Saturday, April 30, 2016

Kh. Ali Mushofa Ya'qub Tegas Terhadap Kesesatan Syiah. “Banyak Kyai Nu Menegur Saya Karena Tulisan Dan Sikap Saya”


KH. DR. Ali Mustafa Yaqub

Titik Temu Wahabi-NU (Prof. Dr. Ali Mushthofa Ya’kub)
Prof. Dr. Ali Mushthofa Ya’kub: Jangan Mau Jadi Jangkrik! [Untuk Orang NU yang Mau Diadu Domba Dengan Wahhabi]
KH. Ali Mushofa Ya'qub tegas terhadap 
kesesatan Syiah

A. Z. MuttaqinKamis, 21 Rajab 1437 H / 28 April 2016 18:02
KH. Dr. Ali Musthofa Ya’qub M.A.,saat menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, sangat tegas berbicara tentang kesesatan dan bahaya Syiah. Dia dikenal sebagai tokoh Umat yang sangat lugas dan tegas dalam membela Islam dan Umat Islam. Kiai juga tak segan mengingatkan bahaya Syiah bagi Umat dan NKRI. Dirinya mengaku kecolongan saat ada pendeta Syiah berbicara di Masjid Istiqlal.
Kiai Ali Musthofa pernah mengatakan ceramah pendeta Syiah di Masjid Istiqlal yang meresahan kaum Muslimin Ahlus Sunnah sudah masuk dalam kategori membahayakan NKRI.
“Memang benar, ada ulama Syi’ah dari Iran yang memberikan ceramah di masjid Istiqlal hari Jum’at Kemarin. Cuma yang mempunyai wewenang untuk memberikan izin itu bukan saya tetapi Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal di bawah pengawasan Kementerian Agama,” kata Kiai Musthofa lansir hidayatullah.com, Sabtu (22/11/2014).
Menurutnya, ceramah salah satu pendeta Syi’ah asal Iran di Masjid Istiqlal hari Jum’at (21/11/2014) lalu telah membuat keresahan kalangan umat Islam, khususnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Dia membenarkan bila acara itu diadakan di Masjid Istiqlal pada hari Jumat kemarin, di mana ketika itu dirinya sedang ada urusan ke Pontianak. Awalnya informasi yang dia terima ada dua tamu, satu imam Masjid Kubah (Madinah), satunya lagi dari Iraq. Rupanya setelah datang dari Pontianak dia baru faham jika yang ceramah itu justru dari Iran, bukan dari Iraq.
Kiai Ali Musthofa mengatakan dirinya sudah berulangkali memberikan masukan kepada Badan Pengelola Pelaksana Masjid Istiqlal untuk tidak memberikan kesempatan kepada ulama Syi’ah untuk berceramah di Masjid Istiqlal karena hal itu hanya akan menimbulkan kontroversi, kecuali hanya untuk melaksanakan shalat saja.
“Silahkan memberikan izin kepada tamu dari Iran (orang-orang Syi’ah,red) untuk melaksanakan shalat di masjid Istiqlal tapi jangan sampai memberikan kesempatan berceramah karena akan membahayakan umat Islam,” tegasnya mengulang nasehatnya yang diberikan kepada Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta.
Apalagi menurut Kiai sudah jelas bahwa Syi’ah sendiri merupakan ancaman terbesar yang membahayakan umat Islam, khususnya NKRI. Jadi jangan sampai memberikan kesempatan kepada orang-orang Syiah untuk angkat bicara berceramah di masjid Istiqlal.
Hanya saja nasehatnya sering tidak diindahkan. Apalagi, kewenangan memberikan izin tamu-tamu internasional untuk berceramah di masjid Istiqlal Jakarta dipegang oleh Ketua Badan Pengelola Pelaksana Masjid Istiqlal, langsung dalam pengawasan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) RI, ujar Kiai.

