Friday, May 27, 2016

Menyibak Tabir Syiah Kontemporer



Dulu saya pernah kepincut dengan gerakan syiah seperti Hizbullah dari Libanon dan juga tokohnya seperti Khomaini. Pertama kali buku syiah yang saya miliki dan saya baca adalah karya seorang ulama syiah asal Libanon, Muhammad Husain Fadhlullah, yang berjudul Islam dan Logika Kekuatan. Alasan saya membelinya adalah karena judul dan sinopsisnya yang menarik. Saat itu saya masih duduk dibangku SMA. Tanpa pikir panjang dan pengetahuan saya yang terbatas mengenai syiah, saya menelan isinya begitu saja.

Kakak saya yang mengetahui saya membeli buku tersebut pun ikut membacanya. Kakak saya saat itu juga sedang keranjingan membaca buku-buku Islam. Hanya saja, dia lebih paham bahaya tentang syiah dibanding saya. Setelah membacanya, kakak saya memberi beberapa catatan peringatan dibeberapa halaman buku tersebut, "Hati-hati ini pemikiran syiah!" Pada waktu itu saya tidak peduli dengan peringatan kakak saya tersebut.
Sewaktu perang Hizbullah-Israel tahun 2006 lalu, saya semakin terkesima dengan gerakan syiah. Tokohnya, Hasan Nashrullah begitu saya kagumi karena keberanian dan khutbah-khutbahnya yang membakar semangat. Saya menonton beberapa cuplikan video perjuangannya, semakin menambah kecintaan saya pada gerakan syiah ini. Hal ini mengingatkan saya dengan buku syiah karya Fadhlullah di atas. Karena ternyata Husain Fadhlullah adalah penasehat spiritual Hizbullah. Tapi ada yang mengganjal di hati saya, mengapa Hizbullah selalu membawa-bawia foto-foto Khomaini dalam setiap aksi-aksinya? Hizbullah di Libanon sedangkan Khomaini di Iran. Apakah Hizbullah masih dalam satu komando Khomaini? Dari sini saya tidak menemukannya di negara-negara sunni. Jawaban dari pertanyaan itu nantinya akan anda temukan dalam tulisan ini.

Saya mulai tidak suka dengan gerakan syiah ketika konflik Suriah mulai memuncak. Di mana gerakan syiah Iran dan Hizbullah ikut-ikutan menyerang dan membunuhi saudara saya dari ahlussunnah. Mulailah saya membaca buku dan artikel-artikel tentang bahaya syiah. Saya begitu terkejut, begitu banyaknya perbedaan baik yang furu maupun yang ushul dengan kalangan ahlussunnah. Rujukannya bukan hanya dari perkataan ulama-ulama ahlussunnah, tapi dari buku-buku dan perkataan ulama-ulama syiah itu sendiri. Salah satu ajaran yang paling berbahaya dari syiah adalah taqiyah yaitu menyembunyikan kebusukan hati mereka dengan alasan kondisi belum memungkinkan untuk mengungkap kebusukan tersebut. Saya katakan "kebusukan" sedangkan bagi mereka adalah "kebenaran". Bagi mereka, taqiyah adalah dien itu sendiri; fardhu ain untuk diamalkan seperti halnya shalat fardhu. Bahkan lebih fardhu daripada shalat fardhu itu sendiri. Al Kulaini, Ulama besar syiah, berkata, “Tidak beragama orang yang tidak menggunakan konsep taqiyah.” (al-Kulaini, Ushul al-Kafi, jilid II, hal. 217).

Ibnu Babawaih, tokoh besar Syiah klasik, berfatwa bahwa hukum menerapkan taqiyah itu wajib, seperti kewajiban menjalankan shalat. Ia mengatakan; “Keyakinan kita tentang hukum taqiyah adalah wajib, barangsiapa yang meninggalkan taqiyah sama halnya dengan meninggalkan shalat.” (Ibnu Babawaihi, al-I’tiqadat, hal. 114).

