Friday, August 8, 2014

Dialog Sunnah Syiah Syarafuddin As-Musawi

Isu-Isu Penting Ikhtilaf Sunnah-Syi'ah Sayyid Abdul-Husain Syarafuddin Al-Musawi
ahmadfarisi.wordpress.com/2012/06/29/dialog-dengan-habib-syiah/+&cd=14&hl=id&ct=clnk&gl=id

wajahsyiah.wordpress.com/tag/dialog-sunnah-syiah/+&cd=17&hl=id&ct=clnk&gl=id
Mei 17, 2012wajahsyiah1 komentar

Buku Dialog Sunnah Syiah, terjemahan dari kitab al-Muraja’at karya Abdul-Husain Syarafuddin Al-Musawi.
Buku ini termasuk buku yang dibanggakan oleh para syiah Indonesia. Tetapi ternyata pengarangnya termasuk orang yang ragu-ragu terhadap al-Qur’an, kitab suci umat Islam.

Dalam buku Imamate and Leadership karya Sayyid Mujtaba Musavi Lari, pada bab “Confirmation from the Qur’an and the Sunnah” disebutkan :
Finally, let us draw attention to a possibility that Allamah Sharaf al-Din has raised:
“Although we are convinced that no distortion has taken place in the verses of the Noble Qur’an and that our heavenly Book has not been tampered with in any way, IT IS BY NO MEANS CLEAR that the ARRANGEMENT and RECENSION of the verses is PRECISELY THAT IN WHICH THEY WERE REVEALED. For it is QUITE POSSIBLE that the ‘purification verse’ concerning the People of the House was REVEALED SEPARATELY and then, when the verses of the Qur’an were being assembled, was PLACED in the middle of the verses relating to the wives of the Prophet, either in ERROR or DELIBERATELY.” [234]
[234] Sharaf al-Din, Kalimat al-Ghurra’, p.213.
http://www.al-islam.org/leadership/19.htm
Oleh karena itu jika suatu saat jalan-2 di toko buku menemukan buku diatas, atau seseorang memberikan sebagai hadiah, harap hati-hati, sebab kalau sudah terpengaruh racun dalam buku tsb, bisa menimbulkan gangguan keimanan, sebagaimana dialami oleh sang penulis buku Dialog Sunnah Syiah itu sendiri.
Dari blog syiah
http://syiahali.wordpress.com/2011/06/01/syaikh-al-albani-dalam-kitabnya-silsilah-ahadiits-ash-shahihah-no-2487-telah-menyatakan-tuduhan-dusta-kepada-syaikh-syarafuddin-al-musawi-penulis-kitab-al-muraja%E2%80%99at-dialog-sunni-syiah-syaik/
SYAIKH AL ALBANI DALAM KITABNYA SILSILAH AHADIITS ASH SHAHIHAH NO 2487 TELAH MENYATAKAN TUDUHAN DUSTA KEPADA SYAIKH SYARAFUDDIN AL MUSAWI PENULIS KITAB AL MURAJA’AT [DIALOG SUNNI-SYIAH]. SYAIKH AL ALBANI MENYATAKAN KALAU SYAIKH AL MUSAWI TELAH MEMANIPULASI ATAU MENGUBAH HADIS. TUDUHAN DUSTA INI DIIKUTI PULA OLEH PENGIKUT SALAFY ABUL JAUZAA’ DALAM SALAH SATU TULISANNYA. ABUL JAUZAA’ TERANG-TERANGAN MEMBUAT JUDUL TULISAN YANG PROVOKATIF YAITU MENGUNGKAP KEBODOHAN DAN KEDUSTAAN ABDUL HUSAIN ASY SYI’I DALAM KITAB AL MURAJA’AT – MANIPULASI HADITS. TULISAN INI ADALAH STUDI KRITIS TERHADAP TULISAN SAUDARA ABUL JAUZAA TERSEBUT SEBAGAI BANTAHAN TERHADAPNYA DAN SYAIKHNYA YANG TERHORMAT YAITU SYAIKH AL ALBANI. INSYA ALLAH AKAN DIUNGKAPKAN SIAPA SEBENARNYA YANG BODOH DAN DUSTA ITU.
Syaikh Al Albani dalam kitabnya Silsilah Ahadiits Ash Shahihah no 2487 telah menyatakan tuduhan dusta kepada Syaikh Syarafuddin Al Musawi penulis kitab Al Muraja’at [Dialog Sunni-Syiah]. Syaikh Al Albani menyatakan kalau Syaikh Al Musawi telah memanipulasi atau mengubah hadis. Tuduhan dusta ini diikuti pula oleh pengikut salafy Abul Jauzaa’ dalam salah satu tulisannya. Abul Jauzaa’ terang-terangan membuat judul tulisan yang provokatif yaitu Mengungkap Kebodohan dan Kedustaan Abdul Husain Asy Syi’i Dalam Kitab Al Muraja’at – Manipulasi Hadits.
Tulisan ini adalah studi kritis terhadap tulisan saudara Abul Jauzaa tersebut sebagai bantahan terhadapnya dan Syaikhnya yang terhormat yaitu Syaikh Al Albani. Insya Allah akan diungkapkan siapa sebenarnya yang bodoh dan dusta itu.


.
Hadis yang dibicarakan itu adalah hadis Rasulullah SAW dimana Imam Ali dikatakan akan berperang dalam penafsiran Al Qur’an sebagaimana Rasul SAW berperang dalam penurunan Al Qur’an. Hadis tersebut adalah hadis yang shahih sebagaimana telah diakui oleh Syaikh Al Albani dan pengikutnya. Kami katakan pernyataan mereka bahwa hadis ini shahih adalah pernyataan yang benar dan tidak ada alasan bagi kami untuk menolaknya.



Kami akan memberikan catatan ringkas mengenai kutipan di atas. Hadis yang ditakhrij oleh Syaikh Al Albani itu memiliki lafaz yang berbeda-beda. Lafaz yang ditulis Syaikh adalah lafaz Ahmad dalam Musnad-nya 3/82 no 11790. Sedangkan Lafaz Ahmad dalam Musnad-nya 3/33 no 11307 adalah “dan berdirilah  Abu bakar dan Umar”.  lafaz An Nasa’i dalam Al Khasa’is no 55 tidak dengan lafaz “dan diantara kami ada Abu Bakar dan Umar” tetapi dengan lafaz “Abu Bakar berkata ‘saya kah?’ Rasulullah SAW menjawab “tidak”, Umar berkata ‘saya kah?’ Rasulullah SAW menjawab “tidak”. Begitu pula lafaz yang ada pada kitab Musnad Abu Ya’la no 1086. Perbedaan lafaz itu adalah hal yang biasa dan tidak ada masalah dalam pengutipan hadis jika seseorang mengeluarkan salah satu lafaz saja dari hadis-hadis tersebut. Yang aneh bin ajaib adalah jika menuduh dusta atau menuduh seseorang memanipulasi hadis hanya karena lafaz hadis yang berbeda.



