Published in Alam Islamy
Sejarah telah membuktikan jika penyatuan Sunni dan
Syiah mustahil adanya. Jalinan kerjasama keduanya pun penuh resiko dan
berbahaya. Sebab Syiah tidak dapat dapat dipercaya.
Demikian ditegaskan
cendekiawan dan penulis buku-buku terkenal asal Mesir Dr Raghib As-Sirjani saat
berkunjung ke Indonesia baru-baru ini. Sejarah, kata Raghib, mencatat jika
Syiah telah melakukan pengelabuan terhadap umat Islam.
Di depan para
wartawan, Raghib mengungkap sejarah pengelabuan itu. Dia membeberkan
ketidakbenaran penisbatan nama Fathimiyyah kepada daulah Syiah di Mesir.
Sebab, menurutnya,
Syiah ingin mengelabui umat Islam dengan mencatut nama Fathimah, puteri
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Padahal sebenarnya, nama daulah Syiah
tersebut adalah Daulah Ubaidiyyah, dinisbatkan kepada pendirinya, Ubaidillah
Mahdi, seorang Yahudi.
“Jadi tidak ada yang
namanya Daulah Fathimiyyah, yang ada Daulah Ubaidiyyah,” tegas Raghib usai
mengisi acara 13th Islamic Book Fair di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu,
(01/03/2014).
Raghib mengatakan,
daulah tersebut kemudian mengklaim sebagai kekhalifahan.
Pengelabuan-pengelabuan itu disebutnya sebagai pemanis agar mereka dihormati.
“Sebenarnya itu adalah
negara (daulah. Red) yang sangat keji, sangat kotor,” tegas Raghib seperti
dikatakan penerjemahnya.
Penulis buku ‘Kaifa Nabnil Ummah?’ ini mencontohkan kekejian Syiah yang
terpampang di Suriah saat ini. Menurutnya, Suriah kini dijajah oleh Syiah
Nushairiyyah -yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Nusyair- dengan kedok Syiah
Alawiyyah.
Adapun penggunaan
nama Alawiyyah, jelasnya, adalah penisbatan palsu. Pengelabuan ini sama dengan
kasus penisbatan Fathimiyyah di atas.
“Tapi sebenarnya
(Syiah di Suriah) itu adalah Nushairiyyah dan itu adalah sekte Syiah yang
paling keji, paling kotor, paling kriminal. Dan mereka sampai-sampai menuhankan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Jadi bukan hanya sekedar mensucikan
(Ali),” ungkapnya.
Negosiasi Sunni-Syiah
Raghib mengatakan, hujjah Ahlus
Sunnah sesungguhnya sangat kuat. Tidak bisa dibandingkan dengan hujjahlemah
kaum Syiah. Sehingga, Syiah menempuh cara lain untuk menarik minat umat Islam.
“Jadi mereka menempuh
cara lewat duit, lewat bantuan. Itu ditempuh di Mesir, di Sudan, dan di
Indonesia juga, dan juga di negara-negara lainnya,” jelasnya.
Raghib meyakini, di
Mesir saat ini tidak ada ulama Syiah, ataupun ulama Sunni yang mendukung Syiah.
Yang ada ulama yang menyerukan pendekatan Sunni-Syiah.
“Para ulama ini dituduh seolah-olah dia
condong pada Syiah,” imbuhnya.
Raghib berpandangan
tersendiri terkait mustahilnya pendekatan Sunni dan Syiah. Menurutnya, yang
mungkin dilakukan adalah dialog.
“Ataupun bernegosiasi di mana mereka kita
berharap agar orang Syiah itu menghentikan kekejian mereka, kekerasan mereka
terhadap Muslim,” tandasnya.
Kehadiran Raghib di
Jakarta memenuhi undangan penerbit Pustaka Al-Kautsar sebagai pembicara dalam
acara “Dialog Peradaban Islam”. Raghib mengupas buku karyanya yang
diterjemahkan berjudul “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”.*
Dr
Raghib: Selesaikan Syiah Dulu, Baru Bebaskan Palestina
Untuk membebaskan
Palestina, apakah harus membereskan Syiah terlebih dahulu? Jika menilik
sejarah, panglima Islam Shalahuddin al-Ayyubi awalnya mengusir Syiah di Mesir.