Dalam keyakinan Syiah, taqiyah merupakan pilar-pilar utama agama. Taqiyah diserupakan dengan Sembilan persepuluh dari agama mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban dalam Islam lainnya hanya sepadan dengan satu persepuluh. Ini artinya, taqiyah lebih utama daripada rukun Islam. (Al-Kafi, juz II hal. 217, Badzlul Majhud juz II hal. 637).

Prof. Ali Muhammad al-Syalabi menerangkan, dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran taqiyah; Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya. Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan (Ali Muhammad al-Syalabi, Fikr al-Khawarij wa al-Syiah fi Mizan Ahlissunnah wal Jama’ah, hal. 311).

Prof. Muhammad Baharun dalam bukunya yang berjudul "Tantangan Syiah terhadap Ahlus Sunnah" di hal 108 mengatakan, topeng taqiyah Syiah menjadi masalah dalam interaksi dengan Ahlus Sunnah. Dakwah Syiah yang menggunakan taqiyah kerap mengelabuhi umat. Banyak pengikut Syiah tidak mengaku Syi’i secara konsekuen dan terang-terangan. Mereka Syi’i biwajhin Sunni (Syiah berwajah Sunni). Pengelabuhan ini memiliki target khusus. Setelah mereka menguasai, baru menampakkan wujud aslinya.

Artinya, orang syiah itu seperti musuh dalam selimut. Pengkhianat yang sewaktu-waktu menikam dari belakang. Salah satu bukti nyata pengkhianatan syiah kontemporer adalah keterlibatan mereka dalam penggulingan Presiden Mesir yang sah, Muhammad Mursi. Situs bersamadakwah.com pada bulan Juli 2013 melaporkan, "Kelompok Syiah dilaporkan tengah bergerak untuk menggulingkan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Mereka memobilisasi lebih dari 100 ribu warga Mesir penganut Syiah menandatangani pernyataan pemberontakan yang bertujuan menarik kepercayaan terhadap pemerintahan Mursi.

Juru bicara komunitas Syiah Mesir Bahaa Anwar dalam pernyataannya Sabtu (1/6) lalu mengatakan, sebanyak 100.253 orang Syiah Mesir telah menandatangani pernyataan itu. Sebagian penandatangan tinggal di luar negeri, lapor Al-Ahram.

Selain Syiah, kalangan sekuler Mesir adalah motor kampanye “pemberontakan” itu. Mereka mengklaim, sejak “pemberontakan” digulirkan 1 Mei 2013 lalu, sampai saat ini sudah terkumpul 7 juta tanda tangan.

Kampanye tersebut berusaha mendapatkan 15 juta tanda tangan guna mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Mursi, untuk melampaui 13,2 juta suara yang didapat Mursi dalam pemilu presiden yang dimenangkannya tahun lalu."

Sejarah pengkhianatan syiah sangat panjang. Sejarahnya mungkin sama panjangnya dengan sejarah Islam itu sendiri khususnya bermula sejak zaman Khalifah Umar bin Khaththab yang dibunuh oleh Abu Lu’luah Al-Majusi. Abu Lu'luah oleh orang syiah dijuluki "Baba Syujauddin" (sang pembela agama yang gagah berani).

Salah satu sejarah pengkhianatan mereka disebutkan oleh sejarawan Mesir, Imam Al-Maqrizi dalam kitab-nya (as-suluk), tentang rencana pembunuhan pahlawan Islam, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka adalah orang-orang yang berusaha menegakkan kembali daulah Syiah Fatimiyah di Mesir yang sebelumnya dihancurkan oleh Shalahuddin. Alhamdulillah, Sultan Shalahuddin berhasil menggagalkan rencana itu dengan membasmi mereka terlebih dahulu sebelum rencana mereka dilaksanakan.
Foto dibawah: Mahmud Badr, salah satu tokoh utama penggerak kudeta terhadap Mursi ternyata adalah seorang syiah.