Kami katakan memang benar Syaikh Al Musawi keliru tetapi kekeliruannya disini karena ia mengikuti apa yang tertera dalam kitab Al Kanz Ali Mutaqqi Al Hindi. Penyebutan Said bin Manshur oleh Syaikh Al Musawi disebabkan syaikh hanya membaca apa yang tertulis dalam kitab Al Kanz tanpa menelitinya kembali. Sedangkan kesalahan Syaikh soal penulisan kitab Abu Ya’la, memang benar Abu Ya’la tidak memiliki kitab Sunan dan kitab yang dimaksud adalah Musnad Abu Ya’la. Walaupun begitu Syaikh Al Musawi sendiri di tempat yang lain yaitu dalam Al Muraja’at catatan kaki dialog no 44 ketika mengutip hadis ini, ia memang menyebutkan kitab Musnad Abu Ya’la bukan Sunan
أخرجه الامام أحمد بن حنبل من حديث أبي سعيد في مسنده، ورواه الحاكم في مستدركه، أبو يعلى في المسند
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dari Hadis Abu Sa’id di dalam Musnadnya dan diriwayatkan Al Hakim dalam Al Mustadraknya dan Abu Ya’la di dalam Al Musnad.
Kalau memang kesalahan Syaikh Al Musawi ini disebut sebagai kebodohan maka kami katakan orang pertama yang harus dikatakan begitu adalah penulis Kitab Al Kanz. Karena kesalahan tersebut bersumber dari kode yang ada di kitab tersebut. Bagi kami pribadi kesalahan tersebut adalah hal yang lumrah, cukup banyak para ulama yang melakukan kesalahan seperti itu. Anehnya baik Syaikh Al Albani maupun pengikutnya Abul Jauzaa hanya bersemangat untuk merendahkan Syaikh Al Musawi saja, dan tidak berkomentar apapun mengenai penulis kitab Al Kanz. Kenapa? Apakah karena Syaikh Al Musawi itu syiah sedangkan penulis kitab Al Kanz itu Sunni maka yang berdusta hanya Syiah sedangkan yang Sunni tidak, walaupun sebenarnya yang Syiah hanya mengutip dari yang Sunni? Mereka mengatakan bahwa ada kesalahan penulisan dalam kitab Al Kanz maka mengapa pula tidak bisa dikatakan ada kesalahan penulisan dalam kitab Al Muraja’at.


Kutipan diatas inilah yang menunjukkan kebodohan dan kedustaan Syaikh Al Albani dan pengikutnya Abul Jauzaa’.Tuduhan mereka bahwa Syaikh Al Musawi yang mengganti lafaz tersebut adalah dusta. Syaikh Syarafuddin Al Musawi hanya menyalin apa yang tertulis dalam Kitab Al Kanz. Berikut hadisnya dalam Kitab Al Kanz no 36351
مسند أبي سعيد } قال كنا جلوسا في المسجد فخرج رسول الله صلى الله عليه و سلم فجلس إلينا ولكأن على رؤسنا الطير لا يتكلم منا أحد فقال : إن منكم رجلا يقاتل الناس على تأويل القرآن كما قوتلتم على تنزيله فقام أبو بكر فقال : أنا هو يا رسول الله ؟ قال : لا فقام عمر فقال : أنا هو يا رسول الله ؟ قال : لا ولكنه خاصف النعل في الحجرة فخرج علينا علي ومعه نعل رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلح منها
Musnad Abu Sa’id : Ia berkata “kami duduk-duduk di dalam masjid kemudian Rasulullah SAW datang dan ikut duduk bersama kami. Seolah-olah di atas kepala kami ada burung-burung hingga tak seorangpun diantara kami yang berbicara. kemudian Rasulullah SAW bersabda “Diantara kamu ada seseorang yang berperang atas penafsiran Al Qur’an sebagaimana kamu diperangi dalam penurunannya. Maka berdirilah Abu Bakar dan berkata “sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan”. Umar pun berdiri dan berkata “sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan, dia adalah yang sedang menjahit sandal “. kemudian Ali datang kepada kami bersama sandal Rasulullah SAW yang sudah diperbaikinya.
Silakan perhatikan kata-kata yang dicetak biru. Itulah lafaz hadis yang menurut Syaikh Al Albani dan pengikutnya Abul Jauzaa’ telah dirubah atau diganti oleh Syaikh Al Musawi. Penulis kitab Al Kanz Ali Al Hindi memang menuliskan hadis tersebut dengan lafaz seperti itu. Jika memang hal ini disebut kedustaan maka seharusnya yang mereka tuduh melakukan kedustaan adalahpenulis kitab Al Kanz bukan Syaikh Al Musawi. Kami yakin Syaikh Al Albani telah membaca kitab Al Kanz buktinya ia bisa mengetahui adanya kesalahan kode dalam kitab tersebut tetapi entah mengapa ia tetap menuduh Syaikh Al Musawi yang mengubah lafaz hadisnya. Maka siapakah yang sebenarnya berdusta?.

Hal lain yang menunjukkan kebodohan dan kedustaan Syaikh Al Albani dan pengikutnya Abul Jauzaa’ adalah hadis dengan lafaz seperti itu ternyata memang terdapat di dalam kitab lain yaitu Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 32618 dengan sanad yang shahih. Berikut kutipannya

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari Ayahnya dari Isma’il bin Rajaa’ dari Ayahnya dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata “kami duduk-duduk di dalam masjid kemudian Rasulullah SAW datang dan ikut duduk bersama kami. Seolah-olah di atas kepala kami ada burung-burung hingga tak seorangpun diantara kami yang berbicara. kemudian Rasulullah SAW bersabda “Diantara kamu ada seseorang yang berperang atas penafsiran Al Qur’an sebagaimana kamu diperangi dalam penurunan Al Qur’an. Maka berdirilah Abu Bakar dan berkata “sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan”. Umar pun berdiri dan berkata “sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan, dia adalah yang sedang menjahit sandal “. kemudian Ali datang kepada kami bersama sandal Rasulullah SAW yang sudah diperbaikinya.
Hadis tersebut bersanad shahih dengan syarat Muslim karena semua perawinya adalah perawi tsiqat dan perawi Muslim.
Ibnu Abi Ghaniyyah adalah Yahya bin Abdul Malik bin Humaid bin Abi Ghaniyyah. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 11 no 406 bahwa ia adalah perawi Bukhari Muslim dan dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’in, Al Ajli, Ibnu Hibban, Abu Dawud dan Daruquthni. Disebutkan dalam Tahrir At Taqribno 7598 kalau ia seorang yang tsiqat.
Ayah Ibnu Abi Ghaniyyah adalah Abdul Malik bin Humaid bin Abi Ghaniyyah. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 6 no 743, ia juga adalah perawi Bukhari dan Muslim dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/615 menyatakan ia tsiqat.
Ismail bin Rajaa’ Az Zubaidi adalah perawi Muslim, Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib 1 no 548 kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, Ibnu Ma’in, An Nasa’i dan Ibnu Hibban. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/94 menyatakan ia tsiqat.
Rajaa’ bin Rabi’ah Az Zubaidi Abu Ismail Al Kufi adalah Ayah Ismail seorang perawi Muslim, Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 3 no 501 menyatakan bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hibban dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/298 menyatakan ia shaduq.
Oleh karena itu hadis dengan lafaz seperti itu memang shahih dan justru orang yang mengatakan dusta itulah sebenarnya yang menunjukkan kebodohan dan melakukan kedustaan. Jika memang tidak suka dikatakan bodoh dan dusta maka jangan seenaknya menuduh orang lain bodoh dan dusta. Semoga Allah SWT mengampuni kita semua. Wassalam

Abu Hurairoh Dihujat Syi’ah Tapi Dipakai Dalam Kitab-Kitab Syi’ah!!??