Lalu menyatukan kekuatan Muslimin Mesir dan Syam, kemudian membebaskan
Palestina.
“Jadi
itu kuncinya, setelah Syiah di Mesir diselesaikan, baru (bebaskan Palestina).
Karena dia (Syiah. Red) merupakan tantangan,” jelas Dr Raghib As-Sirjani,
seperti disampaikan penerjemah kepada hidayatullah.com dan
para wartawan dalam kunjungannya ke Jakarta belum lama ini.
Pernyataan
cendekiawan dan penulis buku-buku terkenal asal Mesir ini disampaikan setelah
menjawab pertanyaan mana lebih dahulu membebaskan Palestina atau urusan Syiah
oleh seorang penanya.
Menurutnya,
Shalahuddin saat itu , meyakini jika tidak bisa mengalahkan Palestina tanpa
menyelesaikan Syiah terlebih dahulu.
Lantas,
apakah umat Islam saat ini harus seperti Shalahuddin? Pada realitasnya, menurut
Raghib, tidak persis demikian. Tapi jika memang begitu pilihannya, “prosedur”
ini harus dilalui.
“Dan
apakah itu harus dilalui atau tidak? Jika ada pilihan tidak perlu dilalui, kita
tidak perlu ‘membuka file-file begitu banyak supaya kemudian kita bersihin sana
bersihin situ’, kemudian baru membebaskan Palestina,” jelasnya dengan kiasan.
Raghib
mengatakan, hingga saat ini Mesir terus berupaya berkontribusi dalam pembebasan
Palestina. Termasuk melalui pemberian bantuan dana untuk rakyat Palestina dan
perjuangannya.
Diberitakan
sebelumnya, Raghib meyakini Syiah dan Sunni mustahil bersatu. Hal ini
disampaikan di sela-sela rangkaian acara 13th Islamic Book Fair, Istora
Senayan, Jakarta, Sabtu, (01/03/2014) lalu.*
Sikap Ahlussunnah
Terhadap Hizbullah
Written
by ash shidqi
Sikap
kita terhadap Hizbullah
Setelah saya memaparan kisah
yang panjang ini (baca: kisah
hizbulloh lengkap), saya Hendak mengajak pembaca
sekalian untuk merenung dan memberi catatan atas beberapa hal, yang nantinya
akan menjawab sejumlah pertanyaan membingungkan yang terlintas di benak setiap
muslim saat menyaksikan peristiwa-peristiwa tadi. Mungkin ada di antara pembaca
yang sependapat dengan pandangan saya, dan mungkin juga tidak; akan tetapi saya
sampaikan kepada semuanya bahwa saat kita memberikan catatan, hendaknya kita
menyingkirkan perasaan kita, dan memutuskan dengan akal kita. Jika kita ingin
memberi analisa yang tepat, kita harus menelusuri akar masalah, mempelajari
sejarah baik yang dahulu maupun sekarang, mengaitkan hal-hal satu sama lain,
membaca apa yang tertulis dalam buku-buku, dan meneliti tujuan masing-masing
golongan serta latar belakang dan akidah mereka. Ketika itulah berbagai asumsi
yang dahulu kita yakini kebenarannya akan berubah, dan boleh jadi kita
menyerang apa yang dahulu kita bela, atau membela apa yang dahulu kita serang!!
Pertama: Berdirinya negara Syi’ah di
Lebanon merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi bahkan mungkin segera
terlaksana, mengingat fasilitas yang dimiliki Hizbullah bukanlah fasilitas
suatu kelompok atau golongan kecil, akan tetapi fasilitas suatu negara. Apalagi
dukungan Suriah dan Iran atas berdirinya negara Syi’ah yang loyal kepada
keduanya sangatlah besar. Negara ini kelak meliputi Lebanon selatan, lembah
Bikkaa yang berada di timur laut Lebanon. Wilayahnya bisa jadi meluas hingga
mencakup Lebanon utara yang Sunni, termasuk menguasai Beirut barat dan selatan.
