Wednesday, July 27, 2016

Kudeta Gagal Muluskan Islamisasi Turki & Jihad Suriah ? Dua Faktor Gerakan Islam Kedepan Akan Menguasai Indonesia

Rakyat Turki turun ke jalan (Al-Jazeera)

Oleh : Patrick Cockburn
Ketika kerumunan massa rakyat Turki berdemo menolak kudeta sambil meneriakkan yel-yel yang menyerukan eksekusi bagi mereka yang terlibat percobaan kudeta yang gagal pada Jumat (15/07) malam lalu, terdapat kekhawatiran terutama di kalangan Kemalis sekuler di dalam negeri termasuk saudara-saudara se-ideologi mereka di seluruh dunia bahwa Turki modern yang “sekuler” secara pelan namun pasti akan berbelok ke arah Islamisasi secara total.

Kekhawatiran Kemalis Terhadap Islamisasi AKP

Berbagai pihak/entitas anti-Islam, Presiden Recep Tayyip Erdogan dituding sedang memanfaatkan momentum kegagalan kudeta militer sebagai justifikasi untuk “bersih-bersih” di jajaran pejabat negara dan perwira-perwira militer yang tidak memberikan loyalitas penuh kepadanya. Hal itu akan membuka jalan bagi Erdogan untuk membangun sebuah lembaga kepresidenan yang sangat kuat di berbagai segi, sementara di saat yang sama masyarakat dunia melihat adanya proses Islamisasi masyarakat Turki hingga ke taraf yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak berakhirnya era Khilafah Utsmaniyah.

Hingga hari Senin (18/07) operasi pembersihan itu masih terus berlanjut di mana terjadi penangkapan besar-besaran terhadap 8.000 anggota polisi dan 30 gubernur, termasuk 52 orang pejabat tinggi pegawai sipil. Angka tersebut semakin menambah daftar penangkapan sebelumnya terhadap 70 orang perwira angkatan laut dan jenderal militer lainnya bersama dengan 3.000 tentara plus 2.700 pejabat/pegawai lembaga peradilan yang telah diberhentikan atau ditahan sejak kudeta yang gagal pada hari Sabtu (16/07) sebelumnya.

Faktor Dukungan Rakyat

Pada saat pasukan pro-kudeta menyerbu sejumlah kota selama akhir pekan yang lalu, rakyat Turki merespon dengan melakukan protes di jalan-jalan sambil meneriakkan “Allahu Akbar”, sementara dari sejumlah speaker raksasa di Taksim Square – ikon alun-alun di jantung kota Istanbul – terdengar bacaan ayat-ayat suci al-Quran. Seruan “adzan” dari 85.000 masjid di seluruh pelosok Turki ikut memainkan peran signifikan dalam memobilisasi massa demonstran beberapa jam setelah sekelompok pasukan kudeta mulai melancarkan aksi mereka. Di taman Gezi Park Istanbul yang merupakan lokasi favorit kaum Kemalis-Liberal-Sekuler saat mereka berdemo memprotes kekuasaan Erdogan tiga tahun silam, pada hari Jumat (15/07) malam itu dipenuhi oleh massa rakyat Turki yang loyal kepada presiden mereka.

Rakyat Turki turun ke jalan (Al-Jazeera)

Gelora Islamis, Ketakutan Kaum Sekuler

Gelora semangat kaum Islamis yang semakin meningkat telah berpengaruh pada kehidupan sosial di Istanbul. Selin Derya, seorang wanita berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan perekrut manajer bisnis mengatakan, sejak massa pendukung Erdogan dalam jumlah besar membanjiri pusat kota tidak lama setelah kudeta berlangsung, “Saya takut keluar rumah dengan hanya mengenakan pakaian yang barangkali akan dianggap terlalu ketat atau karena rok bawahan saya pendek di atas lutut.” Sejumlah wanita sekuler lainnya di Istanbul menjelaskan bahwa saat ini mereka tidak berani memasuki pusat kota (Istanbul) karena takut dengan apa yang mereka sebut sebagai ancaman kaum ekstrimis.

Terdapat data yang oleh kaum Kemalis dianggap sebagai aksi “intoleran” yang semakin eskalatif terhadap gaya hidup sekuler dalam beberapa tahun terakhir. Contoh kasus, terjadi sebuah insiden pada bulan Juni lalu di mana sekitar dua puluh empat orang melakukan sweeping terhadap sebuah toko musik di Istanbul. Orang-orang itu juga melakukan aksi pemukulan terhadap para penggemar kelompok musik Radiohead karena ketahuan minum minuman beralkohol (miras) selama bulan suci Ramadhan. Selanjutnya, ketika para pemrotes berkumpul menentang insiden penyerangan itu, polisi malah membubarkan mereka dengan gas air mata dan water cannon.

Titik Balik Sekulerisme Turki

Program Erdogan dan partainya, AKP, sejak mereka pertama kali memenangi pemilu tahun 2002 adalah memutar balik arus sekulerisasi yang diperkenalkan oleh Kemal Ataturk, pendiri republik Turki pada tahun 1923. Sejak AKP semakin mendominasi kekuasaan, mereka telah berupaya menjauhkan/meminggirkan nilai-nilai sekulerisme dari institusi negara, sebaliknya mendorong Islamisasi di bidang pendidikan dan perilaku sosial, sementara di waktu yang sama menyingkirkan para pejabat dan perwira-perwira militer yang tidak sejalan dengan agenda Islamis.

Erdogan pernah mengatakan bahwa ia ingin melihat tumbuhnya sebuah generasi baru yang religius, yang akan menggantikan atau mengambil alih dominasi sekulerisme generasi tua yang sudah terlalu lama menjerumuskan bangsa Turki. Kebijakan luar negeri Erdogan sejak Arab Spring 2011 adalah memberikan dukungan berskala luas terhadap revolusi rakyat Arab-Sunni di Suriah dengan berkoalisi dengan Arab Saudi & Qatar, meskipun sejauh ini upaya menggulingkan Basyar Assad masih belum berhasil.

Irisan Dengan Jihadis dan Amerika

Kebijakan & strategi ini berarti memberikan “toleransi” terhadap gerakan-gerakan Islamis Jihadis yang dianggap ekstrim oleh Barat, seperti:  JN (al-Qaidah), dan Ahrarus Syam, sehingga memungkinkan gerakan-gerakan jihadis itu membangun jaringan pendukung di dalam wilayah Turki. Namun demikian, pada musim panas 2015 pemerintah Turki setuju memberikan ijin kepada AS dan empat negara lainnya termasuk Inggris untuk menggunakan Lanud (pangkalan udara) Incirlik di bagian tenggara Turki bagi kampanye udara internasional melawan kelompok ISIS. Pada akhir Juni lalu, sekelompok kecil pejuang bersenjata yang diduga terkait dengan ISIS menyerang dan membom bandara Ataturk Havalimani di Istanbul menewaskan 42 orang.

Peta di perbatasan Aleppo-Turki

Jalan Lebar Obsesi Erdogan

Kudeta militer yang gagal pada medio Juli itu juga membuka ruang bagi Erdogan mewujudkan obsesi lamanya untuk membangun sistem pemerintahan presidensial yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Dalam situasi seperti sekarang ini nampaknya tidak mungkin bagi rakyat untuk melawan karena tidak ingin dilabeli sebagai simpatisan pro-kudeta. Sejumlah besar tentara dan pejabat bukan hanya ditangkapi, tetapi mereka juga secara terbuka dipermalukan dengan dipukuli dan ditelanjangi hingga hanya mengenakan pakaian dalam lalu dibiarkan begitu saja di lantai dengan berdesak-desakan di lokasi penahanan, termasuk seorang komandan Lanud Incirlik, Jenderal Bekir Ercan Van terlihat dalam video diborgol tangannya lalu diangkut bersama dengan tahanan lain di bagian belakang mobil van.

Saat ini Erdogan nampaknya akan semakin mudah membuat sebuah sistem eksekutif kepresidenan di mana segala wewenang & kekuasaan sedang berada di tangannya, ditambah aura/kharisma kemenangan pasca kegagalan kudeta telah menarik dukungan luas rakyat terhadapnya. Meskipun secara umum rakyat Turki terbelah antara para pendukungnya dan rival-rivalnya, dan bahkan ada sebagian kecil komponen kekuatan yang menginginkan dirinya digantikan oleh sebuah junta militer. Namun sejak pasca pemilu 7 Juni 2015 yang lalu, Erdogan telah berhasil memperluas basis politik dengan meningkatnya dukungan dari kalangan nasionalis setelah ia memutuskan mundur dari pembicaraan dengan kelompok Kurdi. Dan kini, ia bahkan memperoleh lebih banyak lagi dukungan menyusul kegagalan kudeta militer.

Demokrasi, “Genuine Value” atau “Genuine Tool”

Perkembangan politik di Turki baru-baru ini secara tidak langsung merupakan ujian bagi kekuatan nilai-nilai demokrasi dan konsistensi demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang terlahir dari peradaban kuno Barat yang kini dipaksakan di hampir seluruh negara-negara di dunia seharusnya akan semakin terlihat apakah sejatinya demokrasi merupakan “genuine value” yang bisa dipercaya menjadi pedoman bersama secara universal, ataukah sekedar “genuine tool” yang pada akhirnya hanya akan dijadikan alat untuk memaksakan kehendak. Di jam-jam pertama kudeta bersenjata oleh militer diklaim bahwa aksi kekerasan berdarah itu dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi, demikian juga setelah kudeta berhasil digagalkan oleh mobilisasi aksi damai rakyat sipil akhirnya diumumkan oleh pemerintah Turki sebagai kemenangan demokrasi.

Respon negara-negara Barat termasuk AS sebagai “rujukan standar” demokrasi terhadap kudeta di Turki lebih dominan mencerminkan demokrasi sebagai “genuine tool”. Hal itu terlihat dari euphoria umum yang berkembang di media-media mainstream Barat yang dengan gegap gempita mendukung kudeta untuk menjatuhkan rezim Islamis, diikuti dengan penggiringan opini seolah-olah kudeta sudah berhasil dan harus diterima. Tidak kurang Kedubes AS di Ankara langsung mengeluarkan pernyataan bahwa aksi “people power” rakyat Turki menentang kudeta malam itu dibelokkan menjadi aksi “Turkish Spring” yaitu pemberontakan rakyat Turki kepada pemerintah otoriter.

Sikap Hipokrit Barat Selalu Memihak Sang Pemenang

Beberapa jam kemudian setelah hasil di lapangan menjadi semakin jelas bahwa otoritas Turki telah berhasil mengendalikan situasi dan kudeta militer berhasil digagalkan, baru kemudian Amerika menarik pernyataannya. Bahkan Presiden Obama langsung berkomentar,”Rakyat harus mendukung pemerintahan yang sah.” Begitu pula Sekjen PBB Ban Ki-Moon tidak mau kalah dengan mengatakan, “PBB menolak upaya kudeta di Turki”.

Sikap yang berbeda ditunjukkan AS dan PBB saat terjadi kasus yang sama, yaitu kudeta militer di Mesir menggulingkan pemerintahan yang sah pada bulan Juli 2013. Selanjutnya, pejabat-pejabat AS dan Uni Eropa menyerukan pemerintah Turki menghormati aturan hukum di tengah situasi dan kebijakan pembersihan di lingkungan institusi negara setelah percobaan kudeta terbukti gagal.

Gulen Mantan Sekutu yang Terduga di Balik Kudeta

Terkait otak di belakang kudeta berdarah tersebut, nampaknya gerakan Fethullah Gulen merupakan satu-satunya pihak tertuduh yang memiliki koneksi dengan jaringan di internal militer Turki untuk mengorganisir sebuah konspirasi besar semacam itu, meskipun di lain pihak Gulen sendiri dan para pendukungnya menyangkal terlibat dalam bentuk apapun. Sebagian melihat kudeta yang terjadi tidak sebesar seperti apa yang dikatakan pemerintah, melainkan supaya bisa menjadi justifikasi untuk menyingkirkan seluruh lawan-lawan politik pemerintah.

Barangkali penjelasannya bahwa ketika Gulen dan para pendukungnya masih bersekutu dekat dengan Erdogan & AKP antara tahun 2006 dan 2012, pada saat itu mereka memainkan peran kunci membantu Erdogan “menyingkirkan” ancaman di tubuh militer. Ratusan perwira tentara dipecat atau ditangkap atas tuduhan merencanakan kudeta yang barangkali wujudnya tidak pernah ada. Kesempatan inilah yang nampaknya dimanfaatkan kelompok Gulen untuk mengisi dan menempatkan orang-orangnya menggantikan posisi para perwira yang dipecat. Lalu, para simpatisan atau orang-orang Gulen di tubuh militer itulah yang pada hari Jumat malam pekan lalu diaktifasi dan mendapat perintah untuk mengeksekusi rencana kudeta mereka sendiri.
*Diterjemahkan Yasin Muslim (Kiblat) Dari UNZ.com

Dua Faktor Gerakan Islam Kedepan Akan Menguasai
Indonesia

by  Hudzaifah Muhibullah* 
Wirtschaft und Politik HTW Berlin, Germany
1. Saya sangat yakin bahwa gerakan Islam kedepan akan menguasai Indonesia. Ada dua faktor yang bisa saya katakan.

2. Yang pertama adalah kualitas kader2 gerakan Islam di masa depan. Kader2 muda gerakan Islam sangat luar biasa.

3. Banyak lulusan Luar negeri, bukan hanya timteng, tapi Eropa bahkan US. Bahkan banyak Doktoran2 luar biasa dari kader2 muda gerakan Islam.

4. Seperti mrk: @AryaSandhiyudha @muhammadelvandi @hasmi_bakhtiar @rihandaulah @udayusuf. Kualitas kader gerakan Islam yg luar biasa :))

5. Kader2 muda seperti mereka mau tidak mau akan menjadi pemimpin di garda paling depan. Dan kualitas mereka tidak diragukan.

6. Tinggal di beri kesempatan saja dari skr utk menimba ilmu. Terus di beri kesempatan untuk aktualisasi diri. Jangan malah jd mentok.

7. Dan faktor kedua selain kualitas kader masa depan adalah jumlah suara di masa depan

bagi gerakan Islam.

8.gerakan Islam di Indonesia yg bertarung di panggung politik mempunyai tradisi investasi yg menjanjikan.

9. Mereka berinvestasi Suara yang banyak untuk masa depan. Kita asumsikan kader gerakan Islam saat ini adalah 600.000.

10. Dengan 600k kader bisa meraih 8jt suara. Lalu kita berbicara tradisi investasi para kader gerakan Islam ini.

11. Tradisinya adalah beranak banyak. Kita asumsikan lagi, bahwa jumlah kader 600k. Single ada 100k dan sisanya adalah pasangan kader.

12. Kita taruh lah pasangan kader yg bisa beranak pinak adalah 300k. Dan setiap pasangan itu memiliki minimal 5 anak. Total 1,5jt suara.

13. Dan juga proses pengkaderan terus berlangsung. Kita asumsikan Dua puluh tahun lagi gerakan Islam memiliki jumlah kader sekitar 4jt.

14. Dengan perhitungan pemilu= 600k mendapat 8jt suara= artinya satu kader menghasilkan 13 suara. 4 juta kader bisa mendapat  52.000.000 suara.

15. Disamping manusia lain hanya berjargon 2 anak cukup. Ini menjadi senjata utama di masa depan.

16. Kemenangan sedikit lagi. Tinggal kita bersiap-siap terus untuk menyambut kemenangan itu. Terus meng aktualisasi diri.

17. Terus merevisi apa yang salah. Terus berinovasi. Terus bekerja dan bekerja. Hingga Allah beri kemenangan,gerakan Islam itu siap total.
*Disampaikan melalui akun twitternya @DZAIF_ (21/7/2016)

Mengapa Erdogan Dijelek-jelekkan Barat?
Recep Tayyip Erdogan: Ada Yang Tidak Suka (Barat) Turki Menjadi Negara Kuat
http://www.eramuslim.com/berita/recep-tayyip-erdogan-ada-yang-tidak-suka-turki-menjadi-negara-kuat.htm
Mantan Panglima Tertinggi NATO: Di Bawah Erdogan, Turki Memiliki Kekuatan Dahsyat Untuk Mendukung NATO