Abu Hurairah terus dihujat. Ternyata hadits-hadits Abu Hurairah yang dihujat tercantum dalam literatur Syi’ah. Bagaimana itu bisa terjadi? Semua bisa terjadi untuk menghujat Ahlus Sunnah dan sahabat Nabi.
Sering kita lihat tulisan-tulisan Syi’ah yang menghujat Ahlus Sunnah, mengemukakan hadits-hadits yang katanya tidak masuk akal, dan berlawanan dengan Al-Qur’an. Hadits-hadits itu berasal dari riwayat Abu Hurairah.
Dipilihnya Abu Hurairah sebagai target bidikan bukanlah tanpa alasan. Kita ketahui, Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits. Artinya, ketika legitimasi Abu Hurairah jatuh, maka legitimasi sunnah Nabi pun jatuh juga. Sunnah Nabi di sini bukan hanya sekedar text dari hadits, tapi seluruh perangkat yang terkait, seperti para perawi dan ulama hadits, otomatis gugur juga.
Pada akhirnya, ketika hadits sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum, maka akidah Ahlus Sunnah pun akhirnya gugur. Inilah tujuan akhir dari kajian-kajian tentang Abu Hurairah, juga sahabat Nabi lainnya.
Lebih jauh lagi, Al-Qur’an pun pada akhirnya akan terbidik juga, karena para sahabat Nabi lah yang meriwayatkan Al-Qur’an, yang menyampaikan Al-Qur’an pada generasi berikutnya. Jika sahabat tidak lagi bisa dipercaya, maka apa yang disampaikan pun tidak akan bisa dipercaya.
Tapi anehnya, para Imam Syi’ah tidak ada yang meriwayatkan Al-Qur’an. Tidak ada sanad Al-Qur’an yang berasal dari para imam Syi’ah. Yang ada adalah dari kalangan sahabat Nabi.
Seorang ulama Syi’ah, bernama Abdul Husein Syarafuddin Al Musawi, menulis sebuah buku untuk menghujat Abu Hurairah. Buku itu aslinya ditulis dalam bahasa arab, dan diterjemahkan oleh sebuah penerbit Syi’ah, kebetulan saya lupa nama penerbitnya. Ada lagi buku Abdul Husein yang diterjemahkan ke bahasa indonesia, yaitu buku dialog sunni Syi’ah.
Membaca nama Abdul Husein, barangkali ada sebagian pembaca yang merasa heran. Biasanya ada Asma’ul Husna setelah nama abdul. Kata Abdu artinya hamba, budak. Kata Abdul selalu berdampingan dengan nama Allah. seperti Abdul Aziz, Al Aziz adalah salah satu asma’ul husna. Abdul Ghaffar, yang juga termasuk nama Allah, atau Abdul Jabbar, dan banyak lagi nama Abdul lainnya yang berdampingan dengan asma’ul Husna. Asma’ul Husna, artinya nama-nama yang indah. Allah adalah Maha Indah, nama-nama-Nya pun Maha Indah pula. Nama yang dihiasi dengan nama-nama Indah adalah Nama yang Indah pula.
Tapi kali ini kata Abdul berdampingan dengan nama Husein. Penulis buku Abu Hurairah telah menghambakan dirinya pada imam Husein. Bukan menghambakan diri pada Allah. Padahal jika kita pikir, kita akan sampai pada pertanyaan, apakah imam Husein layak menjadi tuhan? Apakah manusia layak menjadi hamba dari imam Husein? Kita lihat dalam sejarah, bahwa imam Husein tidak bisa menyelamatkan dirinya di padang karbala. Dia mati secara tragis. Sementara Allah adalah Maha Kuasa, kuat lagi Perkasa.
Jika kita lihat nama-nama penganut Syi’ah di Irak maupun Iran, kita akan menemukan nama Abduz Zahrah, artinya hamba Fatimah. Dia bertuhankan Fatimah, meski mempercayai keberadaan Allah, meski percaya bahwa Allah lah yang mencipta langit dan bumi, serta Fatimah dan kedua anaknya, Hasan dan Husein. Tapi mereka memilih untuk jadi Abduz Zahrah, dan Abdul Husein, daripada memberi nama dirinya dengan nama Abdullah. Ini lebih mengherankan lagi. Dalam sejarah menurut versi Syi’ah sendiri, Fatimah digambarkan sebagai sosok yang lemah, yang tidak bisa menyelamatkan dirinya ketika “digampar” oleh Umar bin Khattab. Pertanyaannya, mengapa sosok-sosok lemah itu dijadikan tuhan? Sementara Allah yang Maha Perkasa ditinggalkan.
Rasa-rasanya, mereka tidak berbeda dengan kaum quraisy jahiliyah yang menjadi musuh Nabi Muhammad. Meski kaum jahiliyah mengakui adanya Allah, meyakini kekuasaan Allah, meyakini bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi, namun mereka menyembah Latta, Uzza dan berhala-berhala lainnya. Di sekeliling ka’bah sendiri ada 360 patung, yang dipahat sendiri oleh manusia, lalu dijadikan tuhan. Sementara pada zaman ini ada yang menamakan dirinya Abdul Husein, Abduz Zahra, namun masih percaya bahwa Allah adalah Maha Pencipta. Tidak ada beda, hanya beda pada nama. Inti dan esensinya tetap sama.
Dari nama saja sudah nampak kejanggalan, dan berpotensi menimbulkan penolakan dari muslim Indonesia yang masih bersih imannya, yang masih berpikir sehat. Akhirnya penerbit mizan dan satu lagi yang menerbitkan buku Abu Hurairah, menyingkat namanya menjadi A Syarafuddin Al Musawi. Mereka tidak berani menampilkan nama asli penulis, yang mengandung penghambaan pada sosok yang lemah, bukan pada Allah yang Maha Kuasa.
Dalam bukunya, Abdul Husein memaparkan tuduhan-tuduhan pada Abu Hurairah, juga hadits-hadits yang dianggapnya sebagai menyimpang. Dituduhnya Abu Hurairah mengambil hadits dari ahli kitab, dan meriwayatkan hadits-hadits menyimpang. Dalam pembahasan bukunya, Abdul Husein menyertakan hadits-hadits Abu Hurairah yang dianggapnya janggal.
Tetapi setelah penelitian lebih dalam, ternyata hadits-hadits Abu Hurairah yang janggal itu, banyak terdapat dalam kitab Syi’ah sendiri. Inilah yang membuat saya –berikut pembaca– terheran-heran. Ini adalah satu informasi penting yang harus diketahui oleh umat dan khalayak banyak.
Kita akan membahas hadits-hadits ini dalam beberapa rangkaian makalah di situs ini, insya Allah.
Yang pertama adalah hadits, Allah menciptakan Adam menurut bentuknya. Hadits ini tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Allah menciptakan Adam dalam bentuknya, tingginya 60 hasta. Ini adalah riwayat Bukhari dan Muslim.
Kata Abdul Husein, Abu Hurairah mengambil hadits ini dari kitab perjanjian lama, kitab suci kaum yahudi nasrani.
Ternyata hadits ini dinilai shahih oleh “imam” Khomeini, dalam bukunya berjudul Zubdah Al Arba’in Haditsan, pada hal 264. Khomeini memamparkan jalur periwayatan hadits yang sama, dari para imam ahlulbait. Khomeini, begitu juga ulama Syi’ah lainnya, tidak mempermasalahkan hadits ini.
Dari Muhammad bin Muslim: Aku bertanya pada Abu Ja’far tentang hadits yang mereka riwayatkan, bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dalam bentukNya, lalu menjawab: bentuk di sini adalah makhluk dan baru, dipilih oleh Allah dari sekian banyak bentuk yang ada, lalu menyandarkan bentuk itu pada Allah sendiri, sebagaimana menisbatkan ka’bah pada DiriNya, dan menisbatkan ruh pada DiriNya, Allah berfirman : baitiya, dan berfirman: wanafakhtu fiihi min ruuhii.
(Lihat Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shaduq, Syarah Ushulul Kafi, Al Mazindarani, jilid 4 ha 125, Al Ihtijaj, jilid 2 hal 57, Biharul Anwar jilid 4 hal 13, Nurul Barahin jilid 1 hal 264, Mausu’at Ahadits Ahlulbait, Hadi An Najafi jilid 4 hal 314, Tafsir Nuruts Tsaqalain jilid 3 hal 11).
As Shaduq meriwayatkan dengan sanadnya, dari Abul Warad bin Tsumamah, dari Ali berkata: Nabi SAW mendengar seseorang mengatakan pada temannya : semoga Allah menjelekkan wajahmu, dan wajah yang sepertimu, lalu Nabi berkata: diam, jangan kamu katakan ini, karena Allah menciptakan Adam sesuai bentuknya. (Kitab Tauhid, As Shaduq, hal 152).
Inilah sumber-sumber Syi’ah yang memuat hadits yang digugat oleh Abdul Husein. Rupanya Abdul Husein, yang katanya telah melakukan penelitian mendalam, belum meneliti kitab-kitab Syi’ah sendiri. Ini membuat kita heran, mengapa orang seperti itu digelari oleh Syi’ah sebagai ulama. Namun bagi Syi’ah hal ini tidak masalah, selama menjatuhkan Ahlus Sunnah, segala cara menjadi halal, meski mengabaikan kaedah ilmiyah. Meski perlu melakukan kebohongan.


