Sunday, May 3, 2015

Ucapan Dungu ( Ahmaq ) dan Bodoh ( Jaahil ) tokoh umat Islam dan tokoh masyarakat yang empati dan simpati dengan syiah.

Islam adalah agama yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para salaf, yaitu para ulama yang seyogianya dikategorikan ulama, seperti para sahabat Nabi dan al-Khulafa ar-Rasyidin. Sebab, mereka adalah penyambung lidah Islam yang mewarisi langsung ilmu-ilmu Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam. Mereka memperjuangkan penegakan akidah Islam dan menuntun generasi selanjutnya untuk berjalan di atas metodenya (manhaj).

Islam tegak di atas akidah mereka yang mempertahankan al-Qur’an dan hadits, agar tidak hilang dan sirna dari umatnya. Itulah perjuangan mereka sebagai ulama, selalu menjadi garda terdepan pembelaan terhadap Islam.
Sungguh aneh kalau predikat ulama ini disematkan kepada mereka yang menyamakan Syiah dengan Sunni, atau menganggap Syiah bagian dari mazhab Islam. Artinya, perlu dipertanyakan status mereka sebagai “ulama”, apakah predikat yang disandangkan oleh umat kepada mereka itu sesuai dengan konsep pemikirannya yang tidak mengacu kepada ilmu ataukah tidak. Sebab, memang jelas bahwa pemikiran mereka bertolak belakang dengan Islam.
Lantas, siapakah yang disebut ulama yang menyejajarkan Syiah dengan Islam, sehingga tidak menyebut Syiah sesat? Ternyata mereka terbilang  pentolan bangsa ini, dianggap sebagai tokoh umat dan tokoh masyarakat yang menaruh simpati kepada Syiah, hingga akhirnya mereka termasuk dalam mata rantai kesesatan Syiah. Inilah kata mereka tentang Syiah.
Coba simak ucapan  Dungu ( Ahmaq ) dan Bodoh ( Jaahil ) Tokoh-tokoh Umat/Masyarakat  ( ?! ) yang empati dan simpati terhadap syiah, sebagai beriku :
“Syiah bukan ajaran sesat, baik Sunni maupun Syiah tetap diakui Konferensi Ulama Islam Internasional sebagai bagian dari Islam.”

 “Bangsa kita sangat membutuhkan ulama-ulama yang mampu melakukan pendekatan antar mazhab (Sunni-Syiah), pendekatan antar-pemikiran dan orientasi. Bangsa kita haus dengan tokoh Islam yang mampu mempersatukan umat. Selama ini yang banyak mengambil tempat adalah mereka yang gemar menyesatkan kelompok lain di luar mereka. Dan kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.”

“Ajaran Syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni. Di universitas di dunia mana pun tidak ada yang menganggap Syiah sesat.

“Muslim Indonesia yang dikenal Ahlus Sunnah sesungguhnya sudah menjadi Syiah minus Imamah.”
 “Tidak ada beda Sunni dan Syiah. Dialog merupakan jalan yang paling baik dan tepat, guna mengatasi perbedaan aliran dalam keluarga besar sesama muslim.”

“Syiah itu adalah NU plus imamah, dan NU itu adalah Syiah minus imamah.”

“Baik Sunni maupun Syiah punya dasar yang sama, jadi tidak perlu dipertentangkan.”
 

“Syiah merupakan bagian dari sejarah Islam, dalam perebutan kekuasaan dari masa sahabat, karenanya akidahnya sama, al-Qur’annya dan Nabinya juga sama.”

“Kalau Syiah, di kalangan mazhab dianggap sebagai mazhab kelima.”

“Kami sangat menghargai kaum muslimin Syiah.”

“Sunnah dan Syi’ah adalah madzhab-madzhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam,
 tradisi intelektual dan berfikir di Iran itu tidak pernah berhenti, di perpustakaan di Iran pun juga 80% lebih buku-bukunya itu karangan sunni. Jadi mengapa orang sunni itu alergi kepada syiah dan sementara syiah juga alergi kepada sunni” 
“Jangan takut disebut Syiah”.

“Syiah itu mazhab yang diterima di negara manapun di seluruh dunia, dan tidak ada satupun negara yang menegaskan bahwa Islam Syiah adalah aliran sesat.“

"Dengan tergabungnya Iran yang mayoritas bermazhab Syiah sebagai negara Islam dalam wadah OKI, berarti Iran diakui sebagai bagian dari Islam. Itu sudah cukup. Yang jelas, kenyataannya seluruh dunia Islam, yang tergabung dalam 60 negara menerima Iran sebagai negara Islam"

Itulah pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh masyarakat yang diulamakan, yang bersandar kepada hawa nafsu. Predikat yang disandangnya setinggi  langit belum tentu menghasilkan pendapat yang positif terhadap Islam. Mereka cenderung overdosis dalam mengambil kesimpulan.
Di dalam tubuh umat Islam, yang bergelar profesor itu banyak. Akan tetapi, hal itu tidak menjadikan jaminan bahwa seseorang agamanya benar. Kalau tujuan mencari ilmu hingga berhasil mencapai gelar doktor atau profesor hanya untuk sematan belaka, tidak berarti mereka mampu dalam ilmu agama. Sebab, dalam perspektif Islam, ilmu agama itu bisa dipelajari oleh siapa saja, tanpa dibatasi oleh doktrin perguruan tinggi yang salah kaprah.
Kaum muslimin hendaknya berhati-hati dan tidak mudah dikelabui oleh pernyataan-pernyataan miring yang bertolak belakang dengan ajaran Islam, yang justru menjadi angin segar bagi Syiah.
Sampai kapan pun, Syiah adalah kelompok yang sesat: sumber hukumnya berbeda dengan kaum muslimin, mereka mengubah isi al-Qur’an, bahkan meyakini bahwa al-Qur’an yang ada sekarang itu tidak lengkap, tidak memercayai hadits karena periwayatnya adalah para sahabat yang menurut mereka telah kafir dan murtad, dan berbagai keyakinan lain yang bukan akidah Islam.
Sumber Majalah Asy Syariah edisi 102 hlm 19–21

Bandingkan Ucapan Tokoh-tokoh diatas dengan Imam-imam Besar Islam yang menyatakan Syi'ah itu Sesat, bahkan Kafir ! 