Saya tidak setuju dengan pandangan dokter Joserizal yang melulu berpendapat bahwa konflik yang terjadi di Suriah adalah konspirasi zionis yang bermula dari Arab Spring. Tampaknya dokter Joserizal lupa dengan pembantaian besar-besaran yang pernah dilakukan oleh Hafez Al Asad, bapaknya Bashar Al Asad, terhadap kaum muslimin Suriah terutama di kota Homs dan Hama pada tahun 1982. Puluhan ribu orang syahid, termasuk di antaranya adalah para ulama ahlussunnah. Syaikh Jabir Rizq, seorang ulama dari gerakan Ikhwanul Muslimin, menggambarkan pembantaian terhadap umat Islam Suriah di masa rezim Hafez Al Asad dalam bukunya yang berjudul, "Ikhwan Dibantai Syiria": Ada sebuah masjid dimana berkumpul para ulama dan jamaahnya. Lalu masjid itu kemudian ditembaki oleh tentara Asad hingga semua orang yang ada di masjid itu mati. Pada saat itu lebih dari 30.000 orang tewas, 88 masjid dan 3 gereja hancur serta puluhan ribu warga mengungsi dari tempat tinggalnya.

Saat itu, tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin Suriah seperti Syaikh Said Hawwa rahimahullah menghadap Khomaini. Tujuannya adalah meminta tolong kepada Khomaini agar mau membantu gerakan revolusi Islam yang saat itu sedang bergelora di Suriah. Saat itu banyak tokoh Ikhwan memandang Iran adalah negara yang berhasil meraih kemenangan berkat revolusi Islamnya dan mereka berharap banyak dari Khomaini untuk mau membantu revolusi mereka seperti halnya Khomaini berhasil melakukannya di Iran.

Apakah Khomaini mau membantu revolusi Islam di Suriah? Tidak! Mengapa? Hafez Al Asad (ayah dari Bashar Al Asad/ diktator Suriah saat itu) adalah penganut Syiah. Walaupun bukan penganut Syiah Itsna Asyariah, tetapi Syiah Nusairiyah memiliki banyak kesamaan dengan Syiah Itsna Asyariah. Begitupun yang terjadi di Yaman dan Bahrain saat ini. Kaum syiah tidak malu-malu lagi mengangkat-angkat foto-foto tokoh-tokoh syiah Iran seperti Khomaini dan Khemeni dalam aksi-aksi demonstran mereka. Apa hubungannya mereka yang bukan warga negara Iran dengan Iran? Solidaritas ke-syiahahan mereka terus memuncak. Maka syiah dari kelompok manapun dan dimanapun akan saling berangkulan dengan syiah yang ada di Iran. Dengan kata lain, Iran adalah kekhalifahan tersembunyi bagi kelompok syiah di seluruh dunia.

Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin pun mulai menyadari bahwa revolusi di Iran bukanlah revolusi Islam, tetapi revolusi Syiah. Revolusi syiah seperti ini bisa saja meletus di negara mana pun baik negeri kafir maupun negeri yang mayoritasnya kaum sunni seperti Indonesia. Bila revolusi ini terjadi maka mereka akan mensyiahkan negara yang mereka revolusikan. Bersiap-siaplah ahlussunnah menerima penindasan dan kehancuran. Bukan menakut-nakuti. Tapi ini adalah kenyataan yang terus berulang sepanjang sejarah Islam. Oleh karenanya, sebelum Shalahuddin Al Ayyubi menaklukkan pasukan Salib di Yerussalem, terlebih dahulu menaklukkan kaum Syiah. Karena kaum syiah dikenal dengan kelicikan dan pengkhianatannya yang tidak kepalang tanggung. Tidak heran bila Sejarawan kontemporer seperti Prof. Raghib As Sirjani berpendapat, sebelum umat Islam menaklukkan Al Aqsha dari cengkeraman Zionis, harus menaklukkan kaum Syiah terlebih dahulu.