(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah radhiyallaahu 'anha tersebut saya kutip dari buku Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun 2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).

Itulah sebagian isi buku “Dialog Sunnah-Syiah” terbitan Mizan. Pokok-pokok bahasan di dalam buku “Dialog Sunnah-Syiah” tersebut telah dijelaskan kekeliruannya oleh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus dalam karyanya Ensiklopedi Sunnah Syiah, Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir, yang diterbitkan Pustaka Al Kautsar (Jakarta, 1997). Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Hidayat Nurwahid, yang juga dikenal sebagai pakar tentang Syiah lulusan Universitas Islam Madinah. Dalam pengantarnya, Hidayat Nurwahid memuji keseriusan Prof. as-Salus yang berhasil menunjukkan, bahwa buku karya al-Musawi, yang aslinya berjudul al-Muraja’at, hanyalah karangan al-Musawi belaka. Alias, dialognya adalah fiktif belaka.

Bahkan, Prof. as-Salus menulis:
 “Tetapi al-Musawi, seorang Syiah Rafidhah yang terkutuk ini, tanpa rasa sungkan dan malu ingin menjadikan seorang Syaikh al-Azhar yang kapabel dan kredibel sebagai murid kecil dan bodoh yang menerima ilmu pertama kali dari dia.”(hal. 249).

Kaum Muslim yang mencintai Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (
صلى الله عليه و سلم), para sahabat beliau yang mulia, dan juga istri-istri beliau yang herhormat, pasti tidak ridho jika orang-orang yang mulia tersebut dihina, difitnah dan dilecehkan. Kita pun tidak rela jika orang yang kita hormati dan sayangi diperhinakan. Bagaimana jika yang dihina dan difitnah adalah para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)? Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga diriku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim).

Cerita bahwa Aisyah
 radhiyallaahu 'anha memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah tuduhan keji dan dusta. Aisyah sendiri pernah dikonfirmasi tentang adanya surat atas nama Aisyah di Medir yang memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affanradhiyallaahu 'anhu. Beliau bersumpah, bahwa beliau tidak pernah menulis surat seperti itu. Banyak riwayat dari Aisyah radhiyallaahu 'anha yang sudah mengklarifikasi masalah ini. Anehnya, orang-orang Syiah tidak mau tahu, dan selalu mengutip cerita-cerita bohong tersebut. (Lihat, Tarikh Khalifah bin Khayyath, hal. 176 & Tarikh al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semuanya ada dalam Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, Dar Thayba, Riyadh, cet. I, 1994, vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban, Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I, 1999).

Jika Aisyah dinistakan dan difitnah, kaum Muslim tentu sangat tidak ridha. Ummul mukminin, Aisyah
 radhiyallaahu 'anha sangat dicintai kaum Muslimin. Beliau adalah istri Nabi yang mulia. Nabi Muhammad saw wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah pula. Aisyah radhiyallaahu 'anha adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits. Dari jumlah itu, 286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ada sekitar 150 ulama Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat, K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar Lc, Aisyah, The Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).

Kasus buku Dialog Sunnah-Syiah terbitan Mizan ini menjadi bukti nyata, bahwa ajakan Haidar Bagir untuk kerukunan Sunnah-Syiah masih perlu dipertanyakan. Bukankah buku yang mencaci maki sahabat-sahabat dan istri Nabi tersebut sudah diterbitkan oleh Penerbit Mizan selama hampir 30 tahun?

Jalan Damai: Mungkinkah?

Menyimak berbagai penerbitan kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (
صلى الله عليه و سلم)?

Memang itu tidak mudah. Sebab, tampak dalam berbagai penerbitan mereka, kebencian terhadap Abu Bakar, Umar, dan Utsman, radhiyallaaahu ‘anhum, sudah begitu mendarah daging. Sikap Syiah terhadap para sahabat Nabi itu sangat berbeda dengan sikap kaum Sunni yang menghormati semua sahabat, apalagi KhulafaaurRasyidin, termasuk Sayyidina Ali
 radhiyallaahu 'anhu.

Saya mendapat satu brosur doa berjudul
 “Ziarah Asyura”, terdiri atas enam halaman. Disamping berisi doa-doa untuk para Nabi Muhammad saw dan keluarganya, doa ini diwarnai dengan kutukan dan laknat terhadap berbagai orang. Misalnya, di halaman 5, ditulis doa laknat: “Allahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa Muhammadin wa-Aali Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim yang awal-awal, yang menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).

Doa ini diakhiri dengan kutipan perkataan Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan membaca doa ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan semua pahala (berziarah).”

