Apa Jadinya Jika Saudi Arabia Dikuasai Oleh
Sufi Dan Syiah, Serta Metode (Pemahaman) Nenek Moyang (Tradisi). Jika Aku
Menguasai Haramain.
SUFI Kalau Tidak Dusta Rugi (Dusta Hasanah)
https://lamurkha.blogspot.com/2018/11/sufi-kalau-tidak-dusta-rugi-dusta.html
"Dhirar" Chechnya (Konferensi Sufi
Sesat)
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/09/dhirar-chechnya.html
Penyakit Riya Dan Gila Popularitas. Mengapa
Kita Tak Perlu Terkenal ? Mereka Orang Yang Shalih, Tapi Tidak Mau Dikenal.
Ketika Banyak Ulama Yang Membingungkan, Carilah
Ilmu Syar'i Di Madinah.
Sufi, Benarkah Itu Ajaran Nabi?
Kerajaan
Arab Saudi tergolong yang 100% melarang Tasawuf.
Di Arab
Saudi, kerajaaan melalui al-Lajnah ad-Daimah melarang keras eksistensi Tasawuf
dan Tarekat. Ada 3 Tarekat yang dianggap munkar dan
tidak sesuai petunjuk Rasulullah SAW, diantaranya: Tarekat Tijaniah, Qadiriyah dan Naqsyabandiyah (2). Alasan pelarangan dikarenakan mengandung
bid’ah-bid’ah seperti dzikir jama’i, membaca Laa ilaaha illallah sekian ribu kali,
dan tawasul.
Bentuk ketidaksetujuan Saudi juga tercermin dalam penerbitan-penerbitan buku/kitab yang mengkritisi Tasawuf. Karya-karya ulama Saudi banyak yang diterjemahkan di Indonesia. Salah satunya adalah dua buah karya Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu yang diterbitkan oleh Pustaka at-Tibyan, Solo. Masing-masing berjudul, Taubat Dari Thariqat Sufi (tanpa tahun) dan Fakta dan Data Kesesatan Tasawuf (2001)(3).
Walaupun kerajaan Saudi bersikap anti Tasawuf, untuk pertama kalinya dalam
sejarah, mata kuliah Tasawuf diajarkan pada jurusan Syariah dan Studi Islam,
Qassim University (QU). Kajian Tasawuf di QU tidak dimaksudkan untuk amaliah.
Hanya sebatas kepentingan ilmiah. Beberapa dosen di sana sedang fokus riset
tentang fenomena Syiah yang kini menampilkan wajah Tasawuf di beberapa negara
bercorak Sunni.
(2) Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil ‘ilmiyyah wa Ifta’, jilid 2 (Riyadh: Darul Ashimah, 1419 H).
(2) Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil ‘ilmiyyah wa Ifta’, jilid 2 (Riyadh: Darul Ashimah, 1419 H).
(3) Dalam buku ini dipaparkan 24 macam penyimpangan kaum Sufi,
diantaranya: doktrin Nur Muhammad, Berdzikir dengan menari, wihdatul wujud,
meminta barokah ke makam Syeikh dan lain-lain. Lihat Muhammad bin Jamil zainu,
Fakta dan Data Kesesatan Tasawuf, (Solo: Pustaka at-Tibyan, 2001), hal 15-39.
http://www.bersamaislam.com/2015/03/inilah-negara-negara-yang-melarang.html
http://www.bersamaislam.com/2015/03/inilah-negara-negara-yang-melarang.html
Tarekat
Sufi Naqsyabandiyah
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah
Wal Ifta
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada sebuah
perkumpulan wanita dari Kuwait. Mereka menyebarkan dakwah sufi beraliran
Naqsyabandiyah secara sembunyi-sembunyi, perkumpulan wanita tersebut berada
dibawah naungan lembaga resmi.
Kami telah mempelajari kitab-kitab mereka, dan berdasarkan pengakuan mereka, yang pernah ikut perkumpulan wanita ini, tarekat ini memiliki pemahaman diantaranya :
Kami telah mempelajari kitab-kitab mereka, dan berdasarkan pengakuan mereka, yang pernah ikut perkumpulan wanita ini, tarekat ini memiliki pemahaman diantaranya :
1. Barangsiapa yang tidak mempunyai
syaikh, maka yang menjadi syaikhnya adalah syetan.
2. Barangsiapa yang tidak bisa mengambil ahlak syaikh/gurunya, maka tidak akan
bermanfaat baginya Kitab dan Sunnah.
3. Barangsiapa yang mengatakan pada syaikhnya, “Mengapa begitu ?” Maka, tak akan sukses selamanya.
3. Barangsiapa yang mengatakan pada syaikhnya, “Mengapa begitu ?” Maka, tak akan sukses selamanya.
Selain itu, mereka berdzikir (dengan tata
cara sufi, tentunya) seraya membawa gambar syaikhnya. Mereka suka mencium
tangan gurunya yang bergelar Al-Anisaa, dan berasal dari negeri Arab. Mereka
menganggap akan mendapat berkah dengan meminum air sisa sang gurunya.
Mereka menulis do’a dengan do’a khusus yang dinukil dari buku Al-Lu’lu wa Al-Marjan Fi Taskhiri Muluki Al-Jann. Dan dalam lapangan pendidikan, perkumpulan ini membangun madarasah khusus untuk kalangan sendiri, mereka didik anak-anak berdasarkan ide-ide kelompoknya, bahkan ada di antaranya yang mengajar di sekolah-sekolah negeri umum, baik jenjang setingkat SMP maupun SMA. Sebagian mereka ada yang berpisah dengan suami dan meminta cerai lewat pengadilan, hal itu terjadi manakala sang suami menyuruh sang istri agar menjauh dari aliran yang sesat ini.
Mereka menulis do’a dengan do’a khusus yang dinukil dari buku Al-Lu’lu wa Al-Marjan Fi Taskhiri Muluki Al-Jann. Dan dalam lapangan pendidikan, perkumpulan ini membangun madarasah khusus untuk kalangan sendiri, mereka didik anak-anak berdasarkan ide-ide kelompoknya, bahkan ada di antaranya yang mengajar di sekolah-sekolah negeri umum, baik jenjang setingkat SMP maupun SMA. Sebagian mereka ada yang berpisah dengan suami dan meminta cerai lewat pengadilan, hal itu terjadi manakala sang suami menyuruh sang istri agar menjauh dari aliran yang sesat ini.
Pertanyaan yang kami ajukan :
1. Bagaimanakah menurut syariat tentang perkumpulan wanita tersebut ?.
2. Diperbolehkan mengawini mereka ?.
3. Bagaimana pula hukumnya dengan akad nikah yang telah berlangsung selama ini ?.
4. Sekarang, nasihat dan ancaman yang bagaimana yang pantas untuk mereka ?.
2. Diperbolehkan mengawini mereka ?.
3. Bagaimana pula hukumnya dengan akad nikah yang telah berlangsung selama ini ?.
4. Sekarang, nasihat dan ancaman yang bagaimana yang pantas untuk mereka ?.
Mohon penjelasan.