Foto: - Penghancuran kota-kota basis Sunni di Suriah pada tahun 1982 oleh rezim Hafez Al Asad, penganut Syiah Nushairiyah dan bapak dari Bashar Al Asad.
- Demonstrasi di Bahrain. Orang-orang syiah mengangkat foto Khomaini dan Khemenei dari Iran. Apa hubungannya? Tidak mengherankan bila Syaikh Yusuf Al Qaradhawi mengatakan bahwa revolusi yang terjadi di Bahrain bukanlah revolusi rakyat tapi revolusi syiah.



Kaum syiah dan para pendukung Bashar Al Asad seringkali menuduh bahwa ulama-ulama pendukung kelompok oposisi berasal dari kelompok wahabi atau kelompok oposisi itu adalah wahabi. Mereka berpikiran bahwa yang mengkritik mereka adalah wahabi. Tidak sedikit kaum muslimin yang terpengaruh dengan tuduhan mereka ini. Sebagian dari kaum muslimin akhirnya memilih diam atau tidak mendukung siapapun, dan sebagian lagi malah terprovokasi dan ikut-ikutan menyerang mujahidin Suriah. Salah satu alasan mereka terprovokasi adalah dengan kematian ulama Syaikh Said Ramadhan Al Buthi yang menurut mereka dibunuh oleh kaum oposisi Suriah. Karena Syaikh Al Buthi adalah ulama ahlussunnah, maka otomatis yang membunuh ulama tersebut berasal dari wahabi. Yang ada dalam pikiran mereka, para pembunuh ulama ahlussunnah adalah berasal dari kalangan wahabi. Inilah fakta yang terjadi saat ini. Umat Islam dipecah belah sedemikian rupa oleh permainan kotor kaum syiah dan para pendukung Bashar Al Asad.

Mereka mengatakan bahwa yang membunuh Syaikh Al Buthi adalah wahabi, lalu bagaimana dengan yang membunuh ribuan ulama ahlussunnah Homs dan Hama tahun 1982? Ya, para pembunuh itu tidak lain adalah orang-orang syiah. Saksikanlah kemarahan Syaikh Ali Ash Shabuni hafidzahullah dalam video di youtube berikut ini:https://www.youtube.com/watch?t=59&v=rEq_qtzkr9w

Di video itu, Syaikh Ali Ash Shabuni, walaupun sudah tua tapi tampak terlihat kemarahan beliau dengan fenomena ini. Beliau berkata: Kemarin dunia seluruhnya telah menyaksikan terbunuhnya seorang ‘alim yang memutuskan dirinya membela kezaliman dan thoghut menurut kebenaran dan keadilan. Kita telah berselisih dengan Syaikh Al-Buthi semenjak priode penjahat lagi zalim Hafez Assad, di mana pada waktu itu ia berdiri di samping Hafez kemudian menshalatinya dan berdiri untuk jenazahnya. Sedangkan Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menshalati jenazah yang mati di antara mereka (munafiq) selamanya dan janganlah berdiri di kuburannya,” (QS. At-Taubah:84)

Apa makna jangan berdiri di kuburannya. Artinya jangan menyaksikan jenazahnya karena murka Allah Azza wa Jalla turun ke jenazah itu.

Kemudian pada revolusi yang penuh berkah ini, Al-Buthi telah menyelisihi bukan hanya rakyat Suriah saja, bahkan menyelisihi para ulama ummat ini. Dan Maha benar Allah yang Maha Agung, “Siapa yang menentang Rasul setelah jelas baginya Al-Huda dan mengikuti jalan selain jalan kaum muslimin, Kami palingkan ia sebagaimana ia berpaling dan Kami masukkan ke jahannam.” (QS. An-Nisa’: 115)

Apa maksud firman Allah Kami palingkan ia sebagaimana ia berpaling dan Kami masukkan ke jahannam? Yaitu kami rasakan ia siksa jahannam. Allah tidak berfirman siapa yang menentang Rasul dan kitab Allah, tapi Ia berfirman dan mengikuti selain jalan kaum muslimin.

