Friday, November 27, 2015

Tentara Syiah Iran Rampok Dan Bunuh Remaja Ahlusunnah

remaja Ahwaz Korban Tentara syiah Iran

Seorang remaja Arab Ahwaz (usia 17 tahun) tanpa senjata, bernama Ali Jalali, ditembak mati oleh pasukan keamanan Iran di wilayah Nahdhe (dikenal juga sebagai wilayah Lashkarabad), yang bertetangga dengan ibukota Ahwaz, pada malam Senin 9 November 2015 lalu.
Pada insiden kekerasan tersebut dilaporkan juga sejumlah warga Arab Ahwaz lainnya terluka karena tembakan membabi buta dari pasukan rezim Iran. Remaja tersebut (Ali Jalali) meninggal ketika ia mencoba mencegah pasukan keamanan rezim yang menyita warungnya dan bahan makanan yang ia jual, yang merupakan satu-satunya sumber pendapatannya.
Dilansir oleh minorityvoices dikutip Middle East Update bahwa penembakan itu diikuti demonstrasi damai penduduk setempat yang memprotes perintah rezim untuk menutup restoran Arab populer dan kafe di distrik tersebut, yang diikuti serangan brutal oleh pasukan rezim. Penutupan paksa dan penggerebekan terjadi di restoran Arab, yang khusus menjual hidangan makanan laut lokal populer dan falafel serta banyak didatangi turis dan penduduk setempat. Masyarakat lokal juga berdemonstrasi karena pembatasan yang berlebihan terhadap hak-hak asasi orang Arab Ahwaz oleh rezim diktator Iran.
Kasus lain juga terjadi pada Younes Asakereh, seorang pedagang kaki lima yang kiosnya disita secara paksa oleh rezim Iran pada bulan Maret lalu, dia kehilangan alat-alat kerjanya. Pada bulan Maret itu juga ia menggelar aksi protes di depan Balai Kota, tragisnya ia dilaporkan meninggal karena luka-luka dalam aksi protes tersebut.
Ada penindasan terhadap semua pedagang di wilayah Al-Ahwaz, yang menghasilkan lingkungan yang menakutkan bagi orang-orang Arab Ahwaz. Arab Ahwaz menderita kemiskinan yang parah meskipun pada hakikatnya wilayah Al-Ahwaz memiliki cadangan lebih dari 90% minyak dan gas bumi di Iran. Pemerintah rezim diktator Iran mempekerjakan orang dari provinsi lain (orang etnis Persia) di perusahaan petrokimia dan di lahan pertanian sementara masyarakat asli setempat menjadi pengangguran karena diskriminasi rasial yang sangat keji.
Lahan pertanian milik masyarakat etnis Arab di wilayah Al-Ahwaz disita oleh pasukan Garda Revolusi Iran tanpa ada ganti rugi sedikitpun dan lahan tersebut diberikan kepada industri gula. Sungai-sungai setempat dan rawa-rawa menjadi kering karena dibangunnya banyak bendungan dan airnya dialihkan ke provinsi di utara Iran seperti Isfahan dan Shiraz yang menyebabkan krisis air terparah di lingkungan Al-Ahwaz dan migrasi petani lokal Arab. Banyak kota dan desa yang belum direkonstruksi kembali sejak perang delapan tahun antara Iran dan Irak pada tahun 1988, dan ribuan hektar lahan masih terkontaminasi dengan jutaan ranjau darat.
Meskipun janji untuk menciptakan situasi yang lebih baik telah diberikan oleh Presiden Iran, Hassan Rouhani, namun kondisi masyarakat etnis Arab Ahwaz dan kelompok etnis minoritas lainnya belum membaik sama sekali. Dibalik senyum manis Rouhani terdapat angka penganiayaan yang tinggi terhadap etnis minoritas di Iran.
Rouhani, berkuasa sebagai advokat hak asasi manusia dan reformasi, dan telah dinilai oleh barat sebagai orang yang moderat. Ia menyampaikan beberapa pidato untuk perbaikan kehidupan warga di berbagai sektor dan menjanjikannya selama kampanye pemilihan presiden dimana ia penuh semangat mengungkapkan tujuannya untuk menegakkan hak asasi manusia dan menjamin hak yang sama bagi semua orang di Iran. Tapi, perlu dicatat dan digarisbawahi selama dua tahun masa kekuasaannya, ia telah menjadi “raja eksekusi”. Lebih dari 2.000 orang di Iran telah dieksekusi mati di bawah rezim Rouhani, dimana sebelumnya Amerika Serikat dan Barat terus bersikeras mengatakan bahwa Rouhani adalah mediator yang tulus bagi rakyat Iran.