Penyataan Ulama Kredibelitas Tentang Kesesatan Syiah :
Sebagai bahan bandingan, apakah memang benar Syiah itu Islam ?. ada banyak pernyataan Imam imam besar Islam yang menyatakan Syiah itu sesat, bahkan kafir, dan juga pernyataan mereka menolak ucapan ulama ulama [kaliber Indonesia] yang disebutkan diatas :
       1.      Al-Imam ‘Amir asy-Sya’bi t berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (as-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin al-Imam Ahmad)
        2.      Al-Imam Sufyan ats-Tsauri t ketika ditanya tentang seseorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar c, beliau berkata, “Ia telah kafir kepada Allah l.” Kemudian ditanya, “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
        3.      Al-Imam Malik dan al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah, telah disebut di atas.
        4.      Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah g) itu sebagai orang Islam.” (as-Sunnah, 1/493, karya al-Khallal)
        5.      Al-Imam al-Bukhari t berkata, “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi (penganut Jahmiyah, red.) dan Rafidhi (penganut Syiah Rafidhah, red.), atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh, red.). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hlm. 125)
        6.      Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi  t berkata, “Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari sahabat Rasulullah n, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita adalah haq dan Al-Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah para sahabat Rasulullah n. Sungguh mereka mencela para saksi kita (para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah (orang-orang zindiq).” (al-Kifayah, hlm. 49, karya al-Khathib al-Baghdadi t)
        7.      Imam Malik Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam” ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )

        8.      Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath ayat 29, yang artinya :
“ Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.Beliau berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.
Beliau berkata : “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah Ulama. (Tafsir Ibin Katsir, 4-219)
        9.      Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin”. (Tafsir Al Qurthubi, 16-297).
        10.   Imam Ahmad Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”. ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).
        11.   Beliau Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata : “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari”.
        12.   (Al Khalal / As Sunnah, 2-558). Beliau Al Khalal juga berkata : “ Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”. (Al Khalal / As Sunnah, 2-558)
        13.    Dalam kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh (Syiah) :“Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman. Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.”
       14.   Al-Faryabi Al Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”. (Al Khalal / As Sunnah, 6-566)

        15.   Ahmad bin Yunus 
Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”. (Ash Shariim Al Maslul, halaman 570).
        16.   Abu Zur’ah Ar-Rozi Beliau berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur’an dan As Sunnah”. (Al Kifayah, halaman 49).
        17.   ABDUL QODIR AL BAGHDADI Beliau berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”. (Al Fargu Bainal Firaq, halaman 357).

        18.   Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al Bada’ 10. IBNU HAZM Beliau berkata : “Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa Al-Qur’an sesungguhnya sudah diubah”.
Kemudian beliau berkata : ”Orang yang berpendapat bahwa Al-Qur’an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah SAW”. (Al Fashl, 5-40).
       19.   ABU HAMID AL GHOZALI Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”.Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’ kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”. (Fadhoihul Batiniyyah, halaman 149).
        20.   AL QODHI IYADHBeliau berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi”.Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah) dan Syiah Ismailiyah”. (Ar Risalah, halaman 325).

        21.   AL FAKHRUR ROZI Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya : “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.
Dengan demikian mereka (golongan Syiah) otomatis menjadi kafir.
Kedua: “Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat. (Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).
        22.   SYAH ABDUL AZIZ DAHLAWI Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka”. (Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).

        23.   MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI Perbuatan yang mereka (Syiah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
Pertama : Menentang Allah.
Kedua : Menentang Rasulullah.
Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur’an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.(Asy Syaukani, Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)

        24.   PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN
Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur’an dari kekurangan dan tambahan”.(Nahjus Salaamah, halaman 29-30).
        inilah fatwa fatwa para ulama yang mengkafirkan Syiah, tentunya sangan berbeda dengan fatwanya ulama ulama yang menisbatkan diri sebagai ulama seperti Amin Rais, Dein Syamsuddin, Said Aqil Siroj, Umar  Shiab, Ali Yafi, Iskandar SQ, Syafii Maari, Marzuki Ali dan tokoh tokoh lainnya. Justru perlu di pertanyakan kehadiran mereka sebagai Ulama syiah atau ulama sunni sehingga menyamakan syiah dengan muslim. Sangat membahayakan kehadiran mereka ditengah tengah kaum muslimin, karena jelas tidak pantas untuk di contoh dan diletadani karena merendahkan kedudukan sunni itu sendiri, disamping keimanannya yang kadar perlu dipertanyakan. Berdasarkan fatwa fatwa ulama tersebut yang meng-KAFIRKAN – syiah , jelas sekali kalau syiah bukan bagian dari Islam, tetapi agama tersendiri yang bertujuan oposisi terhadap Islam. Ulama ulama yang mendukung Syiah, sama saja nilainya, karena berarti ridho dengan kehadiran agama sesat tersebut. [Innalillah wainnaa ilaihi rooji'un]
                
Anda Pilih Mana ???


Tokoh-tokoh /pentolan masyarakat yang omongannya sembrono, baca tulisan dibawah ini :

PERBEDAAN AHLUS SUNNAH DENGAN RAFIDHAH DALAM PERKARA USHUL DAN FURU’

Oleh

Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Istilah Syi’ah berasal dari kata tasyayyu’, yang berarti: membela, menolong. Sedangkan Syi’ah artinya: para penolong atau para pengikut. Dahulu, istilah Syi’ah digunakan bagi orang-orang yang membela Ali Radhiyallahu 'anhu dan keluarganya, tetapi kemudian digunakan sebagai nama pada kelompok Rafidhah (Syi’ah Ja’fariyyah; Itsna ‘Aysariyyah) dan Zaidiyyah.

PERKEMBANGAN SYI’AH
Syi’ah melewati perkembangan-perkembangan sebagai berikut:
1.Dahulu, istilah Syi’ah (tasyayyu’) digunakan sebagai ungkapan kecintaan terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan keluarganya, tanpa merendahkan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.

