Tuesday, December 29, 2015

Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani, Ulama “ ASWAJA“ Berhati Mulia, Tidak Memusuhi Wahabi

syeikh-muhammad-yasin

Abu Hamzah al-Sanuwi
28 December 2015
Siapa yang tidak mengenal sosok Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani rahimahullahu (w. 1410 H/ 1990 M)?.
Sebagian ulama riwayah menggelari beliau “musnid dunya”, gelar yang sangat tinggi bagi seorang ahli riwayat, padahal beliau keturunan Padang, Indonesia. [1]
Syaikh Hammad bin Muhammad al-Anshori as-Salafi berkata tentang al-Fadani, “
إن الفاداني خدم فن الأسانيد – ولا أعرف أحداً أعلم منه في هذا العلم
Sesungguhnya al-Fadani, penjaga ilmu isnad, dan aku tidak mengetahui seorang pun yang lebih ‘alim darinya dalam ilmu ini”.[2]
Dijuluki “musnid dunya” oleh sebagian ulama, karena apa yang ada pada al-Fadani berupa sanad-sanad periwayatan yang ‘aliy (tinggi) dari guru yang sangat banyak.
Alhamdulillah saya meriwayatkan hadits dari jalur beliau yaitu: Guru saya Syaikh Dr. Muhammad Nashir al-Ajmi musnid al-Kuwait memberitahukan kepada kami dari Syaih Muhammad Yasin al-Fadani, dari Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi dari Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Termasi dst.1
Yang perlu diketahui adalah, Guru Syaikh al-Fadani dalam riwayah memang terhitung sangat banyak, ini mengingatkan kita kepada banyaknya guru-guru ahli hadits lampau seperti apa yang kita temukan dalam biografi Imam Bukhori, Imam Thabrani dan lain-lainnya. Diantara yang menyebutkan guru-guru Syaikh al-Fadani yang tidak kurang dari 700 orang itu adalah muridnya Syaikh Dr. Yusuf al-Mar’asyali dalam kitab Mu’jam al-Ma’ajim wa al-Masyikhat wa al-Faharis wa al-Baramij wa al-Atsbat. Dan apa yang disebutkan oleh beliau ini, diduga tidak mencakup semua guru riwayat Syaikh al-Fadani, karena ada sebagian guru yang tidak disebut al-Mar’asyali tapi disebutkan dalam kitab lain seperti Bulugul Amani dan lainnya.
Para guru itu selain berasal dari Nusantara, juga berasal dari berbagai negeri seperti Maghrib, India, Syam, Yaman, Hijaz dan lainnya. Juga berasal dari berbagai kelompok dan pemikiran seperti sufiyyah, asya’irah dan lain sebagainya termasuk ulama salafiyah yang dijuluki sebagian orang dengan “Wahabi”. Istilah Wahabi sering dinisbatkan kepada siapa saja yang berdakwah kepada pemurnian tauhid dan sunnah walaupun kadang kala tidak memiliki hubungan dengan nisbat istilah yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu.
Sedikitnya ada tiga hal yang membuat penulis yakin bahwaSyaikh Muhammad Yasin Fadani tidak membenci Dakwah Salafiyyah (Wahhabiyah) :
Pertama, pujian beliau kepada Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu dalam tulisan-tulisannya.
Seperti apa yang beliau tulis dalam ringkasan Tsabat gurunya Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi[3] yang berjudul Ithaful Ikhwan (hal. 76), disana beliau memuji Syaikh Ibn Abdul Wahab dengan “Syaikhul Islam”, kata beliau: “(Syaikh Muhammad Abid As-Sindi meriwayatkan) dari Syaikh Abdullah bin Muhammad an-Najdi[4] dari Bapaknya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi dengan riwayatnya dari al-Bashri[5]”.
Pujian itu serupa beliau tulis kembali dalam ijazah untuk Syaikh Abdullah bin Abdul Karim al-Jarafi hal. 70-71. Disana beliau bahkan menyebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan, ”Syaikhul Islam, al-Imam, al-Mujadid”. Ini tentu pujian yang sangat tinggi bahkan sebuah derajat tertinggi yang pernah diketahui penulis dari pujian untuk para ulama.
Kedua, Syaikh Muhammad Yasin Fadani rahimahullahu telah mengkhatamkan berbagai kitab Salafiyyah yang menjadi ciri khas seorang “Wahabi”, seperti al-Aqidah al-Washitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Kasyfusy Syubhat karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab dan jugaManzumah Aqidah As-Safarini. Diantaranya kepada gurunya yang juga seorang ulama keturunan Nusantara : Syaikh al-Allamah al-Fardhi Zubair bin Haji Ahmad Ismail al-Indunisi al-Ghulfulani. Seorang Pengajar asal Indonesia di Madrasah ash-Shaulatiyah, dan juga Mudir di Darul Ulum ad-Dinniyah dan Pengajar di Masjidil Harom. Sebagaimana dikisahkan muridnya Syaikh Mukhtaruddin al-Falimbani dalam Bulughul Amani hal 27. Syaikh al-Ghulfulani ini memang diketahui kerap mengajarkan kitab-kitab salafiyyah di madrasahnya.
Syaikh al-Fadani juga membaca al-Ibanah karya Imam al-Asy’ari dan kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada ulama Haramain Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi, hal itu disebutkan juga pada halaman 10, Bulughul Amani.
Al-Fadani juga telah mengkhatamkan Ushul Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan al-Itiqad karya Imam Ibnu Qudamah kepada gurunya Sayyid Hasyim bin Abdullah bin Umar bin Muhammad Syatha bin Mahmud al-Makki asy-Syafi’i (w. 1380 H), sebagaimana dalam Bulughul Amani hal 24.
Dalam Ijazah untuk Syaikh Abdullah yang telah lalu, juga disebutkan bahwa Syaikh Fadani meriwayatkan Kitab Tauhid dan Kitab-Kitab lain karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lewat jalan gurunya yang lain yaitu Syaikh Ali bin Ali al-Habsyi al-Madini, Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Ghazi dan Syaikh Abdussattar ad-Dihlawi al-Atsari dengan sanadnya yang muttasil. Al-Fadani juga meriwayatkan kitab Fathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan alu Syaikh[6], cucu dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lewat jalan gurunya Syaikh Baqir bin Muhammad Nur al-Jukjawi (w. 1363 H)[7] seorang ulama Nusantara tepatnya Yogyakarta, yang meriwayatkan dari jalan gurunya Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa an-Najdi[8], seorang salafi masyhur sebagaimana kata Syaikh Abdul Hayy al-Kattani dalam Fihras al-Faharis hal. 125, “an-Najdi, al-‘Alim as-Salafi al-Musnid”. Syaikh Ahmad ini, meriwayatkannya langsung dari penulisnya Syaikh Abdurrahman bin Hasan. Sedangkan bagi Syaikh Baqir, selain dari Syaikh Ahmad, beliau meriwayatkan pula dari seorang salafi lainnya yaitu al-Allamah Maghrib Abu Syu’aib bin Abdurrahman ad-Dukkali. [9]
Ketiga, Syaikh Muhammad Yasin Fadani rahimahullahu memiliki banyak guru dari kalangan Salafiyyin, terkhusus lagi dari Najd, seperti yang akan kami sebutkan sebentar lagi. Memang, Syaikh al-Fadani diyakini sebagian kalangan beraqidah Asya’irah, sebagaimana telah umum dipegang oleh kalangan umat Islam Indonesia di masa itu. Namun, sudah maklum pula sejak beberapa abad yang lalu, ulama salafiyah saling meriwayatkan dengan ulama asyairah, dan disukai atau tidak oleh kedua belah pihak, begitulah faktanya. Disinilah kedua belah pihak dituntut bersikap adil dalam menyingkapi kesalahan ulama. Apalagi menyangkut sikap kepada para ulama yang dikenal dengan kebaikan dan jasanya, tanpa berta’ashub kepada salah satu diantara mereka.