Ulama telah berpendapat wajibnya memberontak kepada musailamah Al-kadzdzab yang dinamakan Bashar Assad setelah ia memperlihatkan kethoghutannya dan kejahatannya, membunuh manusia serta mencedari rumah Allah dengan bom. Ia juga menghinakan kitabullah dan merampas kehormatan wanita – wanita mukmin.

Namun Al-Buthi malah mendukung kezaliman ini dan kefajiran Bashar seraya melupakan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang menolang orang yang membunuh seorang mukmin walau dengan sepotong kata (jangankan mengatakan bunuh, tapi bun.Syaikh), ia akan menjumpai Allah Azza wa Jalla sedangkan di antara kedua matanya tertulis Ayisun min rahmatillah (berputus asa dari rahmat Allah)”

Sungguh Al-Buthi terus berlangsung menentang para oposisi Bashar, di mana ia menyebut mereka sebagai sampah. Dan menyamakan para pembunuh yaitu tentara Bashar dengan kedudukan sahabat. Kalau saja ia diam, maka hal itu lebih baik buat dia.

Al-Buthi telah datang dengan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Saya katakan sesungguhnya Dr Al-Buthi yang telah dipanggil Robb Nya telah membawa di lehernya darah yang banyak. Fatwa-fatwanya membenarkan pembunuhan atas nama agama. Hingga Allah menjadikan kontribusi Bashar yang membunuh rakyat itu berada di dadanya, di mana Al-Buthi membuat fatwanya terakhir mengajak jihad di bawah panji tentara pemerintah Bashar Assad.

Fatwa dan seruan ini membuat Bashar menyelesaikan hajatnya. Orang-orang yang keluar dari masjid dengan menyambut seruan Allah Labbaikallah, mustahil mencederai kehormatan rumah Allah. Apalagi dengan masjid Al-Iman, di mana di sana menjadi tempat mengajarnya Syaikh Syam, Syaikh Muhammad Awadh rahimahullah. Perbuatan ini (membom masjid) menyelisihi prinsip agama.

Sesungguhnya keterlibatan pasukan Assad dalam operasi jahat ini sangat jelas seperti terangnya matahari. Siapa yang mengambil manfaat atas pembunuhan Al-Buthi? Bukan kah ia adalah pemerintah. Dengan ini ia bisa menyemangati manusia untuk memerangi pejuang Suriah dengan alasan mereka membunuh orang-orang yang menyelisihi mereka.

Pasukan Assad adalah musuh kemanusiaan seperti zionis jahat. Mereka tidak pernah menunggu-nunggu waktu untuk membunuh siapa saja, meskipun orang itu membela mereka. Jika dalam membunuhnya dapat mewujudkan tujuannya yang buruk.

Pada suatu hari, di mana oposisi menekan. Seorang Kurdi dijadikan oleh pemerintah sebagai Perdana Menteri. Pasukan Assad membunuh Syaikh Kurdi pada hari besar Kurdi. Dan ini bukan suatu kebetulan bagi orang yang merenung dengan baik sejerah pemerintah ini dan kelebihannya dalam kejahatan.

Kemudian, lihat bagaimana pasukan Assad langsung masuk ke masjid setelah peristiwa pembunuhan itu dengan penuh tenang dengan para petugas medis tanpa rasa takut dan malu. Dan sebagian lagi pura – pura menangis.

Pemerintah ini (rezim syiah Bashar) juga telah membunuh Khotib masjid Al-Muhammadi, Syaikh Riyadh Ash-Sha’b rahimahullah, semoga Allah menerima beliau di kalangan syuhada. Mereka membom mobil beliau ketika menuju majlis ilmu sebelum 24 jam.

Sebelum 24 jam juga mereka membom masjid Al-Iman. Apakah dengan ini semua kita membebaskan pasukan Bashar dari pembunuhan seseorang, baik itu orang tua atau anak-anak atau wanita atau yang membela mereka.