2. Kemudian berkembang sehingga melewati batas terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan sebagian anggota keluarganya, mencela sahabat Radhiyallahu 'anhum, bahkan mengkafirkan mereka, disertai aqidah-aqidah lain yang bukan dari agama Islam sama sekali, seperti: taqiyyah, imamah, ‘ishmah, raj’ah, dan batiniyyah.

3. Kemudian di antara mereka ada yang menuhankan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dan imam-imam setelahnya, berkeyakinan reinkarnasi dan aqidah-aqidah kufur lainnya, yang bertameng dengan tasyayyu’ (kecintaan terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan keluarganya). 

FIRQAH-FIRQAH (KELOMPOK-KELOMPOK) SYI’AH
Firqah-firqah Syi’ah banyak sekali, sampai sebagian ulama menyebutkan bahwa mereka mencapai 300 firqah. Sedangkan di zaman ini, firqah mereka yang besar ada tiga, yaitu: 

1. Kelompok Rafidhah, dikenal dengan nama Syi’ah Ja’fariyyah, karena menisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq. Juga dikenal dengan nama Imamiyyah, dan Itsna ‘Aysariyyah, karena memiliki keyakinan imam dua belas. Kelompok inilah yang paling besar dewasa ini. Mereka sekarang berada di Iran, Irak, Syam, Libanon, Pakistan, Afghanistan Barat, Ahsa’, dan Madinah.

2. Zaidiyyah, mereka adalah para pengikut Zaid bin Ali bin Al-Husain. Mereka tinggal di Yaman.

3. Isma’iliyyah. Mereka menisbatkan kepada Isma’il bin Ja’far Ash-Shadiq dan meyakini keimamannya, sehingga disebut Isma’iliyyah. Mereka berada di Jazirah Arab Utara, Afrika Utara, Afrika Tengah, Syam, Pakistan, India, dan lainnya. 

Selain kelompok di atas, ada kelompok Nushairiyyah, Duruz, Bahrah, Agha Khaniyyah, dan lainnya.

Karena kelompok Syi’ah terbesar sekarang ini adalah kelompok Rafidhah (Syi’ah Ja’fariyyah ; Itsna ‘Aysariyyah), maka kami akan memfokuskan pembicaraan ini tentang mereka. 

USAHA RAFIDHAH MENDEKATI AHLUS SUNNAH
Semangat Rafidhah untuk memasukkan madzhabnya ke barisan madzhab-madzhab kaum muslimin begitu kuat, mereka menginginkan seandainya madzhab mereka disebut madzhab kelima di kalangan kaum muslimin. Oleh karena itu mereka berusaha mensukseskan program mereka “taqrib (pendekatan) antara Sunnah dan Syi’ah” dengan berbagai cara. Tidak diragukan lagi bahwa persatuan kaum muslimin merupakan perkara yang wajib diwujudkan, tetapi hal itu haruslah tegak di atas fondasi-fondasi kebenaran.

Usaha-usaha Rafidhah itu sempat menjadikan sebagian kaum muslimin terkecoh karenanya. Padahal seandainya mereka mengetahui hakekat agama Rafidhah, mereka pasti akan lari menjauhi dengan ketakutan! 

KESESATAN RAFIDHAH
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa terdapat jurang perbedaan yang sangat besar antara Ahlus Sunnah dengan Rafidhah, sehingga mustahil untuk disatukan! kecuali yang satu berpindah kepada agama yang lain!
Inilah perbedaan-perbedaan mendasar tersebut, yang sekaligus sebagai kesesatan-kesesatan mereka!:

1. Mereka berkeyakinan, -dengan dinisbatkan kepada para imam mereka- bahwa mereka memiliki Al-Qur’an yang berbeda dengan yang dimiliki kaum muslimin.

a). Mereka meriwayatkan dari Abu Abdullah, yang berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril Alaihissallam kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah 17 ribu ayat”. [Al-Kaafi fil Ushul II/634, Cetakan Teheran, Iran]

b). Dalam riwayat mereka yang lain disebutkan bahwa Abu Abdullah berkata : “Pada fihak kami sesungguhnya ada mushhaf Fatimah. Tahukan mereka apakah mushhaf Fatimah itu? Jawabnya: “Mushhaf Fatimah itu isinya tiga kali dibanding dengan Al-Qur’an kalian ini. Demi Allah, tidak satupun huruf dari Al-Qur’an tersebut, terdapat dalam Al-Qur’an kalian.” [Al-Kaafi fil Ushul II/240-241, Cetakan Teheran, Iran]

Bantahan.
Inilah keyakinan Rafidhah terhadap Al-Qur’anul Karim, keyakinan yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Keyakinan adanya perubahan di dalam Al-Qur’an ini tersebar di dalam buku-buku induk mereka! Mungkinkah kelompok yang memiliki keyakinan kufur seperti ini dianggap sebagai madzhab kelima di kalangan kaum muslimin?!

Padahal Allah Ta’ala telah memberikan jaminanNya terhadap kebenaran Al-Qur’an, Dia berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. [Al Hijr/15:9]

Sebagian mereka membantah dengan mengatakan bahwa : “Keyakinan perubahan terhadap Al-Qur’an adalah tuduhan musuh-musuh Syi’ah, sedangkan kami (orang-orang Syi’ah) tidak mempercayainya. Buktinya mushhaf yang dicetak dan dibaca oleh orang-orang Syi’ah sama dengan mushhaf Al-Qur’an yang dimiliki oleh kaum muslimin yang lain.”

Bantahan.
Bahwa anda –dan sebagian ulama Syi’ah- tidak meyakini adanya perubahan di dalam Al-Qur’an, itu adalah hak anda. Tetapi kenyataannya hal itu tertulis di dalam kitab-kitab utama dan dipercayai di kalangan Rafidhah, sehingga hal itu merupakan keyakinan Rafidhah. Kalau memang anda tidak memiliki keyakinan tersebut, sebaiknya anda keluar dari kelompok Rafidhah yang memiliki kitab-kitab pegangan yang berisikan hal tersebut. Atau itu sekedar taqiyah (menampakkan sesuatu yang berbeda dengan keyakinannya)??Dan inilah jawaban tentang keadaan orang-orang Rafidhah yang menggunakan Al-Qur’an yang sama dengan mush-haf kaum muslimin. Salah seorang pemimpin Rafidhah, bernama Ni’matullah Al-Jazairi, menyatakan: “Jika anda bertanya, mengapa kami dibenarkan membaca Al-Qur’an ini, padahal telah mengalami perubahan? Saya menjawab: “Telah diriwayatkan di dalam banyak riwayat bahwa para imam Syi’ah menyuruh golongan mereka untuk membaca Al-Qur’an yang ada ditangan umat Islam di waktu shalat dan lain-lain, dan melaksanakan hukum-hukumnya, sampai kelak datang waktunya pemimpin kita, Shahibuz Zaman, muncul lalu menarik beredarnya Al-Qur’an yang ada ditangan umat Islam ini ke langit, dan mengeluarkan Al-Qur’an yang dahulu disusun oleh Amirul Mukminin as, lalu Al-Qur’an inilah yang dibaca dan diamalkan.” [Al-Anwar An-Nu’maniyyah II/363-364, Cetakan: Teheran]

Ketahuilah, bahwa sebab yang mendorong Rafidhah berkeyakinan adanya perubahan terhadap Al-Qur’an adalah karena keyakinan pokok mereka, yaitu tentang keimaman 12 imam versi mereka tidak disebut di dalam Al-Qur’an, demikian juga di dalam Al-Qur’an penuh pujian dan sanjungan terhadap para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal para sahabat adalah orang-orang yang menjadi sasaran caci-maki mereka! Maka untuk meyakinkan para pengikut, mereka menyatakan bahwa ayat tentang tentang keimaman dan celaan terhadap para sahabat telah dibuang! Tetapi pernyataan itu tentulah akan membongkar kekafiran mereka, karena mengaggap adanya perubahan dalam Al-Qur’an merupakan kekafiran, maka merekapun berusaha untuk mengingkari hal tersebut. Akan tetapi riwayat-riwayat yang menyatakan perubahan di dalam Al-Qur’an tersebar luas di dalam kitab-kitab mereka. Kemudian di antara peristiwa yang membongkar kesesatan dan kekafiran mereka adalah munculnya sebuah kitab yang ditulis oleh salah seorang tokoh besar mereka yang berjudul “Fash-lul Khithab fii Tahriifi Kitabi Rabbil Arbab” (Kata Pemutus Tantang Adanya Perubahan di Dalam Kitabnya Pengasa Makhluk (kitab Al-Qur’an)). Penulisnya, yang bernama Mirza Taqiyy An-Nuuri Ath-Thibrisi menetapkan mutawatirnya riwayat adanya perubahan dalam Al-Qur’an (yang merupakan keyakinan kekafiran yang nyata dan membongkar kedustaan mereka!!!) di dalam kitab-kitab Rafidhah, dan dia mengakui bahwa para ulama mereka mengimani terhadap kekafiran ini! [Lihat Al-Mujaz fil Adyan wal Madzahib Al-Mu’ashirah, hal: 125, karya DR. Nashir bin Abdullah Al-Qifari dan DR. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql]

2. Mereka Memiliki Keyakinan Syirik Terhadap Para Imam Mereka.
Keyakinan-keyakinan syirik yang bertebaran di dalam kitab-kitab induk mereka sangat banyak, keyakinan-keyakinan syirik yang lebih sesat dari orang-orang musyrik di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena orang-orang musyrik dahulu meyakini keesaan Allah di dalam rububiyahNya, sedang keyakinan syirik orang-orang Rafidhah adalah di dalam rububiyahNya. Inilah di antara keyakinan-keyakinan sesat mereka itu:

a). Diriwayatkan dari Abu Abdullah, yang berkata: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui segala yang di langit dan di bumi, serta segala yang di surga dan di neraka, dan apa yang telah terjadi, serta sedang dan akan terjadi.” [Al-Kaafi fil Ushul I/261, Cetakan:Teheran]

b). Juga diriwayatkan dari Abu Abdullah, yang berkata: “Sesungguhnya dunia ini milik imam, dan akhiratpun milik imam. Dia meletakkannya di mana ia kehendaki dan memberikannya kepada siapa yang ia kehendaki.” [Al-Kaafi fil Ushul I/409, Cetakan:Teheran]

Bantahan:
Keyakinan yang tertulis di dalam kitab mereka itu adalah keyakinan syirk yang mengeluarkan dari agama Islam, dan merupakan keyakinan yang sangat bertentangan dengan Al-Qur’an, kitab Suci Allah Ta’ala!! Dia berfirman:

إِنَّ اللهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Luqman/31:34]

Allah juga berfirman.

فَلِلَّهِ اْلأَخِرَةُ وَاْلأُولَى

(Tidak), maka hanya milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. [An Najm/53:25]

Sebenarnya masih banyak lagi keyakinan syirik yang tersebut di dalam kitab-kitab induk mereka, tetapi yang sedikit itupun telah mencukupi bagi orang yang cerdik!

3. Mereka Mengkafirkan Seluruh Sahabat, Kecuali Beberapa Orang Saja, Yaitu: Ali, Al-Miqdad, Salman Al-Farisi, Abu Dzarr, dan ‘Ammar bin Yasir.
a). Salah seorang tokoh mereka bernama Salim bin Qais Al-Kufi Al-Hilali Al-‘Amiri berkata di dalam bukunya “As-Saqifah (kitab Wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam)”, hal: 92 : “...Salman berkata: ‘Ali berkata: “Sesungguhnya seluruh manusia murtad setelah wafat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali 4 orang.”

b). Pada halaman lain disebutkan dari Ibnu Abbas: “Wahai saudara-saudaraku, pada hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, tidaklah beliau diletakkan di kubur beliau, sehingga orang-orang memecahkan janji dan murtad, serta mereka sepakat untuk menyelisihi”. [As-Saqifah, hal:249, karya Salim bin Qais Al-Kufi Al-Hilali Al-‘Amiri; juga semisalnya diriwayatkan oleh Al-Kulaini di dalam Ar-Raudhah minal Kafi, VIII/245, 296, dari Abu Ja’far]

c). Diriwayatkan dari Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata: “Sesungguhnya seluruh manusia murtad setelah wafat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali segelintir orang saja.” [Al-Ushul minal Kafi II/319-320]

d). Pada riwayat lain disebutkan: “Seluruh manusia binasa ...kecuali 3 orang.” [Ar-Raudhah minal Kafi, hal:361, karya Al-Kulaini]

Dengan keyakinan di atas maka tidaklah aneh jika kemudian mereka mecela para sabahat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Celaan yang membawa kepada kekafiran!! 

