Siapa Kita, Siapa Mu’awiyah?
Salah
satu cara “halus” yang digunakan oleh musuh-musuh Islam demi memadamkan cahaya
Allah Azza wa Jalla adalah merusak citra para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dikatakan “halus” karena banyak dari kalangan muslim yang terpengaruh
ikut-ikutan larut dalam “settingan” ini. Sebutlah Sayyid Quthub—tokoh Ikhwanul
Muslimin—yang menyudutkan Utsman bin Affan, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Amr
bin Ash radhiallahum; bahkan
mencela Nabiyullah Musa ‘Alaihissalam. Demikian
juga Abul A’la al-Maududi yang mencitrakan sosok Mu’awiyah dengan sangat buruk.
Sementara itu, dari luar Islam, Syiah Rafidhah—selain mengafirkan hampir
seluruh sahabat—adalah kelompok yang paling getol mencaci maki Mu’awiyah.
Dengan
menyusupkan berita dusta dan hadits-hadits palsu, Mu’awiyah digambarkan oleh
para pencela sahabat sebagai pribadi yang penuh khianat, licik, ambisius, dsb.
Gambar bukti screenshot. Hinaan Syi’ah laknatullah, monyet bagi shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Padahal,
kalangan Islam telah bersepakat bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah seorang
sahabat. Oleh karena itu, jika ada ayat atau hadits yang mengungkapkan tentang
kemuliaan sahabat secara umum, beliau termasuk di dalamnya. Secara khusus,
hadits-hadits yang sahih juga menyebutkan keutamaan-keutamaan Mu’awiyah bin Abi
Sufyanradhiallahu ‘anhu.
Di antaranya, beliau adalah salah satu sahabat yang dipercaya menjadi penulis
wahyu, beliau dijamin masuk jannah, seorang yang faqih, dsb.
Patut
digarisbawahi di sini, mencela sahabat sendiri bukanlah perkara remeh. Ini
sudah masuk ranah akidah. Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
perantara kita dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Merekalah pembawa kabar-kabar dari RasulullahShallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Semua ilmu agama, baik bersumber dari al-Qur’an
maupun hadits, sampai kepada kita melalui perantaraan mereka. Tak heran jika
musuh-musuh Islam dan yang terpengaruh oleh mereka, mencela para sahabat ini
dengan cerita-cerita dusta, hadits-hadits lemah dan palsu, bahkan yang tidak
ada asalnya sama sekali, demi menjadikan umat Islam ragu terhadap para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ujung-ujungnya, mereka meragukan al-Qur’an atau hadits yang sampai kepada
mereka walaupun hadits-hadits tersebut sahih, terutama jika diriwayatkan oleh
sahabat yang mereka cela.
Alhasil,
menjadi penting bagi kita untuk terus menyuarakan pembelaan terhadap para
sahabat yang niscaya penistaan terhadap mereka tak akan berhenti sampai kapan
pun. Lucunya, ada kalangan Islam yang meradang ketika pelecehan terhadap
sahabat dilakukan oleh orang liberal semacam Faraj Fouda atau Thaha Husain, tetapi
ketika yang melakukannya adalah Sayyid Quthub yang mereka idolakan, mereka
tutup mata dan membela idolanya mati-matian. Ketika pengagum Faraj Fouda
menggelari idolanya dengan Syahid al-Kalimah atau Syahid al-Fikr, demikian juga
pengagum Sayyid Quthub menggelari idolanya dengan asy-Syahid, gelar yang
tentunya teramat tidak pantas disandang para pencela sahabat RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Seorang
muslim semestinya menahan lisannya dari mencela sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Bagaimana mungkin seorang muslim sampai hati
memberikan gambaran yang sangat tidak beradab tentang sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan mempertajam citra buruk mereka, padahal
Allah Azza wa Jalla telah memuji mereka dalam
firman-Nya? Apa keuntungan yang kita cari dengan mengumbar fitnah dan caci maki
kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Atau jangan-jangan, para penghujat merasa lebih mulia dari para sahabat,
generasi yang Allah Azza wa Jalla ridha
kepada mereka? Na’udzubillah.
Sumber: http://asysyariah.com/muawiyah/