Akun Ijabi bergembira dengan pencopotan KH Ali, ualam yang tegas dengan kesesatan Syiah

Karena itu Syiah bergembira atas digantinya KH Ali Mustafa Yaqub sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Hal itu dinyatakan lewat akun IJABI Pusat @ijabipp. KH Ali Mustafa Yaqub dicopot sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta. Jum’at, 22 Januari 2016, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengukuhkan Nasaruddin Umar, pendukung Islam liberal sebagai imam besar Masjid Istiqlal Jakarta menggantikan KH Ali Mustafa Yaqub.
Bongkar liberal dan Syiah di PBNU
Kia Ali juga pernah mengungkapkan bahwa aliran sesat Syi’ah dan kelompok Islam Liberal (Islib) sudah masuk dan menyusup ke salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni PBNU pimpinan Said Agil Siroj.
“Ada pengurus PBNU yang selalu membela Syi’ah dan selalu hadir dalam acara-acara Syi’ah. Paling tidak dia selalu hadir dalam acara Asyura dan selalu menjadi pembicara utama,” kata Ali Mustafa kepada bangsaomline.com, Jum’at (24/4/2015).
Menurutnya berbeda dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) yang toleran terhadap perbedaan, aliran sesat Syi’ah hanya memberi dua pilihan.
“Ikut saya atau saya bunuh,” ujar Ali Mustafa mencontohkan doktrin paham dan ajaran Syi’ah. Karena itu menurut dia, Syi’ah sangat bahaya jika berkembang di Indonesia.
Kiai Ali Mustafa mengungkapkan, indikasi aliran sesat Syi’ah sudah masuk ke dalam PBNU sangat jelas. “Dulu Jamiyatul Qurra Wal Huffadz (Jamqur) pernah kerjasama dengan Syi’ah, saya sempat baca MoU-nya. Tapi akhirnya ketahuan lalu dibatalkan,” ungkapnya.
MOU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman antara PBNU dengan Syi’ah ini sempat heboh. Banyak media online melansir berita MoU PBNU dengan Universitas al-Mustafa al-‘Alamiyah, Qom, Iran itu.
Dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Syuriah PBNU. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia. KH Sahal Mahfudz yang saat itu menjabat sebagai Rais ‘Aam marah dan membatalkan MoU tersebut.


Beliau (Bpk KH. Ali Musthofa Ya’qub) adalah Ulama NU tulen. Beliau alumni salah satu pesantren besar di Jawa Timur yang  merupakan salah  satu dari sekian pesantren basis berdiri nya NU.
Salah satu tulisan Beliau adalah “Amalan Bid’ah di bulan Rajab” tulisan yang  cukup kontroversial bagi umat nahdliyin (NU).

Beliau juga pernah berfatwa haramnya membangun bangunan di kuburan ketika ditanya tentang  makam ust. Jefri yang  diberi keramik di atasnya. Beliau pun setuju agar makam ustadz diratakan dengan  tanah dan tidak   dibangun di atasnya keramik / semen.

Dan beberapa fatwa beliau juga di nilai tidak   pro dengan  NU.

Tapi lepas dari itu, sebagaimana tulisan Beliau tentang  amalan bidah di bulan Rajab.. Dan hari ini Beliau pun meninggal di bulan Rajab. Masya Allah..
Saya jadi ingat juga dengan  wafatnya Imam Ghazali.. Di akhir hayatnya Beliau merasa ingin sekali belajar Hadis. Maklum selama hidup nya Imam Ghozali disibukkan dengan serangan para ahli filsafat. Imam Ghozali pun selalu membahas Islam ditinjau dari filsafat supaya Islam tidak   digeser oleh para filosof.
Dan pada akhir hayatnya, Imam Ghozali meninggal dalam kondisi memeluk kitab Imam Bukhari.. Beberapa riwayat mengetekan, di akhir hidup Beliau, Beliau sibuk dengan  belajar Ilmu Hadis. Beliau juga pernah berkata bahwa Beliau lemah dalam bidang Hadis. Inilah yang  membuat Beliau akhirnya mendalami Hadis di akhir hayat Beliau. Sampai meninggal dengan  kondisi memeluk kitab sahih Bukhori..
Dan sekarang, di berbagai universitas Islam di mancanegara mulai membedah kitab ihya Ulumuddin karya Al Ghazali yang  ditemukan banyak hadis dhoif di dalamnya. Meskipun begitu, Al Ghazali tetaplah Ulama yang  sangat luar biasa dan patut dihormati. Jika ada kekurangan ya itu wajar, yang  penting jasa beliau dalam dakwah Islam sangat besar, dan memang wajar juga, karena Beliau hidup di zaman yang  mana filsafat sesat mencemari agama Islam. Mau tidak   mau, Al Ghazali harus melawan para filosuf tersebut untuk menjaga kemurnian Islam..masya Allah, semoga Allah berikan tempat yang  mulia untuk imam Ghazali..
Kembali ke Bpk. KH. Ali Mustofa Yaqub

