Friday, March 18, 2016

Habib Ahmad Bin Zain Al Kaff : Harus Berani Menasehati Orang-Orang Wahabi Di Depan Mereka, Secara Ilmiyyah Dan Berdalil, Bukan Dengan Mengancam/Kekerasan.

image

Dialog Habib AZA Dengan NU GL: Syiah Dan Wahabi


NUGarisLurus.Com – Redaksi NU GL berkesempatan berdialog dengan A’wan Syuriah PWNU Jatim Habib Ahmad Bin Zain Al Kaff (AZA). Sosok yang terkenal sangat tegas melawan syiah namun sebagian kalangan mempertanyakan sikap beliau terhadap aliran wahabi.
Redaksi berkesempatan menanyakan tentang isu bahwa beliau membela wahabi. Namun Ketua Umum Forum Anti Aliran Sesat (FAAS) ini menyatakan bahwa justru beliau satu satunya habib yang berani menasehati orang orang wahabi di depan mereka, tidak seperti sebagian muballigh yang hanya berani membantah wahabi, tapi didepan habaib dan orang orang NU, tdk didepan orang orang Wahabi.

Habib AZA juga menyatakan bahwa sebagai seorang Nahdliyyin tidak akan mungkin berkhianat terhadap isi kitab Risalah ‘Ahlus Sunnah Wal Jama’ah’ Hadhrotussyaikh KH. Hasyim Asy’ari .

Yg beliau sesatkan harus kita sesatkan.

“Kalau ada pengurus NU tidak setuju dengan apa yang sudah digariskan oleh pendiri NU. Maka berarti dia telah berkhianat kepada KH.Hasyim Asy’ari, tegasnya kepada NUGarisLurus.Com, Selasa 15 Maret 2016.
Habib AZA juga meminta kepada para Dai baik para habaib dan kiai agar jangan hanya berani membantah wahabi di belakang orang orang wahabi, tapi juga harus berani menasehati mereka secara langsung agar tidak saling menyerang.
Habib AZA menegaskan bahwa beliau sudah menulis15 buku dalam 30 tahun untuk  mengoreksi ajaran syiah dan wahabi. Wallahu Alam

[VIDEO MANTAP] Habib Thohir Al Kaff: Mayoritas Jangan Banci Hadapi Salafi

Mengapa“wahabi”selalu diserang Aswaja..?

“Berani-beraninya ‘wahabi’ ini membid’ah-bid’ahkan amalan ‘aswaja’! Emang duluan mana antara ‘wahabi’ dengan ‘aswaja?” Demikianlah kira-kira ucapan sebagian orang yang mengklaim sebagai penganut ‘aswaja’ kala mendapati para da’i yang tengah meluruskan berbagai amalan bid’ah di tengah masyarakat.
Aswaja dan Wahabi. Itulah dua istilah yang belakangan ini begitu mengemuka dalam kancah dinamika dakwah tanah air. Kedua istilah tersebut kerap menimbulkan salah persepsi dari berbagai kalangan dalam memahami ajaran Islam yang sebenarnya.
Term Aswaja dipopulerkan oleh organisasi nahdlatul ulama (NU) untuk melegitimasi paham dan amalan-amalan yang menjadi ciri khas mereka. Alhasil banyak masyarakat Muslim tanah air memahami ‘aswaja’ sebagai suatu aliran keberagamaan yang memiliki ciri-ciri dalam akidah dan amaliah sebagaimana diyakini dan diamalkan warga nahdliyin seperti: berakidah asy’ariyah-maturidiyah, mengamalkan tashawuf, sinkretisasi ajaran Islam dengan kultur warisan Hindu-Budha, membuka kreasi dan modifikasi beragama seluas-luasnya atas dalih bid’ah hasanah, bertawasul lewat perantara arwah para wali, ngalap berkah ke kuburan, serta mengultuskan kyai sedemikian rupa.
Dengan demikian, jika kita mau jujur maka akan tersingkaplah hakikat ‘aswaja’ sesungguhnya yang ternyata akar dari aliran tersebut bukanlah Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya, melainkan satu paham baru yang merupakan perpaduan dari berbagai sekte dan pemikiran.
Lantas Siapa yang Disebut ‘Wahabi’?
Agaknya tak berlebihan bila dikatakan bahwa kaum ‘wahabiyin’ merupakan kelompok yang paling sering mendapat serangan frontal dari aswaja lewat sejumlah stigma horor. Menurut kyai aswaja, ‘wahabi’ selalu diidentikkan dengan satu pemahaman Islam yang radikal, intoleran serta membenarkan tindak terorisme. Benarkah stigma tersebut?
Sebelumnya, penting buat diketahui bahwa yang disebut aliran wahabiyah sesungguhnya adalah sebuah sekte yang didirikan oleh Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang meninggal tahun 211 H. Sekte wahabiyah itu sendiri merupakan salah satu cabang dari firqoh Khawarij. Oleh karena itu, jika yang dimaksud wahabi adalah pengikut dari Abdul Wahab Rustum kita tentu menyepakati kesesatannya.
Akan tetapi yang dimaksud ‘wahabi’ oleh ‘aswaja’ bukanlah penganut sekte bikinan Abdul Wahab Rustum ini, melainkan siapa saja yang sejalan dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Untuk itulah sejumlah propaganda yang bertujuan mendiskreditkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berikut dakwah tauhid yang ditegakkannya dilancarkan oleh para kyai ‘aswaja’.
Maka perlu diluruskan, tuduhan bahwa cikal bakal terorisme dalam dunia Islam dewasa ini berpangkal dari dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab merupakan tuduhan ngawur yang tidak berdasar. Sejarah justru mencatat, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab selalu menggandeng penguasa dalam menjalankan dakwah tauhidnya. Seperti ketika menghancurkan kubah di atas makam Zaid bin Khattab yang dikeramatkan, beliau meminta izin kepada amir ‘Uyainah sehingga sang amir turut mengirimkan pasukan untuk membantu dan mengamankannya. Begitu pula tatkala memulai dakwah pemurnian tauhid di Dir’iyyah beliau mendapat perlindungan dari amir Dir’iyyah Muhammad Ibnu Saud. Bahkan hingga hari ini, Arab Saudi yang dikatakan negara ‘wahabi’ dianggap sebagai darul kufur oleh jamaah takfir, sehingga sebuah teror bom yang didalangi Al-Qaida pernah mengguncang Riyadh pada tahun 2004.
Semua itu membuktikan kebohongan soal tuduhan bahwa terorisme moderen dalam dunia Islam berakar dari dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Kebangkitan jamaah takfir yang berujung pada munculnya aksi terorisme di negeri-negeri Muslim, sejatinya merupakan buntut dari tersebarnya pemikiran revolusioner ala Sayyid Qutb yang menyerukan perlawanan terhadap pemerintah yang belum menegakkan hukum Islam.
Mengapa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang Selalu Diserang?
Bila sudah sedemikian terang, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tidak memiliki kaitan dengan pemahaman takfiri, lantas mengapa kaum tradisionalis tetap begitu membenci beliau? Benarkah beliau telah menciptakan satu mazhab baru yang bertentangan dengan mazhab yang empat? Sekali-sekali tidak. Syaikh rahimahullah justru seorang mujadid yang berjuang keras untuk mengembalikan aqidah umat Islam kepada aqidah yang haq sebagaimana aqidahnya para Sahabat Nabi, tabi’in, dan tabiut tabi’in, termasuk imam mazhab empat yakni aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berdasarkan pemahaman salafus salih.
Beliau berjihad memberantas kemusyirikan yang kala itu menyebar di Jazirah Arab dan dunia Islam secara umum. Mengenai kondisi keagamaan di Nejd dan sekitarnya kala itu yang merupakan tempat dimulainya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Ahmad Al-Usairy menulis, “Kemusyirikan dalam bentuk kepercayaan kepada pohon, batu, dan kuburan telah menyebar. Mereka juga meminta tolong kepada jin, menyembelih untuk mereka, dan bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Syaikh mengumumkan perang terhadap semua itu. Maka, dia mendapatkan perlawanan keras.”
Lihatlah! Bagi siapapun yang berfikir, niscaya akan mendapati satu kesimpulan bahwa yang Syaikh lakukan hanyalah mencontoh dakwah tauhid Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam.
Maka sekiranya kaum tradisionalis menjuluki para da’i yang berdakwah memberantas kemusyirikan dan bid’ah dengan sebutan ‘wahabi’, mengapa gelar yang sama tidak mereka tujukan kepada Rasulullah dan para sahabatnya? Bukankah Rasulullah telah memerintahkan untuk menghancurkan berhala-berhala yang disembah di sekitar Ka’bah pasca Fathul Makkah? Bukankah Umar bin Khattab juga telah memerintahkan untuk menebang pohon yang di bawahnya pernah berlangsung Baiatur Ridwan karena khawatir akan menjadi sarana kemusyirikan di kemudian hari? Bukankah Ibnu Mas’ud juga dengan tegas mengingkari amalan bid’ah sekelompok manusia yang tengah melakukan zikir berjamaah? Bukankah Rasulullah dan para sahabatnya juga tidak mengadakan perayaan 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari pasca kematian? Lantas mengapa para kyai tradisionalis tidak berani memasukkan Rasulullah  dan para sahabatnya ke dalam golongan ‘wahabi’ padahal apa yang Rasulullah dan para sahabatnya lakukan justru dicontoh oleh kaum ‘wahabi’?
Di sinilah tampak jelas bahwa sesungguhnya stigmatisasi ‘wahabi’ kepada para da’i yang mendakwahkan tauhid dan sunnah adalah justru untuk menghalangi kaum Muslimin dari memahami Islam yang benar, yakni Islam yang diajarkan Rasulullah kepada sahabatnya.
Tapi mengapa yang dipilih sebagai sasaran tembak adalah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab? Bukankah ulama-ulama Ahlus Sunnah lainnya juga bersikap tegas dalam memberantas segala bentuk kesyirikan dan bid’ah? Ya benar, akan tetapi Allah menakdirkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hidup dalam satu kurun di mana mayoritas kaum Muslimin telah terjebak dalam praktek-praktek kemusyirikan, sehingga dakwah beliau yang bertujuan mengembalikan umat Islam kepada tauhid yang murni bertentangan dengan arus mayoritas. Ditambah lagi, dakwah tauhid dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ini telah sukses membuahkan tegaknya daulah Su’udiyah yang menguasai dua tanah suci dan selalu menjadi penyokong dakwah tauhid, sehingga fakta tersebut semakin menumbuhkan kedengkian mendalam di hati para pembela tradisi nenek moyang.
Oleh karena itu tidaklah lagi samar dalam pandangan setiap yang berfikir bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tidaklah menciptakan satu aliran baru. Beliau hanya mendakwahkan ajaran Islam sebagaimana dipahami generasi awal umat ini tatkala kebanyakan manusia telah meninggalkan dan berpaling kepada keyakinan maupun amalan-amalan bid’ah.
Dakwah beliau adalah dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sama dengan yang didakwahkan oleh Sahabat, Tabi’in, maupun Imam mazhab yang empat. Sebaliknya, mereka yang menyimpang dari metode beragamanya para Sahabat, yang mencampuradukkan ajaran Islam dengan keyakinan dan ritual di luar Islam, yang gemar melestarikan bid’ah, meminta tolong pada jin, serta hobi ngalap berkah ke kuburan, maka pengakuan mereka sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah hanyalah kedustaan belaka. Sebab yang mereka lestarikan justru merupakan amalan-amalan “asli warisan jahiliyah”

Menengahi 'Konflik' NU dan Salafi

By: Zulfahmi (www.zulfahmi.net)
Konflik antara Salafi dengan NU bukanlah konflik yang baru, namun sudah hampir mendarah daging. Warga NU baik di kota maupun pedesaan, baik yang liberal maupun yang tradisional, sepakat menolak segala bentuk pemahaman Salafi, atau yang biasa mereka sebut sebagai “Wahabi”. Meskipun saya tidak mengatakan semuanya, masih ada ulama NU yang open mind dan tidak mau menelan mentah-mentah informasi yang berkembang.
Paham Anti-Wahabi menyebabkan warga NU sangat anti dengan ajaran-ajaran seperti haramnya bid’ah, haramnya tawassul, haramnya isbal, dll. Bahkan menyentuh pada ranah furu’iyyah, seperti jenggot, jumlah azan Jum’at, jumlah rekaat shalat tarawih, qunut, dll. Hal ini terlihat sekali di akar rumput NU, yaitu jika mendapati hal yang berbeda, maka dianggap sudah beda aliran, disebut terpengaruh Wahabi, terkadang disebut juga disebut Muhammadiyah.
Namun sayangnya, para ulama NU bukannya mencerdaskan warganya agar open mind, namun malah menutup total terhadap pemahaman selain NU, atau yang diklaim “Ahlus sunnah wal jamaah” versi mereka. Padahal mazhab dalam Islam sendiri tidaklah satu, sehingga bolehlah setiap orang menentukan mana mazhab yang dianggapnya benar, namun tidak boleh menganggap berbeda mazhab menjadi seakan-akan aliran yang berbeda. Anehnya NU justru lebih terbuka terhadap ritual-ritual yang bertentangan dengan islam seperti tawassul, tahlilan1), ilmu kebal, dll. Meskipun sekali lagi, tidak semua warga NU seperti itu.
Di sini saya juga mengkritik Salafi, karena mereka juga mengklaim dirinya Ahlussunnah wal Jamaah, sementara kelompok lainnya tidak dianggap Ahlussunnah wal Jamaah. Bahkan dengan ringan menyebut kelompok lainnya dengan ahlul bid’ah, Mu’tazilah, Khawarij, ashabiyyah, dll. Kalau kita bandingkan fanatiknya warga NU dengan warga Salafi, terdapat perbedaan yaitu jika kebanyakan warga NU fanatik tanpa ilmu (alias sudah menutup diri dulu), sementara Salafi fanatik dengan “ilmu,” yakni mereka merasa berilmu tentang kelompok-kelompok lainnya, meski sembrono dalam melakukan penilaian.
...Warga NU meninggalkan segala macam bid’ah, khurafat, dan ritual-ritual yang tidak ada dasarnya...
Solusi Konflik NU dan Salafi
Solusi dari konflik ini adalah warga NU dan Salafy kembali kepada manhaj Salafus Shalih yang sesungguhnya. Warga NU meninggalkan segala macam bid’ah, khurafat, dan ritual-ritual yang tidak ada dasarnya dalam Kitab maupun sunnah. Juga warga Salafi, mampu melihat secara objektif kelompok –kelompok lainnya, dan secara serius mengkaji pemahaman kelompok lainnya langsung kepada kelompok tersebut, bukan kepada doktrin ulamanya. Sehingga tidak sembrono memvonis kelompok-kelompok lainnya.
...Warga Salafi jangan sembrono memvonis kelompok-kelompok lainnya
Pada masa Salafus Shalih, ada berbagai macam mazhab, namun mereka hidup bersama, boleh berdebat secara ahsan maupun dialog untuk mencari pendapat yang terkuat, namun tetap bertoleransi selama pendapat itu diambil dari dalil syar’i.
Hendaklah perjuangan yang kita lakukan adalah perjuangan mempersatukan umat di bawah satu kepemimpinan, satu imam, seperti pada masa sahabat, tabi’in, maupun tabiut tabi’in. Karena khalifah adalah pemimpin yang seluruh mazhab sepakat akan wajibnya mengangkatnya. Dibawah satu khalifah, insya Allah, ISLAM BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN.   [voa-islam.com]
________________
1) Tahlilan adalah peringatan kematian pada hari ke-7, 40, 100, 1000, dst. Hal ini haram bukan karena membaca tahlilnya, tetapi karena menyerupai (tasyabbuh) terhadap ritual agama Hindu, yang juga menggelar peringatan kematian pada jumlah hari-hari tersebut. Sementara Islam melarang menyerupai agama lain.

PENGIKUT SUNNAH KOK DICAP 'WAHABI'

Melihat realita akhir-akhir ini, rasa sedih itu kembali muncul. Ketika umat Islam diadu sesama mereka. 
Perbedaan pendapat dijadikan oleh musuh sebagai bahan untuk terus mengobok-obok benteng pertahanan umat yang mulia ini. Terkhusus isu yang sering diangkat oleh pendengki Islam adalah isu “Wahabi”. Iya, isu “Wahabi”. Entah mengapa, isu ini sangat laku di masyarakat kita. Padahal isu busuk ini diciptakan oleh musuh Islam, akan tetapi malah yang
menyebarkannya adalah kita sendiri.

Apakah kita tidak takut dilempar ke dalam neraka sejauh 70 tahun perjalanan disebabkan perkataan kita yang tidak kita sadari, terlebih lagi jika perkataan itu kita sadari, bahkan mungkin memang sengaja kita ingin menyebarkannya. Wal Iyaadzu billah .

Mari buka hati dan mata kita, jangan sampai kita menilai sesuatu dimulai dengan prasangka buruk, apakah kita sudah benar-benar mengetahui siapa yang kita sebut-sebut dengan “Wahabi” itu, sehingga tidak jarang dari kita ada yang mendiskreditkan mereka.Seolah-olah mereka adalah musuh utama kita, musuh yang lebih keji daripada Yahudi dan Nasrani. Nastaghfirullah , Belum tentu kita lebih baik dari mereka, bahkan jujur Demi Allah saya mendapatkan dalam tubuh mereka kesungguhan yang sangat kuat dalam mengikuti sunnah, ukhuwah Islamiyah serta persaudaraan yang kuat di Jalan Yang Maha Pemilik rahmah. Allah Akbar.....

Perlu diperhatikan bahwa mereka adalah saudara kita, landasan mereka dalam beragama sama seperti landasan kita. Kitab mereka adalah Al-Quran sebagaimana kitab kita juga al-Quran. Rujukan mereka dalam masalah hadits juga sama seperti rujukan kita. Rukun Iman dan Rukun Islam kita sama, Hanya saja mungkin kita berbeda pendapat dengan mereka dalam beberapa hal, akan tetapi perbedaan itu bisa
ditoleransi.

Saya tidak akan bosan-bosan mengajak saudara-sadaraku yang saya cintai untuk membuka hati dan mata, memandang saudara kita dengan pandangan rahmat dan jangan memandang dengan padangan laknat. Mari kita sudahi pertikaian ini. Sudah cukup kiranya kita menjadi santapan empuk musuh. 

Kita bertikai hanya disebabkan perkara kecil yang dibesar-besarkan. Apakah kita rela melihat musuh-musuh tertawa bertepuk tangan sambil menginjak kepala kita????? sudahlah wahai saudaraku, mari kita bersatu dan menyusun kekuatan.

Benarlah sabda Rasul saw, bahwa umat ini kelak bagaikan makanan dalam nampan yang diserbu oleh musuh dari segala penjuru. Bukan karena jumlah
mereka yang sedikit, bahkan jumlah mereka banyak akan tetapi bagaikan buih yang tidak berkutik.

Tidak kita pungkiri juga, bahwa sebagian saudara-saudaraku dari kalangan yang mengatakan diri mereka Salafi/Muwahhid (yang dituduh “Wahabi”) terkadang berlaku mudah menyalahkan dalam berdakwah. Mari kita berlaku lembut serta memahami realita. Kita sama-sama Inshaf dan mengakui kesalahan kita, ini semua untuk mengokohkan benteng kita dari serangan musuh.