Adapun wilayah-wilayah
Nasrani, maka masih diperselisihkan, dan tidak menutup kemungkinan jika
Hizbullah menerima berdirinya dua negara di bumi Lebanon, yaitunegara Syi’ah
dan negara Nasrani.
Bahkan seribu tahun sebelumnya, Syi’ah Isma’iliyyah pernah menawarkan
kepada salibis saat memasuki Syam, untuk membagi-bagi wilayah Ahlussunnah di
antara mereka: salibis menguasai Suriah dan Lebanon, sementra Syi’ah menguasai
Palestina dan Yordania; akan tetapi salibis menolak, sebab mereka ingin menguasai
seluruh wilayah Syam!( Alhamdulillah gagal ! )
Berdirinya sebuah negara Syi’ah
di Lebanon bukanlah masalah sepele bagi Ahlussunnah. Silakan baca kembali kisah
Ahlussunnah di Iran dan Irak, dan telaah kembali sikap Harakah AMAL yang lalu
berganti menjadi Hizbullah terhadap Ahlussunnah di Lebanon. Baca pula tarikh
daulah Buwaihiyyah, Hamdaniyyah, dan Ubeidiyyah –yang menamakan dirinya dengan
dusta sebagai Fathimiyyah-, serta Shafawiyyah… pelajarilah sejarah mereka agar
Anda tahu bahwa berdirinya sebuah negara Syi’ah yang kuat, berarti penindasan
terhadap Ahlussunnah di barisan yang pertama, sebab masalahnya adalah masalah
akidah, dan semua fakta yang ada mengarah kesana.
Perang Demi Sejumlah Kepentingan
Kedua, perang Hizbullah melawan
Yahudi adalah perang karena beberapa kepentingan, bukan perang atas dasar
akidah. Sebab Yahudi memasuki wilayah Lebanon selatan tahun 1982 M, yaitu
wilayah yang pada awalnya hendak dijadikan cikal bakal Negara Syi’ah Raya. Maka,
ia harus melawan demi eksistensinya, sebagaimana peperangan pada umumnya yang
terjadi di dunia. Perang ini bukanlah perang demi meninggikan kalimat Allah,
sebab kalimat Allah yang diyakini kaum Syi’ah adalah kalimat yang batil dan
menyimpang. Mereka menganggap bahwa para imam mereka ma’shum, bahkan kedudukan
para imam lebih tinggi dari para rasul, lantas kebaikan apa yang diharapkan
dibalik keyakinan semacam ini?!!
Coba kita asumsikan bahwa
Syi’ah memiliki markas di Utara Lebanon, sedangkan Ahlussunnah di selatannya.
Apakah Anda mengira bahwa Syi’ah akan berperang demi menyelamatkan wilayah
Lebanon yang ditempati Ahlussunnah? Ini merupakan sesuatu yang sangat mustahil…
bahkan boleh jadi akan terjadi kesepakatan untuk membagi bumi Lebanon secara damai
dengan Yahudi, dan ini bukan sekedar omong kosong tanpa bukti; sebab Syi’ah
telah mendiami Lebanon sejak puluhan tahun, adakah mereka tergerak untuk
memerangi Yahudi di Palestina? Padahal dalam syair-syair mereka katakan bahwa
Palestina adalah bumi yang dijajah Zionis.
Al ‘Allamah DR. Musthafa As Siba’I –rahimahullah-seorang pemerhati dari
Ikhwanul Muslimin di Suriah pernah berusaha mengadakan pendekatan Sunnah-Syi’ah
ketika meletus perang Arab-Israel tahun 1948 M. Beliau berupaya mendorong
Syi’ah agar bersekutu dengan Ahlussunnah untuk membebaskan bumi Palestina, akan
tetapi mereka menolak dan enggan, hingga DR. Musthafa sangat kecewa, sehingga
beliau membuat tulisan yang berjudul “As Sunnah Wamakanatuha fii At Tasyri’ Al
Islami” (Kedudukan Sunnah dalam Syariat Islam) bahwa pendekatan antara Sunnah
dengan Syi’ah adalah sesuatu yang tidak akan terwujud, sebab mereka memahaminya
sebagai pengalihan Ahlussunnah menjadi Syi’ah, bukan untuk bertemu di tanah
yang dimiliki bersama.[1]
Ketika meletusnya perang tahun 1967 M, ternyata Syi’ah yang menduduki
wilayah Palestina Utara tidak tergerak sedikit pun. Bahkan Musa Ash Shadr
mengelu-elukan slogannya yang terkenal pada bulan Maret 1973 M bahwa: “Senjata
adalah perhiasan kaum lelaki”, namun saat meletus perang di bulan Oktober 1973
M, yakni 6 bulan setelah Musa mengucapkan slogan tersebut, tidak ada seorag
Syi’ah pun yang ikut serta dalam memerangi Yahudi di Palestina!...Kita semua menyaksikan perang Gaza pada tahun 2009 M lalu,bisa
saja rudal-rudal Hizbullah ditembakkan untuk menahan gempuran Yahudi atas Gaza,
akan tetapi kita tidak mendengar selain ucapan saja, dan tidak ada satu rudal
pun yang ditembakkan untuk menyerang Zionis.
Dari sinilah kaum Zionis tahu
bahwa bahaya Hizbullah hanya sebatas wilayah yang dikuasainya saja, dan untuk
periode ini, baik Hizbullah maupun Iran tidak punya kepentingan dengan
Palestina. Sebagaimana yang diketahui Amerika bahwa slogan-slogan anti-AS yang
diserukan Iran tidak ada hakikatnya, namun sekedar mencari simpati kaum
muslimin lewat media massa. Jika tidak percaya, silakan perhatikan bagaimana
proyek Syi’ah di Irak yang berjalan mulus dengan dukungan murni Amerika… bahkan
Amerika sesungguhnya tidak menentang rencana pendirian Negara Syi’ah Raya yang
meliputi Iran, Irak, Lebanon dan Suriah, sebab negara ini akan mewujudkan
keseimbangan bagi sejumlah kekuatan yang ada di wilayah Islam, dan otomatis
akan menghadang kekuatan Islam Sunni yang berupa kebangkitan Islam di sejumlah
negara kawasan itu, terutama Mesir, Arab Saudi, dan Yordania. Itulah
negara-negara yang Amerika selalu berusaha menekan kekuatannya, baik secara
politik, militer, maupun ekonomi.
Antara
Kemenangan & Kebenaran Manhaj
Ketiga, kemenangan tidak berarti
kebenaran suatu manhaj, dan pengorbanan besar tidak selalu menandakan
keikhlasan! Berapa banyak pihak yang menang sedangkan mereka adalah pelaku
bid’ah. Bahkan Syi’ah Qaramithah pernah berkuasa di muka bumi selama seabad atau
lebih, padahal mereka telah membantai jama’ah haji, mencongkel Hajar Aswad dari
tempatnya, dan berbuat kerusakan di muka bumi. Persia dan Romawi juga pernah
berkuasa di muka bumi, demikian pula Tartar, Inggris, dan Amerika; padahal
manhaj mereka semuanya rusak. Termasuk para penguasa muslim yang kejam dan
bengis, yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus, mereka juga pernah
menguasai rakyat mereka selama puluhan tahun.
Sesungguhnya setiap kemenangan
dan berkuasanya suatu kaum, tidak harus menunjukkan bahwa yang bersangkutan
berada diatas manhaj yang benar. Akan tetapi kaum muslimin harus melihat ucapan
dan perbuatannya, apakah sesuai Al Qur’an dan Sunnah, atau sebaliknya. Sebab,
berapa banyak orang yang terkorban dalam peperangan, tabah laksana pahlawan,
akan tetapi mereka menjadi penghuni neraka? Karena ia melakukan semua itu tidak
untuk Allah. Bahkan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kita
mendengar ada seseorang yang berperang melawan kaum musyrikin bahkan sempat
mengobrak-abrik barisan lawan, hingga orang-orang mengiranya sebagai orang
Islam terhebat, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan
kepada mereka bahwa lelaki itu termasuk penghuni Neraka! Ketika para sahabat
mengikutinya, mereka mendapatinya dalam keadaan naza’ (sakaratul maut)sembari
mengatakan: “Sesungguhnya aku berperang demi kaumku”[2]Ia tidak berperang
karena Allah, ia berperang demi kepentingan, sementara kemenangan serta
ketabahannya di medan perang dibangun atas prinsip yang batil.