[1] Lihat biografi beliau dalam Mu’jam al-Ma’ajim (3/18-68).
[2] Majmu fi Tarjamah al-Allamah al-Muhadits Hammad bin Muhammad al-Anshari hal. 611, no. 116.
[3] Melalui jalur gurunya ini, Syaikh Yasin menyebutkan riwayatnya, yakni dari jalur Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi dari Syaikh Abdul Ghani bin Abu Sa’id al-Mujadidi dari Syaikh Muhammad Abid as-Sindi dari Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi …dst.
[4] Lihat Masyahir Ulama Najd karya Syaikh Abdurrahman bin Abdul Latif alu Syaikh hal. 48 dst,
[5] Memang riwayat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dari Syaikh Abdullah al-Bashri wujud diantara nash sebagian ijazah ulama riwayat, namun keshahihannya masih jadi perdebatan. Syaikh Abdul Hayy al-Kattani dalam Fihras al-Faharis wa al-Atsbat wa Mu’jam al-Ma’ajim wa al-Mashyakhat wa al-Musalsalat hal. 365 berkata, “Seandainya shahih riwayat Muhammad bin Abdul Wahab dari al-Bashri, hal ini menjadikan beliau merupakan akhir muridnya didunia”.
[6] Lihat Masyahir Ulama Najd hal. 78
[7] Lihat A’lam Al-Makkiyyin (I/349-350).
[8] Lihat Masyahir Ulama Najd hal. 260,
[9] Lihat Bulughul Amani hal. 63
Sumber: Abu Abdillah al-Surianji, Masyayikh Salafi yang meriwayatkan dari mereka syaikh al-Fadani, http://as-surianji.blogspot.co.id/2014/11/masyaikh-salafi-yang-meriwayatkan-dari.html, Sabtu, 26 Dsesember 2015

Syaikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al Fadani, Ulama ASWAJA Yang Di hormati Dan Di Kagumi Wahabi