Demi Allah saya menulis tulisan ini dari hati yang paling dalam, karena saya mencintai semua saudara-saudara seiman. Walaupu masih banyak kekurangan, setidaknya bisa melengkapi tulisan-tulisan yang lain. Saya hanya tidak ingin generasi kita larut dalam pertikaian ini dan menjadi santapan empuk musuh. 
Oleh karenanya mari kita bersatu demi menegakkan Islam di muka bumi ini.
Salam ukhuwah Akhukum fillah al-Faqir Fitra Hudaiya NA

Hubungan Aswaja Indon Dan Syiah Dalam Menghadapi Wahabi Di Indonesia

Paranoid Aswaja Indon Menghadapi Wahabi
Aswaja Indon bukanlah sebutan untuk Aswaja yang banyak ditulis dalam sejarah perjalanan perkembangan paham paham Islam dari masa ke masa.Aswaja Indon lebih tepat sebuah muara pemikiran Islam Kejawaan, atau sentralisasi kiblat beragama berdasarkan retorika berpikir Jawa.Terutama gagasan gagasan Walisongo, menjadi kiblat utama mereka menafsirkan Islam, sehingga tidak memerlukan legalitas agama dari Islam asalnya. Sebab terlalu banyak potensi kejawaan di dalamnya yang dikemas dengan kata ”Ulama Pewaris Nabi”,meskipun kenyataannya bukanlah warisan nabi yang menjadi standar keagamaannya.
Kata ”Aswaja” menjadi kependekan dari Ahlus-Sunah wal-Jamaah, justru tidak ada relevansinya dengan metode “Ahlus-Sunnah“yang terdapat dalam kitab kitab klasik. Nama “Aswaja” bisa disebut sekedar legalisasi kelompok tradisional guna meluluskan banyak ide-ide cemarlangnya dalam memasarkan paham-paham kejawaan yang dikemas dengan nilai amaliyah Islam.
Sama halnya dengan seorang yang pakai nama Nabi: ”Muhammad”, nama tersebut bisa dipakai semua orang, tetapi tidak berarti bahwa nama ”Muhammad” merupakan kepribadian orangnya. Aswaja Indon lebih tepat disebut jelmaan aliran-aliran ‘aqliyah, yang menempatkan akal manusia jauh diatas dasar dasar naqliyah. Sehingga lebih menyerupai sebuah alibi menguasai massa, bukan pada target agama yang monumental kenabian.
Itulah sebabnya Aswaja yang korelasi dengan kombinatif Jawa Islam sulit menerima paham-paham produk orang lain yang mengusik ketenangannya. Aswaja yang dibesarkan dan banyak diasuh oleh militansi lingkungan Syi’ah menjadi benteng utama perlindungan Syi’ah dalam membendung arus pemikiran Wahabi, kendati statement ‘wahabi’ menjadi lebih trendy di kalangan Syi’ah.
Aswaja cukup menjadi jembatan tol penyebarangan Syi’ah menuju wilayah orang-orang yang masih primitif dalam beragama. Maksudnya dalam mempertahankan ajaran-ajaran adat lewat jendela agama. Sebagai bukti dalam percaturan agama Islam,hanya Aswaja Indon dan Syi’ah yang memaksa umat agar menolak Wahabi,sekalipun dengan sekedar aksen kebohongan yang mereka buat.
Perpaduan Aswaja Indon dan Syi’ah sangat luar biasa, bahkan tak ada perbedaan dalam menangkis dakwah-dakwah Wahabi. Kedua kelompok ini dengan taqiyahnya selalu mengecilkan kata “wahabi” bukan dengan nalar ilmiah, tetapi apologetik yang disebut Taqiyah.
Misalnya perkataan perkataan Aswaja Indon tentang Al-Bany, seorang Ulama hadist abad moderen, bagaimana adab adab yang diajarkan di pesantren menjadi redup seketika, ketika kyai-kyai mereka berteriak lantang dengan menyebut ”wahabi” sebagai ajaran sesat.