Pak Kyai dari NU ini pernah ditanya oleh seseorang, apakah tidak ada kyai NU yang menegur Bapak? Terkait tulisan tulisan Bapak yang dinilai tidak   pro dengan  NU. Apalagi sebagai ulama MUI, beliau memberi lampu hijau kepada dakwah salafi di Indonesia. Beliau berkata “banyaaaaak… Banyak kyai NU menegur saya karena tulisan dan sikap saya..” meskipun begitu, Beliau tetap menghormati para Kyai. Karena mereka (para kyai) juga punya peran besar dalam dakwah Islam di Indonesia. Dan salah satu impian Beliau yang  patut kita teruskan adalah Beliau ingin mempersatukan ahlus sunnah di Indonesia.. Sebagaimana buku yang  Beliau tulis, benang merah wahabi-NU..

Karena tidak   bisa kita pungkiri, rukun iman wahabi dan NU sama. Rukun Islam ny juga sama..
Rujukannya juga sama.. Yaitu madzhab 4..
Dan mereka sama sama memahami Quran Hadis berdasarkan pemahaman generasi salaf..
Bedanya adalah yang  satu disiplin dan ketat dengan  budaya, sedangkan yang  satunya longgar dan kurang begitu ketat dengan  budaya..
Semoga Allah persatukan kita.. Dijadikan umat yang  bersatu. Tidak   saling membenci dan saling menghujat..
Semoga Allah masukkan beliau dan kita semua ke dalam surga Allah..
Aamiin..
Via Fb Cholidi Fathoni – Semarang
***
Prof Dari KH Ali Mustafa Yaqub, MA: Pemakaman Mewah Haram
Hukum pemakaman mewah seperti San Diego Hill adalah haram. Karena termasuk perbuatan mubadhir atau berlebih-lebihan. Demikian pendapat Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Alquran (IIQ), Prof Dari KH Ali Mustafa Yaqub, MA, saat ditemui Mingguan Syariah, di kediamannya,Jalan SDI Inpres N0 11 Pisangan Barat, Ciputat, Selasa, (8/5/2012) beberapa waktu lalu.
Membeli makam mewah baik secara langsung maupun tidak langsung, tergolong perbuatan mubadhir atau menghamburkan harta. Dan orang yang menghamburkan harta, dalam Islam termasuk kawan syeitan.
Lihat diperingatan Allah SWT dalam firmannya:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya”. (QS. Al Isra’ : 27)
Kenapa perbuatan itu mubadhir? karena sebenarnya biaya yang dikeluarkan semestinya tidak semahal pemakaman San Diego Hill yang capai puluhan, ratusan juta, bahkan miliaran. Padahal, biaya di pemakaman biasa tidak semahal itu.
KH Ali Mustafa juga menilai orang yang membeli atau memesan makam itu terkesan sombong. Mereka hanya ingin memamerkan kekayaanya kepada orang lain.
“Ketika mereka hidup, mereka pamer kekayaannya. Dan ketika matipun, mereka pingin pamer kekayaannya juga” sindir Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadist Darus Sunnah, Ciputat ini.
Pak Kyai tentu menyayangkan hal itu. Karena Rasulullah sendiri sempat mengingatkan bahwa orang yang sombong diancam masuk neraka. Ingat hadist nabi, “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebutir atom.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’udi RA)
Alasan lain, karena mereka buta sosial. Kok gitu? Kenapa dibilang buta sosial? karena mereka lebih memilih beli makam mewah dibanding membantu orang lain yang butuh uluran tangan mereka.
“Namun, jika yang membeli adalah keluarganya, bukan dari yang meninggal, maka keluarganya yang buta sosial,” ujar Imam Besar Masjidi Istiqlal Jakarta ini dengan tegas dan lantang.
Di Indonesia, menurut ekonom, jika mengacu pada data bank dunia, bahwa ukuran orang yang tergolong miskin adalah jika pendapatannya dalam sehari kurang dari 2 dolar. Nah, itu berarti orang Indonesia yang tergolong miskin jumlahnya mencapi 117 juta orang.