Jawaban.
Tarekat sufi, salah satunya Naqsyabandiyah, adalah aliran sesat dan bid’ah, menyeleweng dari Kitab dan Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Jawaban.
Tarekat sufi, salah satunya Naqsyabandiyah, adalah aliran sesat dan bid’ah, menyeleweng dari Kitab dan Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Jauhilah oleh kalian perkara baru,
karena sesuatu yang baru (di dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi
dan Hakim]
Tarekat sufi tidak semata bid’ah. Bahkan,
di dalamnya terdapat banyak kesesatan dan kesyirikan yang besar, hal ini
dikarenakan mereka mengkultuskan syaikh/guru mereka dengan meminta berkah
darinya, dan penyelewengan-penyelewengan lainnya bila dilihat dari Kitab dan
Sunnah. Diantaranya, pernyataan-pernyataan kelompok sufi sebagaimana telah
diungkap oleh penanya.
Semua itu adalah pernyataan yang batil
dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, sebab, yang patut diterima
perkataannya secara mutlak adalah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana firman Allah.
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”.
[Al-Hasr/59 : 7]
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu
menurut kemauan hawa nafsunya”. [An-Najm/53 : 3]
Adapun selain Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam, walau bagaimana tinggi ilmunya, perkataannya tidak bisa
diterima kecuali kalau sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah. Adapun yang
berpendapat wajib metaati seseorang selain Rasul secara mutlak, hanya lantaran
memandang “si dia/orang”nya, maka ia murtad (keluar dari Islam). Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا
إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ
عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya
dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan
Rabb) Al-Masih putera Maryam ; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang
Maha Esa ; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan”. [At-Taubah /9: 31]
Ulama menafsirkan ayat ini, bahwa makna
kalimat “menjadikan para rahib sebagai tuhan” ialah bila mereka menta’ati dalam
menghalalkan apa yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan. Hal ini
diriwayatkan dalam hadits Adi bin Hatim.
Maka wajiblah berhati-hati terhadap
aliran sufi, baik dia laki-laki atau perempuan, demikianlah pula terhadap
mereka yang berperan dalam pengajaran dan pendidikan, yang masuk kedalam
lembaga-lembaga. Hal ini agar tidak merusak aqidah kaum muslimin.
Lantas, diwajibkan pula kepada seorang
suami untuk melarang orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya agar jangan
masuk ke dalam lembaga-lembaga tersebut ataupun sekolah-sekolah yang
mengajarkan ajaran sufi. Hal ini sebagai upaya memelihara aqidah serta keluarga
dari perpecahan dan kebejatan para istri terhadap suaminya.
Barangsiapa yang merasa cukup dengan
aliran sufi, maka ia lepas dari manhaj Ahlus Sunnah wa Jamaah, jika
berkeyakinan bahwa syaikh sufi dapat memberikan berkah, atau dapat memberikan
manfa’at dan madharat, menyembuhkan orang sakit, memberikan rezeki, menolak
bahaya, atau berkeyakinan bahwa wajib menta’ati setiap yang dikatakan
gurunya/syaikh, walaupun bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.
Barangsiapa berkeyakinan dengan semuanya
itu, maka dia telah berbuat syirik terhadap Allah dengan kesyirikan yang besar,
dia keluar dari Islam, dilarang berloyalitas padanya dan menikah dengannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ
يُؤْمِنَّ …….. وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا
“Dan janganlah kalian nikahi
wanita-wanita musyrikah sebelum mereka beriman, ………. Dan janganlah kalian
menikahkan (anak perempuan) dengan laki-laki musyrik sebelum mereka beriman
……..”. [Al-Baqarah/2 : 221]
Wanita yang telah terpengaruh aliran
sufi, akan tetapi belum sampai pada keyakinan yang telah kami sebutkan diatas,
tetap tidak dianjurkan untuk menikahinya. Entah itu sebelum terjadi aqad
ataupun setelahnya, kecuali bila setelah dinasehati dan bertaubat kepada Allah.
Yang kita nasehatkan adalah bertaubat
kepada Allah, kembali kepada yang haq, meninggalkan aliaran yang batil ini dan
berhati-hati terhadap orang-orang yang menyeru kepada kejelekan-kejelekan.
Hendaknya berpegang teguh dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, membaca
buku-buku bermanfa’at yang berisi tentang aqidah yang shahih, mendengarkan
pelajaran, muhadharah dan acara-acara yang berfaedah yang dilakukan oleh ulama
yang berpegang dengan teguh pada manhaj yang benar.
Juga kita nasehatkan kepada para istri
agar taat kepada suami mereka dan orang-orang yang bertanggung jawab dalam
hal-hal yang ma’ruf.
Semoga Allah memberikan taufiq-Nya.
(Fatwa ini dikeluarkan tanggal 18 Jumadil
Awal 1414H dg No. Fatwa 16011 & dimuat di majalah As-Sunnah Edisi
17/II/1416H-1996M. Diterjemahkan oleh Andi Muhammad Arief Mardzy)
Tarekat Tijaniyah, Qadariyah
dan Kitaniyah
dan Kitaniyah
Tarekat-Tarekat Sufi Dan
Wirid-Wiridnya
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil
Bufiuts Al-‘Ilmiyah Wal lfta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Bufiuts Al-‘Ilmiyah Wal lfta ditanya : Apa yang
dimaksud dengan problematika tasawuf dan apa kedudukannya dalam Islam, yakni;
Tarekat Tijaniyah, Qadariyah dan Syi’ah, tarekat-tarekat itu berpusat di
Nigeria. Misalnya, Tarekat Tijaniyah, dalam ajarannya ada yang disebut shalawat
ba-kariyah, yaitu ucapan; (Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada pemimpin kami
Muhammad sang pembuka segala yang tertutup.. dst hingga.. dengan
sebenar-benarnya kedudukan dan kedudukannya adalah agung). Shalawat ini
dianggap lebih besar dan lebih utama daripada shalawat Ibrahimiyah. Ini saya
temukan dalam kitab mereka “Jawahirul Ma’ani” juz I halaman 136. Apakah ini
benar?
Jawaban
Jawaban
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
semata. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada RasulNya, keluarganya dan
para sahabatnya. Amma ba ‘du,
Ada yang mengatakan bahwa kata as-sufiyah dinisbatkan kepada as-suffah karena keserupaan mereka dengan sekelompok sahabat yang fakir dan menempati suffah (beranda) masjid Nabawi. Tapi pengertian ini tidak benar, karena penisbatan kepada kata as-suffah menjadi suffiyyun dengan mentasydidkan huruf fa’ tanpa huruf wawu.
Ada yang mengatakan bahwa kata as-sufiyah dinisbatkan kepada as-suffah karena keserupaan mereka dengan sekelompok sahabat yang fakir dan menempati suffah (beranda) masjid Nabawi. Tapi pengertian ini tidak benar, karena penisbatan kepada kata as-suffah menjadi suffiyyun dengan mentasydidkan huruf fa’ tanpa huruf wawu.
Ada juga yang mengatakan bahwa itu
dinisbatkan kepada kata shafiwah (suci) karena kesucian hati dan perbuatan
mereka. Ini juga salah, karena penisbatan kepada kata shafwah menjadi
shafwiyyun. Lain dari itu, kaum sufi lebih banyak diliputi oleh bid’ah dan
kerusakan aqidah. Ada juga yang mengatakan, bahwa itu dinisbatkan kepada kata
ash-shauf [kain wool], karena merupakan lambang pakaian mereka. Pengertian ini
lebih mendekati secara bahasa dan realita mereka. [1]
Hanya Allah lah yang kuasa member!
petunjuk. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Bufiuts
Al-‘Ilmiyah wal lfta, 2/182]
TAREKAT-TAREKAT SUFI DAN WIRID-WIRIDNYA
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Bufiuts Al-‘Ilmiyah Wal lfta ditanya : Bagaimana hukum
tarekat-tarekat sufi dan wirid-wirid yang mereka susun dan mereka dengungkan
sebelum shalat Shubuh dan setelah shalat Maghrib. Apa pula hukum orang yang
mengaku bahwa ia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan
terjaga dengan mengu-capkan, ‘semoga kesejahteraan diliimpahkan atasmu wahai
matanya semua mata dan ruhnya semua ruh.’?
Jawaban:
Jawaban:
Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan
kepada RasulNya, keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba ‘du,
Tarekat-tarekat dan wirid-wirid yang anda sebutkan itu adalah bid’ah, di antaranya adalah Tarekat Tijaniyah dan Kitaniyah. Dari wirid-wirid mereka itu tidak ada yang disyari’atkan kecuali yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih.
Tarekat-tarekat dan wirid-wirid yang anda sebutkan itu adalah bid’ah, di antaranya adalah Tarekat Tijaniyah dan Kitaniyah. Dari wirid-wirid mereka itu tidak ada yang disyari’atkan kecuali yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan
ini, bahwa ada seseorang yang menganut faham Kitani lalu ia melihat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan inderanya dalam keadaan jaga dan
mengatakan, ‘semoga kesejahteraan dilimpahkan atasmu wahai matanya semua mata
.. dst.’ adalah suatu kebatilan yang tidak ada asalnya. Karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak akan pernah terlihat oleh seseorang dalam keadaan
terjaga (tidak dalam keadaan tidur) setelah beliau wafat, dan beliau tidak akan
keluar dari kuburnya kecuali pada Hari Kiamat nanti, sebagaimana yang
difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ لَمَيِّتُونَ
﴿١٥﴾ ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di Hari Kiamat. ” [Al-Mukminun/: 15-16]
Dan sebagaimana disabdakan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ
“Aku adalah pemimpin anak adam pada hari
kiamat dan yang pertama kali dibukakan kuburnya. [2]
Hanya Allah lah yang kuasa memberi
petunjuk. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’ imah lil Buhuts
Al-‘Ilmiyah wal Ifta’, 2/184]
[Disalin dari buku Al-Fatawa
Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram,
Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah
Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
Footnote
[1]. Ada bab tersendiri yang membahas tentang tijaniyah dan bid’ah-bid’ahnya. Sebaiknya merujuk fatwa Lajnah Da’imah mengenai hal ini.
[2]. Imam Muslim meriwayatkan seperti itu dalam Al-Fadha’il(2278).
[1]. Ada bab tersendiri yang membahas tentang tijaniyah dan bid’ah-bid’ahnya. Sebaiknya merujuk fatwa Lajnah Da’imah mengenai hal ini.
[2]. Imam Muslim meriwayatkan seperti itu dalam Al-Fadha’il(2278).
Beberapa Tarekat Dalam Kelompok Tasawuf
Dan Hukum Bergabung Dengannya?
Pertanyaan - 20375
Di dalam tarekat sufi ada istilah
berjenjang yang dinamakan syariat, thariqah, hakikat, ma’rifat. Apakah benar
bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepada para
sahabatnya cara seperti ini, sama dengan yang dimaksud oleh kaum sufi?
Teks Jawaban
Alhamdulillah
Kita wajib mengetahui bahwa penisbatan
pada sufi adalah karena memakai shuf (kain dari bulu kambing) tidak kepada yang
lainnya.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-
berkata:
“Nama Sufi dinisbatkan kepada pakaian
dari kain yang berasal dari bulu domba. Inilah yang benar. Ada yang mengatakan
bahwa sufi itu dinisbatkan kepada “shofwah” (pilihan) dari para ahli fikih,
atau dinisbatkan kepada Shufah bin Ad bin Thonjah, sebuah qabilah Arab yang
dulu dikenal rajin ibadah, juga ada yang mengatakan dinisbatkan kepada ahli
Shuffah (sahabat yang tinggal di masjid Nabawi), atau kepada bukit Shofa atau
kepada shofwah (pilihan) atau kepada shaff terdepan di hadapan Alloh, semua
pendapat ini lemah. Karena kalau demikian maka mereka akan disebut sebagai
Shofiyyun, Shafa’i, Shofwiy, Shofiy, dan tidak disebut dengan Shufi”. (Majmu
Fatawa: 11/195)
Tasawuf belum muncul kecuali setelah
berlalunya tiga abad pertama yang telah dipuji oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- sabdanya:
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
( رواه البخاري، رقم 2652، ومسلم، رقم 2533 من حديث ابن مسعود)
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku,
kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”. (HR. Bukhari, no.
2652 dan Muslim, no. 2533 dari hadits Ibnu Mas’ud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
–rahimahullah- berkata:
“Adapun kata “Sufi” belum terkenal pada
tiga abad pertama, akan tetapi istilah itu baru dikenal setelah berlalunya tiga
generasi tersebut”. (Majmu’ Fatawa: 11/5)
Tarekat tersebut dan semua tarekat serupa
yang mengandung bid’ah, bertentangan dengan al Qur’an, sunnah dan semua yang
dilakukan oleh generasi terbaik umat ini pada tiga masa tersebut. Setiap
pimpinan tarekat tersebut membuat dzikir, hizb dan tata cara beribadah yang
berbeda dengan yang lainnya. Hal ini tentu bertentangan dengan syari’at dan
memecah belah barisan umat.
Alloh telah memberikan karunia kepada
umat dengan menyempurnakan agama dan nikmat-Nya. Siapa saja yang melakukan
Ibadah dan tarekat yang tidak ada di dalam syari’at, maka dia telah mendustakan
firman Alloh –Ta’ala- dan tertuduh berkhianat kepada Nabi –shallallahu alaihi
wa sallam-.
Bisa jadi dengan perbuatan bid’ah mereka
mengandung kedustaan; karena pimpinannya mengklaim bahwa tarekat mereka itu
berasal dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau bahwa mereka sesuai
dengan jalan dan petunjuk para Khulafa Rasyidin.
Lajnah Daimah pernah ditanya:
“Apakah ada di dalam Islam
tarekat-tarekat yang bermacam-macam, seperti: tarekat Syadzaliyah, tarekat
Kholwatiyah dan lain sebagainya. Jika tarekat-tarekat tersebut ada, maka apa
yang menjadi dalilnya? dan apa maksud dari firman Alloh –Tabaraka wa Ta’ala-:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً
فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ
وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (سورة الأنعام: 153)
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al
An’am: 153)
Dan apa maksud dari firman Alloh yang
lain:
وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا
جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ (سورة النحل: 9)
“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan
yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia
menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar)”.
(QS. An-Nahl: 9)
Mana saja beberapa jalan yang
bermacam-macam?, dan mana yang dimaksud dengan sabilillah (jalan Alloh) ?.
Kemudian apa maksud dari sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa beliau menggambar sebuah garis, kemudian
bersabda:
هذا سبيل الرشد
“Ini adalah jalannya petunjuk.”
Kemudian beliau menggambar beberapa garis
ke kanan dan ke kiri kemudian bersabda:
هذه سبل على كل سبيل منها شيطان يدعو إليه ؟
“Beberapa jalan ini, pada setiap jalannya
adalah setan yang mengajaknya.”
Mereka menjawab:
“Tidak ada di dalam Islam seperti
tarekat-tarekat yang telah disebutkan atau tarekat yang serupa dengannya. Yang
ada di dalam Islam adalah apa yang ada di dalam kedua ayat dan hadits yang
telah anda sebutkan bahwa beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
افترقت اليهود على إحدى وسبعين فِرقة ، وافترقت
النصارى على ثنتين وسبعين فِرقة ، وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فِرقة ، كلها في
النار إلا واحدة " ، قيل : من هي يا رسول الله ؟ قال : " من كان على مثل
ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Orang-orang Yahudi pecah menjadi 71
kelompok, orang-orang Nasrani pecah menjadi 72 kelompok, sedangkan umatku akan
pecah menjadi 73 kelompok, semuanya di neraka kecuali satu (kelompok saja)”.
Ada yang bertanya: “Siapa gerangan mereka (yang selamat) wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Mereka adalah orang yang pedomannya seperti apa yang aku bawa
saat ini dan para sahabtku.”
Dan sabda Nabi –‘alaihis shalatu was
salam-:
لا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة ، لا
يضرُّهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم على ذلك
“Senantiasa ada kelompok dari umatku yang
membela kebenaran dan mereka adalah golongan yang ditolong. Tidak membahayakan
mereka siapa yang mengabaikan mereka dan yang menyelisihi mereka, sehingga
datang ketetapan Alloh sedangkan mereka tetap pada kondisi seperti itu.”
Yang benar adalah mengikuti Al Qur’anul
Karim dan sunnah Nabawiyah yang shahih dan jelas. Inilah jalan Alloh, merupakan
jalan yang lurus, jalan yang dituju, termasuk juga garis yang lurus yang telah
disebutkan tadi di dalam hadits Ibnu Mas’ud. Dan itulah yang diajarkan kepada
para sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan Alloh pun meridhoi
mereka dan meridhoi pengikut mereka dari generasi salaf umat ini dan siapa saja
yang berjalan di atas jalan mereka (3 abad terbaik). Tarekat-tarekat dan
kelompok lainnya itulah yang merupakan jalan-jalan yang disebutkan dalam firman
Alloh –Ta’ala- :
وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ
عَنْ سَبِيلِهِ (سورة الأنعام: 153)
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”.
(QS. Al An’am: 153)
(Fatawa Lajnah Daimah: 2/283-284)
Wallahu A’lam.
Tarekat Tijaniyah (Oleh Syaikh Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz)
Borok-Borok Sufi (Oleh Syaikh Salim
Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij)
Beberapa Kesamaan Antara Agama Syi’ah
Dengan Tharikat Sufiyyah (karya Syaikh Salîm bin ‘Id al-Hilâli)
https://almanhaj.or.id/3715-beberapa-kesamaan-antara-agama-syiah-dengan-tharikat-sufiyyah.html
Ajaran Tasawuf Merusak Aqidah Islam (Oleh ‘Abdul Azîz bin ‘Abdullâh al-Husaini)
Ajaran Tasawuf Merusak Aqidah Islam (Oleh ‘Abdul Azîz bin ‘Abdullâh al-Husaini)
Buku Pegangan Sufi, Sarat Hadits-Hadits
Palsu (DR.
Ali Musri, MA)
Sejarah Awal Kemunculan Bid'ah dan
Mengapa di Indonesia Bid'ah Berkembang Pesat I Ust Zainal Abidin
Membongkar Ajaran Tasawuf : Ciri Ibadah
& Agamanya (tulisan Asy Syaikh Dr Sholeh Fauzan)
Membongkar Kedok Sufi : Tasawuf &
Wali
https://salafy.or.id/blog/2005/06/05/membongkar-kedok-sufi-tasawuf-wali/
Kesesatan Sufi - Tasawuf : Aqidah Sesat
yang Merajalela
di Indonesia
Bashrah, sebuah kota di negeri Irak,
merupakan tempat kelahiran pertama bagi Tasawuf dan Sufi.Yang mana (di masa
tabi’in) sebagian dari ahli ibadah Bashrah mulai berlebihan dalam beribadah,
zuhud dan wara’ terhadap dunia (dengan cara yang tidak pernah
dicontohkan/diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam), hingga
akhirnya mereka memilih untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba
(Shuuf). Meski kelompok ini tidak mewajibkan tarekatnya dengan pakaian
semacam itu, namun atas dasar inilah mereka disebut dengan Sufi, sebagai nisbat
kepada Shuuf.
Oleh karena itu, lafazh Sufi ini
bukanlah nisbat kepada Ahlush Shuffah yang ada di zaman Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena nisbat kepadanya dinamakan Shuffi, bukan
pula nisbat kepada shaf terdepan di hadapan Allah Ta’ala, karena nisbat
kepadanya dinamakan Shaffi, bukan pula nisbat kepada makhluk pilihan
Allah karena nisbat kepadanya adalah Shafawi dan bukan pula
nisbat kepada Shufah bin Bisyr (salah satu suku Arab), walaupun secara
lafazh bisa dibenarkan, namun secara makna sangatlah lemah, karena antara
suku tersebut dengan kelompok Sufi tidak berkaitan sama sekali.