Itulah petikan doa
 “Ziarah Asyuro” yang diedarkan di Indonesia. Siapakah yang dimaksud dengan “orang-orang zalim” yang disebutkan telah menzalimi hak Nabi dan keluarga Nabi? Apakah mereka Abu Bakar, Umar bi Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah radhiyallaahu 'anha, dan sebagainya? Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus, dalam buku yang disebutkan terdahulu, telah mengklarifikasi masalah ini, dengan menunjukkan adanya riwayat dari Imam Zaid bin Hasan bin Ali bin Husain Radhiyallaahu ‘anhum, bahwa dia membenarkan apa yang dilakukan Abu Bakar r.a. terhadap Fathimah dalam soal waris keluarga Nabi. “Jika saya pada posisinya (Abu Bakar) niscaya saya akan menetapkan hukum seperti yang ditetapkannya,” kata Imam Zaid. Diriwayatkan juga dari saudara Imam Zaid, yaitu al-Baqir, bahwa dia pernah ditanya, “Apakah Abu Bakar dan Umar menzalimi sesuatu dari hak kalian?” Ia menjawab, “Tidak, demi Dzat yang menurunkan al-Quran kepada hamba-Nya agar menjadi peringatan bagi alam semesta, sungguh kami tidak dizalimi dari hak kami meskipun seberat biji sawi.” (as-Salus, hal. 297).

Jika dicermati, polemik Ahlu Sunnah dan Syiah itu sudah berlangsung lebih dari 1.000 tahun. Apakah hal seperti ini yang diinginkan oleh kaum Syiah di Indonesia, dengan terus-menerus menebarkan kebencian kepada Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyahradhiyallaahu 'anhum
 ? Sampai kapan caci-maki semacam ini akan diakhiri? Karena itu, saya ingin mengakhiri CAP ini dengan ungkapan sama seperti dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012): “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak lahan dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan. Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah. Kecuali, jika kaum Syiah melihat Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan!

Kita tunggu realisasi janji kaum Syiah untuk tidak men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci-maki kepada para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (
صلى الله عليه و سلم)! (Walahu a’lam bil-shawab).
 Syamsuddin al Munawiy  05.51 


BIOGRAFI ABDUL HUSEIN MUSAWI, PENGHUJAT ABU HURAIRAH

Berikut biografi abdul husein al musawi, yang berani menghujat sahabat Abu Hurairah. Pembaca sudah mengetahui kualitas ilmiah dan kejujurannya dari 30 artikel di situs ini. Kali ini pembaca akan tahu siapa dia.
Beberapa kali pikiran saya dilanda gundah, saya takut pembaca bosan mengikuti lebih 30 artikel tentang abdul husein al musawi dan abu hurairah. Barangkali ada pembaca yang bertanya mengapa membahas penipuan abdul husein tidak selesai-selesai. Sebenarnya mudah saja untuk membuatnya selesai, tinggal ganti topik tulisan. Tapi kenapa masih saja membahas abdul husein? Apa karena materi MrShiaa tentang hakekat tersembunyi mazhab syiah sudah habis? Bukan, materi masih sangat banyak, yang belum dituangkan di situs ini jauh lebih banyak daripada yang sudah ditulis.
Saya sengaja memperpanjang artikel tentang abdul husein, agar pembaca mengenal karakteristik ulama syiah, yang katanya memilki kemampuan ilmiah jauh di atas ulama muslimin lainnya. Agar pembaca mengenal  ulama syiah yang konon mengambil ilmu dari para ahlulbait. Dengan mengenal karakteristik ulama syiah, pembaca akan mengenal karakteristik para ustadz syiah yang belajar dari para ulama syiah. Ada pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Tapi saya melakukan kesalahan besar, karena setelah 30 lebih artikel tentang abdul husein, saya tidak menuliskan biografi abdul husein. Banyak pembaca yang penasaran tentang abdul husein, banyak yang ingin tahu siapa dia sebenarnya, ingin membaca biografinya. Bahkan ada pembaca yang mengira bahwa abdul husein adalah orang Indonesia. Saya bisa memaklumi, karena memang biografinya tidak tersebar di kalangan masyarakat awam. 
Saya ingin menebus kesalahan saya dengan artikel ini.
Siapa abdul husein al musawi?
Nama lengkapnya adalah abdul husein bin Sayid Yusuf bin Sayid Jawad Syarafuddin Al Musawi Al Amili
Lahir pada tanggal 1 jumadil tsani tahun 1290 H di kota Kazhimiyah
Menyelesaikan tingkatan muqaddimat di bawah bimbingan ayahnya di Lebanon, pergi ke Irak pada usia 17 tahun untuk melanjutkan studi di hauzah Najaf dan hauzah-hauzah lainnya yang tersebar di Irak. Setelah menyelesaikan tingkatan sutuh aliyah, abdul husein menghadiri majelis taklim para ulama di Najaf.
Setelah mencapai derajat ijtihad, abdul husein kembali ke Lebanon selatan untuk kepentingan dakwah, saat itu dia berusia 32 tahun. Dia juga pergi ke Mesir untuk belajar dari para ulama dan dosen Al Azhar, dan mengambil pelajaran dari hikmah-hikmah mereka, di antaranya adalah Syaikh Muhammad al Kittani, dan Syaikh Salim Al Bisyri.
Di antara guru-gurunya
Syaikh Muhammad Thaha Najaf, Sayyid Ismail As Shadr, Syaikh Fathullah Al Isfahani, yang dikenal dengan sebutan Syaikh Syari’ah, Syaikh Muhammad Kazhim Al Khurasani, Sayyid Muhammad Kazhim ThabaThabai Al Yazdi, dan ayahnya yang bernama Yusuf, Syaikh Husein An Nuri At Thabrasi, Syaikh Muhammad Shadiq Al Isfahani, Syaikh Hasan Al Karbala’I, Syaikh Ali Al Jawahiri, Sayyid Hasan As Shadr.
Sifat dan Akhlaqnya
Salah satu sifat yang menonjol dari abdul husein al musawi adalah ikhlas dalam beramal, hanya untuk Allah saja, juga sangat memuliakan tamu, terutama para ulamaDia memperhatikan seluruh tingkatan masyarakat, dia selalu berusaha mengurus masalah yang dialami oleh kaum fakir muskin. Pada perang dunia kedua, dia mengumpulkan sumbangan dan hak-hak syar’I, baik berupa makanan dan lainnya, serta membagikannya pada kaum fakir miskin, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dia sangat penyayang, memaafkan siapa yang berbuat buruk padanya, dia sangat bersemangat untuk menghidupkan peringatan para ulama dan ahli sastra, selalu memberikan semangat dalam belajar, serta dalam berjalan di jalan membersihkan jiwa dan menghiasi jiwa dengan keutamaan, memberi semangat untuk ber amar makruf dan nahi mungkar. Dia selalu berwasiat pada para pelajar agar bersikap rendah hati, dan berbicara pada manusia sesuai dengan tingkatan akal mereka, sesuai dengan kondisi jiwa mereka.
Mengenai keberaniannya, dia pernah beberapa kali berhadapan dengan penjajah perancis, dia bersikap berani pada daulah Utsmaniyah, dan berhasil mendapatkan persetujuan bagi para pelajar agama agar bisa terbebas dari wajib militer.
Dia wafat tanggal 8 jumadil tsani tahun 1377 H.
Biografi ini saya ambil dari situs syiah berikut:
http://www.al-shia.org/html/ara/others/?mod=monasebat&id=315
Dari kritikan abdul husein pada abu hurairah, saya menemukan sifat-sifat tambahan yang dimiliki oleh abdul husein, yang tidak disebutkan oleh situs al-shia.org. Salah satunya adalah berani berdusta. Ini bisa kita lihat dari tuduhan-tuduhannya pada abu hurairah. Ternyata apa yang dituduhkan pada abu hurairah ada dalam kitab-kitab syiah. Inilah salah satu sifat dan akhlak abdul husein yang rupanya luput dari pengamatan pengelola situs al-shia.org.
Bagi abdul husein, umat Islam adalah seperti kambing yang bodoh dan mudah ditipu. Jika yang dimaksud adalah syiah, memang benar penganut syiah mudah sekali ditipu, tapi yang membaca buku abdul husein bukan hanya syiah, tapi seluruh umat bisa membaca buku-bukunya.
Tapi saya bisa memaklumi, karena pengelola situs itu adalah seorang syiah, yang seperti biasanya syiah, dia mudah ditipu dan mudah kagum dengan ulama mereka, sehingga secara tidak langsung, dan saya duga sudah merasuk ke alam bawah sadar, menganggap ulama mereka adalah imam maksum, yang tidak boleh digugat dan dihujat. Dia percaya begitu saja pada semua ucapan abdul husein. Sungguh kasihan.
Jika kita amati lagi, berani berdusta adalah sifat seragam yang dimiliki oleh syiah. Kita lihat rekan-rekan syiah di sekitar kita begitu berani berdusta dan menipu. Rupanya ini adalah ajaran dari ulama mereka.  Bukti paling jelas dan mudah adalah Jalaludin Rahmat, ketua IJABI, dia tidak segan-segan berdusta di depan layar kaca dan disaksikan oleh jutaan umat. Dia merasa bahwa umat Islam Indonesia adalah orang-orang bodoh dan mudah ditipu, seperti penganut syiah.
Ada satu lagi yang harus kita perhatikan, jika kita lihat penerbit mizan yang menerbitkan buku dialog sunni syiah, ternyata mizan tidak menuliskan nama sebenarnya dari abdul husein, tapi hanya menuliskan a. syarafudin al musawi. Ini karena mizan ingin menipu pembaca, dan menyembunyikan identitas sebenarnya dari abdul husein, bahwa dia adalah hamba dari Imam Husein, bukan hamba Allah, sementara menuliskan nama sebenarnya dari abdul husein akan memancing resistensi umat. Rupanya pengelola mizan adalah murid sejati abdul husein.
Barangkali  ada pembaca yang mengira bahwa ini adalah akhir dari serial membongkar penipuan abdul husein. Bukan, ini bukan yang terakhir, masih ada lagi artikel artikel tentang membongkar penipuan abdul husein.
O iya, ada yang tak sengaja terlupa,  buku-buku karya abdul husein adalah:
Abu Hurairah [yang kita bahas dalam situs ini], Murajaat [diterjemahkan oleh mizan berjudul dialog sunnah- syiah], An Nash wal Ijtihad, Al Majalis Al Fakhirah fi Maatim Al Itrah At Thahirah, Al Kalimat Al Gharra’ fi tafdhil Az Zahra’, Al Fushul Al Muhimmah fi Ta’lif Al ummah, [diterbitkan dalam Indonesia dengan judul : isu-isu penting ikhtilaf Sunnah Syiah], Mu’allifu As Syi’ah fi Shadril Islam, Tsabtul Atsbat fi Silsilat Ar Ruwat, Ilal Mujamma’ Al Alami bi Dimasyq, Falsafat Al Mitsaq wal Wilayah, Ajwibat Masa’il Jarullah, Kalimat Haular Ru’yat, Bughyatu Ar Raghibin, Zainab Al Kubra, Masa’il Fiqhiyyah.
Setelah mengikuti tipuan-tipuan abdul husein yang satu per satu terbongkar, seorang muslim yang intelek sudah semestinya ragu akan kejujuran abdul husein dalam buku-bukunya yang lain. Karena sifat berani berdusta sepertinya sudah merasuk ke dalam jiwanya, sehingga dia begitu mudah untuk menipu dan berdusta.