Bantahan:
Kalau benar keyakinan mereka itu, berarti ummahatul mukminin (para istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) dan para sahabat semua murtad dan menjadi kafir menurut mereka. Ini adalah keyakinan yang sangat munkar, keji, dan bertentangan dengan puluhan ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih yang memuji para sahabat.

Allah berfirman bahwa para sahabat adalah ummat terbaik.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. [Al Imran/ 3:110]

Kalau mereka dipuji oleh Allah sebagai umat yang terbaik, maka bolehkah berkeyakinan kalau mereka murtad?! Tidak, karena itu adalah keyakinan kufur!

Allah juga meridhai para sahabat, dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dengan firmanNya:

وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At Taubah/9:100]

Dia juga berfirman.

لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَة عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). [Al Fath/48:18]

مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. [Al Fath/48:29]

Kalau mereka diridhai oleh Allah dan dijanjikan masuk sorga, maka bolehkah berkeyakinan kalau mereka murtad?! Tidak, karena itu adalah keyakinan kufur!

Banyak di antara mereka yang mengingkari bahwa mereka mengkafirkan sahabat dan mencela mereka, tetapi bukti-bukti tertulis yang ada di dalam kitab-kitab induk mereka tidak dapat dihilangkan hanya dengan pengingkaran lesan saja!

Inilah sebagian kesesatan mereka, belum lagi kesesatan-kesesatan lain yang ada pada mereka, seperti: keyakinan mereka mengagungkan tempat-tempat gugurnya orang tertentu dan kubur-kubur; mengbolehkan nikah mut’ah bahkan meyakini keutamaannya; danlain-lain. Yang sedikit itu sesungguhnya sudah mencukupi bagi orang yang cerdik.

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG RAFIDHAH
Telah terjadi perselisihan antara Ahlus Sunnah dengan Rafidhah semenjak zaman dahulu, dan Salafush Shalih telah membantah mereka di zaman itu. Inilah para ulama yang tercatat membantah Rafidhah:

1. Imam Malik rahimahullah.
Beliau ditanya tentang Rafidhah, beliau menjawab: “Janganlah kamu berbicara dengan mereka, dan janganlah kamu meriwayatkan dari mereka, karena mereka berdusta.” [Minhajus Sunnah I/59]

Beliau juga berkata: “Orang yang mencela para sahabat Nabi, maka dia tidak termasuk golongan Islam.” [As-Sunnah II/557, karya Al-Khallal]

2. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku tidak pernah melihat seorangpun lebih berani bersaksi palsu daripada Rafidhah”. [Riwayat Al-Lalikai di dalam Syarh Ushul I’tiqad VIII/1457; Abu Hatim Ar-Razi di dalam Aadab Asy-Syafi’I wa Manaqibuhu, hal:187-189; dan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah IX/114; serta disebutkan oleh Ibnu Taimiyah di dalam Minhajus Sunnah I/60 dan Adz-Dzahabi di dalam Siyar X/89]

3. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Barangsiapa mencela sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami khawatir dia keluar dari Islam.” [As-Sunnah II/558, karya Al-Khallal]

4. Imam Bukhari rahimahullah berkata: “Bagiku sama saja, apakah aku shalat di belakang orang yang berfaham Jahmiyyah atau Rafidhah, atau aku shalat di belakang orang Yahudi atau Nashrani. Dan seorang muslim tidak boleh memberi salam kepada mereka, menjenguk mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi, dan memakan sembelihan mereka.” [Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal:125, karya Imam Bukhari]

5. Imam Abdurrahman bin Mahdi bin Hasan bin Abdurahman Al-‘Ambari Al-Bashri rahimahullah, salah seorang imam Ahli Hadits ternama, wafat Th 198H. Beliau berkata: “Dua hal ini (mengingkari kejujuran sahabat dan mengangap mereka murtad) merupakan agama golongan Jahmiyyah dan Rafidhah.” [Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal:125, karya Imam Bukhari]

6. Imam Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi rahimahullah, salah seorang ahli hadits terpercaya, dan terbaik di zamannya, wafat Th 212H, imam Bukhari meriwayatkan 26 hadits darinya. Ketika ditanya tentang orang yang mencela Abu Bakar, beliau menjawab: “Dia kafir.” [As-Sunnah VI/566, karya Al-Khallal; Ash-Sharimul Maslul, hal:570, karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah]

7. Ahmad bin Yunus rahimahullah, salah seorang tokoh ulama Ahlus Sunnah di Kufah, wafat th. 227H. Beliau berkata: “Seandainya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang, dan seorang Rafidhi (Syi’ah) menyembelih seekor binatang, niscaya aku hanya memakan sembelihan si Yahudi, dan aku tidak mau memakan sembelihan si Rafidhi karena dia telah murtad dari Islam.” [Ash-Sharimul Maslul, hal:570, karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah]

Selain perkataan para ulama di atas, masih banyak lagi perkataan para ulama yang menyatakan kesesatan Rafidhah, di antaranya:

