Saturday, December 29, 2018

Bangsa Kurdi, Ahlus Sunnah Yang Tertindas, Yang Masuk Islam Sejak Awal Penaklukan Islam. Dikenal Sebagai Muslim Yang Kuat Menjalankan, Mencintai Dan Membela Islam Seperti Shalahudin Al-Ayyubi Pembebas Baitul Maqdis.



Ini Sejarah Kurdi Sejak Era Khalifah Rasyidah 
sampai Revolusi Suriah

Banyak pertanyaan tentang suku Kurdi dan peran mereka dalam revolusi Suriah. Termasuk tentang keislaman mereka. Penelusuran sejarah Kurdi sejak lahir mungkin dapat membantu kita untuk menyimpulkan bagaimana sebenarnya Kurdi dalam tingkatan masyarakat secara umum, pergerakan politik dan kualitas agama dan bagaimana pengaruh sekuler di dalamnya.
Asal usul Kurdi adalah orang Arya dari sekelompok orang Indo-Eropa dari keluarga Iran, yang mencakup masyarakat Kurdi, Persia dan Afghanistan. Mereka memiliki bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Kurdi.
Kurdi hidup di tanah Kurdistan saat ini. Kurdistan sekarang dalam batas-batas politik lima negara, yaitu Turki, Irak, Iran, Suriah dan Armenia. Populasi mereka secara keseluruhan pada tahun 2002 adalah 28 juta orang. Mereka menyebar di Turki 15 juta, di Iran 6 juta, di Irak 5 juta, di Suriah satu juta, serta di Azerbaijan dan Armenia satu juta orang.


Berikut ini adalah distribusi geografis Kurdi:
• Kurdi di Barat Laut Iran

Wilayah di sini merupakan perpanjangan dari tanah mereka di Irak di dataran tinggi Kurdistan dan utara dataran tinggi Zagros.
Kurdi di Iran telah memberontak lebih dari sekali terhadap pemerintah Iran, terutama antara 1920-1925 Masehi. Kurdi menang atas Iran, hingga memaksa Iran untuk memita bantuan kepada Irak dan Turki. Kedua negara mengirimkan pasukan untuk mendukung Iran, yang mengakibatkan kekalahan Kurdi. Sejumlah besar pasukan mereka terbunuh.