Syi'ah :
36.    Khayalan......... 
78.    12 atau 13 ? 
89.    Permen Karet 
91.    Back to The Future 
113. Alien 
151. Al-Badaa' 

Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 09.07 
Label: Syi'ah
إِنَّ مِنْكُم مَنْ يُقَاتِلُ عَلى تَأْوِيْلِ هَذَا القُرْآنِ , كَمَا قَاتَلْتُ عَلى تَنْزِيْلِهِ فَسْتَشْرَفْنَا وَفِيْنَا أَبُوْ بَكْر وَعُمَر , فَقَالَ : لا , وَلَكِنَّهُ خَاصِفُ النَّعْلِ , يَعْنِي عَلِيُّ رضي اللهُ عنه
“Sesungguhnya di antara kamu ada seorang yang berperang atas penafsiran Al-Qur’an sebagaimana aku berperang atas penurunan Al-Qur’an”. Maka kami mengangkat pandangan untuk melihat siapa orang yang dimaksud. Dan diantara kami ada Abu Bakar dan ‘Umar. Maka beliau berkata : “Bukan, akan tetapi dia adalah pengesol sandal, ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Khashaaishul-‘Ali (halaman 29), Ibnu Hibban (2207), Al-Hakim (3/122-123), Ahmad (3/33,82), Abu Ya’la (1/303-304), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (1/67), dan Ibnu Asakir (12/179/2-180/2) dari beberapa jalan dari Isma’il bin Rajaa’ Az-Zubaidi dari ayahnya dari Abi Sa’id Al-Khudry. Hadits diatas adalah shahih sebagaimana penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Ash-Shahiihah nomor 2487.
Catatan Pertama : Kebodohan Abdul-Husain terhadap Kitab Hadits
Abdul Husain Asy-Syi’i dalam Al-Muraja’aat (halaman 180) telah menunjukkan kebodohannya di hadapan ilmu dalam pentakhrijan hadits di atas, dimana ia berkata setelah menyandarkan hadits tersebut kepada Al-Hakim dan Ahmad :
و أخرجه البيهقي في " شعب الإيمان " , و سعيد بن منصور في " سننه " , و أبو نعيم في " حليته " , و أبو يعلى في " السنن " , 2585 في ص 155 من الجزء 6 من ( الكنز )
”Dan hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul-Iman, Sai’d bin Manshur di dalam As-Sunan - nya, Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah - nya, dan Abu Ya’la di dalam As-Sunan, 2585 halaman 155 dari juz 6 dalam kitab Al-Kanz”.
Begitulah perkataannya.
Perkataan di atas menunjukkan kebodohannya yang sangat nyata dan sedikitnya penelitian terhadap kitab-kitab hadits. Hal itu disebabkan dalam kitab Al-Kanz (yang ia isyaratkan di atas) terdapat kode (حم ع هب , ك حل ص) dimana kode (هب ص) dalam kitab tersebut telah terjadi pen-tashhif-an (perubahan). Kode tersebut yang benar adalah (حب , ض) sebagaimana terdapat dalam Al-Jami’ Al-Kabir yang disusun oleh As-Suyuthi (1/223/2), sehingga kode keseluruhan yang benar adalah (حم ع حب , ك حل ض). Perlu diketahui bahwa kode-kode huruf tadi merupakan kode-kode ulama beserta kitab haditsnya.
Kesalahan yang ia lakukan contohnya adalah : Kode (ص) yang merupakan kode Sa’id bin Manshur (sebagaimana yang ia sebutkan) seharusnya berkode (ض) untuk Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisi dengan kitab Al-Mukhtarah-nya. Yang lainnya adalah kesalahannya ketika menafsirkan kode (ع) dengan Abu Ya’la di dalam As-Sunan. Padahal yang benar adalah Al-Musnad. Abu Ya’la tidaklah mempunyai kitab As-Sunan.
Catatan Kedua : Kedustaannya dalam Penulisan Hadits
Orang Syi’ah ini telah menyebutkan hadits dalam catatan kaki kitabnya (Al-Muraja’aat halaman 166) dengan lafadh كَمَا قُوْتِلْتُمْ عَلى تَنْزِيْلِهِ (“sebagaimana kamu diperangi dalam penurunan Al-Qur’an”). Ia mengganti lafadhقَاتَلْتُ ("aku berperang") dengan قُوْتِلْتُمْ ("kamu diperangi"). Hal ini ia lakukan sebagai bentuk penghinaan dan celaannya terhadap para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Orang Syi’ah ini ingin mengesankan kepada para pembaca bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam diwaktu hidup beliau telah mengisyaratkan akan diperanginya para shahabat (akan kekafiran mereka [?]) kelak oleh ‘Ali bin Abi Thalib. Sungguh, ini adalah kedustaan yang telah biasa orang Syi’ah lakukan. Dan salah satu contohnya adalah Abdul-Husain Asy-Syi’i ini !! Kebencian terhadap para shahabat adalah satu syi’ar yang dibawa Syi’ah untuk memerangi ’aqidah Ahlus-Sunnah.
Abu Al-Jauzaa’ 1427
Selengkapnya,…. silakan baca Silsilah Ash-Shahiihah nomor 2487 oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.

COMMENTS
Anonim mengatakan...
Ada artikel yg membantah artikel antum ini: http://secondprince.wordpress.com/2009/11/22/mengungkap-kebodohan-dan-kedustaan-syaikh-al-albani-dan-pengikutnya-abul-jauzaa-tuduhan-dusta-terhadap-syaikh-al-musawi/
Semoga antum bisa menjawabnya.
Anonim mengatakan...
memang susah meyakinkan para pecinta muawiyah bin abu sofyan La ini….
apakah kalian tdk melihat, adakah Umaro dan Ulama kalian yg hidupnya sudah sesuai dengan akhlak Rasulullah Saw ?
mereka pandai dalam berhujjah dengan Alquran dan hadist2, tetapi prakteknya jauh sekali…

bandingkan denga Ayatulloh Khomeini (beli & baca Biografi beliau), seorang Ulama yg mempunyai kekuasaan atas Tanah Iran yg Subur dan kayaraya, namun betapa sederhana kehidupannya dan segala yg ditinggalkannya setelah beliau Wafat ….begitupun Presidennya…tdk jauh berbeda…
mengapa mereka( Imam Khomeni dan presidennya) tidak berkeinginan untuk memperkaya dirinya, hidup di Istana nan mewah dan megah, dikelilingi selir2 seperti kebanyakan pemimpin dan ulama Suni Wahabi ? jawabannya KARENA MEREKA INGIN BERLAKU SEBAGAI pelaku AHLUSSUNAH YG SEBENAR2NYA
Sungguh berat ujian kekuasaan itu….hanya orang2 tertentu sajalah yg lulus ujian itu. sehingga pantas…dikalangan Sufi -Suni semua menghindar dari Ujian yang Satu ini
kibuliyun mengatakan...
coba cek ini gan barang kali mau ditanggapi http://secondprince.wordpress.com/2009/11/22/mengungkap-kebodohan-dan-kedustaan-syaikh-al-albani-dan-pengikutnya-abul-jauzaa-tuduhan-dusta-terhadap-syaikh-al-musawi/
Anonim mengatakan...
@atasku:
memang susah ngomong ma ente yg g da nyambung ny, liat topik pembahsanny mas...ada2 aja ente ini (geleng2).
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Terima kasih,... saya sudah membaca link yang dimaksud.

Perlu diketahui bahwa tulisan di atas adalah ringkasan dari penjelasan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah.
 

Mengenai 'Abdul-Husain Asy-Syi'iy, maka memang benar kejahilannya dalam ilmu hadits yang hanya bertaqlid pada kitab Kanzul-Ummal tanpa ada peneltian lebih lanjut. Dan dalam bukunya tersebut (Al-Muraja'aat) ia banyak menyandarkan (lebih tepatnya bertaqlid) pada Kanzul-Ummal. Dan jika melihat metode penyajian dan penulisannya, maka seakan-akan ia melihat langsung dalam sumber kitab hadits yang ia tulis.
[NB : Saya pernah punya buku ini - terjemahan - terbitan Mizan, cover warna hitam].

Selanjutnya tentang lafadh hadits yang dikritik oleh Syaikh Al-Albaniy dimana 'Abdul-Husain Al-Musawiy bertaqlid dalam penyandaran, maka itu memang benar. Dan Syaikh Al-Albaniy bukannya tidak tahu bahwa lafadh hadits dalam Al-Kanz adalah "quutiltum", yang kemudian ditaqlidi oleh Al-Musawiy. Dan ini adalah perkataan dusta. Tidak terdapat dalam Syu’abul-Iman, Sunan Sai’d bin Manshur, Al-Hilyah - nya, dan atau Musnad Abu Ya’la. Bukankah benar jika dikatakan penyandaran lafadh ini kepada kitab-kitab tersebut adalah dusta ? [silakan tengok definisi dusta].

Adapun sanggahan bahwa Al-Musawiy tidak merubah lafadh hadits - namun hanya bertaqlid pada kitab Al-Kanz - , mungkin saja benar. Namun itu tidak menutup atas perkataan dusta dalam penyandaran sekaligus kejahilannya karena bertaqlid pada kitab Al-Kanz.

Terakhir, mengenai lafadh dalam Al-Mushannaf Ibni Abi Syaibah, memang benar lafadh itu ada di situ. Tidak ada pengingkaran dari saya tentang hal tersebut. Dan lafadh tersebut menyelisihi lafadh jama'ah yang menggunakan lafadh "qaataltu".

