Air. Kali ini Habib tersandung dengan persoalan sindiran budaya sunda dengan mengganti kata “Sampurasun” menjadi “Campur Racun”. Namun, Habib melalui organisasi yang ia pimpin, FPI membantah telah menghina budaya sunda.
“Kami punya bukti rekaman ceramah yang utuh, kemudian video berdurasi 43 detik yang dianggap melecehkan itu bisa saja diedit dan dengan sengaja poinnya diarahkan kedalam fitnah besar,” bela Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) Jawa Barat, KH Abdul Kohar seperti dikutip dari Habibrizieq.com, Kamis (26/11).
Menurut Abdul Kohar, ceramah Habib Rizieq isinya hanya ingin menyelamatkan umat Islam Purwakarta dari berbagai hal yang mengarahkan pada perusakan akidah. (KLIK Transkrip ceramah lengkap Habib Rizieq)
Ia menjelaskan, yang dipermasalahkan sebenarnya itu adalah upaya Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang sedang mengkampanyekan salam ‘sampurasun’ sebagai ganti ‘assalamualaikum’. Itu yang dianggap sedang meracuni akidah umat Islam. Karena itulah, para ulama di Purwakarta menilai tindakan Bupati yang sedang meracuni akidah itu dikatakan sebagai ‘campur racun’.
“Kata-kata ‘campur racun’ sendiri itu keluar dari para ulama Purwakarta dalam diskusi sebelum ceramah Habib Rizieq, saya jadi saksinya karena ikut disitu,” ungkapnya.
Jadi, kata dia, ajakan dari Bupati Dedi yang mengkampanyekan ‘sampurasun’ untuk menggeser ‘assalamuaikum’ itu adalah racun yang bisa meracuni akidah umat Islam, sehingga muncullah kata-kata dari para ulama Purwakarta yaitu ‘campur racun’ itu.(ts)

“Jika 2 Syarat Damai Tidak Dipenuhi Bupati Dedi Mulyadi, 
Kami Siap Perang”

Parade tauhid jilid 2 yang digelar pada Ahad (29/05) lalu menandakan perlawanan  umat Islam terhadap segala bentuk kemusyrikan di Purwakarta belum berakhir, temasuk budaya musyrik yang diusung oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Ulama menilai bahwa budaya yang diusung oleh Dedi hanya sebagai kedok untuk memuluskan praktek ritual kemusyrikan dirinya.
“Setelah kepala kerbau diarak keliling kota, kemarin sehari setelah festival beladiri di Purwakarta, kita mendapati sesajen di dalam situ buleud. Ini apa? Ini pesuguhan untuk syetan dan iblis. Ini kemusyrikan, ” tegas KH. Syahid Joban dalam orasinya di hadapan ribuan umat Islam yang mengikuti Parade Tauhid.
Mengingat besarnya dampak buruk dari praktek kemusyrikan yang diusung Bupati Purwakarta, dibentangkanlah spanduk ukuran besar bertuliskan “Assalamu’alaikum, Dedi Mulyadi silahkan berbudaya di kota santri, tapi jangan merusak agama kami”.
Umat Islam Purwakarta juga telah mempersiapkan diri untuk bertindak tegas terhadap kemusyrikan yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi ini.
“Kami tidak benci bupati, yang kami benci kemusyrikan! Kami tidak ridho kota santri dikotori dengan kemusyrikan, Demi Allah kami siap membubarkan acara bupati yang berbau syirik,” ujar KH. Syahid Joban.
“Dua syarat damai dengan Dedi Mulyadi. Satu, Dedi bertaubat kembali ke jalan Islam yang lurus. Dua, hilangkan kemusyrikan dan patung. Jika tidak kami siap perang,” tegasnya yang disambut pekik takbir dari ribuan peserta aksi.
Acara parade tauhid kembali digelar di Purwakarta sebelum datangnya Bulan Ramadhan. Selain untuk melawan kemusyrikan, acara yang dihadiri umat dan tokoh Islam dari dalam dan luar kota ini untuk menegaskan perlawanan terhadap Komunisme dan Liberalisme. Meski dikawal ketat oleh aparat gabungan TNI, polisi dan Satpol PP, acara berlangsung aman dan kondusif.
Reporter : Ibas
Editor : Muhammad Rudy
http://www.kiblat.net/2016/05/31/jika-2-syarat-damai-tidak-dipenuhi-bupati-dedi-mulyadi-kami-siap-perang/


Panyileukan, di waktu malam -Buntut dari perselisihan antara Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq berujung penolakan Dedi Mulyadi di sejumlah tempat di Jawa Barat.