Padahal, dalam ajaran islam, iman kita belum sempurna jika kita kenyang, sedang tetangga kita lapar. Sesuai hadist nabi SAW, dari Abdullah ibnul Mishwar, ia berkata, “Saya pernah mendengar lbnu Abbas meriwayatkan dari lbnu Zubair di mana dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Seorang yang beriman tidak akan kekenyangan, sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar.”
Jika mereka berdalih beli makam itu karena agar tidak bayar uang sewa makam. Sebab kalau tidak bayar, makam bakal dibongkar.  Menurut Ali, itu alasan yang mengada-ada. Sebab, selama masih ada keluarga yang ngurus, tidak mungkin dibongkar atau ditimpa dengan jasadi yang lain.
Menurut Penasihat Syariah Transaksi Halal Omaha USA ini, itu terjadi lantaran yang meninggal bukan warga Jakarta. Makanya, ia menyarankan agar warga pendatang kalau meninggal jasadnya dibawa pulang dan dimakamkan di kampung halaman saja.
Sekali lagi Pak Kyai mengingatkan, harta seseorang sejatinya bukan miliknya. Melainkan, kepunyaan Allah SWT yang dititipkan sebagai amanah. Karenanya Allah menegaskan agar digunakan semata-mata untuk mencari ridhaNya. Dan sesungguhnya Allah benci orang yang menghamburkan harta. Sesuai peringatanNya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An`aam : 141).
Apakah ada fatwa MUI yang mengatur itu? Memang belum ada. Dan menurut Ali, tidak perlu karena sudah jelas haram. Jika sekarang banyak umat muslim membeli makam mahal itu, menurutnya karena mereka tergolong umat abu-abu.
(Mifta/Jauhari)
Sumber: rahmatbiz.wordpress.com/pesantreniiq.or.id Saturday, 19 October 2013
***
KH Ali Mustafa Yaqub Wafat, Dikebumikan di Pesantren Darussunnah Ciputat
KH Ali Mustafa Yaqub wafat pada hari Kamis (28/4) pagi di Rumah Sakit Hermina, Ciputat, Jakarta. Beliau dikenal sebagai ulama yang pernah menjabat sebagai Imam Besar Masjidi Istiqlal, Jakarta, juga sebagai mantan Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Meninggalnya ulama besar tersebut menurut keluarganya tidak disangka sebelumnya karena cukup mendadak. Beliau disebut tidak mengidap sakit gawat, hanya diabetes namun itu juga terkontrol dengan baik.
Namun di hari sebelum meninggal, KH Ali Mustafa Yaqub sempat mengeluhkan sakit seperti masuk angin dan tidka enak badan. Kesibukan beliau yang padat diduga memicu kelelahan, sebab malam harinya ia masih menjadi pengisi acara pengajian di Masjidi Sunda Kelapa.
“Setelah pulang malam ke rumah mengeluh sakit dan malamnya dibawa ke Rumah Sakit Hermina Ciputat,” ungkap Ali Nurdin, seorang kerabat di Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Cirendeu, Ciputat.
Usai melaksanakan sholat subuh, kondisi beliau pun menurun hingga akhirnya meninggal dunia.
Hal ini tentu membuat umat Islam di tanah air berduka karena kehilangan seorang ulama yang ilmunya masih banyak dibutuhkan oleh umat saat ini.
Almarhum dikebumikan di kompleks Pondok Pesantren Darussunnah, yang dibangun salah satunya atas prakarsa beliau.
Putra satu-satunya yakni Ziaul Haromain, saat ini sedang berada di Amerika guna menjadi pengajar di negeri tersebut.
“Dua tahun lalu sudah wasiat minta dimakamkan di belakang pesantren,” ungkap Ali lagi.
Almarhum bahkan telah menyiapkan makam untuk istri dan anaknya di kompleks pesantren tersebut. Semoga amal ibadahnya diterima oleh Alloh SWT.*/iberita.com – Apr 28 2016
(nahimunkar.com)