8. Abu Zur’ah Ar-Razi rahimahullah. Seorang tokoh ahli hadits, hafal 100 ribu hadits, sehingga ada yang berkata: “Setiap hadits yang tidak dikenal oleh Abu Zur’ah, maka hadits itu tidak memiliki asal usul.” Beliau wafat Th 227 H.
9. Ibnu Qutaibah rahimahullah, salah seorang ulama terkenal yang banyak karya-karyanya, wafat Th 276 H.
10. Abdul Qadir Al-Baghdadi rahimahullah, salah seorang tokoh ulama terkenal, wafat Th 429 H.
11. Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah, seorang ‘alim masalah aqidah dan syari’ah di masanya, wafat Th 458 H
12. Al-Asfarayaini rahimahullah, seorang tokoh terkenal yang banyak karya-karyanya, wafat Th 471 H 
13. Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah, wafat Th 505H.
14. Ibnu Hazm rahimahullah.
15. Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah. Seorang tokoh ahli hadits di zamannya, dari Maghribi, wafat Th 544 H
16. As-Sam’ani rahimahullah, tokoh penghafal hadits, yang banyak karya-karyanya, wafat Th 562 H.
17. Fakhrur Razi rahimahullah seorang tokoh terkenal, wafat Th 606 H.
18. Al-Qurthubi rahimahullah di dalam Tafsirnya.
19. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
20. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
21. Imam Adz-Dzahabi rahimahullah.
22. Imam Ibnu Katsir rahimahullah.
23. Syaikh Al-Alusi rahimahullah. 
24. Syaikh Ali bin Sulthan bin Muhammad Al-Qaari rahimahullah
25. Abul Mahasin Yusuf Al-Wasithi rahimahullah
26. Syeikh Syah Abdul Azizi Ad-Dahlawi rahimahullah 
27. Muhammad Ali Asy-Syaukani rahimahullah 
28. DR. Taqiyyuddin Al-Hilali Al-Husaini rahimahullah.
29. Syaikh Muhammad Bahjah Al-Baithar rahimahullah.
30. Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah.
31. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah.
32. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah.
33. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
34. Syaikh Mushthafa al-Adawi.
35. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari. Dan lainnya.

PENUTUP.
Setelah kita mengetahui sedikit saja tentang kesesatan Rafidhah, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang dikenal berdusta di kalangan para ulama, maka janganlah kita terkecoh oleh mereka. 

Kami sebutkan di sini, -sebagai nasehat dan peringatan, sesungguhnya peringatan itu berguna bagi orang-orang yang beriman- di antara orang yang terkecoh dan memuji-muji Syiah adalah seorang penulis Indonesia, yang banyak buku-bukunya, yaitu Prof. Dr. Abu Bakar Aceh di dalam bukunya yang berjudul Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam. Di dalam bukunya tersebut Prof. meruju’ kepada berbagai buku-buku yang ditulis oleh orang-orang Syia’h, bahkan sempat memuji-muji kitab Muraja’at karya Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi (Pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Mizan Bandung dengan judul: Dialog Sunnah Syi’ah) . 

TAMBAHAN
Cobalah dengar perkataan seorang Ahli hadits yang diakui ilmunya tentang kitab yang sempat mengecoh sang Prof. tersebut , inilah di antara perkataan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah tentang buku tersebut beserta pengarangnya.

1. Setelah menjelaskan palsunya sebuah hadits tentang keutamaan sahabat Ali Radhiyallahu 'anhu di dalam kitab Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah no:892, Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Sesungguhnya ada beberapa sebab yang mendorongku mentakhrij hadits ini, mengkritiknya, dan membongkar cacatnya, di antaranya : Aku melihat seorang Syaikh yang bernama Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi seorang Syi’ah telah menyebutkan hadits ini di dalam kitab Muraja’at karyanya, hal:27. Dia mentakhrij hadits ini menipu para pembaca bahwa hadits ini adalah shahih, sebagaimana kebiasaannya di kalangan orang-orang yang semisalnya.” [Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah II/295, Penerbit:Maktabul Ma’arif, Riyadh, Cet:5, Th:1412 H]

2. Kitab Muraja’at karya seorang Syi’ah tersebut dipenuhi oleh hadits-hadits lemah dan palsu tentang keutamaan Ali Radhiyallahu 'anhu. Demikian pula disertai kebodohan terhadap ilmu (hadits) yang mulia ini, penipuan terhadap para pembaca, penyesatan dari al-haq yang nyata, bahkan kedustaan terang-terangan. Yang hampir-hampir tidak terlintas pada fikiran pembaca yang mulia bahwa ada seorang di antara para penulis terjerumus ke dalam keadaan semisalnya. Oleh karena inilah, tekadku kuat untuk mentakhrij hadits-hadits itu –walaupun jumlahnya banyak-, dan menjelaskan cacat-cacat dan kelemahannya, serta membongkar perkataan orang Syi’ah tersebut terhadap hadits-hadits itu, perkataannya yang berupa penipuan dan penyesatan.” [Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah II/297, Penerbit:Maktabul Ma’arif, Riyadh, Cet:5, Th:1412 H]

Inilah perkataan seorang yang ahli dan terpercaya mudah-mudahan membuka mata sebagian kaum muslimin yang tertipu dengan ulah orang-orang Rafidhah yang berusaha mengecoh mereka dengan perbuatan seperti di atas! 

Wahai Allah tunjukkanlah al-haq kepada kami sebagai al-haq sehingga kami dapat mengikutinya.

Dan tunjukkanlah kesesatan kepada kami sebagai kesesatan sehingga kami dapat mengikutinya. Wallahu A’lam. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Dr. HM Baharun: Perbedaan Sunni-Syiah tak Lagi Fikih, tapi Tauhid