Saya katakan sesungguhnya para pejuang yang mulia mereka mempunyai orang yang lebih penting dari Al-Buthi di jajaran militer dalam sandraan untuk dibunuh. Jika mereka benar – benar berhak untuk dibunuh.

Sesungguhnya kami di Suriah yakin bahwa di balik insiden pembunuhan ini adalah pasukan pemerintah Assad. Kami lebih tau tentang mereka dan modus-modus mereka yang membuat kami terbiasa dengan itu puluhan tahun.

Mereka adalah pembunuh. Mereka membunuh ulama Lebanon seperti Syaikh Hasn Khalid, Mufti Lebanon rahimahullah. Dan juga membunuh puluhan ulama di Suriah.

Dan bapaknya yang zalim, Hafez Assad, telah membunuh tiga puluh ribu lebih warga Suriah di Hama.

Kami meminta kepada muslimin untuk mendoakan rahmat untuk mereka yang terbunuh dan syahid di bawah panji Al-Haq. Ketika mati, semua manusia sama. Kami bersedih atas setiap tetes darah dari anak-anak, orang tua dan wanita yang terbunuh setiap hari. Kami tidak membedakan, yang satu mati kita diamkan dan yang satu kita marah karena terbunuh. Itulah Dinul Islam.

Yang mengharamkan darah di antara kita. Maka pada hari dibunuhnya Al-Buthy, terbunuh pula 150 lebih orang Suriah oleh ditang thoghut yang jahat iini (Bashar).

Ya Allah terimalah syuhada kami, ampuni mereka. Jadikan amal-amal yang baik kami pada akhir hayat kami. Siapa yang beramal baik walau sebiji zarrah ia akan melihatnya. Siapa yang beramal jelek sebiji zarrah ia akan melihatnya pula.

Saya katakan mereka adalah pembunuh dan penumpah darah orang-orang yang tak bersalah. Mereka yang berafiliasi kepada pemerintah ganas lagi bertaring yang menamakan dirinya Bashar Assad. Dia tidak lain murid musailamah Al-Kadzdzab. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin”

Siapakah Syaikh Ali Ash Shabuni hafidzahullah yang mengatakan bahwa Bashar adalah musailamah? Beliau adalah seorang mufassir besar abad ini. Namanya sudah tidak asing lagi di tengah-tengah pesantren di Indonesia. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al-Qur’an, Ash-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini. Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud rahimahullah memberikan komentar tentang kitab ini, “Shofwah at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir, kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah”.

Apakah beliau seorang ulama wahabi? Ternyata bukan. Beliau beraqidah asy'ariyah, banyak ulama Saudi yang memberikan kritikan dan bantahan, seperti yaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani, Abu Bakar Zaid dan lain-lain. Kitab beliau yang paling banyak mendapat bantahan dari para ulama wahabi itu adalah Shofwah at-Tafasir. Syaikh Abu Bakr Zaid telah mentahzir kitab ini dengan menulis sebuah kitab at-Tahdzir min Mukhtasharat ash-Shabuni fi Tafsir. Syaikh Jamil Zainu menulis kitab Tanbihat Haammah ‘ala Kitab Shafwah Tafasir sebagai kritikan terhadap kitab Shafwah.

Jadi, masalah di Suriah bukanlah masalah wahabi. Tapi ini adalah masalah permusuhan orang-orang syiah terhadap ahlussunnah. Kalaupun baru-baru ini ulama-ulama saudi menggelorakan jihadnya, sesungguhnya sudah sejak lama ulama-ulama Suriah menggelorakan jihad itu. Hanya saja puncaknya menemukan momentum saat Arab Spring berlangsung. Sudah sejak lama syiah melampiaskan kezalimannya kepada ahlussunnah. Mereka adalah para pembunuh sebenarnya. Para peneror sebenarnya. Mereka memperkosa dan telah berbuat kerusakan di bumi ahlussunnah Suriah.

Foto: Syaikh Ali Ash Shabuni bersama KH. Maimun Zubair. Dan Syaikh Ali Ash Shabuni bersama Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki.