Monday, March 30, 2015

Kenapa Hautsi Bisa Kuasai Yaman?

Belum genap sebulan milisi Syiah Hautsi berhasil memasuki ibukota Yaman serta menguasai kantor-kantor penting di pemerintahan. Hari Senin (22/09/14), sejumlah desa dan kota di Sana’a sudah dalam kontrol mereka. Begitu juga dengan gedung-gedung pemerintahan, markas-markas militer, stasiun TV dan radio nasional. Masuknya mereka ke pusat pemerintahan terkesan tanpa perlawanan yang berarti, walaupun dikabarkan ada puluhan korban dari pihak Hautsi berjatuhan. Tentu saja, hal ini membuat sebuah tanda tanya. Bagaimana bisa sebuah kelompok perlawanan yang relatif belum besar,
dapat menguasai pemerintahan di sebuah negara.
Bagaimana Gerakan Hautsi Bermula?
Dari awal terbentuknya, gerakan Syiah Hautsi hanya berasal dari sebuah kota kecil bernama Saada. Sebuah kota yang terletak di sebelah utara ibukota Sana’a. Gerakan ini menganut paham Zaidiyah, sekte Syiah yang paling ringan penyimpangannya dari Ahlus Sunnah dan dipimpin langsung oleh pendirinya, Badrudin Al Hautsi. Kemudian karena ingin mencari akses ke wilayah pemerintahan, mereka mendirikan Partai Al-Haq tahun 1990. Dari partai inilah berkembang menjadi sebuah sekumpulan intelektual yang bernaung di bawah Forum Syabab Mukmin. Tujuan berdirinya forum tersebut antara lain untuk menghalau masuknya paham Salafi di Yaman, termasuk di Saada.
Pada tahun 1991, forum tersebut oleh Husein bin Badrudin Al-Hautsi, anak pertama dari Badrudin Al Hautsi direvolusi kemudian diganti dengan Gerakan Syabab Mukmin yang berorientasi pada politik pergerakan. Husein Al Hautsi dikenal sebagai seorang yang aktif dalam gerakan Hautsi dan berintelektual tinggi. Ia memiliki puluhan majelis taklim dan pengikutnya mencapai ratusan baik dari kalangan pemuda maupun orang tua. Husein pernah hijrah ke Iran dan tinggal di sana bersama ayahnya yang diusir oleh pemerintah Yaman karena pahamnya yang membahayakan. Yaitu paham Jarudiyah yang lebih cenderung ke Syiah Itsna Asyariyah.
Paham itulah yang menyebabkan Badrudin berseteru dengan sebagian ulama Zaidiyah di kalangan Hautsi. Saat pindah ke Iran, paham Syiah Iran yang cenderung ke Syiah Itsna Asyariyah menguat dalam dirinya dan berpengaruh mendalam kepada pengikutnya. Terlebih lagi ketika Presiden Yaman waktu itu, Ali Abdullah Saleh memberikan kebebasan kepadanya untuk pulang ke negaranya. Setelah ia pulang, gerakan Hautsi pun semakin menguat dan bertambah pengikut.
Pemerintah Yaman pada waktu itu belum sadar betul akan bahaya dari berkembangnya paham yang dibawa Badrudin Al Hautsi. Baru pada tahun 2004 muncul demo besar-besaran dari kalangan Hautsi yang menyerukan Mahdi ada pada mereka, bahkan kenabian pun ada pada mereka. Demo ini dipelopori oleh Husein Al Hautsi. Pemerintah Yaman pun mengambil sikap dan terjadilah bentrokan dengan orang-orang Hautsi. Pada tahun ini pula Husein bin Badrudin Al Hautsi terbunuh di tangan pemerintah Yaman. Dan sejak saat itu, pemerintah Yaman mengumumkan perang terbuka terhadap gerakan Hautsi.
Hubungan dengan Iran secara Ideologi dan Gerakan
Perlu diketahui, gerakan ini awalnya memang berkeyakinan Zaidiyah yang cenderung kalem dan tidak menghendaki kekuasaan. Paham Zaidiyah masih menghormati para sahabat Rasulullah dan tidak mencaci mereka. Namun seiring dengan perkembangannya, sebagaimana yang terjadi pada gerakan Hautsi di Yaman dan dimulai oleh Badrudin Al Hautsi, paham tersebut cenderung berubah dan menyelisihi pendahulunya. Bahkan secara terang-terangan mereka berani mencaci para sahabat dan mencela mereka sebagaimana yang dilakukan oleh penganut Syiah Itsna Asyariyah. Maka, karena kecenderungannya itu mereka menganut paham Jarudiyah, ghulatnya Zaidiyah yang lebih cenderung kepada paham yang dianut oleh Iran.
Hal ini terbukti dengan apa yang dilakukan oleh mereka saat mengambil sebuah gunung di Saada dan menamainya dengan Muawiyah. Pada hari Karbala mereka datang ke sana dengan bersenjata ringan dan senang dan melukai diri mereka sendiri sebagai wujud keprihatinan atas tragedi karbala. Selain itu mereka juga memutar rekaman atau kaset di toko-toko atau rumah makan yang isinya ratapan dan celaan terhadap para sahabat.
Dari sini pengaruh Iran nampak jelas dalam gerakan Hautsi. Di samping ekspor ideologi, dukungan semangat, finansial, persenjataan bahkan pengiriman pasukan dilakukan oleh Iran dalam mendukung gerakan Hautsi. Saat terjadi perang Dammaj, banyak dari kalangan Hautsi yang berbicara dengan bahasa Parsi dan berpasport Iran. Selain itu, pemerintah Yaman pernah menangkap sebuah kapal yang berisi persenjataan, bahkan rudal yang dikirim dari Iran.
Hal tersebut lebih jelas terbukti saat ini, di mana mereka berhasil masuk ke ibukota Yaman dan melakukan kesepakatan dengan pemerintah Yaman. Mereka menuntut agar tahanan yang berasal dari Garda Revolusi Iran dan Hizbullah Lebanon dibebaskan. Keterikatan diantara mereka terbukti dalam rangka mem-Parsia-kan Arab. Iran berada Barat, Irak-Suriah-Lebanon berada di Selatan, dan Yaman berada di Selatan. Pemerintahan di negara-negara tersebut sudah menginduk ke Iran. Sebentar lagi mereka berusaha menargetkan Mekkah dan Madinah.
Mengapa Mereka Bisa Berkuasa?
Penguasaan mereka terhadap Yaman bukan terjadi serta merta, gerakan Hautsi dinilai berhasil mempengaruhi dan menarik hati penduduk Yaman walaupun mayoritas penduduk berpaham Sunni. Mereka berhasil mengangkat isu-isu ekonomi, sosial dan pembangunan di Yaman. Rakyat Yaman merasakan ketidakpedulian pemerintah atas diri mereka, infrastruktur bangunan dan tingkat ekonomi masyarakat tidak meningkat. Dari sinilah gerakan Hautsi dapat mengambil celah darinya. Gerakan Hautsi juga mendapatkan dukungan dari kepala-kepala kabilah yang ada di Yaman. Karena di Yaman penduduknya berbudaya kesukuan dan menghormati kepada suku, maka ketika para pemimpin suku memberikan dukungan kepada Hautsi, pengikutnya pun turut serta.
Faktor geografis juga menjadi pendukung bagi gerakan Hautsi untuk menguasai pemerintah Yaman. Banyaknya pegunungan dan bukit-bukit dapat dijadikan benteng dan tempat persembunyian bagi gerakan mereka. Di samping itu, pemerintah Yaman belum memiliki alat canggih untuk mendeteksi keberadaan mereka yang bersembunyi di pegunungan dan gua-gua. Selain itu ada faktor ketidakstabilan politik di Yaman. Demonstrasi menuntut terpisahnya Yaman menjadi 2 bagian kembali muncul. Hal ini membuat konsentrasi pemerintah Yaman antara menghadapi gerakan Hautsi dan tuntutan tersebut menjadi terpecah.
Di samping itu ada indikasi bahwa mudahnya mereka menguasai pemerintahan dikarenakan faktor keterlibatan orang dalam pemerintahan. Tentara nasional pemerintah tidak serius dalam menghadapi gerakan ini, bahkan ketika mereka berhasil mencapai ibukota tidak ada perlawanan berarti dari pemerintah. Ini pun diakui sendiri oleh pemimpin mereka, Abdul Malik Al Hautsi saat meraih kemenangan dengna menduduki ibukota. Ia memuji tentara yaman dan berterima kasih kepada mereka dan kepada suku-suku yang mendukung gerakan Syiah Hautsi.
“Hari ini Yaman telah memiliki format pemerintahan yang merepresentasikan pemerintahan kerja sama dan kesetaraan, setelah merealisasikan revolusi yang memenuhi tuntutan rakyat ini”, kata Abdul Malik Al-Hautsi.
Sejumlah tokoh penting dalam pemerintahan Yaman, termasuk Menteri Dalam Negerinya pun juga memerintahkan tentara untuk tidak melawan dan manganjurkan untuk bekerja sama dengan Syiah Hautsi .
Iranisasi Arab
Ini menjadi sebuah hal penting untuk diperhatikan. Banyak faktor yang menjadi batu lompatan mereka untuk meraih keberhasilan dalam menguasai pemerintahan Yaman. Gerakan Syiah Hautsi pada mulanya terlihat sebagai gerakan lokal yang tidak puas dengan pemerintahan. Namun, mereka memiliki agenda besar yang didukung oleh kekuatan penopang yang besar pula, yaitu Iran. Iran merupakan induk dari paham dan gerakan Syiah yang tidak suka akan keberadaan kaum Ahlus Sunnah. Hegemoni Iran sedang dijalankan di kawasan Arab. Dengan keberhasilan Hautsi di Yaman, Iran semakin berlaku tinggi diantara yang lainnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang seorang anggota parlemen Iran, Ali Ridha Zakani yang mengatakan, “Saat ini, tiga ibu kota negara Arab sudah berada dalam genggaman Iran. Mereka semua mengikuti jejak langkah revolusi Iran.” Tiga ibu kota ini adalah pertama Beirut, ibu kota Lebanon, kedua Damaskus, ibu kota Syria, dan ketiga Baghdad, ibu kota Iraq. Zakani melanjutkan pernyataannya bahwa apa yang sedang terjadi di Sana’a, Yaman, juga merupakan projek perluasan kekuasaan dari revolusi Iran. Di hadapan anggota parlemen ia menyebut bahwa saat ini Iran sedang menghadapi Jihad Akbar. Apakah usaha mereka benar-benar menjadi realita? Kita tunggu babak selanjutnya.