Friday, January 15, 2016

Kenapa Di Indonesia Marak Aliran Sesat Dan Ormas-Ormas Islam Yang Menakutkan, Di Negeri “Wahhabi” Saudi Tidak Ada ?

Aliran sesat (ilustrasi)

Hanya Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/03/hanyh-satu-jalan-menuju-allah-azza-wa.html
15 Alasan Kokohnya Aqidah Salaf Shalih
Sebagian besar umat islam ( juga ulamanya ) indonesia tidak bermanhaj/berfaham seperti para sahabat/tabi’in /tabi’ut tabi’in, sesuai Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 153. Mereka lebih gemar membela kelompoknya ( Hyzbi) yang sealiran/sejenis dalam hal ritual-ritual keagamaan bahkan lebih ektrim lagi membela syiah

Penyebab Aliran Sesat

By Dr. H. R. Taufiqurrochman, MA
Akhir-akhir ini, aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam dan akidah Ahli Sunnah wal Jamaah kerap bermunculan. Berbagai madzhab dan aliran impor dari luar negeri cepat masuk ke Indonesia seiring dengan derasnya arus informasi dan kemudahan mengakses hal itu melalui internet, buku, organisasi, dan sebagainya. Selain itu, aliran-aliran sesat bersifat lokal seperti aliran kepercayaan, kembali hidup lagi seiring terbukanya alam demokrasi.
Apa penyebab kemunculan aliran-aliran sesat yang meresahkan umat Islam. Beberapa penyebab munculnya aliran sesat, antara lain:
1. Karena mencari hidayah Allah dengan cara yang salah: bertapa dan merenung
Islam tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui shaum, tahajjud dan dzikir. Justru ketika bertapa atau merenung, setan akan lebih mudah masuk, sampai-sampai ada orang yang mengaku menjadi nabi.
2. Karena ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan, dianggap suci
Jebakan setan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika doa sering dikabulkan, makin banyak orang yang datang untuk meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari penyakit maupun untuk hal-hal yang lain. Kepercayaan berlebih yang cenderung fanatik dari sekelompok pengikut dapat menjadikan seorang ulama/ustadz beralih profesi menjadi dukun atau paranormal. Realita ini memudahkan iblis menggodanya untuk lebih mementingkan perdukunannya daripada fungsi utamanya, dan lebih parah lagi dapat membuat ulama atau pemimpin sebuah kelompok dikultuskan, hal yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Suatu aliran biasanya memiliki seorang pemimpin yang dianggap panutan sejati yang menjadi magnet bagi orang baru untuk tertarik masuk kedalam komunitas tersebut. Dalam psikologi, sang pemimpin baru ini biasanya menampilkan gejala psikiatrik berupa waham kebesaran, padahal sebenarnya ia tengah mengalami disintegrasi kepribadian saat menjadikan dirinya sebagai pemimpin keagamaan. Bagi pengikutnya, pemimpin tersebut diyakini memiliki kharisma sangat tinggi, mampu menyelesaikan berbagai persoalan, mampu membaca situasi seperti paranormal atau lain sebagainya. Waham ini ibarat fenomena salju yang makin hari makin membesar. Pada kasus aliran sesat keagamaan, kebetulan waham kebesaran agama diikuti dengan turunnya wahyu, suara-suara malaikat, atau klaim si pemimpin yang mengaku telah diberi kekuatan untuk menolong orang lain, atau lain sebagainya. Pemimpin aliran sesat, oleh lingkungannya tidak dianggap sebagai “orang sakit”, tetapi justru sebagai orang sakti mandraguna dan dipuja. Biasanya, banyak dari mereka cenderung mengisolasi diri dari lingkungan, dan hidup secara eksklusif dengan kelompoknya Dan keyakinan inilah yang kian hari kian menguat dan diminati pengikutnya.
3. Ujung-ujungnya duit, atau hal porno
Ada pula aliran sesat yang tujuannya mengumpulkan harta. Mereka punya baiat setelah syahadat, harus patuh kepada imam jauh di atas kepatuhan terhadap orang tua dan kepada suami (bagi wanita). Bentuk kepatuhan tersebut juga dapat berupa pengalihan nama surat-surat tanah menjadi milik imam atau guru, sehingga si imam menjadi orang yang sangat kaya dengan kekayaan yang berasal dari muridnya. Ada pula aliran yang cara ibadahnya berada di dalam kegelapan, cenderung kepada perdukunan. Setelah diteliti, ternyata mereka beribadah tanpa busana, sungguh hal yang sangat jauh dari petunjuk Allah SWT. Ujung-ujungnya tentu agar si imam dapat memilih wanita sesuka nafsunya, sangat jauh dari ajaran Islam.
4. Kurangnya perhatian tokoh agama terhadap umatnya
Ketika orang-orang yang dianggap sebagai panutan umat terkesan hanya sibuk mengurusi kepentingan diri sendiri, golongan maupun menceburkan diri kedalam ranah politik, maka wajar bila sebagian dari umat yang tergolong awam mencari pegangan lain. Kalangan awam ini, pada prinsipnya, tidak mempersoalkan apakah ajaran baru yang mereka peroleh menyimpang dari norma-norma akidah. Yang mereka butuhkan adalah untaian kalimat sejuk dan perhatian dari orang yang dianggap sebagai panutan.
5. Grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia
Aliran-aliran sesat itu bisa jadi muncul sebagai grand design (proyek besar) pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia. Jika data statistik yang dijadikan patokan, maka Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Ada semacam kekhawatiran bahwa peradaban Islam diprediksikan akan kembali berjaya seperti di masa Dinasti Abbasiyyah (750 M–1258 M). Kiblatnya tidak lagi di kawasan Timur Tengah, tetapi Benua Asia dengan Indonesia sebagai titik sentralnya. Tentu saja banyak pihak yang sekarang merasa paling bergengsi peradabannya (the most civilized nations) resah jika Islam di Indonesia suatu saat menggeser kejayaan mereka.
6.Popularitas Pribadi dan Faktor Ekonomi
Boleh jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk mencari popularitas dan keuntungan pribadi. Sejak era reformasi bergulir dan rezim Suharto jatuh, tidak sedikit orang yang hendak mengail di air keruh. Saat siapa pun bebas berbicara, terbuka pula peluang untuk mempopulerkan diri sendiri (self–declared popularity).
Nafsu semacam ini tidaklah aneh. Memunculkan aliran baru dalam beragama menjadi pilihan yang dipandang strategis untuk sebuah popularitas. Tak hanya itu, dengan bujuk rayu dan kadang disertai ancaman dosa jika tidak mematuhi, maka kalangan awam yang menjadi pengikut aliran baru itu pun rela mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada penyebar ajaran baru, meski mereka sebenarnya diarahkan ke jalan yang sesat.
7. Masalah Kesulitan Ekonomi
Ali bin Abu Thalib menegaskan, “Kefakiran dekat sekali dengan kekufuran”. Pernyataan Ali tersebut tampak jelas bahwa faktor ekonomi dapat mengubah keyakinan seseorang untuk mengikuti orang lain, teman atau orang yang dipandangnya dapat mengangkat dan memberi kesejahteraan ekonomi.
Tatkala ia mengalami kesulitan ekonomi, bujuk rayu pihak-pihak tertentu yang menawarkan ajaran baru dengan jaminan makan-minum ditanggung oleh ketua kelompok atau pengaku rasul menjadi alternatif pilihan yang menurutnya perlu dicoba. Akhirnya, setelah ia merasa lebih makmur, hidup saling tolong-menolong antar penganut ajaran sesat, lalu ia akan mengajak keluarga dan semua kerabatnya untuk bergabung. Dari sinilah, ajaran sesat itu terus menjalar.
8. Penyebaran dakwah belum merata
Bisa jadi, faktor munculnya aliran sesat juga akibat penyebaran dakwah yang tidak merata. Banyak umat Islam yang hidup di pedalaman atau perkampungan yang belum terjamah oleh dakwah islamiyah.
Buktinya, dengan mudah mereka bisa menerima adanya nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW, adanya kitab lain selain al-Qur'an yang bisa menjadi pedoman, adanya informasi bahwa pimpinan mereka ditemui malaikat Jibril, dan sebagainya.
Keyakinan ini menjadi tolak ukur betapa rendahnya daya serap beberapa kelompok muslim terhadap ajaran dakwah. Prinsip dasar rukun iman dan rukun Islam justru belum diketahui oleh sebagian umat. Padahal, dengan mengetahui prinsip-prinsip itu, akan banyak aliran sesat yang terbantahkan dan umat –secara pribadi– memiliki ketahanan dan kekuatan untuk menolaknya.
9. Pendidikan dan Arus Informasi
Bagaimana pun juga, faktor pendidikan yang bebas dan derasnya arus informasi dapat memicu seseorang mengikuti ajaran sesat. Tatkala model pendidikan modern kurang memberikan kontrol yang maksimal terhadap peserta didik, bahkan kontrol itu sendiri dianggap sebagai pengekangan, maka di sanalah ada ruang bagi peserta didik, terutama yang pemerolehan dasar-dasar agamanya kurang mendalam, dapat salah tafsir dalam membaca buku-buku terjemahan dan literatur yang ia pelajari.
Gaung kebebasan berijtihad yang ia dengar dari dosen/guru atau rekan-rekannya telah mendorongnya berani mengambil kesimpulan, sekalipun bertentangan dengan pendapat para ulama. Informasi tanpa batas dari internet, media massa, dan forum-forum diskusi dapat menjadi ajang pertukaran pikiran sesat, nakal, dan menyimpang.
Dari sini, maka pengelola pendidikan seperti: pesantren, sekolah, perguruan tinggi, ormas, yayasan, dan lainnya tak terkecuali pemerintah patut mengkaji ulang sistem pendidikan yang diterapkan.
Wallahu A'lam

Mengapa Aliran Sesat Selalu Mendapat Pengikut  di Indonesia?

Oleh: Abdul Halim
JAKARTA- Sebagaimana aliran sesat Ahmadiyah yang sengaja diciptakan penjajah Inggris di India pada abad ke 19 dengan tujuan untuk merusak Islam melalui agen intelijen dan antek penghianat Mirza Ghulam Ahmad al Kadzab, maka agama Bahai (Al Bahaiyyah) sengaja diciptakan Inggris di Iran, dengan tujuan sama untuk merusak Islam melalui agen intelijen dan antek penghianat, Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab.
Mirza Ali Muhammad  Asy-Syirazi Al Kadzab maupun Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzab sama-sama mengaku sebagai Nabi baru. Adapun perbedaannya, Ahmadiyah tetap mengaku sebagai bagian dari Islam, sedangkan Bahai menjadi agama tersendiri diluar Islam. Agama Bahai resmi berdiri pada 23 Maret 1844 M/ 5 Jumadil Ula 1260 H di Iran, dimana sekarang dirayakan sebagai hari kelahiran agama Bahai oleh pengikutnya di seluruh dunia.   
Tepat pada bulan Ramadhan tahun 1435 H lalu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang waktu itu masih berada dalam KIB II dibawah Presiden SBY, mengudang para tokoh agama lokal, sekte keagamaan serta aliran kepercayaan minoritas yang berkembang di Indonesia seperti Bahai, Syiah, Yahudi, Sikh, Zoroaster bahkan Sunda Wiwitan untuk bertemu dan berbuka puasa bersama. Setelah itu muncul kabar kalau agama Bahai akan dijadikan agama resmi di Indonesia disamping keenam agama yang telah diakui secara resmi oleh negara. Sehingga nantinya agama Bahai akan memiliki Dirjen tersendiri di Kementerian Agama.
Menurut Menteri Agama,agama adalah persoalan keyakinan dan sangat personal antara seseorang dengan sesuatu yang diyakininya, sehingga pemerintah tidak mempunyai otoritas atau kewenangan apakah ini  agama atau bukan agama, apakah ini agama resmi atau tidak resmi, apakah ini diakui atau tidak diakui, sebab ini merupakan persoalan keyakinan. 
Sementara disisi lain, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah mempunyai kewajiban melindungi dan melayani kehidupan umat beragama, sehingga timbul persoalan legalitas. Sedangkan yang disebut agama ini apa, apakah komunitas yang kumpul-kumpul dengan ritual tertentu bisa disebut agama ! Persoalannya baru muncul ketika pemerintah ingin melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada rakyatnya karena itu merupakan amanah konstitusi.
Bagi Menag, mengenai agama Bahai, persoalan bukan apakah Bahai akan dijadikan agama resmi atau tidak resmi, diakui atau tidak diakui di Indonesia. Tetapi persoalannya adalah apakah agama lokal itu merupakan agama atau bukan agama, siapa yang memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah itu agama atau bukan agama dan itupun setelah adanya kesepakatan perlu adanya legalitas dan perlu adanya pernyataan resmi bahwa ini agama dan ini bukan agama. Kalau perlu, siapa yang memiliki otoritas menyatakan ini agama dan ini bukan agama, apakah pemerintah atau siapa.
Dikatakan  Menag, sesungguhnya Bahai telah menjadi agama sejak abad 19 lalu di negara lain (Iran). Bahkan agama Bahai sudah disebut dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Penodaan Agama. Dalam UU tersebut tidak ada istilah agama diakui atau agama tidak diakui. Dalam penjelasannya disebutkan warga negara Indonesia mayoritas menganut enam agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu), diluar itu ada agama lain yang juga dianut warga negara Indonesia yang keberadaannya dibiarkan ada asal tidak melanggar peraturan perundang-undangan, termasuk Bahai, Taoisme, Yahudi, Sikh dan lain-lain. Jadi agama Bahai sudah ada dan disebut dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965.  
Aliran Sesat
Jika nantinya agama Bahai diakui pemerintahan Jokowi-JK melalui Menag Lukman Hakim Saifuddin sebagai agama baru di Indonesia, jelas hal itu dimaksudkan untuk merusak agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia. Sebab dalam sejarahnya, agama Bahai didirikan penjajah Inggris di Iran untuk merusak kesucian Islam.
Jika nantinya Bahai benar-benar eksis dan diakui negara sebagai agama resmi, maka praktis umat Islam Indonesia akan semakin dibebani dengan berkembangnya aliran sesat yang semakin subur dibawah rezim Jokowi-JK sekarang ini. Belum lagi persoalan aliran sesat Ahmadiyah, Syiah, Lia Eden, Al Qiyadah Al Islamiyyah, Satria Piningit Weteng Bawono berhasil diatasi, sekarang muncul aliran sesat Bahai yang praktis akan membahayakan keimanan umat Islam Indonesia.          
Penistaan Agama Islam
Sebagaimana pengakuan pendiri agama Bahai, Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab, pengakuan pendiri aliran sesat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzaab (MGAK) sebagai Tuhan. Pada awalnya MGAK mengaku dirinya sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Al Masihul Al Mau’ud, sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci Ahmadiyah, Tadzkirah. Kemudian MGAK mengaku menyatu dengan Tuhan, menjadi Anak Tuhan, menjadi Tuhan dan akhirnya lebih sempurna dari Tuhan. (Kitab Tadzkirah, hal 245, 277 dan 366).
Memang demikianlah ciri-ciri aliran sesat, dimana pendirinya selalu mengaku sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi, Malaikat Jibril bahkan Tuhan. Seperti aliran sesat Lia Eden yang mengaku sebagai Malaikat Jibril, dan anaknya Abdul Rahman diakukan sebagai reinkarnasi dari Nabi Muhammad Saw. Sementara Ahmad Mossadeq pendiri Al Qiyadah Al Islamiyyah mengaku sebagai Nabi.
Meski sepertinya tidak ada korelasi antara Ahmadiyah dan Bahai dengan aliran sesat lainnya seperti Satria Piningit, Lia Eden dan Ahmad Mossadeq, namun sesungguhnya sangatlah berkaitan. Sebab dengan tetap dipertahankannya Ahmadiyah meski secara terang-terangan melanggar SKB Tiga Menteri, maka itu menjadi pemicu awal munculnya aliran-aliran sesat lainnya. Sebab mereka beranggapan, hukuman yang diterapkan kepada pendiri aliran sesat seperti Lia Eden dan Mossadeq sangatlah ringan, sehingga mereka tidak jera bahkan mengulangi lagi penyebaran aliran sesatnya ditengah-tengah umat Islam Indonesia.
Selain itu dengan tetap dipertahankannya eksistensi Ahmadiyah oleh Rezim Jokowi-JK bahkan adanya pengakuan atas Bahai sebagai agama baru, meski Fatwa MUI telah menyatakan Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan serta menyerukan pemerintah untuk membubarkannya; dapat menjadi pemicu dan semangat para calon pendiri aliran sesat baru untuk mendirikan aliran di Indonesia guna mencari pengikut setia. Sebab selain mendapat pengikut setia, juga sangsi hukum yang dikenakannya sangatlah ringan, sehingga mereka tidak takut lagi dengan hukuman yang akan dihadapinya.
Padahal merebaknya aliran sesat di Indonesia jelas merupakan penistaan terhadap agama Islam yang dianut mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi berbagai aliran sasat tersebut juga mengaku sebagai bagian dari ajaran Islam. Seharusnya pemerintah melalui Badan Koordinasi Pengkajian Ajaran dan Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) segera membubarkan dan mempidanakan para pemimpinnya. Mereka dapat dikenai pasal 156 A KUHP mengenai penodan terhadap agama dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. 
Mengapa Mendapat Pengikut?
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa berbagai aliran sesat yang menjual kesesatannya di Indonesia selalu mendapat pengikut, meski mereka jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam seperti Ahmadiyah, Syiah, Bahai, Satria Piningit, Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyyah, Lia Eden dan lain-lain.
Pertama, hal itu menunjukkan tingkat aqidah dan keimanan umat Islam Indonesia masih rendah, meski setiap tahun ribuan orang berangkat beribadah haji ke tanah suci. Sebab gelar haji tidak ada korelasinya dengan peningkatan aqidah dan keimanan seseorang.
Kedua, hal itu menunjukkan tingkat pengetahuan mengenai ke-Islam-an rakyat Indonesia masih kurang. Sehingga mereka mudah tertarik untuk mengikuti aliran sesat, sebab dikiranya merupakan bagian dari ajaran Islam.
Ketiga, adanya survei yang menunjukkan hanya 20 persen umat Islam Indonesia yang menjalankan sholat lima waktu secara rutin, juga dapat menjadi penyebab mereka mudah tertarik mengikuti aliran sesat. Sebab menjalankan sholat lima waktu menjadi pembatas antara muslim dan kafir.
Keempat. ketidak-tegasan sikap pemerintah sejak Orla, Orba hingga Reformasi dan rezim Jokowi-Jk sekarang ini  terhadap keberadaan aliran sesat di Indonesia, menjadi penyebab mereka semakin berkembang biak di tengah-tengah masyarakat. Meski sejak dulu para pemimpin Islam resah, namun tampaknya pemerintah tetap “konsisten” untuk membiarkan berkembangnya aliran sesat, bahkan menghukum dengan hukuman penjara siapapun yang berusaha membubarkannya.
Kelima, adanya tekanan internasional dari Barat  untuk tetap mempertahankan eksistensi Ahmadiyah dan Bahai di Indonesia, hal itu menunjukkan adanya intervensi dari Barat khususnya AS dan Inggris agar aliran sesat semakin berkembang subur dengan tujuan untuk mengerogoti  eksistensi Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia dan benteng terakhir dalam mempertahankan eksistensi NKRI. Jika Islam lemah dan aliran sesat semakin menguat, maka NKRI akan berhasil dipecah belah menjadi beberapa negara, naudzubillah min dzalik.(*) (voa-islam.com)

Kenapa berbagai aliran sesat bermunculan?

Kenapa aliran-aliran sesat itu bermunculan dan mirip-mirip dengan aliran-aliran sesat yang sudah ada?
Masalah kenapa di Indonesia bermunculan aliran sesat, sering dipertanyakan orang di mana-mana. Bukan hanya orang dari dalam negeri saja yang sering mempertanyakan masalah itu.
Seharusnya yang perlu menjawab dan lebih tahu jawabannya itu adalah pihak-pihak yang berwewenang. Hanya saja selama ini belum terdengar adanya keterangan yang jelas dari mereka.
Agar ada sedikit gambaran, karena memang kenyataannya aliran sesat bermunculan, maka untuk menjawab pertanyaan itu perlu ditengok, bagaimana sikap para petinggi negeri ini terhadap aliran-aliran sesat yang sudah nyata-nyata sesat dan telah diprotes atau difatwakan atau dinyatakan dengan rekomendasi tentang sesatnya oleh MUI dan lainnya: di antaranya aliran sesat Ahmadiyah, LDII, Syi’ah, NII KW IX dan sebagainya.
Ternyata di samping pihak petinggi negeri ini tidak atau belum-belum juga membubarkan aliran-aliran sesat, justru ada petinggi yang malahan munduk-munduk sowanminta restu dan dukungan kepada aliran sesat. (baca Golkar Tidak Percaya Diri Jusuf Kalla Minta Dukungan Aliran Sesat LDII, nahimunkar.com,  10:44 pm Artikel).
Bagaimana orang yang ada ambisi kesesatan tidak tergiur dengan yang seperti itu?
Factor lain lagi, kadang aliran sesat di Indonesia ini pemimpin dan kerajaannya justru menjadi istana raja diraja. Lihat saja pusat aliran sesat NII KW IX di Indramayu. Jawa Barat. Entah berapa petinggi negeri ini yang sudah munduk-munduk sowan (merunduk-runduk hadir) ke sana. Bahkanngrampek-ngrampek (mendekat-dekat dengan penuh harap) untuk minta dukungan, dengan mengadakan TPS (tempat pemungutan suara) khusus segala dalam pemilu yang lalu.
Apakah itu bukan berarti menyuburkan aliran sesat bahkan menjunjungnya?
Di samping para pejabat tinggi banyak yang sowan ke istana aliran sesat, masih pula para petinggi aliran sesat sering tidak dijamah oleh hukum, entah apa sebabnya. Itu LDII yang telah dikhabarkan menipu hampir 11 triliun rupiah, tidak pernah ada khabar bahwa mereka diseret ke pengadilan. (lihat buku HMC Shodiq, Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah, LPPI, Jakarta, cetakan kedua, Oktober 2004). Padahal saat ini banyak pejabat setelah menduduki jabatan kemudian diseret ke pengadilan dan akhirnya masuk ke penjara. Sampai-sampai menteri agama saja ada yang masih di dalam penjara sekarang ini dalam kasus sebagaimana yang lain-lainnya yakni korupsi. Lha kalau jadi pemimpin aliran sesat, entah itu bisa memeras, bahkan menipu mentah-mentah, ternyata dibiarkan lenggang kangkung (berjalan santai) tidak diusik-usik. Sebaliknya, justru para pemimpin aliran sesat itu disowani denganmunduk-munduk oleh pejabat tinggi negeri ini, masih pula dimintai restunya. Apakah itu tidak menggiurkan untuk pertumbuhan aliran sesat?
Dalam wacana perpolitikan, apakah lakon seperti itu termasuk tingkah politisi busuk yang diharapkan agar tidak dipilih lagi atau bukan, wallahu a’lam. (haji/ tede).

Dua Penyebab Berkembangnya Aliran Sesat di Indonesia

Bermacam aliran sesat baik dalam skala besar maupun kecil masih banyak bermunculan di Indonesia. Ada yang masuk ke beberapa daerah, kebupaten, dan mencakup di provinsi tertentu.
Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Utang Ranuwijaya menyebutkan beberapa penyebab berkembangnya aliran sesat di Indonesia. Alasan pertama, karena rentannya persoalan akidah di tengah-tengah suatu masyarakat. Hal inilah yang kemudian membuat mudahnya dirasuki paham-paham yang sebenarnya menyimpang dari ajaran Islam.
“Ada masyarakat yang rentan dengan persoalan akidah, karena kekurangan kepngetahuan agama. Kemudian paham-paham baru yang masuk mereka anut dan dianggap sebagai paham yang normal, padahal sebenarnya sudah menmyimpang,” kata Utang kepada ROL, Rabu (28/1).


Hal inilah, menurut Utang, yang kemudian semakin berkembang di tengah-tengah masyarakat sehingga jumlah pengikutnyan semakin besar. Faktor lain yang menyebabkan perkembangan aliran sesat adalah tidak sampainya siar agama ke suatu wilayah tertentu.

Hal ini biasanya terjadi di wilayah-wilayah terpencil, sehingga akses penyiaran agama Islam tidak berjalan dengan maksimal.  “Keluasan pengetahuan agama seseorang kadang masih banyak yang terbatas. Dan ada aliran baru yang kemudian dianggap sebagai ajaran agama, padahal itu bukan,” ujar Utang.


Untuk mencegah hal ini, Utang berpendapat perlunya kerjasama dari seluruh pihak baik kalangan ulama, tokoh masyarakat, dan masyarakat secara umum untuk sama-sama menyiarkan dakwah Islam. Sebab kata dia tugas untuk menyebarkan agama adalah tanggung jawab setiap pemeluk agama Islam.

Bila dakwah sudah serentak sesuai dengan ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW, ia yakin perkembangan aliran sesat akan dapat dicegah.


Aliran sesat tumbuh subur di Indonesia, tidak kalah dengan kesuburan tanah airnya. Berbagai aliran dan paham sesat tumbuh dengan pesat bagaikan jamur di musim hujan. Mulai dari yang mengaku nabi atau yang meyakini akan turunnya nabi baru, mengkafirkan sahabat atau semua orang selain jama’ahnya, sampai kepada merekonstruksi ulang Islam dengan pemikiran liberalnya. Ironisnya mereka semua mengaku bagian dari Islam. Bahkan mengaku Islam yang paling benar dan moderat sesuai dengan perkembangan zaman.
Yang perlu kita cermati bahwa setiap kali aliran sesat tersebut muncul selalu saja mendapat sambutan dari masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya pengikut yang bersikap fanatik buta membela mati-matian terhadap faham yang jelas-jelas kesesatannya. Anehnya banyak orang yang mengaku Muslim menganggap hal tersebut suatu kebebasan beragama yang wajar-wajar saja.
Aliran Sesat Tumbuh di Bawah Naungan Payung Demokrasi
Silih berganti aliran sesat di negeri ini tumbuh dan bersemi di bawah payung demokrasi. Sistem demokrasi ternyata menjadi mediator dalam menumbuh-kembangkan aliran sesat di Indonesia. Oleh karena itu tidak heran jika demokrasi menjadi pabrik aliran sesat. Tidak dipungkiri ada kebaikan dalam sistem tersebut. Namun meski ada satu atau dua kebaikan di dalamnya tetap saja tidak menjadikan sistem demokrasi menjadi sistem Islami.
Perlu dipahami tidak setiap negara yang sistemnya kufur mengharuskan semua orang yang berada dalam negara tersebut menjadi kafir. Di bawah naungan sistem kufur inilah “kebebasan murtad” seolah-olah di jamin oleh undang-undang. Begitu juga kebebasan menyebarkan faham sesat kepada siapa saja selama hal tersebut bisa hidup “rukun dan tenteram” dalam masyarakat.
Namun kenyataanya hadirnya aliran sesat tersebut selalu saja meresahkan masyarakat. Ya, sangat meresahkan karena memang masing-masing mengaku dirinya Islam. Tentu saja hal tersebut akan mengundang banyak pertanyaan dalam hati kita. Jika memang benar bagian dari Islam kenapa justru ajaran dan keyakinannya bertentangan dengan kemurnian syari’at Islam? Kalau memang bukan dari Islam kenapa harus mengatasnamakan Islam? Kenapa juga tidak mengatas namakan agama lain selain Islam?
Demokrasi memang ibarat tong sampah yang menampung kotoran apa saja. Tentu saja dalam ekosistem tong sampah yang paling tumbuh subur adalah paham-paham yang memang busuk dan parasit. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah Islam yang murni aqidah dan syari’atnya. Ajarannya tidak akan berubah hingga akhir zaman. Al-Qur’an dan as-Sunnah pun tetap terjaga meski banyak orang memalsukannya. Maka sangat mudah sekali sebenarnya jika ada aliran yang menyelisihi jalan yang lurus tersebut bisa dipastikan aliran tersebut adalah aliran yang tersesat dari Islam.
Pergulatan Aliran Sesat di Indonesia 
Dahsyat sekali pergulatan aliran sesat di negeri ini, terlebih pasca reformasi. Benih-benih kesesatan di masa orde lama dan baru mulai menggeliat di era reformasi. Ada yang murni dari dalam negeri, ada juga yang impor dari luar negeri lewat agen-agen yang telah ditanam jauh-jauh hari. Meski MUI sebagai lembaga fatwa yang independen di Indonesia sebenarnya cukup sigap menghadang laju arus aliran sesat di Indonesia.
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan tentang aliran sesat cukup gamblang. Hanya saja fatwa tersebut tidak punya kekuatan hukum layaknya hukum positif di Indonesia. Semua itu memang Islam telah dipisahkan dalam negara Indonesia. Banyak orang Islam sendiri bahkan para pemimpinnya belum yakin bahwa Islam mampu menaungi kemajemukan dibanding sistem sekuleris. Padahal dari fakta sejarah para pejuang kaum Musliminlah yang berperan utama mengobarkan jihad melawan penjajah yang kafir. Dengan demikian meski ada fatwa sesat dari MUI tetap saja aliran sesat laris manis bagai kacang goreng di negeri ini.


Kalau kita cermati hari ini sepak terjang aliran sesat di negeri ini semakin hari semakin menjadi-jadi. Berbagai rekrutmen dilakukan terang-terangan dalam rangka menjaring pengikut. Korbannya tidak lain dan tidak bukan adalah kaum Muslimin sendiri. Memang masyarakat kita masih di dominasi kejahilan. Sekedar di iming-imingi dengan sembako saja banyak orang rela menjual keimanan. Kalau kita perhatikan aliran sesat tersebut selain sesat dan menyesatkan manusia, banyak manufer-manufer politik di balik pergerakan aliran sesat di Indonesia. Hal ini sangat kentara ketika menjelang pesta demokrasi. Banyak parpol yang “bergandeng tangan” dengan aliran-aliran tertentu demi meraup suara terbanyak dalam pemilu.Ya, beginilah negeri demokrasi. Mirip amburadulnya dengan negeri yang menjadi asal-usulnya.

Namun demikian kita jangan pesimis. “Likuli zaman rijal”begitulah pepatah Arab mengatakan. Artinya setiap masa pasti ada pahlawannya. Dibalik gerilya aliran sesat yang membahana ini kitapun mulai melihat kebangkitan Islam di nusantara. Pahlawan-pahlawan kebangkitan Islam mulai berani dan bangkit menyerukan kebenaran yang lama memudar. Memang gerakannya kelihatan lambat ibarat bayi yang tertatih berjalan. Namun di balik itu semua kita semakin yakin akan janji Alloh bahwa kemenangan bagi agama Alloh dan kebathilan akan sirna sebesar apapun kekuatannya.
Iblis dan Setan Sumber Aliran Sesat di Negeri Ini
Kalau kita runut semua aliran sesat dari zaman klasik sampai modern bersumber dari ajaran iblis dan setan. Tidak ragu lagi di balik geliat aliran sesat di Indonesia iblis dan setanlah biang keladinya. Lebih parahnya setan dan iblis saat ini mempunyai sistem yang berkuasa sehingga hal ini menjadikan ajang pergulatan aliran sesat semakin dahsyat. Puluhan aliran sesat di Indonesia hingga saat ini masih eksis meski bergerak di bawah tanah. Semua aliran sesat tersebut berdakwah dan menyebarkan pemahamannya. Jika kita biarkan aliran-aliran sesat di negeri ini maka bahaya mengancam kemurnian agama Islam.
Memang pertama berawal dari pemahaman yang sesat. Namun lambat laun pemahaman tersebut akan mengkristal menjadi budaya bahkan peradaban. Bukankah budaya penyembahan patung di bangsa Arab awalnya lahir ketika pemahaman mereka menyimpang dari ajaran yang hanif (lurus)?
Tidak dipungkiri banyaknya aliran sesat merupakan bagian dari fakta perpecahan umat. Namun yang harus kita ketahui bahwa yang benar hanyalah satu. ltulah Islam yang murni berdasarkan petunjuk Nabi dan para sahabatnya yang mulia. Tak ada jalan keselamatan dalam pergulatan aliran dan firqoh-firqoh sesat tersebut kecuali dengan meniti sirothul mustaqim.
Alloh berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kalian men gikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa.” (QS. al-An’am [6]: 153)