Kurdi mendirikan negara dengan bantuan Uni Soviet di utara Iran pada tahun 1946, tetapi Shah Iran, dan dengan bantuan Barat mampu mendominasi mereka pada 1956. Dengan munculnya otoritas ulama setelah kepergian Shah Iran pada tahun 1979 , Soviet membantu Kurdi Iran dan mempersenjatai mereka untuk membentuk sebuah negara. Tujuan Soviet adalah untuk mengontrol atas sumur minyak Iran. Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk mendukung Iran dan membantunya dalam mengatasi kesulitan ini.
• Kurdi di Irak Utara
Penduduk Kurdi di Irak utara tersebar di Irbil, Sulaimaniyah, Dohuk dan sebagian kecil di Kirkuk. Lebih dari 97% dari mereka beragama Islam. Sisanya tinggal di Armenia. Sebanyak 96% dari mereka adalah muslim Sunni. Sisanya adalah Syiah, sekuler, dan komunis, sebagaimana mereka disebut di sana.
Irak dianggap sebagai pusat ketidakadilan terhadap rakyat Kurdi. Setelah perang Iran-Irak berakhir, media melaporkan upaya genosida Saddam Hussein terhadap Kurdi dengan gas beracun, bom Napalm, dan penghapusan kota dan seluruh desa dari keberadaannya, seperti kota Halabjah di timur Sulaimaniyah. Kurdi dituduh mendukung Iran dalam perang melawan Irak selama Perang Teluk pertama.
Terlepas dari Deklarasi Pemerintah Irak pada tahun 1974 bahwa orang-orang Kurdi memiliki hak untuk pemerintahan sendiri, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Buktinya revolusi Kurdi dihadapi dengan pembunuhan dan genosida.
Sebagai hasilnya klan kepemimpinan Kurdi mengumumkan berakhirnya permusuhan bersenjata. Warga Kurdi memiliki pilihan antara kembali ke Irak dan imigrasi ke Iran. Hal ini telah menyebabkan pecahnya ikatan Partai Demokrasi Kurdistan (PPK). Partai ini sebelumnya telah mengumpulkan semua kelas masyarakat Kurdi di bawah kepemimpinan Mullah Mustafa Barzani, yang melarikan diri ke Amerika Serikat sampai ia meninggal pada tahun 1975. Kemudian sejumlah besar dari mereka pindah ke Kurdistan Iran dan Turki.
Kurdi telah dan terus menuntut sebuah negara merdeka bagi mereka. Mereka mencobanya setelah Perang Teluk pertama pada tahun 1991.
Situasi politik Kurdi setelah Perang Teluk 1991 berbeda dari sebelumnya.
Pemerintahan Irak dan pasukan AS menandatangani kesepakatan untuk memberikan provinsi di Irak utara sebagai provinsi yang berdiri sendiri bagi Kurdi dan menjadi zona larangan terbang bagi pesawat Irak. Maka tanda-tanda yang mengarah kepada pemerintahan federal Kurdi mulai terbentuk saat itu. Ada du pihak Kurdi yang berkuasa di bawah kepemimpinan Mas’ud Barzani dan Jalal At-Talibani. Dua tokoh ini memimpin dengan orientasi sekuler.
Yang patut diperhatikan adalah pengaruh orientasi sekuler tersebut terhadap gerakan Islam di Irak utara dan di wilayah Kurdi. Setelah Irak dijajah oleh pasukan AS, hal ini menjadi pukulan telak bagi Gerakan Islam Kurdi di Irak utara. Mereka dituduh berafiliasi dan simpati kepada Al-Qaidah. Gerakan Islam yang paling populer hingga saat ini adalah Ansharul Islam Irak. (Anda dapat melihat profilnya sekilas di sini).
Semua orang tahu bahwa Kurdi yang Sunni di Irak berkomitmen untuk agama Islam, dan tidak terkait dengan organisasi seperti itu, baik Al-Qaidah maupun lainnya. Masalah ini tidak lebih hanyalah penciptaan situasi aman bagi kelompok sekuler untuk memegang peran, dengan mengorbankan orientasi Islam.
Pada tahun 1994, Sayyid Salahuddin Muhammad Bahauddin bersama dengan elit Muslim dari pemuda Kurdi membentuk sebuah organisasi Islam yang disebut Persatuan Islam Kurdistan. Organisasi ini mengadopsi gagasan pembaruan Islam tanpa kekerasan, memakai cara-cara damai dan dialog dengan tokoh-tokoh Kurdi tentang kondisi sulit yang dialami oleh Kurdi selama ini. Meskipun perwakilan mereka ada di parlemen Kurdistan dan parlemen Irak saat itu, apa yang mereka lakukan tidak disukai oleh banyak analis politik dan pengamat realitas Islam
• Kurdi di timur dan tenggara Turki
Populasi Kurdi di Turki terkonsentrasi di daerah pegunungan timur di sekitar provinsi Diyarbakir. Mereka bekerja sebagai penggembala dan tidak tunduk kepada sistem negara.
Dalam rangkaian sejarah keislaman Kurdi, yang akan dijelaskan selanjutnya, Kurdi terus mempertahankan Islam dan syariat Allah SWT. Mereka berpartisipasi dalam penaklukan bersama Kekaisaran Turki Utsmani. Tetapi setelah Kekaisaran Turki ini runtuh, Kemal Attaturk, enggan mengakui nasionalisme Kurdi, yang mengakibatkan pemberontakan Kurdi dan pembentukan partai-partai Kurdi. Terutama Partai Buruh Kurdistan (PKK) di Turki.
Pemerintah Turki benar-benar menolak nasionalis Kurdi maupun hak perwakilan mereka di parlemen. Seorang wartawan Turki mengatakan, “Sumber konflik sebenarnya terletak pada sistem pemerintahan Turki Kemali yang yang menerapkan sistem pemerintahan yang tidak demokratis, semimiliter yang berlindung di balik topeng demokrasi, dan menganut konstitusi militer, dan tidak menghormati hak asasi manusia.
Rezim benar-benar menolak mentah-mentah semua tuntutan Kurdi dalam representasi sosial, budaya dan politik. Padahal persentase mereka adalah 25% dalam masyarakat Turki. Bahkan rezim juga mengabaikan tuntutan mereka untuk pembangunan ekonomi di daerah-daerah Kurdi, seperti yang terjadi sekarang.”
• Kurdi di timur laut Suriah
Populasi Kurdi di Suriah terkonsentari di provinsi Hasakah (di perbatasan Suriah-Turki), provinsi Aleppo di wilayah Ain Arab (termasuk Kobani yang saat ini sedang mereka pertahankan dari serangan ISIS) dan Afrin, dan di provinsi Raqqah.
Rezim Suriah telah menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap mereka. Statistik mereka di Hasakah sangat besar pada tahun 1962, namun 120 ribu Kurdi dihapus dari kebangsaan Suriah mereka. Mereka juga dilarang berbicara dengan bahasa Kurdi di sekolah dan lembaga-lembaga publik.
Di beberapa wilayah mereka menghadapi insiden kekerasan, di antara yang paling penting adalah peristiwa Qamisyli 12 Maret 2004, dan pembunuhan ulama terkemuka Muhammad Ma’syuq Al-Khaznawi” pada 30 Mei 2005.
• Kurdi di Armenia, Azerbaijan dan Georgia
Uni Soviet melihat Kurdi di wilayah ini sebagai entitas anti-komunis. Karena dalam pandangan Uni Soviet ketika itu, mereka adalah ekstrimis Muslim yang dikenal dari kepatuhan mereka kepada ajaran agamanya. Soviet mencoba untuk mengubah loyalitas Kurdi agar mendukung tujuan strategisnya dan menyiarkan gagasan-gagasan atheis di tengah-tengah mereka.
Sejarah Keislaman Kurdi
Allah Yang Mahakuasa menurunkan agama Islam untuk menjadi agama bagi semua orang dari berbagai kebangsaan, warna kulit dan latar belakang. Bangsa Kurdi termasuk bangsa yang masuk Islam sejak awal penaklukan Islam. Mereka dikenal sebagai muslim yang kuat menjalankan, mencintai dan membela Islam. Harta dan nyawa mereka pertaruhkan demi agama. Salah satu kebanggaan bagi bangsa Kurdi adalah Shalahudin Al-Ayyubi pembebas Baitul Maqdis adalah putra kelahiran bangsa mereka.
Sebelum masa Islam, Kurdi memeluk agama Zoroastrianisme, yang hanya dikenal di kalangan suku Arya. Pada tahun 649 Masehi, Islam menyebar sampai ke tanah mereka melalui Khalid bin Al-Walid dan Iyadh bin Ghanam. Maka sejak saat itu sebagian besar bangsa Kurdi memeluk Islam Sunni dengan mazhab Syafi’i.
Sejarahnya, Kurdi ketika itu tinggal di batas-batas Kekaisaran Persia. Dari sini mulailah terjalin hubungan mereka dengan Islam selama penaklukan Islam di Persia pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.
Pada masa itu, pasukan Islam meraih kemenangan atas pasukan Persia dalam pertempuran Qadisiyah, Jalawla, dan Nahawand. Di antara dampaknya, terjadilah gesekan antara kaum muslimin dan Kurdi.
Sebagian besar wilayah Kurdi telah ditaklukkan oleh pasukan Islam, mulai dari kota, desa dan istana mereka di daerah pegunungan barat dan wilayah aliran sungai Efrat, Armenia dan Azerbaijan. Wilayah-wilayah ini ditaklukkan dengan perjanjian damai. Kecuali untuk beberapa daerah ditaklukkan dengan peperangan, sebab umat Islam dihadapi dengan perlawanan sengit.
Pada tahun 21 Hijriah, mayoritas wilayah Kurdi sudah masuk dalam kekuasaan Islam. Masyarakat Kurdi masuk Islam berbondong-bondong. Mayoritas memeluk Islam secara sukarela. Selanjutnya mereka berperan signifikan dalam penaklukan Islam.
Pada era Abbasiyah (132 H), Kurdi menunjukkan peran yang luar biasa dalam membela kehormatan kekhalifahan. Bahkan ketika Kekhalifahan Abbasiyah mengalami kemunduran pada masa Dinasti Buwaih (334-447 H) dan terbentuklah kerajaan-kerajaan kecil, Kurdi tetap loyal kepada simbol Islam ketika itu, yakni Kekhilafahan Abbasiyah. Mereka tidak mencoba untuk melakukan pemberontakan dan pemisahan diri, meskipun telah membentuk kerajaan sendiri seperti lainnya. Mereka tidak menyerang Baghdad seperti dilakukan oleh bangsa Persi dan Buwaih. Mereka sebenarnya mampu melakukannya bila menghendaki, namun mereka tetap loyal kepada Abbasiyah.
Kurdi menunjukkan semangat Islam. Mereka menjadi tentara kekhalifahan Islam di berbagai era. Bahkan menjadi penopang dan benteng yang kuat di perbatasan wilayah Islam dalam menghadapi Rusia, Bizantium dan sekutu mereka dari Armenia dan Georgia. Kemudian mereka melawan Tentara Salib dan Bathiniyah di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Kurdi pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi muncul dalam sejarah Islam sebagai negara besar. Mereka adalah pendirinya. Negeri ini melakukan upaya-upaya besar dalam penyatuan Mesir dan Suriah, saat Kekhalifahan Abbasiyah dalam kelemahan yang parah.
Negara tersebut harus menghadapi Tentara Salib di Syam dan Mesir, namun mampu mengalahkan mereka dalam pertempuran besar di Hittin dan Manshurah. Negara mereka berlangsung hampir seratus tahun dari 569 sampai 661 H. Negara yang dimaksud adalah negara Ayyubiyah yang didirikan oleh pemimpin Muslim Kurdi Shalahuddin Al-Ayyubi.