Pada awalnya ormas pendukung Dedi Mulyadi yaitu Angkatan Muda Siliwangi (AMS) yang mengancam dengan menolak Habib Rizieq masuk ke wilayah Jawa Barat. Namun upaya adu domba tersebut tidak berhasil, karena masyarakat Sunda terkenal dekat dengan para ulama.



"Orang Sunda tidak bisa di adu domba dengan ulama, kenapa? karena orang Sunda identik dengan Islam, orang Sunda itu cinta kepada ulama, cinta kepada habaib," kata Habib Rizieq saat berceramah dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Markaz FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu malam (23/12/2015).



Dedi Mulyadi dianggap bermasalah karena upayanya menyebarkan kemusyrikan di Purwakarta. Selain itu, Dedi juga telah dilaporkan ke Polda Jabar karena telah melakukan penistaan agama. Akibatnya, masyarakat Sunda marah dan menolak kehadirannya di sejumlah wilayah di Jawa Barat seperti di Garut, Ciamis dan Bogor.



Namun saat ini, kata Habib Rizieq, Dedi Mulyadi sudah membujuk banyak pejabat untuk datang ke FPI dan minta berdamai. "Sampai Kapolres di beberapa wilayah hingga Gubernur Jawa Barat siap memfasilitasi," ungkapnya.



Upaya perdamaian tersebut disambut positif oleh Habib Rizieq, tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.


"Kami punya jawaban gampang, boleh damai asal patung-patungnya dirobohkan dulu dan stop kemusyrikan yang ada di Purwakarta," tegasnya.
red: adhila
sumber ; http://www.suara-islam.com/read/index/16518/Ini-Jawaban-Habib-Rizieq-Saat-Diminta-Damai-dengan-Dedi-Mulyadi, akses tgl 24/12/2015.
http://kabardaripanyileukan.blogspot.co.id/2015/12/ini-jawaban-habib-rizieq-saat-diminta.html
Bupati Purwakarta Buka Pidato Politikdi Markas PBB dengan Salam Berbahasa Sunda
Pidato di Markas PBB, Bupati Purwakarta Puji Islam Nusantara
Silaturahmi Budaya di Amerika Ala Kang Dedi Mulyadi
Bupati Dedi Perbolehkan Warung Buka 24 Jam Selama Ramadhan
Jangan Kamu Heran, Penyembah Patung Akan Selalu Memusuhi Islam…!
Dianggap Musyrik Tukang Bangun Berhala, Bupati Dedi Ditantang Bertarung Oleh Ulama Ciamis
Khawatir Rusak Aqidah Umat, Bupati Purwakarta Ditolak Warga Ciamis



Dedi Mulyadi Serah Terima Bendera dengan "Nyi Roro Kidul".

post-feature-image

Ada yang tak lazim dalam prosesi penyerahan bendera pusaka Merah Putih dan pengukuhan Paskibraka di Purwakarta, Jawa Barat. Nyi Roro Kidul menyerahkan bendera Merah Putih kepada Bupati Dedi Mulyadi untuk diberikan kepada Paskibraka di Gedung Negara, Purwakarta, Senin malam, 15 Agustus 2016.

Penyerahan bendera dari Nyi Roro Kidul kepada Dedi dilakukan dengan iringan tarian kolosal. Bendera itu akan dikibarkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 71, Rabu 17 Agustus 2016.

Sosok Nyi Roro Kidul diperankan oleh Cinta Rizkiya, yang mengenakan busana serba hijau. Diiringi penari, Cinta menyerahkan Sang Saka Merah Putih kepada Dedi. Dari tangan Dedi, bendera pusaka baru diserahkan kepada Paskibraka.