Bukannya kita sok tahu tentang
niat Hizbullah, sebab tidak ada yang mengetahui isi hati seorang pun kecuali
Allah. Akan tetapi kita berbicara tentang keyakinan yang mereka nyatakan, dan
bid’ah yang mereka tampakkan. Silakan merujuk kembali makalah yang berjudul:
“Saitharah As Syi’ah” (Kekuasaan Syi’ah), niscaya anda akan mendapatkan
bagaimana Syi’ah menang dan berkuasa, akan tetapi kemenangannya sama sekali
bukan diatas prinsip yang benar, namun semuanya berdasarkan penyimpangan dari
jalan yang lurus.
Sikap Ahlussunnah
Keempat, Meskipun perang antara
Hizbullah dan Zionis adalah perang demi kepentingan tertentu, bukan berarti
kaum muslimin Ahlussunnah tidak perlu mengambil sikap dalam masalah ini. Bahkan
dalam hal ini saya berbeda pendapat dengan banyak senior saya dalam masalah
ilmu dan dakwah, yang memandang agar masalah ini dibiarkan saja tanpa campur
tangan, sebab kedua belah pihak adalah kaum yang sesat. Seorang muslim
hendaknya berperan positif dan dapat menilai antara maslahat dan mudharat. Perang
ini terjadi antara Zionis yang benar-benar menjajah bumi Palestina, dan
Hizbullah yang hidup di bumi yang sebagiannya dijajah oleh Zionis. Dari sini,
melemahkan kaum Zionis pada dasarnya merupakan salah satu dari tujuannya,
mengingat jelasnya permusuhan kaum Zionis, dan membebaskan bumi Lebanon dari
cengkeraman Zionis adalah suatu keharusan.Setelah itu, kaum muslimin hendaknya
mulai mengatur masalah mereka dengan strategi yang bisa menjaga hak-hak mereka
tanpa terseret kepada Yahudi maupun Hizbullah.
Dulu saya pernah menganggap
luar biasa sikap Ahlussunnah di Lebanon tahun 1997 M, saat mereka bergabung
dalam jumlah besar ke pasukan perlawanan Lebanon yang berusaha mengusir Yahudi
dari Lebanon. Padahal komandonya adalah Hizbullah, dan Hizbullah banyak memanfaatkan
perjuangan Ahlussunnah setelah itu dan tidak mau mengakuinya; namun masih saja
pandangan kaum muslimin dalam hal ini seperti itu.
Bahkan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah membantu seorang lelaki musyrik yang datang kepadanya
untuk menuntut haknya yang dirampas Abu Jahal. Nabi saat itu tidak mengatakan:
“Nantinya lelaki ini akan menggunakan harta yang dirampas Abu Jahal untuk
bertaqarrub kepada Latta dan ‘Uzza”, namun beliau tetap membantunya dalam hal
ini, kemudian di kesempatan lain beliau mendakwahinya ke jalan Allah.[3]
Kita tidak akan mencampur susu
dengan nila, kita tahu bahwa proyek Syi’ah Hizbullah di Lebanon sangat
berbahaya, namun di saat yang sama kita juga tahu akan bahaya proyek Zionis di
wilayah tersebut.