 Kesultanan Ayyubiyah setelah menguasai Yerusalem dan pantai Syam, dan setelah kedatangan Perang Salib Ketiga

Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa Al-Ayyubi adalah keturunan Kurdi. Ia tumbuh dewasa di Tikrit Irak. Ia bersama pamannya, Asaduddin Shirkuh, mampu menjatuhkan negara Ubaidiyyah Ismailiyyah di Mesir dan menegakkan negara Sunni. Kemudian ia mampu mampu menyatukan Mesir dan Suriah dalam keadaan yang kuat untuk mengalahkan Tentara Salib. Sepeninggalnya, keluarganya mengambil alih pemerintahan Kurdi sampai akhir kejayaannya dan berganti dengan negara Mamluk.
Kurdi dan Pendidikan Islam
Kurdi adalah Muslim. Mereka dikenal berpegang kepada akidah Islam dan tetap berkomitmen kepada ajaran Al-Qur’an dan bahasa Arab, meskipun bahasa Kurdi adalah bahasa komunikasi mereka. Mereka mempelajari Al-Qur’an dan Bahasa Arab di kurikulum sekolah.
Irbil yang dianggap sebagai ibukota Kurdistan Irak, sejak bertahun-tahun telah menjadi tujuan banyak pemuda untuk belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Qur’an melalui sekolah swasta yang disebut sekolah-sekolah Islam. Sekolah-sekolah ini telah meluluskan lebih dari 400 ulama Kurdi yang menguasai konsep-konsep Islam dan lebih dari 2800 siswa penghafal Al-Qur’an.
Lulusan penghafal Al-Qur’an dikelompokkan dalam tiga kategori: kategori pertama usia 12 sampai 16 tahun. Kategori ini setidaknya telah hafal tiga juz Al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab. Kategori kedua usia 16 sampai 20 tahun. Kategori ini telah menghafal empat sampai lima belas juz Al-Qur’an. Kategori ketiga adalah usia 22 sampai 30 tahun. Mereka telah hafal 30 juz dengan sempurna.
Banyak perempuan dan pemudi Kurdi memiliki tekad kuat kepada syariat Islam dan memakai pakaian Islami, meskipun ada upaya luas dari kalangan sekuler untuk menyebarkan kesetaraan antara pria dan wanita dalam segala hal dengan dalih kebebasan pribadi.
Kurdi dan Revolusi Suriah
Banyak pertanyaan tentang sejauh mana partisipasi Kurdi dalam revolusi Suriah, hubungan mereka dengan oposisi, dan tuntutan dalam fase pasca-Asad.
Koordinator Umum Dewan Revolusi Suriah Kurdi, Faris Mashaal Tammo, dalam wawancara dengan wartawan senior Al-Jazirah, Tayser Alluni, pada tanggal 29 Juli 2013 lalu, mengatakan bahwa mayoritas Kurdi mendukung revolusi Suriah. Mereka menuntut hak-haknya dalam kerangka bangsa.
Selama ini, seperti dijelaskannya, Kurdi dilarang dari segala sesuatu, mereka kehilangan pekerjaan, kebangsaan, kepemilikan dan akuisisi, serta posisi politik dan militer. Mereka ingin hak-hak konstitusional Kurdi dilindungi dalam rangka kebangsaan.