Muncul serentetan kebencian yang di luar akal sehat : ”Albani desibut ngalbany, Utsaimin disebut ”Ngusaimin , Bin Baz, disebut si buta ngabas”.
Terhadap Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauzi sebagai bapak yang melahirkan ‘ Muhammad bin Abdul wahabpun disebut juga dengan kata kata yang tidak beradab.
Syi’ah paling berhasil dan memetik buahnya dengan kekeruhan berfikir Aswaja, yang membuat aswaja Paranoid dengan Wahabi.
Tidak ada lagi sopan santun pesantren yang konon mengajarkan akhlaqul karimah;yang ada pembelaan membabi buta mereka dalam mempertahankan warisan adat (maaf bukan warisan Islam). Lewat aksi aksi kebencian dengan berbagai modus dan tipe anti kebencian yang mereka lontarkan.
Porsi terbesar di tentukan oleh KH. Said Aqil Siroj, seorang ketua Umum PB NU, mengaburkan wahabi dengan sebutan cikal bakal terorisme, meskipun tindakan kang said banyak yang menentangnya dari kalangan NU.
Tambahan admin : Tuduhan tersebut bisa dilihat di postingan ini
Jawaban dari tuduhan said aqil tersebut bisa dilihat disini
Ucapan ucapan Said Aqil siraj-pun melewati batas, dengan menggambarkan bom bom yang meledak di Indonesia dan negara negara Asing sebagai bagian dari sepak terjangan wahabi. Said Aqil Siroj paling lantang dan paling cerdas dalam membangun opini anti wahabi, dengan menyebut wahabi sebagai sebuah kelompok yang berbeda dengan Islam. Pengkafiran Said Aqil banyak ditiru santri-santri dari masyarakat muslim yang tergabung di NU, bahwa sumber terorisme adalah wahabi.
Hingga dalam berbagai wawancara KH. Said Aqil Siroj dalam berbagai media mengumandangkan anti wahabi, sebagai musuh agama. Sebuah rencana Syi’ah yang luar biasa, terlalu banyak ulama ulama yang masuk perangkap Syi’ah dan menjadi pembela kebatilan.
Tambahan admin :
Kyai NU membantah said aqil yang mencela sahabat,
 silahkan baca disini
Taqiyah taqiyah Aswaja yang ditebarkan di berbagai media selalu menyebut Wahabi sebagai islam radikalisme, tanpa memperhatikan sikap-sikap arogansi warga NU, banser, Anshor yang membabi buta mengobarkan permusuhan dengan cara merusak pengajian pengajian MTA, misalnya. Dalam hal ini NU berdiri yang paling Islam, ketika memporak-porandakan pengajian orang lain dengan sekedar asumsi : ”itu si MTA ngatain NU syirik dan bid’ah segala”.
Ketersinggungan NU ini bisa dilihat di situs resminya, bagaimana gaya NU menulis berita dan artikel anti wahabi. Dominan disebut provokasi NU terhadap kelompok-kelompok Islam. Terkadang menyuarakan Aswaja NU Indon sebagai kelompok pluralis sejati, walaupun pada intinya sangat standar ganda. Diantaranya mencela dan merusak kegiatan dan kelompok lain.
Densus 99 produk pemikiran Aswaja Indon, lebih memenuhi kriteria mata-mata NU dalam melacak kegiatan kegiatan Wahabi dalam berbagai arena. Bahkan dengan kekuatan otot Aswaja Indon bisa mengerahkan massa untuk memberangus paham lain yang tidak sejalan dengan Aswaja Indon, dengan alasan mengganggu kelompok mereka.
Contoh lain dari taqiyah NU, “wah wahabi keji, tidak mau membantu rakyat Palestin”, bahkan meminta rakyat Palestina meninggalkan negerinya. Padahal sejak perjuangan pembebasan rakyat Palestina tidak pernah terlepas dari Dana Arab Saudi.