Pernyataan yang mengatakan tidak ada berpendapat hakiki antara Sunni-Syiah menunjukkan ketidakpahaman masyarakat antara akidah Sunni dan akidah Syiah. Padahal, dilihat perayaan yang digelar bisa dipastikan ada kaitannya dengan keyakinan yang sudah berbeda keduanya.
Demikian disampaikan Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI), Fahmi Salim,MA saat menjadi narasumber acara tablig akbar dengan tema “Bahaya Laten Syi’ah” yang di gelar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Jabar di Kota Cimahi, Ahad (27/10/2013).
Fahmi menjelaskan, tentang acara perayaan hari besar kaum Syiah di Jakarta yang belum lama ini diselenggarakan. Menurutnya, seharusnya umat Islam sadar bahwa dengan adanya perayaan-perayaan yang berbeda tersebut membuktikan adanya perbedaan secara prinsip, yakni secara akidah.
“Kalau kehadiran mereka dalam rangka berdakwah kepada kaum Syiah, itu jelas bagus. Namun jika ikut membenarkan atau mendukung perayaan, itu yang berbahaya karena akan menjadi virus akidah,” ungkapnya.
Untuk itu ia mengingatkan agar kaum muslimin tidak terjebak dalam perangkap kaum Syiah baik pemikiran atau amaliyah. Padahal secara akidah ada perbedaan mendasar.
Senada dengan Fahmi, salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof. Dr. HM Baharun mengingatkan agar ajaran Syiah tidak lagi dianggap sebagai perbedaan fikih semata namun sudah masuk pada wilayah tauhid.
Sambil menyitir pernyataan salah satu ulama besar di Indonesia, ia mengingatkan kasus Syiah di Indonesia akan menjadi bom waktu.
“Bom itu sudah meledak di mana-mana, terakhir di Jember. Haruskah menunggu yang lebih besar lagi korbannya?,” tanyanya. [Baca juga: Kasus Konflik Syiah-Sunni Sampang, Dr.HM Baharun: “Jika Ada Penistaan, Pasti Ada Perlawanan”]
Guru Besar Sosiologi Agama yang juga dikenal seorang pengkaji dan penulis serius masalah Syiah ini juga menghimbau umat Islam tidak malas belajar dan membaca sejarah secara benar bukan sekedar mendengar propaganda-propaganda khususnya menyangkut pemikiran Syiah yang terkesan ilmiah tapi sesungguhnya menyesatkan.*
Soal Kesesatan Syiah, Pendapat yang Bukan Ahlinya Tertolak!
Di tubuh Nahdhatul Ulama (NU) pernah ada seorang tokoh yang paham betul tentang Syiah. Kyai tersebut pernah berguru langsung kepada para ulama Syiah di Universitas Baghdad, Irak. Dia adalah almarhum KH Irfan Zidny, MA.
Mantan Rais Suriyah itu adalah orang yang pernah bicara dalam Seminar tentang Syiah yang digelar LPPI di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 1997 silam. Melalui makalahnya “Bunga Rampai Rampai Ajaran Syiah”, Kiyai Irfan berpendapat bahwa Syiah adalah kelompok sesat.
Karena itu, menjadi aneh bila pimpinan PBNU sekarang, yang tidak lebih paham dibanding KH Irfan Zidny, lantas mengatakan bahwa Syiah adalah bagian dari Islam dan tidak sesat.
“Sayang, orang yang tidak belajar langsung ke Syiah pendapatnya beda dengan Ustadz Irfan. Orangnya yang memimpin NU sekarang”, kata peneliti dan penulis buku-buku aliran sesat, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, dalam diskusi “Menyingkap Tabir Syiah” di Masjid Baitul Karim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2012).
Karena tidak mempunyai kapasaitas keilmuan, lanjut Hartono, pendapat orang yang tidak ahli itu berarti tertolak. Sebab tokoh itu tidak bisa membantah pendapat almarhum Kiyai Irfan Zidny. “Jadi secara langsung sudah terpatahkan oleh Ustadz Irfan Zidny”, tegas Hartono.
Hartono dalam kapasitasnya sebagai pengurus Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta adalah salah satu orang yang menyaksikandan mendengarkan langsung pidato KH Irfan Zidny dalam Seminar Nasional Tentang Syiah yang dilaksanakan di aula Masjid Istiqlal, Jakarta, 21 September 1997 silam.
Lima belas tahun silam, ketika mulai membeberkan kesesatan aliran Syiah dalam seminar yang digelar LPPI dan Gema Al Irsyad itu, air mata KH. Irfan Zidny tak bisa dibendung lagi. Pangkal kepedihan Kiyai Irfan berawal ketika ia melihat sederetan anak-anak muda mengenakkan seragam hitam-hitam dan mengumumkan secara terbuka ‘Saya adalah seorang Syi’i’. Para peserta yang tidak kurang dari 1000 orang itu pun tampak menahan haru, mereka tidak habis fikir Ulama yang terkenal pemberani tersebut meneteskan air mata saat seminar berlangsung. (fayyadh)
Syubhat: Syi’ah mempedomani imam Ali, Hasan, Husain dan 9 keturunan Imam Husain. Dari 12 imam itulah hadits-hadits Syiah diambil. Memang syiah hanya mempedomani sebagian hadis sunni karena sebagian lagi dianggap rekayasa penguasa. Prof. Dr. Quraish shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din Syamsuddin menyatakan mazhab syi’ah tidak sesat. 
Jawab: Dalam perkara yang mengkhususkan satu sisi, yaitu bahwa Syi’ah mengambil hadits-haditsnya dari para Imam, maka sungguh Anda telah mencukupi bantahan saya, dan Anda sendiri telah membatalkan agama Syi’ah tanpa Anda ketahui. Karena memang tidak ditemukan dari mereka ilmu hadits, dan barangkali Anda kembali kepada makalah saya pada edisi yang lalu, dan edisi ini, yaitu tentang ilmu hadits pada Syi’ah. Anda akan menyingkap sendiri hakikat itu tanpa kesulitan. Dan saya berharap agar Anda mengikuti edisi-edisi mendatang dengan izin Allah, agar Anda bisa menyingkap tambahan-tambahan informasi dan ilmu yang mengagetkan, dan dengan yakin bahwa perkara yang mengagetkan itu bukanlah sebuah rahasia bagi Syi’ah.
Adapun ucapan Anda bahwa Syi’ah berpedoman pada kesembilan Imam dari keturunan al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, maka Anda juga telah membatalkan agama Syi’ah tanpa Anda  rasakan. Mengapa kesembilan Imam tersebut tidak dari keturunan al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Sementara beliau adalah lebih tua dari al-Husain Radhiallahu ‘Anhu? Maka manakah dalil atas pengangkatan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi anak-anak al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, tanpa anak-anak al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Kami menginginkan dalil dari al-Qur`an, karena ini adalah aqidah dan satu pokok dari pokok-pokok agama. Satu pokok agama haruslah dari dalil yang qath’iy yang di dalamnya tidak ada ruang kemungkinan. Karena suatu dalil, jika disebutkan suatu kemungkinan di dalamnya, maka batallah berdalil dengannya.