Faris Mashaal Tammo menjelaskan, ada tiga keberpihakan dalam revolusi Suriah. Pertama adalah Partai Persatuan Demokrasi, sayap militer Kurdi Suriah dari Partai Buruh Kurdi (PKK) di Turki. Mereka kembali ke Suriah degan dukungan dan dana dari rezim Bashar untuk membantunya dalam menindas demonstran, penangkapan, dan pembunuhan aktivis.
Pihak kedua adalah Dewan Nasional Kurdi, yang memilih untuk bersikap netral dan benar-benar jauh dari Revolusi selama enam bulan pertama pembentukannya. Tetapi setelah sisa partai Kurdi lainnya disatukan ke dalam Dewan Nasional Kurdi, mereka memilih untuk menjadi pihak ketiga dalam revolusi. Dewan Nasional Kurdi lahir dari sikap para pemuda Kurdi dalam revolusi Suriah sebagai front politik bagi gerakan Kurdi, yang mencita-citakan negara merdeka. Namun, Faris melihat lembaga ini tidak berjalan dengan baik.
Pihak ketiga adalah Dewan Revolusi Suriah Kurdi. Lembaga ini mewakili kelompok Kurdi yang berpihak kepada oposisi sejak awal dan masih berlanjut. Namun, mereka mengalami pemisahan dan marjinalisasi oleh Dewan Nasional Kurdi dan Dewan Nasional Suriah (SNC).
Mashaal Tammo menegaskan bahwa Dewan Revolusi Suriah Kurdi turut andil dalam kegiatan militer, dan memiliki link ke dalam jajaran Tentara Pembebasan Suriah (FSA).
Masa depan Kurdi
Menurut Dr. Iman Musthafa Bagha, dalam bukunya yang berjudul, “Apa Masalah Kurdi di Masa Sekarang?” masalah Kurdi bagi Barat adalah karena Shalahuddin Al-Ayyubi lahir dari mereka. “Inilah yang membuat Barat membiarkan mereka tanpa negara ketika membagi-bagi negeri kita menjadi terpecah-pecah dalam perjanjian Sykes Picot,” ungkapnya.
Prof. Dr. Fayiz Muhammad Al-Isawi, Profesor dan Kepala Departemen Geografi Fakultas Adab Universitas Alexandria Mesir, juga melihat bahwa kekuatan negara-negara besar seperti Rusia, Amerika dan Inggris serta negara-negara yang menampung masyarakat Kurdi (Turki, Irak, Suriah, Iran dan lainnya seperti disebutkan sebelumnya) tidak akan mengizinkan Kurdi mendirikan negara merdeka. Mereka semua sepakat bahwa berdirinya negara Kurdi hanya akan menambah masalah antara Kurdi dan tetangga-tetangganya.
Penutup
Dapat digarisbawahi bahwa Kurdi menjadi masyarakat Muslim yang berkomitmen kuat kepada agama setelah mendapatkan sentuhan dakwah Islam. Hal ini tampak dalam kurikulum pendidikan, pembelaan mereka kepada kekhilafahan Islam dan perlawanan terhadap tentara Salib yang dipimpin oleh Shalahuddin Al-Ayyubi. Namun, invasi Amerika Serikat ke Irak telah meninggalkan pemikiran sekuler di antara tokoh Kurdi dan berpengaruh terhadap komitmen masyarakat Kurdi kepada Islam. (Agus Abdullah)
Source:
http://www.alukah.net/world_muslims/0/2913/
http://www.alukah.net/world_muslims/0/3015/
Dr. Iman Musthafa Bagha, Ma Hiya Musykilatul Akrad fi Al-Ashr Al-Hali? hlm. 4.
http://digital.ahram.org.eg/articles.aspx?Serial=1090062&eid=14158
http://www.aljazeera.net/programs/today-interview/2013/8/2/فارس-مشعل-الأكراد-والثورة-السورية


Sejarah konflik Turki versus Kurdi

Selasa, 23 Januari 2018
Sejak Sabtu lalu Turki dan pasukan oposisi Suriah (FSA) melancarkan operasi militer ke Kota Afrin, Suriah, untuk menggempur milisi Kurdi yang lebih dikenal Pasukan Perlindungan Rakyat (YPG). Jet-jet tempur Turki menyerang ratusan target di Afrin dan sehari kemudian pasukan darat juga menyerbu wilayah itu dalam Operasi yang disebut Ranting Zaitun.
Turki berang lantaran Amerika Serikat pekan lalu mengumumkan akan membentuk pasukan perbatasan berkekuatan 30 ribu personel yang sebagian besar terdiri dari milisi Kurdi. Turki menganggap rencana itu sebagai ancaman keamanan. YPG selama ini dipandang sebagai sayap militer dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap separatis oleh Turki karena ingin mendirikan negara sendiri.
Seperti apa sebetulnya sejarah konflik antara Turki melawan Kurdi?
Dikuti dari laman telesurtv, pada 2013 pemerintah Turki dan organisasi gerakan Kurdi terpenting di Timur Tengah, PKK, mengumumkan gencatan senjata dan memulai pembicaraan damai antara kedua pihak setelah hampir tiga dekade bertikai dan konflik itu merenggut lebih dari 40 ribu orang, kebanyakan orang Kurdi.
Gencatan senjata itu kini sudah berakhir. Turki melanggar gencatan senjata itu ketika mereka melancarkan apa yang disebut jurnalis pro-pemerintah, 'operasi pembersihan teroris PKK'.
Konflik kedua pihak ini berakar sejak keterlibatan Kerajaan Turki Ottoman dan inggris serta negara Barat yang memecah belah kawasan itu setelah Perang Dunia Pertama.
Setelah jatuhnya Kerajaan Turki Ottoman, sosok nasionalis Turki, Mustafa Kemal Ataturk melawan kaum imperialis Barat yang ingin memecah wilayah yang kini adalah negara Turki. Untuk mendirikan negara yang sekarang disebut Republik Turki, Ataturk (namanya berarti 'bapak bangsa Turk) sadar dirinya memerlukan dukungan dari etnis Kurdi yang bercokol di sebelah tenggara Turki. Ataturk menjanjikan, jika warga Kurdi bersekutu dengannya melawan penjajah dia akan memberikan wilayah itu untuk mereka kuasai sepenuhnya.
Perang pun berakhir dan negara Turki berdiri pada 1934. Jutaan warga Kurdi akhirnya mendiami wilayah di bawah kepemimpinan sosok nasionalis Turki yang kemudian ingin menjadikan seluruh wilayah itu di-Turki-kan. Republik Turki bertujuan menghapus segala identitas etnis Kurdi dan menggantinya dengan Turki.
Sejak itu, bangsa Kurdi yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 20 juta jiwa, sekitar 25 persen dari populasi Turki, dilarang menggunakan bahasa mereka dari mulai di media, televisi, dan politik. Hak-hak mereka dicabut dan bahasa Kurdi hanya digunakan di rumah. Anak-anak Kurdi di sekolah belajar bahasa Turki.
Bangsa Kurdi adalah etnis terbesar di muka bumi yang tidak punya tanah air. Mereka tersebar di kawasan Turki, Iran, Suriah, dan Irak.
Gerakan perlawanan Kurdi akhirnya lahir, yang terkuat adalah Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Turki. PKK didirikan oleh Abdullah Ocalan pada 1978, partai Marxist yang mencerminkan pandangan dan ideologi Ocalan. Tujuan awal PKK adalah mendirikan negara Kurdi di sebelah tenggara Turki dan menyatukan seluruh orang Kurdi yang tersebar di beberapa negara sekitar.
Kelompok PKK melancarkan perlawanan bersenjata terhadap Turki pada akhir 1970-an. Tapi perlawanan itu berhasil dipatahkan kelompok militer sayap kanan yang mengganyang kelompok kiri di Turki, termasuk PKK yang dipimpin Ocalan.
Kepemimpinan sipil kemudian berkuasa di Turki pada 1984, Ocalan dan ribuan para pendukungnya bertahan di Suriah dan melanjutkan perlawanan merongrong Turki.
Setelah kudeta militer pada 1980-an, pemerintah junta militer membuat undang-undang anti-teror yang kemudian dipakai untuk memburu warga Kurdi. Ribuan orang Kurdi dibunuh oleh tentara Turki, mereka semua dianggap teroris Kurdi dan simpatisan PKK.
Perlawanan mereka kian gencar pada 1990-an dan pemerintah Turki berusaha membunuh atau menangkap Ocalan. Pada 1990-an Turki mengancam akan menyerbu Suriah jika Damaskus tidak menangkap dan menyerahkan Ocalan kepada Ankara.
Ocalan kemudian meninggalkan Suriah menuju Eropa dan Rusia untuk mencari suaka dan kemudian ditangkap di Kenya. Intelijen Turki dengan bantuan CIA Amerika dan diduga Mossad Israel berhasil menangkap Ocalan dan menyerahkannya ke Turki. Dia divonis hukuman mati pada 1999 tapi kemudian hanya dipenjara seumur hidup ketika Turki mencabut aturan hukuman mati sebagai syarat bergabung dengan Uni Eropa.
Sejak itu NATO, AS, Uni Eropa dan negara Barat lainnya menyebut PKK adalah organisasi teroris hingga detik ini. Setelah ditangkap, Ocalan dan para pemimpin PKK menyadari, demi meraih hak-hak rakyat Kurdi, mereka harus mengubah strategi. PKK akhirnya memutuskan mereka menyatakan akan tetap bersama Turki tapi di wilayah yang mereka bisa kuasai. Mereka meninggalkan ide kemerdekaan dan menuntut otonomi khusus.
Setelah kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) di Turki suasana mulai berubah. Partai AK yang ingin menjalin hubungan dekat dengan Uni Eropa mulai mengubah pandangan terhadap Kurdi. Bangsa Kurdi kini boleh memakai bahasa mereka dan dibolehkan berpartisipasi dalam bidang politik. Orang Kurdi kini boleh mempelajari bahasa Kurdi, menerbitkan buku, koran berbahasa Kurdi dan punya partai politik dan berkampanye, sesuatu yang satu dekade lalu masih menjadi mimpi. Meski begitu konflik masih berlangsung hingga kini. [pan]