4 Ketegasan KH Ali Mustafa Ya’qub yang Tidak Disukai Syiah dan Kalangan Liberal

KH Ali Mustafa Ya’qub wafat pagi ini, Kamis (28/4/2016). Menurut Prof Didin Hafidhuddin, almarhum adalah seorang ulama yang berani dan tegas dalam menyampaikan kebenaran ajaran Islam.

Berikut ini empat ketegasan KH Ali Mustafa Ya’qub yang tidak disukai syiah dan kalangan liberal:

1. Melarang tokoh syiah ceramah di Masjid Istiqlal

Sewaktu menjadi imam besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Ya’qub melarang ulama syiah berceramah di Masjid Istiqlal. KH Ali Mustafa Ya’qub mewanti-wanti agar jangan sampai ada tokoh syiah yang memanfatkan Masjid Istiqlal karena bisa membawa fitnah bagi umat Islam.

2. Menolak pendapat bolehnya perempuan menjadi imam bagi laki-laki

Kalangan feminis dan liberal (JIL dan kawan-kawannya) getol memperjuangkan kesetaraan gender. Termasuk mendukung perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki.

KH Ali Mustafa Ya’qub secara tegas menolah pendapat bolehnya perempuan mengimami laki-laki. Ia bahkan menulis buku khusus berjudul Imam Perempuan.

Pakar hadits itu juga menegaskan bahwa hadits yang dipakai oleh kalangan JIL merupakan hadits dhaif.

3. Tegas menolak pernikahan beda agama

Di saat kalangan liberal memperjuangkan bolehnya pernikahan beda agama dengan mengatasnamakan hak asasi manusia (HAM), KH Ali Mustafa Ya’qub menegaskan larangan pernikahan beda agama.

KH Ali Mustafa Ya’qub juga menuliskan penjelasan larangan pernikahan beda agama itu dalam buku Nikah Beda Agama dalam Al Qur’an dan Hadits.

4. Membongkar peran Syiah Iran dalam tragedi mina

Di saat kalangan Syiah menyerang Arab Saudi sebagai penanggungjawab tragedi Mina pada Idul Adha 10 Dzulhijjah 1436, KH Ali Mustafa Ya’qub membeberkan data keterlibatan Syiah Iran dalam musibah yang menelan korban 1000 jiwa itu.

Berdasarkan pengalamannya sembilan tahun di Arab Saudi dan selalu mengikuti prosesi ibadah haji, ia menyimpulkan tak mungkin musibah itu terjadi secara alami. Sebab jamaah haji pada tanggal 10 Dzulhijjah berada dalam kondisi lelah, mengantuk dan lapar sehingga jalannya pelan-pelan saat hendak melempar jumrah. Mereka juga tidak berdesakan.
Sumber : tarbiyah.net

Meneladani KH Ali Mustafa Ya’qub, Ulama Pemersatu Umat ...

Beliau rahimahullah sangat mirip dengan bapak ana rahimahullah. Semoga Allah merahmatinya, dan mengampuni dosa2nya.

Berikut dialog Prof.Dr.KH. Ali Mustafa Ya’qub seputar Islam Nusantara, NU, dan Wahabi.

Bagaimana pandangan Pak Kiai tentang istilah “Islam Nusantara”?


Kalau “Islam Nusantara” itu Islam di Nusantara, maka tepat. Kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bercorak budaya Nusantara, dengan catatan: selama budaya Nusantara itu tidak bertentangan dengan Islam, maka itu juga tepat. Namun kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bersumber dari apa yang ada di Nusantara, maka itu tidak tepat. Sebab sumber agama Islam itu Al-Qur’an dan Hadits. Apa yang datang dari Nabi Muhammad itu ada dua hal yaitu agama dan budaya. Yang wajib kita ikuti adalah agama: aqidah dan ibadah. Itu wajib, tidak bisa ditawar lagi. Tapi kalau budaya, kita boleh ikuti dan boleh juga tidak diikuti. Contoh budaya: Nabi pakai sorban, naik unta, dan makan roti. Demikian pula budaya Nusantara. Selama budaya Nusantara tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka boleh diikuti. Saya pakai sarung itu budaya Nusantara dan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Shalat pakai koteka itu juga budaya Nusantara, tapi itu bertentangan dengan ajaran Islam, maka itu tidak boleh. Jadi harus dibedakan antara agama dan budaya

Tadi Pak Kiai menyatakan Islam yang bercorak budaya Nusantara itu tepat, padahal Pak Kiai tadi juga menyatakan sumber agama Islam bukan dari apa yang ada di Nusantara, jadi maksudnya apa Pak Kiai?

Maksud saya, Islam yang bercorak budaya Nusantara itu boleh saja sepanjang tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau Islam yang bersumber dari apa yang ada di Nusantara, baik aqidah maupun ibadah harus asli dari Nusantara, maka itu tidak tepat. Tapi saya katakan Islam itu bukan Arab sentris. Islam itu apa kata Al-Qur’an dan Hadits, bukan Arab sentris. Tidak semua budaya Arab harus kita ambil. Sebab ada budaya Arab yang bertentangan dengan ajaran Islam. Contohnya, orang- orang minum khamr di zaman Nabi dan beristri lebih dari empat. Tadi saya katakan, Nabi pakai sorban, apa kita wajib pakai sorban? Tidak ada hadits yang menunjukkan keutamaan memakai sorban. Tidak ada hadits yang mengatakan memakai sorban itu mendapat pahala. Para ulama mengatakan sorban itu budaya Nabi, budaya kaum Nabi pada zamannya.

Pak Kiai bagaimana sebaiknya umat Islam memandang budaya?

Sepanjang budaya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka kita boleh mengambilnya. Ini masuk wilayahmuamalah. Silakan ikuti budaya Arab, silakan pakai sorban. Tapi jangan mengatakan orang yang tidak pakai sorban, tidak mengikuti Nabi. Saya pukul kalau ada orang yang mengatakan seperti itu. Silakan makan roti karena mengikuti budaya Nabi. Tapi jangan mengatakan orang yang makan nasi, tidak mengikuti Nabi. Demikian juga budaya Nusantara. Sepanjang budaya Nusantara tidak bertentangan dengan Islam, silakan ambil. Islam sangat memberikan peluang bagi budaya, selama budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, boleh kita ambil. Silakan berkreasi dan ambil budaya apapun, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam

Kemunculan “Islam Nusantara” ini membuat sebagian orang membandingkan dengan “Islam Arab”, bagaimana menurut Pak Kiai?

Saya tidak sependapat dengan bandingan-bandingan seperti itu. Islam itu Islam saja.

Jadi istilah “Islam Nusantara” itu tidak ada ya Pak Kiai?

Ya, Islam itu agama. Nusantara itu budaya. Tidak bisa disatukan antara agama dan budaya.