Tambahan admin : Bantuan saudi untuk palestina begitu besar,
 silahkan baca disini
Juga pernah menyebut  wahabi mencabut nama “Israel” dari buku hitam musuh musuh Islam. Padahal kalau mau bercermin muka, Wahid Institute itu apa? dari mana dananya.
Termasuk dana dana dari Israel atas Yayasan Simon Peres itu dari mana. Terlalu banyak gaya dan taqiyah aswaja yang lebih dominan kalau disebut ”anak anak syiah wilayah jawa (aswaja) yang mengambil bagian menciptakan paranoid dalam kehidupan Aswaja dalam berdampingan dengan paham lain.
[selesai – dikutip dari : kompasiana dengan sedikit perbaikan kata].
*******
Saya berkata : Artikel di atas menarik, hanya saja pemakaian kata ‘taqiyyah‘ kurang tepat. Makna taqiyyah adalah : Menyembunyikan keimanan karena tidak mampu menampakkannya ditengah-tengah orang kafir dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan dan hartanya dari kejahatan mereka. Mungkin kata yang tepat yang menggantikan kata ‘taqiyyah‘ dalam artikel di atas adalah ‘tuduhan’ atau ‘propaganda’ atau sejenisnya.
Tambahan :
Tidak semua ulama tokoh NU ini sejalan dengan sepak terjang bapak Said aqil siraj, silahkan lihat video para kyai tersebut yang menasehati said aqil siraj dan mengatakan tentang sikap para tokoh NU yang membela syiah itu merupakan berkhianat kepada pendiri NU, Hasyim asy’ari,
 silahkan lihat disini
Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa SYIAH ITU KAFIR, silahkan lihat ulasannya disini

Benarkah Ada Mazhab Wahabi?

Sebenarnya istilah Wahabi bukanlah istilah yang disepakati oleh mereka yang sering diidentikkan dengan istilah itu. Meski mereka menjadikan Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai tokoh besarnya, mereka lebih sering menyebut dengan istilah salafiiyyin. Sebuah nisbah kepada para salaf shalih dari umat ini.
Dakwah Salafiyah sendiri adalah pelopor gerakan ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan berpikir pemikiran dunia Islam. Dakwah ini menyerukan agar aqidah Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.
Sejarah Berdiri
Gerakan ini diperlopori oleh seorang tokoh ulama terkemuka yaitu Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M). Beliau lahir di Uyaynah dan belajar Islam dalam mazhab Al-Hanabilah dan telah menghafal Al-Quran sejak usia 10 tahun.
Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat yaitu pangeran Muhammad bin Suud yang berkuasa 1139-1179. Oleh pangeran, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.
Pemikiran dan Doktrinnya
Para pendiri dakwah ini umunya bermazhab fiqih dengan mazhab Al-Hanabilah, jadi tidak benar kalau dikatakan mereka anti mazhab. Namun memang mereka tidak selalu terikat dengan mazhab tersebut dalam fatwa-fatwanya. Terutama bila mereka menemukan dalil yang lebih rajih. Oleh karena itu dakwah merka sering disebut La Mazhabiyyah, namun sebenarnya lebih kepada masalah ushul, sedangkan masalah furu`nya, mereka tetap pada mazhab Al-Hanabilah.
Dakwah ini jelas-jelas sebuah dakwah ahlisunnah wal jamaah serta berpegang teguh dengannya. Mereka menyeru kepada pemurnian tauhid dengan menuntut umat agar mengembalikan kepada apa yang dipahami oleh umat Islam generasi pertama.
Mereka pun aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Mereka melarang membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga melarang tawassul dengan menyebut nama oran shaleh sepeti kalimat bi jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan.
Dakwah salafiyah telah membangun umat Islam di bidang aqidah yang telah lama jumud dan beku akibat kemunduran dunia Islam. Mereka memperhatikan pengajaran dan pendidikan umum serta merangsang para ulama dan tokoh untuk kembali membuka literatur kepada buku induk dan maraji` yang mu`tabar, sebelum menerima sebuah pemikiran. Mereka tidak mengharamkan taqlid namun meminta agar umat ini mau lebih jauh meneliti dan merujuk kembali kepada nash dan dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW serta pendapat para ulama salafus shalih.
Diantara tokoh ulama salaf yang paling sering mereka jadikan rujukan adalah:
Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
Ibnu Taimiyah (661-728 H)
Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)
Oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India.