Para ulama Bashrah yang mendapati masa
kemunculan mereka, tidaklah tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Asy Syaikh – Al Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya
dari Muhammad bin Sirin rahimahullah bahwasanya telah sampai
kepadanya berita tentang orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari
bulu domba, maka beliau pun berkata: Sesungguhnya ada orang-orang yang
mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba dengan alasan untuk
meneladani Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita lebih
kita cintai (dari/dibanding petunjuk Al-Masih), beliau Shallallahu alaihi
wassalam biasa mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan katun dan yang
selainnya. (Diringkas dari Majmu Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Juz 11, hal. 6,16 ).
Siapakah Peletak/Pendiri Tasawuf ?
Ibnu Ajibah seorang Sufi
Fathimi, mengklaim bahwasanya peletak Tasawuf adalah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sendiri. Yang mana beliau –menurut Ibnu Ajibah –
mendapatkannya dari Allah Ta’ala melalui wahyu dan ilham. Kemudian Ibnu
Ajibah berbicara panjang lebar tentang permasalahan tersebut dengan
disertai bumbu-bumbu keanehan dan kedustaan. Ia berkata: "Jibril
pertama kali turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan
membawa ilmu syariat, dan ketika ilmu itu telah mantap, maka turunlah ia
untuk kedua kalinya dengan membawa ilmu hakikat. Beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pun mengajarkan ilmu hakikat ini pada orang-orang khususnya
saja. Dan yang pertama kali menyampaikan Tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib
Radiyallahu anhu, kemudian Al Hasan Al Bashri rahimahullah menimba darinya. (Iqazhul
Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5 dinukil dari At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah,
hal. 8).
Asy Syaikh Muhammad Aman Al Jami rahimahullah berkata:
"Perkataan Ibnu Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia menuduh dengan kedustaan bahwa
beliau menyembunyikan kebenaran. Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan
tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha
untuk memalingkan manusia dari Islam jika ia mampu, karena Allah Ta’ala telah perintahkan
Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan kebenaran tersebut
dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ
إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
“Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah
diturunkan kepadamu oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka (pada
hakikatnya) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (QS Al-Maidah 5:67)
Beliau juga berkata: "Adapun
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rahimahullah dari hadits Abu
Thufail Amir bin Watsilah Radiyallahu anhu ia berkata: Suatu saat aku pernah
berada di sisi Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, maka datanglah seorang
laki-laki serayususan Ahlul Bait dengan sesuatu dari ilmu dan agama, maka ini
merupakan pemikiran yang diwarisi oleh orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin
mereka (Syi’ah). Dan benar-benar Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu sendiri
yang membantahnya. Ada yang bertanya: Apa yang pernah dirahasiakan oleh
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepadamu? Maka Ali pun marah lalu
mengatakan: "Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah
merahasiakan sesuatu kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia! Hanya saja
beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memberitahukan kepadaku tentang
empat perkara. Abu Thufail Radiyallahu anhu berkata: Apa empat
perkara itu wahai Amirul Mukminin ? Beliau menjawab: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah melaknat seorang yang
melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat seorang yang menyembelih untuk
selain Allah, Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku kejahatan, dan
Allah melaknat seorang yang mengubah tanda batas tanah.” (At Tashawwuf Min
Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).
Hakikat Tasawuf
Bila kita telah mengetahui bahwasanya
Tasawuf ini bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bukan
pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, maka dari manakah
ajaran Tasawuf ini?
Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata:
"Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan
juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang
terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda
dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul
ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan juga dalam sejarah para
shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta
ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi
dari kerahiban Nashrani, Brahma, Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha." (At
Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28). [1]
Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil
rahimahullah berkata: "Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya
syaithan yang paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah
Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak
sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di
dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah ajarannya ! niscaya engkau
akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah,
Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi, Nashrani, dan Berhalaisme
Jahiliyyah."
Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
1. Al Hallaj seorang dedengkot
sufi, berkata : "Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada
makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum". (Dinukil dari Firaq
Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura 26:11)
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَن
تَرَانِي
“Berkatalah Musa : Wahai Rabbku
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman:
Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku.” (yakni di dunia-pen)
… (QS Al-A’raaf 7:143)
2. Ibnu Arabi, tokoh sufi lainnya,
berkata: "Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak
lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah!" (Fushushul Hikam).[3]
Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah
orang-orang Sufi sadar akan kesesatan gembongnya ini?!
3. Ibnu Arabi juga berkata
: "Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku
dan aku pun menyembah-Nya". (Al Futuhat Al Makkiyyah).[4]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat 51:56)
إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorang pun di langit dan di
bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai
hamba.” (QS Maryam 19: 93)
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh
sufi yang kondang berkata : "Aku seorang muslim, tapi aku juga
seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid,
gereja, atau tempat berhala-berhala." [5]
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن
يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Ali Imran 3:85)
5. Pembagian ilmu menjadi Syari’at
dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat
berarti ia telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala,
oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata : "Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan
iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang
paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi
dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan
sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya"(karena
mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak lagi
terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen). (Majmu’
Fatawa, juz 11 hal. 401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah
La Illaha Illallah, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus /
Allah, / Huu, dan / Aah saja.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda :
”Sebaik-baik dzikir adalah La Illaha
Illallah.” (H.R.Tirmidzi, dari shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu
anhu, dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).[6]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata
: "Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa La Illaha Illallah
dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus
adalah/Huu, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan".. (Risalah Al
Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi
mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu
ghaib.
Allah Ta’ala dustakan mereka dalam
firman-Nya:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah tidak ada seorang pun di
langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (QS
An-Naml 27:65)
8. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala
menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari nuur/cahaya-Nya,
dan Allah Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Padahal Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى
إِلَيَّ
“Katakanlah (Wahai Muhammad),
sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan
kepadaku …” (QS Al Kahfi 18:110).
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي
خَالِقٌ بَشَرًا مِن طِينٍ
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman
kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (QS
Shaad 38:71)
Wallahu A’lam bish Shawab.
Hadits palsu yang tersebar di kalangan
umat
Hadits Abu Umamah “Pakailah pakaian yang
terbuat dari bulu domba, niscaya akan kalian rasakan manisnya keimanan di hati
kalian.” (HR Al Baihaqi dlm Syu’abul Iman).
Keterangan: Hadits ini palsu karena
di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al
Kadimy. Dia seorang pemalsu hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : Dia
telah memalsukan kira-kira lebih dari dua ribu hadits. (Lihat Silsilah Al
Ahadits Adh Dhoifah Wal Maudhu’ah, no:90)
Catatan kaki :
[1][2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy Syaikh Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3][4][5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was Sunnah
karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh Dr.
Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal.173.
[Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Hakekat Tasawuf dan Sufi”. Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email]
[Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Hakekat Tasawuf dan Sufi”. Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email]
Republished: www.kisahrasulnabisahabat.blogspot.com
Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah
Tanya:
Ustad kalo tarekat Naqsabandiyah itu
bagaimana persisnya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
rasulillah, amma ba’du,
Naqsyabandiyah merupakan salah satu
tarekat sufi yang memiliki cukup banyak pengikut di indonesia. Naqsyabandiyah
sendiri berasal dari kata ’Naqsyaband’ yang merupakan gelar pendirinya, Syah
Naqsyaband. Sementara tambahan –yah, merupakan ya nisbah, yang berarti
pengikut. Sehingga makna Naqsyabandiyah berarti pengikut Syah Naqsyaband.
Setiap tarekat sufi, memiliki ritual dan
aqidah tertentu, yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat lainnya.
Tak terkecuali tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat ini memiliki ritual khusus dalam
peribadahan maupun aqidah yang membedakannya dengan tarekat lainnya.
Sejarah Tarekat
Naqsyabandiyah
Tarekat ini pertama kali muncul pada abad
14 M di Turkistan. Pencetusnya bernama Muhammad bin Muhammad Baha’udin
al-Bukhari, yang kemudian mendapatkan gelar Syah Naqsyaband. Dia dilahirkan
tahun 618 H dan meninggal tahun 719 H, atau hidup antara 1317-1389 M.
(al-Mausu’ah al-Muyasaroh fi adyan wa
madzahib, 1/260)
Aqidah dan Keyakinan
Tarekat Naqsabandiyah
Bagian penting yang membedakan antara
satu tarekat dengan tarekat yang lain adalah masalah aqidah. Setiap tarekat
memiliki aqidah dan ritual ibadah yang menjadi andalan mereka. Berikut beberapa
keyakianan dan aqidah yang dianut tarekat naqsabandiyah,
Pertama, naqsabandiyah memiliki keyakinan
bahwa pendiri tarekat pertama adalah Abu Bakr as-Shiddiq. Abu Bakr mengamalkan
dzikir dan wirid naqsabandiyah, dengan mengkarantina diri untuk berdizkir dan
tidak putus hingga masuk waktu subuh. Ketika itu banyak orang mencium bau
daging panggang. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa
itu adalah bau hati Abu Bakar karena saking banyaknya berdzikir kepada Allah.
(Irgham al-Murid karya al-Kautsari, hlm. 30, simak Majalah Manar al-Huda,
volume 16, hlm. 20).
Kedua, mereka berkeyakian bahwa orang
yang tidak mengikuti tarekat naqsabandiyah, dia berada dalam bahaya agamanya.
Dan doktrin semacam ini bisa dipastikan ada dalam setiap firqah dan aliran
kepercayaan. Karena diantara metode untuk mengikat pengikutnya adalah dengan
memastikan bahwa merekalah yang paling berhak dengan surga. (simak Nur
al-Hidayah wa al-Urfan, hlm. 41)
Ketiga, pengikut naqsyabandiyah menyikapi
para tokohnya yang sudah mati sebagaimana ketika layaknya orang hidup. Mereka
istighatsah di kuburan tokohnya, meminta keputusan ke tokohnya, membaiat
tokohnya yang sudah mati, bahkan menimba ilmu dari mereka. semuanya biasa
mereka lakukan di kuburan tokohnya.
Mereka meyakini bahwa hubungan dengan
Allah hanya bisa dilakukan melalui cara mendekatkan diri kepada mereka. Media
yang mereka gunakan adalah foto tokohnya, atau membayangkan wajah tokohnya
dalam imajinasi ketika mereka berdzikir kepada Allah.
Sarana hubungan semacam ini disebut
ar-Rabithah.
Bagi naqsyabandiyah, mendekatkan diri
kepada Allah melalui ar-Rabithah lebih kuat dibandingkan shalat 5 waktu yang
dikerjakan kaum muslimin.
Bahkan diantara mereka ada yang
berkeyakinan bahwa syaikh naqsyabandiyah ada yang berupa binatang, seperti
kuda, kucing, macan, lebah, atau elang. Dalam kitab Rasyahat ‘ain al-Hayat,
dianyatakan,
وأما
الحيوانات فلنا منهم شيوخ ، ومن شيوخنا الذين اعتمدت عليهم الفرس فإن عبادته عجيبة
، فما استطعت أن أتصف بعبادتهم
Terkait binatang, kami menegaskan bahwa
diantara mereka ada yang menjadi syaikh (guru). Diantara guru kami yang saya
jadikan acuan adalah kuda. Ibadahnya sangat menakjubkan. Saya tidak bisa
menggambarkan bagaimana ibadahnya. (Rasyahat A’in al-Hayat hlm. 133, Ali
al-Harawi).
Keempat, pembelaan Naqsyabandiyah
terhadap ritual ar-Rabithah sangat kuat. hingga ketika mereka ditanya tentang
dalil, mereka menegaskan, ritual Rabithah tidak butuh dalil.
على
أنه لا يجب علينا الاستدلال على الرابطة الشريفة بدليل لأن دليل من قلدناه من العلماء
العاملين والأولياء العارفين كاف واف بالمقصود
”Kami tidak wajib untuk mencari dalil
tentang ritual Rabithah yang mulia, karena dalil yang dimiliki oleh para ulama
dan para wali al-arifin yang kami ikuti, sudah cukup dan sesuai maksud.” (Nur
al-Hidayah wa al-Urfan, hlm. 37).
Di halaman lain dari kitab Nur
al-Hidayah, mereka menyatakan,
رؤية
الشيخ تثمر ما يثمره الذكر، بل هي أشد تأثيرا من الذكر، وقد كانت تربية النبي
لأصحابه كذلك فكانوا يشتغلون برؤية طلعته السعيدة وينتفعون بها أكثر مما ينتفعون
بالأذكار
”Melihat Syaikh (dalam khayalan)
membuahkan manfaat sebagaimana layaknya dzikir. Bahkan lebih kuat pengaruhnya
dari pada dzikir. Dulu pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
para sahabat juga demikian. Sehingga para sahabat sibuk melihat penampakan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bahagia, dan mereka bisa mendapatkan manfaat
dengan bayangan itu, melebihi manfaat dzikir. (Nur al-Hidayah wa al-Urfan, hlm.
51).
Kelima, mereka meyakini bahwa as-Salikin
(orang yang menempuh jalan tarekat), bisa melihat Allah dalam bentuk semua
makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan, atau binatang. Bahkan Allah menampakkan
diri dalam bentuk kuda. (al-Bahjah as-Saniyah, hlm. 6).
Menurut mereka, Allah terkadang berubah
wujud dengan bentuk yang beraneka ragam.
Diantara mereka bahkan menyebutkan bahwa
Allah juga melaksanakan shalat. (Kitab as-Sab’i Asrar fi Madarij al-Akhyar,
Muhammad Ma’shum, hlm. 83).