Seusai prosesi penyerahan bendera pusaka tersebut, Dedi menjelaskan bahwa ia sengaja ingin mengembalikan kultur Merah Putih ke akar kebudayaan dan tradisi bangsa Indonesia. Dua warna itu melekat pada manusia Indonesia sejak lahir.

“Ingat gak dulu saat pertama kita lahir, orang tua kita membuat bubur merah dan bubur putih saat memberi kita nama. Jadi kedua warna ini akrab dengan manusia Indonesia," kata Dedi. 
Ada pun korelasinya dengan penguasa laut pantai selatan, Nyi Roro Kidul, Dedi mengungkapkan bahwa Nyi Ratu adalah sosok Ibu penjaga. Sehingga, menurutnya, salah besar jika sosok Nyi Roro Kidul dimistifikasi oleh sebagian kalangan.

“Kenapa Merah Putih itu saya peroleh dari sosok Nyi Ratu Kidul? Karena Ratu Kidul ini kan simbol penjaga laut. Maka mereka yang merusak laut itu tidak memiliki jiwa Nasionalisme," ujar Dedi.

Cinta Rizkiya, penari yang memerankan Nyi Roro Kidul, senang bisa ikut dalam perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus. "Ini adalah pengalaman yang mahal sekaligus menyenangkan," kata perempuan berparas cantik itu.

Bendera pusaka Merah Putih yang akan dikibarkan pada puncak HUT RI ke-71 hari ini di Purwakarta, disemayamkan dulu di Bale Panyawangan Diorama Tatar Sunda.[tempo]


Untuk penguatan silahkan baca artikel dibawah :

Ini Dia Kesesatan “Islam Nusantara” Menurut Putra KH Maemoen Zubair. Ulama Nusantara BUKAN Pewaris Nabi (Al 'Ulamaau waratsatul Anbiyaa') !( ada beberapa artikel serupa di lamurkha )
Sumber Agama Islam itu Alquran dan Hadis, bukan Nusantara. Terima Saja Bahwa Islam Itu ya Arab
Siapa “Nabi” Islam Nusantara? Mereka Itu Seperti Abrahah Yang Berambisi Menghancurkan Ka’bah, Akibatnya Harus Berhadapan Dengan Alloh Ta'ala.
Islam Nusantara Didesain untuk Mengobok-Obok Islam
Islamisasi Nusantara : Syiah Tidak Berperan
Walisongo Bukan Syiah Tapi Ahlussunnah
Sikap Umat Islam Terhadap Ghadir Khum
Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin: Syiah Sangat Berbahaya (Ancaman NKRI ) Tidak Boleh Dibiarkan. Sekte Yang Mewariskan Sifat Hasad Dan Dengki, Makanya Kita Tidak Bisa Bersatu Dengan Mereka. 10 Muharram: Umat Islam Berpuasa, Umat Syiah Mandi Darah.
Demi Allah Syiah Rafidhah Buatan Yahudi !
Ustadz Farid: " Syiah Ini Agama Karangan, Jelas Berbeda Dengan Islam, Asyura Adalah Pendahuluan Untuk Revolusi Syiah”. Lakukan Penyimpangan Terhadap Agama, Syiah Melanggar Hukum Dan Berantas Kesesatan Syiah Lebih Efektif Dengan Kekuasaan
KITA dan SYI'AH
Sama-sama Wafat Terbunuh, Kenapa Husein Diratapi Namun Ali Tidak?
Bukti Nyata Bahwa Syi’ah Adalah Pembunuh Husain RA ( ada puluhan artikel ilmiyyah serupa di lamurkha )
Mengapa Syiah Memojokkan Saudi Arabia?
Rais Aam PBNU: Surat Larangan Kegiatan Syiah Bentuk Kewajiban Pemerintah
Syiah bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan keyakinan kaum Muslimin
Ini Pandangan Tegas Ridwan Kamil Terhadap Syiah, Netizen: TOP!!
Perayaan Asyuro Syiah Tidak Ada Dalam Riwayat, Hanya Ada Tiga Hari Raya yang Dikenal dalam Islam
Ritual Syiah Asyura: Cinta Keluarga Nabi atau Fanatik Dinasti Persi?