Kemudian bertanyalah pada diri Anda sendiri pertanyaan ini yang Anda tidak akan menemukan jawabannya pada Syi’ah; yaitu mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menentukan para Imam dari keturunan al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Bukankah dia yang sulung? Maka bagaimana Syi’ah menjadikan syarat pengangkatan Imam adalah putra sulung dari keturunan al-Husain, yaitu bahwa Imam setelah al-Husain adalah putra sulungnya, dan putra sulung ini diganti oleh putra sulungnya, dan demikian seterusnya…
Jika memang demikian, maka mengapa imamah tidak jatuh kepada putra sulung Ali, yaitu al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Pertanyaan dalam sisi ini sangat banyak, dan pembicaraan di dalamnya tidak akan pernah berhenti di atas angan-angan. Kami menunggu seseorang yang maju berdialog bersama kami.
Akan tetapi saya mengajak Anda untuk melihat ke dalam Biharul Anwar (45/329), oleh al-Majlisi, cet. Muassasah al-Wafa`, Beirut (Cet. II, 1403), dan rujukan lainnya, bahwa pengagungan keturunan al-Husain, bukan keturunan al-Hasan, karena orang-orang Persia adalah paman-paman mereka, karena keberadaan istri al-Husain adalah Putri Yazdajir, orang Persia, dan beragama Majusi.
Adapun berkenaan dengan tokoh-tokoh di Indonesia yang tercinta, dan bersamaan dengan ketidak tahuanku jika ada di antara tokoh-tokoh itu adalah seorang Syi’ah atau Liberal, atau tidak, maka sesungguhnya saya mulai sebuah pertanyaan kepada Anda; ‘Apakah Anda mengambil agama Anda dari “Allah berfirman, Rasul-Nya bersabda” ataukah dari “Fulan berkata, dan Fulan berkata”?!
Orang yang telah Anda sebutkan, bersamaan dengan penghormatan saya kepada mereka, mereka bukanlah para ulama Syari’ah, tidak juga orang-orang yang ahli. Keberadaan mereka dikenal di masyarakat tidak berarti bahwa kita menjadikan apa yang mereka katakan sebagai sebuah hukum atas kitabullah, dan sunnah Nabi-Nya. Bahkan kita jadikan Kitabullah, Sunnah Nabi-Nya lah yang menghukumi kita dan mereka, dan setiap orang yang berselisih. Jika benar ucapan mereka yang datang di dalam pertanyaan Anda, maka tidaklah mereka menjadi orang pertama dan terakhir yang berbicara tanpa ilmu dalam masalah Syi’ah secara khusus dan aqidah secara umum.
Pergilah kepada salah seorang dari para tokoh penyeru taqrib (pendekatan) antara sunnah dan Syi’ah, kemudian mintalah darinya untuk menulis dalil-dalilnya dari al-Kitab dan Sunnah akan keshahihan agama Syi’ah, yang kemudian kami akan menyebarkannya di dalam majalah secara langsung. Saat itu akan tersingkaplah kepada umat, akan kebenaran ucapan saya, bahwa mereka bukanlah para ulama, dan bukan ahli ilmu dalam hal ini.
Bahkan saya menjadi bergembira, seandainya ada satu orang dari para tokoh penyeru taqrib ini yang maju, sama saja orang yang telah Anda sebutkan, atau selain mereka untuk masuk dalam dialog damai bersama kami yang umat ini akan bisa mengambil faidah darinya. Akan tetapi saya katakan dengan terus terang dengan keyakinan seorang mukmin, ‘Jika orang-orang Syi’ah pada umumnya takut untuk menghadapi kami, maka apakah Anda akan menyangka orang yang bukan termasuk Syi’ah memiliki kemampuan dan keberanian untuk menghadapi kami (majalah Qiblati) dalam masalah Pembelaan Terhadap Syi’ah? Dengan yakin, bahwa ini adalah mustahil, dan semacam khayalan- biidznillah-.
Kemudian, wahai putraku, bukanlah popularitas itu yang menjadi ukuran dalam mengetahui kebenaran dari kebatilan, karena orang itu dikenal dengan agama, bukan agama dikenal dengan orang. Tidak logis, jika seseorang tidak enak badan terus dia pergi ke penjual arang atau kayu bakar, sebagai ganti dari dokter. Juga tidak logis saat mobil mogok, pemiliknya pergi ke apotik, tidak ke bengkel.
Ingat, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan peringatan kepada para hamba-Nya dari mengikuti orang-orang yang kesohor, bangsawan, dan para pembesar, tokoh masyarakat, dan bahkan ulama-ulama sesat. Allah berfirman menceritakan lisan kaum yang nanti datang pada hari kiamat yang mereka sesat dengan kesesatan yang besar karena mengikuti para tokoh:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا (٦٧)رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (٦٨)


“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 67-68)
Dari sini, kami ambil buah, yaitu bahwa hujjah dari pertanyaan Anda gugur secara ilmiah, dan tidak layak berdalil denganya dalam menshahihkan agama Syi’ah. Bahkan itu merugikan syi’ah, dan tidak memberikan manfaat kepada mereka, karena Anda tidak bertumpu dari al-Kitab dan Sunnah yang sahih atas pembenaran agama mereka, namun dengan ucapan-ucapan para tokoh. Ini merupakan sebuah cacat atas agama manapun. Kami akan menemukan para tokoh yang membenarkan agama Qodyaniah, dan kita akan menemukan para tokoh yang membenarkan pikiran liberal, dan kita akan medapati orang-orang tenar yang menshahihkan persatuan agama, demikian seterusnya. Oleh karena itu, ibrahnya adalah dalil dari Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya, bukan dengan ucapan orang-orang tenar.
Terakhir, saya tutup dengan mengatakan bahwa pintu majalah Qiblati terbuka untuk dialog damai dengan semuanya. Barangkali kami salah dalam penghukuman kami. Oleh karena itulah kami menerima orang yang maju dan meluruskan kesalahan-kesalahan kami. Maka hak bantahan terjamin dan terjaga untuk semuanya, selamat datang bagi Anda sekalian. Dan terima kasih atas perhatiannya. (AR)*
Oleh Syeikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, Musyrif Majalah Islam Internasional QIBLATI
Sumber: http://qiblati.com/jawaban-syubhat-syiah-11.html
Posted in: Syekh Mamduh