Keenam, pengikut Naqsyabandiyah sangat
meyakini kewalian pendirinya Bahauddin Naqsyaband. Dia dianggap memiliki banyak
karomah. Diantara karomah Bahauddin, bahwa dia pernah menyuruh seseorang untuk
mati, ”Matilah”, kemudian orang itu langsung mati. Kemudian dia hidupkan
kembali, ”Hiduplah” lalu dia hidup kembali.
(al-Mawahib as-Sarmadiyah, hlm. 133 dan
al-Anwar al-Qudsiyah, hlm. 137).
Ketujuh, Arwah Syaikh Naqsyabandiyah,
langsung menuju Allah tanpa dicabut malaikat,
Abdullah ad-Dahlawi mengatakan,
أرواح
عامة المؤمنين يقبضها ملك الموت وأما قبض أرواح خاصة الخاصة فلا دخل للملائكة فيها
Arwah manusia pada umumnya dicabut oleh
malakul maut (malaikat pencabut nyawa), sementara dicabutnya arwah ulama
khusus, tidak berhak malaikat mencabutnya. (al-Hadaiq al-Waradiyah, 213).
Kedelapan, rumah Syaikh Naqsyaband
layaknya kiblat yang wajib disucikan
Salah satu murid Syaikh Bahauddin
Naqsyaband menceritakan,
أمرني
الشيخ شادي أحد أجلاء أصحاب الشيخ بهاء الدين أن لا يمدّ أحدنا رجله إلى جهة يكون
فيها الشيخ قدس الله سره
Syaikh Syadi – salah satu murid senior
Bahauddin – menyuruhku agar tidak selonjor kaki ke arah di mana Syaikh
Bahauddin berada. (al-Hadaiq al-Waradiyah, hlm. 140).
“Suatu hari, aku mendatangi istana kaum Arifin (rumah Syaikh
Bahauddin) untuk mengunjunginya. Sebelum sampai, sayapun berteduh di bawah
pohon sambil tiduran. Tiba-tiba datang hewan dan menyengat kakiku dua kali.
Akupun berdiri kesakitan. Kemudian aku tiduran lagi, dan binatang itu balik
lagi. Akupun duduk dan merenung, hingga aku teringat nasehat Syaikh Syadi.
Ternyata kakiku selonjor ke arah istana Arifin.” (al-Hadaiq al-Waradiyah, hlm.
140).
Kesembilan, diantara karomah tokoh
Naqsyabandiyah, mereka bisa memindahkan penyakit dari satu orang ke benda lain.
Dalam kitab Jami’ Karamat al-Auliya
dinyatakan,
وكان
لعبيد الله أحرار ميزة عجيبة فكان عنده قوة ينقل بها المرض من شخص لآخر
Syaikh Ubaidilah Ahrar memiliki
keistimewaan khusus, beliau memiliki kekuatan bisa memindahkan penyakit dari
seseorang ke benda lain. (Jami’ Karamat al-Auliya 2/236, al-Anwar al-Qudsiyah
hlm. 177).
ونص
الدهلوي على أن نقل المرض من كرامات مشايخ هذه الطريقة
Ad-Dahlawi menegaskan bahwa kemampuan
memindahkan penyakit, termasuk karamah para tokoh Tarekat ini. (Syifa al-Alil
Tarjamah al-Qoul al-Jamil, 104)
ويحكي
الخاني أن تحمل المشايخ للأمراض ونقله إلى آخرين من عادة السادة أصحاب الطريقة
al-Khoni menegaskan, memindahkan penyakit
ke orang lain, termasuk kebiasaan tokoh tarekat ini. (al-Hadaiq al-Waradiyah,
148)
demikian beberapa keyakinan dan aqidah
tarekat Naqsyabandiyah, yang tertuang dalam buku-buku tokoh mereka. Tentunya
masih banyak lagi beberapa aqidah lainnya, dan apa telah disebutkan semoga
telah mewakili.
(Keterangan lebih lengkap, simak di:
Mausu’ah al-Firaq al-Muntasibah li al-Islam)
Ritual Dzikir Tarekat
Naqsyabandiyah
Mengenai ritual dzikirnya, berikut video
dokumentasi tata cara dzikir Naqsyabandiyah di sebagian negara:
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
https://konsultasisyariah.com/21721-mengenal-tarekat-naqsyabandiyah.html
https://konsultasisyariah.com/21721-mengenal-tarekat-naqsyabandiyah.html
Ajaran Tasawuf Merusak
Aqidah Islam
Oleh ‘Abdul Azîz bin
‘Abdullâh al-Husaini
Imam Syafi’i rahimahullah : “Seandainya
seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang waktu
Zhuhur, engkau tidak dapati dirinya, kecuali menjadi orang bodoh”. (al-Manâqib
lil Baihaqi 2/207)
Wihdatul mashdar menjadi salah satu ciri
Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam penetapan masaail aqidah, Mereka hanya
berlandaskan misykâtun nubuwwah, wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , tidak
memandang akal, qiyas dan kasyf sebagai bagian sandaran aqidah. Justru tiga hal
tersebut akan bertentangan banyak dengan nash al-Kitab dan Sunnah. Sehingga
amat aneh bila ada orang yang mendahulukannya di atas hujjah-hujjah al-Qur`an
dan Hadits. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja pernah menegur
‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhu dari sekedar melihat-lihat lembar Taurat
[1] yang sebelumnya merupakan kitab yang diturunkan dari langit meski tidak
telah dimasuki oleh tahrif-tahrif hasil penyelewengan tangan para pemuka agama
mereka. Dan tentunya Taurat dalam konteks ini lebih afdhal daripada hasil qiyas
akal manusia dan kayalan kalangan Sufi.[2]
Seiring dengan perjalanan waktu, semakin
jauh umat dari masa kenabian, muncullah berbagai keyakinan dan ideologi dari
luar al-Qur`ân dan Sunnah yang mengintervensi aqidah Islamiyyah. Sufi dengan
ajaran tasawufnya pun ikut menodai kejernihan dan keutuhan aqidah Islamiyyah.
Masuknya ideologi ini di tengah masyarakat menyebabkan terjadinya kegoncangan
akidah pada akidah kebanyakan umat Islam, pemikiran dan pandangan-pandangan
mereka dan secara otomatis menjauhkan mereka dari aqidah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Inilah salah satu dampak buruk yang harus
dirasakan bila kekeliruan dan penyimpangan sangat dominan di masyarakat,
akhirnya khalayak menganggapnya sebagai kebenaran. Pihak yang menentangnya
dipandang keluar dari al-haq. Dan lebih menarik lagi, bangsa Barat memberikan
atensi besar pada pengkajian khazanah ‘ilmiah’ Sufi, mencetak dan
menyebarluaskannya serta menterjemahkannya ke berbagai bahasa. Tiada lain
karena mereka sudah mengetahui bahaya Tasawuf bagi Islam dan umat Islam, bukan
dalam rangka mendukung Islam. Wallâhul musta’ân.