Wallaahu a'lam.
@ anonim:
Mas, ente baru bentaran ya blajar Syi'ah?
Pantesan baru kroconya sih...
Coba klo ente tau lebih jauh tentang Syi'ah la'natulloh 'alaihim..
Blajar dulu yg bener tentang ISlam!
Emang biasanya org2 yg jauh dari Sunnah yg terjerembab ke Syi'ah la'natulloh!
Taubat MAs sebelum mati dalam keadaan Syi'ah!
Anonim mengatakan...
SP yg pura2 bukan syiah kok ada yang percaya. Dia kan selalu usung imamah versi syiah, tapi pas saya tanya siapa imam dia yang terakhir atau sekarang, eh ngga mau jawab. Cuma orang bodoh yang percaya dia orang netral bukan syiah.
Anonim mengatakan...
Andaikan misalnya di sini ada orang Atheis, atau katakanlah mari kita posisikan sebentar saja diri masing2 sbg Atheis, lalu kita coba pelajari semua agama, apapun agama itu, sangat jelas bhw keyakinan dan ajaran Syiah itu lebih buruk, lebih tidak beradab dari keyakinan dan ajaran hindu, lebih buruk dan tidak beretika dibanding-kan dgn adat manusia purba atau animisme bahkan kaum musyrik jahiliyah dulu sekalipun. Bayangkan saja, bersikukuh dgn agama yg mengkultuskan Ustad2nya 'n Imam2nya yg jelas manusia biasa, juga bukan Nabi, apalagi Rasul, atau yg dia sendiri mungkin sebenarnya lebih baik daripada Ustad2nya itu , apa iya ada agama mengajarkan mencaci sbg amalan/ibadah utama, itu kelakuan teroris/pembuat makar, terus menyembah kubur, meyakini ulama2/Imam mereka maksum (persis orang yg percaya dukun saja),
Iblis saja masih hormat sama Tuhannya, tidak pernah musyrik, hanya pembangkang dan sombong.
 
Lah ini ajaran Syiah...?? Jelas musyriknya namun tetap mengaku Syahadat kepada Allah ?? Bertameng dusta untuk agama sbg Akidah. AstaghfirULLAAH. Hadeuuhh... Percuma ilmu banyak kalau sudah dikuasai nafsu maka "KEDUNGUAN"lah yg ada. Semua hujjah menjual nama Ahlul bait, pd hal Ahlul bait-nya sendiri tidak dita'ati, Ahlul bait-nya sendiri tidak menyampaikan itu, bahkan membantah apa2 yg Tokoh/ Ustad2 Syiah buat2.
Syiah itu jelas2 bikinan Yahudi lewat AbduLLAH Bin Saba, ajarannya perpaduan Yahudi - Majusi, tak ubahnya penyembah berhala.
Semuanya sudah jelas, namun tetap saja mau taqlig kpd Ustad2 Syiah yg tak jelas misinya apa. Aduhai kenapa bodohnya kalian Ummat Syiah, hilang akal kalian, hilang ilmu kalian, hilang tujuan hidup kalian, mau mencari selamat namun yg ditempuh misi menghancurkan orang2 yang sholih, mencaci orang, bahkan bertameng Takiyah, mendompleng Islam namun tidak mau beramal, amar ma'ruf nahi munkar ditunda, menunggu Dekat kiamat baru dilaksanakan. Lah sampeyan sebentar lagi mati, terus apa yg mau dibawa ke kubur kalau bukan amalmu sekarang...??
Bertobatlah Sdrku, Agama Islam itu ada pada diri RosuuLULLAAH Muhammad Saw, para sahabat, para Tabiin, dan Tabiuttabiin sbg generasi awal/Salaf, merekalah bukti generasi terbaik, hgg kini, In Shaa Allah ilal yaumil qiyaamah, belajar dari RosuuLULLAAH Muhammad saw dan para sahabat, itulah jalan yang lurus.
Jalan Selamat itu hanya 1 Sdrku, jalan celaka itu banyak....! Kembali-lah kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw dan Pengikut2 Beliau Generasi pertama.
 
WALLAAHU a'lam bisshawab.....!!!


[ Kata kunci “bantahan buku dialog sunnah  syiah syarafudin al musawi” ] hal. 4
[ “dialog fiktif buku dialog sunnah syiah syarafudin al musawi” ] hal. 2


Kitab Al-Muraja'at (Versi Indo : Dialog Sunnah Syi'ah)adalah salah satu buku najis yang dibangga-banggakan oleh para pemeluk agama Syi'ah. Dengan buku tersebut ditampilkan berbagai manipulasi hingga seakan-akan terlihat bahwa Syi'ah lah yang nomor satu. Dan dengan buku tersebut pula digembar-gemborkanlah taqrib bathil & palsu Sunnah Syi'ah. Persetan dengan itu semua.
Tatkala para pemeluk agama mut'ah menyanjung-nyanjung 'Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi selaku penulis buku tersebut, apakah mereka hanya mengambil perkataannya setengah-setengah saja? yang sesuai nafsu diambil dan yang tidak sesuai nafsu maka dibuang?
Pada kitabnya itu, 'Abdul Husain berkata : 
وأحسن ما جمع منها الكتب الأربعة التي هي مرجع الإمامية في أصولهم وفروعهم من الصدر الأول إلى هذا الزمان، وهيالكافي، والتهذيب، والاستبصار، ومن لا يحضره الفقيه (1015)، وهي متواترة ومضامينها مقطوع بصحتها، والكافي أقدمها وأعظمها وأحسنها وأتقنها 
"Yang terbaik diantaranya ialah empat buah kitab yang menjadi buku-buku pegangan kaum Imamiyyah dalam ushul dan furu', semenjak generasi-generasi pertama sampai dengan masa kita sekarang ini, yaitu Al-Kafi, At-Tahdzib, Al-Istibshar, dan Man Laa Yahdhuruhul Faqih. Kitab ini telah sampai kepada kita dengan cara yang mutawatir,sedangkan isi yang dikandungnya adalah SHAHIH dan bisa dipertanggung-jawabkan tanpa keraguan sedikit pun. Diantara ke-empatnya, maka kitab Al-Kafi adalah yang paling terdahulu, paling besar, paling baik, dan paling rapi."

Dan berikut yang dari Maktabah Syi'ah Online, terdapat pada hal. 419 
المراجعات - السيد شرف الدين - الصفحة ٤١٩  
Dan yang berikut scan kitab Al-Muraja'at yang dalam versi Indonesia berjudul Dialog Sunnah Syi'ah, pernyataan Abdul Husain di atas terdapat pada halaman 501.
 



Maka jelas bahwa riwayat-riwayat pada kitab Al-Kafi adalah shahih keseluruhannya tanpa keraguan sedikit pun. Dan hal tersebut berdasarkan pernyataan dari dedengkot besar Syi'ah yang kitabnya (Dialog Sunnah Syi'ah) begitu dipuja-puja oleh para pemeluk agama mut'ah, bukan Sy'iy recehan yang baru pulang dari Qum 10 tahun yang lalu.

Tak hanya 'Abdul Husain, banyak pula dari dedengkot-dedengkot Syi'ah lainnya yang menyatakan keshahihan kitab Al-Kafi seperti Al-Kulaini (Penulis Al-Kafi) dan yang lainnya (baca 
disini). Dan sebagaimana diketahui bahwasanya banyak hal-hal kufur dan menjijikkan pada kitab paling nomor satu para pemeluk agama mut'ah itu (setelah Al-Qur'an versi mereka) yakni Al-Kafi. 
Wahai Rafidhah, masihkah kalian meludahi isi kitab kalian sendiri sebagaimana kalian meludahi kesaksian Al-Kulaini atas Al-Kafi ?