Kelima, Hasan Nasrullah adalah
tokoh kharismatik,artinya, ia adalah sosok yang punya karakter khusus yang
dapat mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, dapat memimpin massa, dan
menggelorakan semangat. Dia termasuk politikus nomor wahid, sangat cerdas dan
pandai berbicara… Menurut saya, boleh-boleh saja ia dikagumi sebagai politikus
dan ahli strategi. Saya tidak mengkhawatirkan jika ada orang yang mengagumi
cara berpidatonya, atau caranya mempermainkan neraca politik… ini semua tidak
masalah untuk dirasakan oleh kaum muslimin. Bahkan kalau pun mereka (kaum
muslimin) menirunya dalam sebagian hal tersebut, itu juga tidak mengapa.Tapi,
yang tidak bisa diterima ialah bila kita mengaguminya sebagai pemimpin Islam
yang mengobarkan jihad sesuai perintah Allah. Sebab untuk menjadi pemimpin
model ini syaratnya harus memiliki akidah yang lurus dan ibadah yang benar. Ia
harus mengikuti Sunnah Nabi dan tunduk pada ayat-ayat Allah, dan semua syarat
ini tidak dimiliki oleh Hasan Nasrullah!
Akidah
Hasan Nashrullah
Hasan Nashrullah adalah
penganut madzhab Syi’ah Itsna ‘Asyriah. Artinya, ia mempercayai sepenuhnya
keyakinan madzhab ini. Dia percaya bahwa para sahabat semuanya merebut khilafah
dari ‘Ali bin Abi Thalib dan menyerahkannya kepada Abu Bakar, Umar, kemudian
Utsman –semoga Allah meridhai mereka semua-. Dia juga meyakini bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberi wasiat kepada para imam mereka yang
dua belas dengan menyebut nama-nama mereka secara langsung. Dia juga meyakini
bahwa para imam semuanya ma’shum, dan imam yang kedua belas telah masuk gua
Sirdab dan masih hidup hingga saat ini, dan akan keluar pada suatau hari nanti.
Dia juga meyakini bahwa taqiyyah yaitu seseorang menampakkan ucapan/perbuatan
yang berbeda dengan keyakinan, merupakan sembilan persepuluh (90%) agama
Syi’ah.
Dia juga meyakini bahwa
Ahlussunnah adalah golongan yang memusuhi Ahli Bait, padahal Ahlussunnah lah
yang lebih menghargai Ahli Bait daripada Syi’ah, namun caranya sesuai ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia juga meyakini bahwa para tokoh imam
berhak mengambil seperlima dari penghasilan pribadi setiap penganut Syi’ah. Dia
juga meyakini bahwa nikah mut’ah adalah halal; artinya, boleh saja baginya bila
seorang pemuda mendatangi pacarnya, atau gadis lain lalu menikahinya selama
sehari atau satu jam, demi melampiaskan syahwatnya kepada wanita itu lalu
mencerainya. Dia juga meyakini teori wilayatul faqih, dan berangkat dari sini,
haram baginya untuk menyelisihi pemimpin revolusi Iran: Ali Khamenei dalam
perintah apa pun, demikian dan demikian…
Semua yang saya sebutkan tadi
merupakan sebagian dari akidah Hasan Nashrullah yang telah mendarah daging.
Sekiranya ada yang mengatakan: “Kita tidak pernah mendengar dia mencaci-maki
sahabat, atau menuduh Umahatul Mukminin dengan tuduhan keji?”, maka saya
katakan kepada orang-orang tersebut: “Bukan suatu keharusan bagi kita untuk
mendengar semua itu darinya agar kita yakin bahwa dia memang mengatakan seperti
itu, sebab semua hal tadi merupakan konsekwensi dari ajaran Syi’ah Itsna
‘Asyriyah”. Mungkin anda sendiri tidak pernah mendengar tetangga anda yang
muslim mengatakan “Laa ilaaha illallaah,Muhammadun Rasulullah,” akan tetapi
anda tahu bahwa tetangga anda meyakini ucapan tersebut, karena dia seorang
muslim. Demikian pula seorang Syi’ah Itsna ‘Asyriyah, ia mau tidak mau harus
mengimani semua yang saya sebutkan tadi, sebab kalau tidak, dia akan berada di
luar madzhab Syi’ah. Sekirnaya Hasan Nashrullah menghargai dan menghormati para
sahabat, maka ia tidak mungkin bisa membenarkan pokok-pokok ajaran Syi’ah Itsna
‘Asyriyah, demikian pula dengan jabatan Khalifah yang dipegang oleh Ali, Hasan,
Husein, dan imam-imam lainnya.
Jadi, seorang tokoh yang
menganut berbagai kesesatan dan bid’ah tadi, sama sekali tidak layak untuk kita
kagumi, maupun kita jadikan sebagai pemimpin Islam teladan. Kita hanya boleh
mengambil sedikit hal darinya, sebagaimana kita ambil dari orang lain; bukan
karena dia itu Islami, tapi karena dia adalah manusia yang memiliki potensi dan
keahlian.
Sejarah Islam telah menyaksikan
bagaimana kaum Salibis menjajah Palestina dan Syam sebelum ini, dan hal itu
terjadi di depan mata daulah Syi’ah yang kuat, yaitu Daulah ‘Ubeidiyyah yang
saat itu menguasai Mesir. Pun demikian, kaum muslimin yang sejati di zaman itu
tidak menjadikan para pemimpin Daulah Ubeidiyyah sebagai teladan mereka, sebab
para pemimpin tadi adalah orang yang rusak akidahnya, meskipun mereka adalah
pakar-pakar politik, dan ahli strategi perang. Kaum muslimin hanya melahirkan
teladan-teladan mereka yang sejati, hingga muncullah tokoh-tokoh seperti
Imaduddien Zanky, Nuruddien Mahmud, dan Shalahuddien Al Ayyubi.
Inilah yang harus menyibukkan
kita sekarang… jika kita telah menyaksikan megaproyek Syi’ah, dan telah matang
dan berhasil di Iran, Irak serta Lebanon. Lantas di manakah megaproyek Sunni
yang menyamai megaproyek Syi’ah, agar kemudian bisa mengunggulinya?!
Kita mengharap kepada salah
satu dari sekian banyak pemimpin negara Islam agar merancang megaproyek Sunni
tadi, yang berpijak kepada Al Qur’an dan Sunnah, dan berjalan di atas manhaj As
Salafus Shalih. Mega proyek yang akan melindungi hak-hak kaum muslimin di muka
bumi, dan mendukung Ahlussunnah yang tertindas di Iran, Irak, Lebanon, dan
Suriah; dan yang akan tegar menghadapi program-program Zionis dan penjajahan
mereka atas negari-negari Islam.
Toh kalau tidak ada seorang
pemimpin pun yang mau memikul tanggung jawab ini, maka kita mengajak seluruh
rakyat untuk merevisi kembali manhaj mereka dan mengintrospeksi diri agar
kembali dengan pasrah dan taat kepada Allah. Sebab Allah tidak akan membiarkan
umat tanpa seorang pemimpin yang mukhlis, kecuali jika umat itu sendiri yang
menerlantarkan dan menyia-nyiakan agama Allah, sebagaimana mereka menguasai
kalian, karena Allah tidakakan berbuat zhalim sedikit pun… maka bela lah agama
Allah, agar Allah membela kalian, dan tolonglah ajaran-Nya agar Dia menolong
kalian, serta kembalilah kepadaNya, agar Dia menerima kalian, mengampuni dosa
kalian, dan membimbing kalian ke jalan yang lurus… (nisyi/syiahindonesia.com)
Sumber: As-Syiah Nidhol am
Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.
[1]Lihat, Musthafa As
Siba’I “As Sunnah wa makanatuha fii At Tasyri’ Al Islami” hal; 24, Cet. Daar Al
Waraaq, Al Maktab Al Islami.
[2]Lihat Ibnu Hisyam, “Sirah An Nabawiyah”
tahqiq; Mushtahafa As Saqa dan yang lain, Daar Al Ma’rifah Bairut, Juz pertama,
hal; 524, 525. Laki-laki tersebut bernama Quzman, salah seorang sekutu Bani
Zhafar.
[3]Ibid, Juz Pertama, hal; 389,
390