ekspresinya seperti kecut
Penasehat milter pemimpin tertinggi
Syiah Iran, Yahya Rahim Safavi, mengungkapkan bahwa militer Iran adalah pemimpin
sebenarnya dalam perang suci melawan mujahidin di Suriah.
Pernyataan
ini dikatakan Yahya Rahim Safavi dalam kunjungannya ke rumah keluarga almarhum
Jenderal Hossein Hamadani, yang tewas saat memimpin perang melawan mujahidin
Suriah di kota Aleppo pada bulan Oktober kemarin.
“Iran
akan selalu berusaha mencegah jatuhnya rezim Syiah Assad dari kekuasaan melalui
pembentukan Front Internasional untuk melawan mujahidin Suriah,” ujar Yahya
Rahim Safavi seperti dilansir kantor berita Farsi.
Yahya
Rahim Safavi melanjutkan, “Kami tahu bahwa mereka (Islam Sunni) telah
merencanakan serangan jangka panjang yang dimulai dengan Bashar Al Assad di
Suriah, kemudian Syiah Hizbullah di Lebanon, lalu bergerak menuju Irak dan
sasaran terakhir adalah Iran.”
Perlu
diketahui bahwa Front Internasional yang dimaksud oleh Yahya Rahim Safavi
adalah koalisi Syiah Timur Tengah seperti milisi Syiah Irak, Hizbullah Lebanon,
Syiah Pakistan dan Afghanistan, ditambah dengan Rusia. (Alarabiya/Ram)
Takut
Mati, Perwira Pasukan Elit IRGC Iran Menolak Dikirim ke Suriah
Kamis, 25 Muharram 1437 H / 5 November 2015 17:00 wib
Sangat
berbeda dengan para mujahidin dari berbagai belahan bumi yang berlomba-lomba
menuju ke Suriah karena menginginkan kematian di medan jihad, para perwira di
pasukan elit IRGC Iran justru menolak di kirim ke negara yang dilanda perang
tersebut karena takut mati sebagaimana rekan-rekan mereka.
Koran Asharq Alawsat mengutip sumber terpercaya melaporkan bahwa para perwira
di Korps Pengawal Revolusi Syi'ah Iran (IRGC) telah mulai menolak dikirim ke
Suriah di tengah meningkatnya jumlah korban dari kalangan mereka oleh mujahidin
dalam perang di Suriah.
Harian milik Saudi itu melaporkan hari Selasa (3/11/2015) bahwa IRGC telah
mengirim sejumlah komandan dan perwira ke pengadilan militer setelah mereka
menolak untuk bertugas di Suriah.
"Keputusan IRGC itu muncul setelah para anggotanya diberi pilihan
melaksanakan misi di Suriah atau dipecat dan dilarang dari semua jabatan
pemerintahan," koran itu mengutip perkataan "sumber informasi
terpercaya".
Sumber itu menyatakan bahwa setelah meningkatnya jumlah orang yang meminta
untuk meninggalkan IRGC, terutama di kalangan generasi muda, institusi militer
terpaksa meninjau kebijakan lamanya tersebut.
Para anggota [IRGC] sekarang harus "pergi ke Suriah atau menghadapi
pengadilan militer dengan kemungkinan dituduh 'pembangkangan dan
pengkhianatan," tambah sumber yang tidak disebutkan namanya itu.
"Pembangkangan terhadap perintah dan penolakan untuk pergi ke medan perang
di Suriah saat ini menjadi sumber keprihatinan besar bagi para komandan di
IRGC, yang lebih loyal kepada sistem Vilayat-e Faqih [dari lembaga Iran
lainnya.]"
Menurut sumber itu, "beberapa komandan IRGC di wilayah Ahvaz terpaksa
pensiun dan mengabdikan diri mereka untuk [usaha bisnis] ketika mereka telah
melewati usia pensiun."
"Pengadilan militer IRGC juga telah membuka penyelidikan skala besar bagi
orang-orang yang mendaftar untuk pensiun [dini] di masa kritis ini."
Sumber tersebut juga mengatakan bahwa kematian sejumlah besar petempur Pasukan
Quds, pasukan komando husus kdan infanteri telah memaksa Korps pasukan elit ini
untuk pindah untuk merekrut para petugas dari departemen administrasi IRGC
karena takut bahwa sejumlah besar pasukan elit akan kembali terbunuh oleh
mujahidin di medan perang.
Laporan Asharq Alawsat ini terjadi di tengah peningkatan dramatis dalam korban
jiwa di kalangan militer Syi'ah Iran di Suriah, di mana Tehran dilaporkan telah
mengerahkan ratusan tentara untuk berjuang bersama pasukan rezim melawan
mujahidin di barat laut negara itu.
Senin lalu, wakil kepala Korps Garda Revolusi Iran Hossein Salami mengaku bahwa
negaranya telah mengirimkan penasihat tambahan ke Suriah, yang mengarah ke
peningkatan korban.
Namun, pejabat IRGC itu tidak memberikan rincian jumlah korban tewas di
kalangan mereka dan bersikeras mengklaim bahwa Teheran hanya mengirimkan
penasihat, dan bukan pasukan tempur.
Menurut laporan kantor berita Italia, Adnkronos, selama 4 setengah tahun perang
di Suriah, mujahidin telah menewaskan sedikitnya 60 Jenderal Syi'ah Iran. Meski
demikian hanya beberapa gelintir jenderal saja yang diakui dan diumumkan
kematiannya kepada publik.
Bulan lalu saja sekitar 20 perwira tinggi Iran telah tewas di Suriah, termasuk
Brigadir Jenderal Reza Khavari, seorang komandan senior di Divisi Fatemiyoun
IRGC, Jenderal Farshad Hasounizad, mantan kepala elit Brigade Saberin IRGC, dan
Hamid Mokhtarband, mantan kepala-staf dari Brigade 1 Divisi Lapis Baja 92, yang
dianggap satuan atas lapis baja negara itu.
Sementara perwira berpangkat rendah, termasuk Kolonel Ezzatollah Soleimani
komandan Batalyon Elite dari Brigade ke 44 Hazrat Bani Hashem juga telah
termasuk di antara puluhan perwira yang tewas sejak Iran menggenjot intervensi
militer mereka di Suriah. (st/NOW)