Selanjutnya mengenai NU dan “Wahabi”. Bagaimana pertentangan NU dan “Wahabi” antara tahun 20an sampai sekarang. Karena seperti diketahui, dulu di Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) mereka bisa akur?

Saya mengatakan tidak ada pertentangan antara NU dan “Wahabi”. Yang ada adalah perbedaan antara ulama-ulama sumber rujukan NU dengan ulama-ulama sumber rujukan “Wahabi”. Perbedaan ini ada jauh sebelum NU dan “Wahabi” lahir. Jangankan NU dan “Wahabi”, Imam Syafi’i yang hanya satu orang, bisa berbeda pendapat ketika berada di Baghdad dan Mesir. Antara ulama-ulama mazhab Syafi’i juga bisa berbeda pendapat. Tapi perbedaan itu tidak akan keluar dari dua karakter, pertama, tidak menyebabkan kekafiran dan kedua, perbedaan itu sudah ada sebelum NU dan “Wahabi” ada. Jadi tidak perlu dipermasalahkan. Kalau ada yang mengatakan “Wahabi” itu suka mengkafirkan dan membid’ahkan , maka itu fitnah. Saya belajar “Wahabi” 9 tahun. Di dalam kitab-kitab “Wahabi” tidak ada yang menyatakan selain kelompok “Wahabi” itu kafir. Itu fitnah untuk mengadu domba NU dan “Wahabi”. Dan yang memfitnah itu adalah agen zionis. Kalau ada yang mengatakan Tuhannya bukan Allah, baru itu kafir.

Bagaimana pandangan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari tentang “Wahabi”?

Ketika itu, istilah yang lazim bukan “Wahabi” tapi salafi atau taimi. Banyak pandangan beliau yang sama dengan “Wahabi”. Kitab-kitab beliau banyak merujuk pada kitab-kitab Imam Ibnu Taimiyyah. Imam Ibnu Taimiyyah itu rujukannya “Wahabi”. Tapi kata beliau, “Banyak salafi-salafi yang palsu.” Palsu karena tidak mengikuti ajaran Imam Ibnu Taimiyyah. 

Tentang kitab-kitab ulama di pesantren, kitab apa saja yang dipakai? Apa ada kitab ulama lokal? Sewaktu Saya di pesantren Tebu Ireng, kitab ilmu hadits karya Kiai Mahfudz itu dipelajari. Ulama-ulama lokal seperti Kiai Mahfud Termas asal Pacitan dan Kiai Nawawi asal Banten, juga menulis kitab, tapi menulisnya di Mekkah. Bisa jadi Kiai Hasyim ‘Asyari menulis kitabnya di Mekkah karena beliau pernah tinggal di sana.

Terakhir, apa nasihat Pak Kiai untuk umat Islam di tengah polemik isu “Islam Nusantara” serta NU dan “Wahabi” ?

Pertama, kita harus membedakan antara agama dan budaya. Agama: aqidah dan syariah, kita harus mengikuti Rasulullah. Sementara, budaya itu masuk muamalah. Budaya apa pun, termasuk budaya Arab selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam, silakan. Tapi hati-hati, sebab bisa saja orang pakai sorban itu dalam rangka mencari popularitas. Ketika semua orang tidak pakai sorban, tapi ada 1 orang pakai sorban, maka itu diharamkan dalam Islam karena sorban itu menjadi pakaian popularitas. Menurut seorang Ulama Arab, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin mengatakan, hal itu menunjukkan kesombongan. Penampilan itu menunjukkan seorang merasa lebih mirip nabi. Itu arogan dan tidak bagus. Kedua, NU dan “Wahabi” tidak ada pertentangan, yang ada perbedaan. Persamaannya banyak dan perbedaannya sedikit. Perbedaannya itu tidak menimbulkan kekafiran dan perbedaan itu tidak terjadi setelah NU dan “Wahabi” ada. Jadi perbedaannya hanya dalam hal furu’iyyah, bukan hal yang prinsip.
(Sumber: 
Jejakislam.net. dengan sedikit revisi)