Pasukan Turki Bakar Hidup-Hidup 150 Suku Kurdi

https: img.okeinfo.net content 2016 02 19 18 1316153 pasukan-turki-bakar-hidup-hidup-150-suku-kurdi-ryZP8ECbID.jpg

Jum'at 19 Februari 2016
Sedikitnya 150 suku Kurdi dibakar hidup-hidup di berbagai bangunan oleh pasukan militer Turki di wilayah tenggara. Pasukan Turki diketahui melakukan operasi serangan di wilayah tersebut yang dihuni oleh suku Kurdi.
Tidak hanya itu, pasukan Turki juga melakukan serangan kepada pejuang Kurdi YPG di Suriah. Ankara menganggap mereka adalah teroris yang mengancam keamanan Turki. Fakta tersebut diungkapkan oleh anggota parlemen Turki asal Partai Rakyat Demokratik (HDP) Feleknas Uca.
“Di Distrik Cizre, sekira 150 orang dibakar hidup-hidup. Beberapa jenazah bahkan ditemukan tanpa kepala. Beberapa lagi jenazahnya sudah tidak mungkin dikenali dan diotopsi,” ungkap Uca, seperti dilansir dari Sputnik, Jumat (19/2/2016).
Perempuan kelahiran Jerman itu juga menyesalkan bahwa pasukan Turki terus melakukan operasi mereka di Provinsi Diyarbakir kepada suku Kurdi. “Situasi Diyarbakir cukup buruk. Sebanyak 200 orang terperangkap di basement dan pasukan khusus Turki tidak memperbolehkan mereka diselamatkan,” pungkas Uca.
Hubungan antara Ankara dan Kurdi di Turki dan Suriah semakin memburuk. Turki menghubungkan Kurdi Suriah dengan Partai Pekerja Kurdi (PKK). Keduanya dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintahan Recep Tayyip Erdogan.
Ketegangan meningkat sejak Juli 2015 setelah 33 aktivis Kurdi tewas terbunuh dalam ledakan bom bunuh diri di Distrik Suruc. Dua polisi Turki juga kemudian dibunuh oleh PKK. Kedua aksi tersebut membuat perjanjian gencatan senjata dibatalkan sehingga pasukan Turki memulai operasi mereka.
Otoritas Turki juga menuding militan Kurdi sebagai pelaku pemboman di Ankara yang menewaskan 28 orang pada Rabu 17 Februari sore waktu setempat.(wab)

Death toll rises among Kurds trapped in Turkey’s southeastern Cizre district amid govt krackdown
Published time: 1 Feb, 2016 
Over 20 injured people have been trapped in a basement for over a week in the Cizre district of Turkey’s Sirnak Province, where the Turkish military is fighting Kurdish militants. Reports say ambulances have been denied access and six people have died.
Faysal Sariyildiz, Sirnak deputy of the Peoples’ Democratic Party (HDP), the third biggest in the Turkish parliament, told the Cihan news agency on Saturday that 31 people had been trapped in a basement of a building in the Kurdish town of Cizre for over a week, with 6 already succumbing to their injuries.
Read more
Residents carry their belongings as they flee from Sur district, which is partially under curfew, in the Kurdish-dominated southeastern city of Diyarbakir, Turkey January 27, 2016. © Sertac KayarHundreds flee southeast Turkey warzone as 23 killed, curfew expanded in Kurdish Diyarbakir
On Friday, Sariyildiz told the German dpa news agency that the death toll was rising almost daily, as ambulances dispatched to help those trapped had been denied access on 11 separate occasions.
“The wounded are confined in a tight space along with those who have died,” Sariyildiz told the agency.
Nedim Turfent, English news editor for the Dicle News Agency, told RT that seven of the wounded have died and 15 others are suffering from injuries, “some in critical condition.”
“No news has been received from the basement since yesterday afternoon. Dozens of people including women and children remain trapped,” he said. “The wounded are waiting to die without any available means,” he said, adding that there is lack of water or other “basic means to survive.”
HDP’s Sariyildiz has been in contact with the people in basement via text and has been updating his Twitter with the names of the trapped Kurds and posting photos of the injured.
As of Friday, the bodies of the dead had not been removed, Leyla Birlik, HDP legislator for Sirnak province, told dpa.
Dicle News Agency has posted photos allegedly showing the injured and the dead in the basement.
Some HDP members went on a hunger strike on Thursday to protest the actions of the Turkish government, which has imposed curfews and cut off passage to medics. Cizre has been under curfew for the past six weeks.
On Sunday, a group of volunteer medical workers from the Turkish Medical Association (TTB) and the Trade Union of Public Employees in Health and Social Services (SES) were denied entry to the district.
A physician from the group told the media that the volunteers had been denied entry to the area because they lacked an official document.
“We were denied entry despite explaining to them that the prevention was in violation of the Geneva Conventions, of which Turkey is a signatory, and that vehicles and volunteer personnel carrying the symbol of the Red Cross need to be allowed into conflict zones,” Dr. Vahhac Alp said, as quoted by the Hurriyet Daily.
“Our ambulances have been sent to the closest [safe] location and have asked for any wounded people to be brought to this location. But despite all our efforts our call has been ignored,” the Sirnak Governor’s Office stated on Thursday.
“This is a desperate situation: injured individuals, some of whom are apparently bleeding heavily, are at grave risk of dying if they do not urgently receive medical care,” said Andrew Gardner, Amnesty International’s researcher on Turkey, on Thursday.
According to the human rights group, an estimated 23 people are stranded in the basement.
Read more
Turkey blockades Syrian Kurdish areas surrounded by ISIS (RT EXCLUSIVE)
Speaking to those trapped on Thursday, Amnesty was able to confirm that four had died and another 12 were seriously injured. Communications have since been cut off due to shelling, but it is believed that six people have now died, said the human rights group.
“The refusal of the Turkish authorities to ensure access to medical care is indefensible. While it is perfectly legitimate for them to take measures to ensure security and arrest suspects, this operation shows a callous disregard for human life,” said Gardner.
On Friday, the Constitutional Court confirmed that it had issued an order to halt ambulance crews on grounds that it was too dangerous to reach the injured. In its decision, the court cited ongoing “ambiguity over whether the people in Cizre are injured or not, whether they are in critical condition, why they were injured, whether they are armed or not and where they actually are,” Today’s Zaman reported.
The decision came after the injured appealed to the European Court of Human Rights (ECHR) on January 23, asking it to impose interim measures requiring Ankara to make every possible effort to provide medical care. On Tuesday, the ECHR urged the Turkish government to take appropriate measures to protect the lives of the applicants.
READ MORE: Turkey detains 12 academics for criticizing military campaign against Kurds
President Recep Tayyip Erdogan has rejected the allegations claiming that the state has denied medical workers access to the area, calling them “all lies.”
“They are deliberately not bringing the wounded out,” he said. He also blamed the hunger striking MPs for supporting the Kurdistan Workers Party (PKK) militants, who are considered to be terrorists by Erdogan and his government.
The Kurds have long been campaigning for the right to self-determination and greater autonomy in Turkey, where they are the largest ethnic minority.
Ankara has been stepping up its military operations in the predominantly Kurdish areas located near Turkey’s borders with Syria and Iraq since December. Erdogan has vowed to continue the military campaign until the area is cleansed of PKK militants.
On Monday, EU foreign affairs chief Federica Mogherini called for an “immediate ceasefire” in Turkey’s Kurdish-dominated region. At the same time, EU Enlargement Commissioner Johannes Hahn added that the EU has an “imminent interest on that because it can affect the security in the region, and in the broader sense, the EU.”
READ MORE: Shooting of Kurds waving white flag caught on camera (GRAPHIC VIDEO)

Terjemahan :

Lebih dari 20 orang yang terluka telah terperangkap di ruang bawah tanah selama lebih dari seminggu di distrik Cizre di Provinsi Sirnak, Turki, tempat militer Turki memerangi gerilyawan Kurdi. Laporan mengatakan ambulan telah ditolak aksesnya dan enam orang tewas.
Faysal Sariyildiz, wakil Sirnak dari Partai Rakyat Demokratik (HDP), yang terbesar ketiga di parlemen Turki, mengatakan kepada kantor berita Cihan pada hari Sabtu bahwa 31 orang telah terperangkap di ruang bawah tanah sebuah bangunan di kota Cizre, Kurdi selama lebih seminggu, dengan 6 sudah menyerah pada cedera mereka.

Baca lebih lajut
Penduduk membawa barang-barang mereka saat mereka melarikan diri dari distrik Sur, yang sebagian berada di bawah jam malam, di kota tenggara Diyarbakir yang didominasi Kurdi, Turki 27 Januari 2016. © Sertac Kayar Ratusan mengungsi dari zona perang Turki tenggara saat 23 orang tewas, jam malam diperluas di Kurdi Diyarbakir
Pada hari Jumat, Sariyildiz mengatakan kepada kantor berita dpa Jerman bahwa jumlah korban tewas meningkat hampir setiap hari, ketika ambulans yang dikirim untuk membantu mereka yang terjebak telah ditolak akses pada 11 kesempatan terpisah.
"Mereka yang terluka terkurung dalam ruang sempit bersama dengan mereka yang telah meninggal," kata Sariyildiz kepada agensi.
Nedim Turfent, editor berita bahasa Inggris untuk Dicle News Agency, mengatakan kepada RT bahwa tujuh dari yang terluka telah meninggal dan 15 lainnya menderita luka-luka, "beberapa dalam kondisi kritis."
“Tidak ada berita yang diterima dari ruang bawah tanah sejak kemarin sore. Lusinan orang termasuk wanita dan anak-anak tetap terjebak, ”katanya. "Yang terluka sedang menunggu untuk mati tanpa sarana yang tersedia," katanya, menambahkan bahwa ada kekurangan air atau "sarana dasar untuk bertahan hidup."
Sariyildiz HDP telah melakukan kontak dengan orang-orang di ruang bawah tanah melalui teks dan telah memperbarui Twitter-nya dengan nama-nama Kurdi yang terperangkap dan memposting foto-foto yang terluka.
Pada hari Jumat, mayat-mayat tidak dihilangkan, Leyla Birlik, legislator HDP untuk provinsi Sirnak, mengatakan kepada dpa.
Kantor Berita Dicle telah memposting foto-foto yang menunjukkan orang yang terluka dan yang mati di ruang bawah tanah.
Beberapa anggota HDP melakukan mogok makan pada hari Kamis untuk memprotes tindakan pemerintah Turki, yang telah memberlakukan jam malam dan memotong jalan ke petugas medis. Cizre telah berada di bawah jam malam selama enam minggu terakhir.
Pada hari Minggu, sekelompok sukarelawan pekerja medis dari Asosiasi Medis Turki (TTB) dan Serikat Pekerja Karyawan Publik dalam Layanan Kesehatan dan Sosial (SES) ditolak masuk ke distrik tersebut.
Seorang dokter dari kelompok itu mengatakan kepada media bahwa para sukarelawan telah ditolak masuk ke daerah itu karena mereka tidak memiliki dokumen resmi.
"Kami ditolak masuk meski menjelaskan kepada mereka bahwa pencegahan itu melanggar Konvensi Jenewa, di mana Turki adalah penandatangannya, dan bahwa kendaraan dan tenaga sukarelawan yang membawa lambang Palang Merah perlu diizinkan masuk ke zona konflik," Dr. Kata Vahhac Alp, seperti dikutip dari Hurriyet Daily.
“Ambulans kami telah dikirim ke lokasi terdekat dan telah meminta orang yang terluka dibawa ke lokasi ini. Namun terlepas dari semua upaya kami panggilan kami telah diabaikan, "Kantor Gubernur Sirnak menyatakan pada hari Kamis.
"Ini adalah situasi yang menyedihkan: individu yang terluka, beberapa di antaranya tampaknya mengalami pendarahan hebat, berisiko mati jika mereka tidak segera menerima perawatan medis," kata Andrew Gardner, peneliti Amnesty International di Turki, Kamis.
Menurut kelompok hak asasi manusia, sekitar 23 orang terdampar di ruang bawah tanah.

Baca lebih lajut
Turki memblokade wilayah Kurdi Suriah yang dikelilingi oleh ISIS (RT EKSKLUSIF)
Berbicara kepada mereka yang terjebak pada hari Kamis, Amnesty dapat mengkonfirmasi bahwa empat telah meninggal dan 12 lainnya terluka parah. Komunikasi sejak itu terputus karena penembakan, tetapi diyakini bahwa enam orang kini telah meninggal, kata kelompok hak asasi manusia itu.
“Penolakan pihak berwenang Turki untuk memastikan akses ke perawatan medis tidak dapat dipertahankan. Meskipun sangat sah bagi mereka untuk mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamanan dan menangkap tersangka, operasi ini menunjukkan pengabaian yang tidak berperasaan bagi kehidupan manusia, ”kata Gardner.
Pada hari Jumat, Mahkamah Konstitusi membenarkan bahwa mereka telah mengeluarkan perintah untuk menghentikan kru ambulans dengan alasan bahwa terlalu berbahaya untuk menjangkau korban yang terluka. Dalam putusannya, pengadilan mengutip "ambiguitas yang terus-menerus mengenai apakah orang-orang di Cizre terluka atau tidak, apakah mereka dalam kondisi kritis, mengapa mereka terluka, apakah mereka bersenjata atau tidak dan di mana mereka sebenarnya," Zaman hari ini melaporkan.
Keputusan itu diambil setelah mereka yang terluka naik banding ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) pada 23 Januari, meminta mereka untuk memberlakukan tindakan sementara yang mengharuskan Ankara melakukan segala upaya yang mungkin untuk menyediakan perawatan medis. Pada hari Selasa, ECHR mendesak pemerintah Turki untuk mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi kehidupan para pelamar.
BACA LEBIH BANYAK: Turki menahan 12 akademisi karena mengkritik kampanye militer terhadap Kurdi
Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menolak tuduhan yang mengklaim bahwa negara telah menolak akses tenaga medis ke daerah itu, menyebut mereka "semua dusta."
"Mereka sengaja tidak membawa yang terluka keluar," katanya. Dia juga menyalahkan para anggota parlemen yang mogok makan karena mendukung militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang dianggap teroris oleh Erdogan dan pemerintahnya.
Bangsa Kurdi telah lama berkampanye untuk hak menentukan nasib sendiri dan otonomi yang lebih besar di Turki, di mana mereka adalah etnis minoritas terbesar.
Ankara telah meningkatkan operasi militernya di daerah-daerah yang didominasi orang Kurdi yang terletak di dekat perbatasan Turki dengan Suriah dan Irak sejak Desember. Erdogan telah bersumpah untuk melanjutkan kampanye militer sampai daerah itu dibersihkan dari militan PKK.
Pada hari Senin, kepala urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini menyerukan "gencatan senjata langsung" di wilayah yang didominasi Kurdi Turki. Pada saat yang sama, Komisaris Pembesaran Uni Eropa Johannes Hahn menambahkan bahwa UE memiliki “minat yang dekat dengan hal itu karena hal itu dapat memengaruhi keamanan di kawasan tersebut, dan dalam arti yang lebih luas, UE.”
BACA LEBIH BANYAK: Penembakan Kurdi yang mengibarkan bendera putih tertangkap di kamera (GRAPHIC VIDEO)