Dibangun Di Atas Kedustaan
Kerusakan aqidah bila ditampakkan dengan
terang-terangan, pasti akan ditolak oleh manusia-manusia yang berfitrah lurus
dan berakal sehat. Maka, sebagian tokoh (tarekat Sufi) ajaran ini
memperkenalkan tasawuf dengan slogan-slogan, visi dan misi yang menarik agar
mudah menggandeng manusia sebanyak mungkin, menegaskan bahwa dakwah mereka
sesuai dengan ajaran Islam , misi mereka untuk mensucikan kalbu, membina akhlak
dst slogan-slogan menarik guna mengelabuhi umat.
Seorang pemuka tarekat di Mesir, Mahmûd
as-Sathûhî menjelaskan bahwa Tasawuf merupakan inti sari pengamalan ajaran
Islam, mengamalkan al-Qur`ân dan Sunnah, berjihad melawan musuh dan hawa nafsu.
(!!). Sebagian pemuka aliran Tasawuf bahkan memandang bahwa seluruh Sahabat
Nabi, generasi Tâbi’în dan Tâbi’ît Tâbi’în adalah pioner aliran Tasawuf karena
sikap zuhud dan semangat berjihad mereka. (!?).
Ungkapan-ungkapan di atas hanyalah klaim
kosong dan pernyataan yang tidak mendasar. Seorang Muslim yang berilmu akan
merasa keheranan dengan klaim-klaim (kosong tanpa bukti). Bagaimana mungkin
mereka disebut mengikut al-Qur’ân dan Sunnah, serta menjadi para pengikut dan
penerus generasi terbaik umat?. Karena dari sisi aqidah terjadi perbedaan tajam
antara aqidah para Sahabat dan kalangan Tasawuf, apalagi dengan aqidah tokoh
besar Sufi, semisal Ibnu Arabi.
Namun keheranan ini akan segera sirna
begitu mengetahui bahwa klaim-klaim palsu dan tuduhan-tuduhan asal-asalan
merupakan salah satu uslub (metode) memasarkan ajaran mereka dan menjauhkan
umat dari kebenaran.
Benar-Benar Merusak Aqidah
Islamiyah
Kekhawatiran terhadap ideologi Sufi tidak
hanya lantaran kandungan penyelewengan akidah yang ada padanya,. Akan tetapi,
juga karena penyebarannya yang begitu luas di dunia Islam. Akibatnya, terbentuk
semacam opini bahwa kebenaran adalah apa yang ada pada kaum Sufi (?!).
Seperti pepatah Arab, wabil mitsâl
yattadhihul maqâl, dengan contoh, pernyataan akan bertambah jelas, maka di sini
akan disebutkan beberapa contoh bagaimana ajaran tasawuf merubah kemurnian
aqidah Islam:
1. Aqidah Islam telah menetapkan Allâh
Azza wa Jalla menciptakan makhluk-makhluk-Nya dari ‘adam (tidak ada
sebelumnya), tidak dari Dzat-Nya dan bahwa semesta alam ini bukan khaliq
(pencipta). Inilah aqidah yang dibawa al-Qur`an dan Hadits-hadits Nabi.
Sementara dalam kamus Sufi, diyakini
bahwa segala yang ada di alam ini merupakan perwujudan Dzat Allâh Azza wa Jalla
dengan aqidahnya yang dikenal dengan wihdatul wujud, kesatuan wujud.
2. Aqidah Islam berdasarkan nash-nash
al-Qur`ân dan Hadits telah menentukan abahwa Allâh Azza wa Jalla berada di atas
langit, bersemayam di atas Arsy sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
(Yaitu) Rabb yang Maha Pemurah yang
bersemayam di atas ‘Arsy [Thâhâ/20:5]
Sementara dalam ilmu Tasawuf diajarkan
bahwa Allâh Azza wa Jalla berada dimana-mana.
3. Aqidah Islam menyatakan bahwa kenabian
mutlak merupakan keutamaan yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada insan
yang Allâh kehendaki. Kenabian dan kerasulan tidak datang melalui keinginan
nabi dan rasul yang bersangkutan atau atas permintaan mereka kepada Allah.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا
وَمِنَ النَّاسِ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari
malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allâh Maha Mendengar lagi Maha Melihat
[al-Hajj/22:75]
Dalam hal ini, tokoh Sufi memandang
kenabian dapat diraih melalui ketekunan melakukan riyadhah, sampai seorang
tokoh Sufi, Ibnu Sab’in[3] mengatakan, “Ibnu Aminah (Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam) telah membatasi sesuatu yang lingkupnya luas ketika
mengatakan, “Tidak ada nabi sepeninggalku”.
4. Aqidah Islam menegaskan bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan nabi serta rasul yang lain juga
manusia-manusia seperti orang-orang yang lain dan masih berkewajiban
menjalankan syariat. Akan tetapi, Allâh Azza wa Jalla memilih mereka dan
mengutamakan mereka di atas kebanyakan orang sebagai utusan-utusan-Nya.
Adapun golongan Sufi berpandangan bahwa
Nabi Muhammad sumber terciptanya makhluk-makhluk yang lain (keyakinan ini
dikenal dengan aqidah Nur Muhammadi). Mereka pun membawakan hadits-hadits palsu
yang menyatakan jika tidak ada Muhammad maka alam semesta ini tidak akan pernah
ada . Mereka pun memandang manusia bila sudah mencapai derajat tertentu tidak
terkena kewajiban menjalankan syariat Islam.
5. Sumber hukum aqidah Islam hanya dua:
al-Qur`ân dan Hadits shahih, tidak ada sumber ketiga atau keempat dan
seterusnya…Sementara itu, kaum Sufi memiliki sumber aqidah yang lain yang
dikenal dengan istilah al-kasyf dan al-faidh. Mereka secara nyata meyakininya
sebagai landasan keyakinan.
6. Aqidah Islam menjunjung tinggi
tauhîdullâh dan datang untuk memberantas syirik dengan seluruh jenisnya dan
praktek penyembahan kepada selain Allâh Azza wa Jalla . Sedangkan pada ajaran
Tasawuf, praktek syirik sangat kentara dalam bentuk meminta kepada penghuni
kubur, istighotsah kepada orang-orang yang telah mati, pengagungan kuburan dan
lain-lain.
7. Aqidah Islam telah menetapkah hanya
Allâh saja yang mengetahui alam gaib. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di
langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan
mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan [an-Naml/27:65]
Dalam hal ini, kaum Sufi menyatakan bahwa
syaikh-syaikh tarekat memiliki kemampuan meneropong dan mengetahui alam gaib
melalui jalan kasyf, dan menurut mereka lagi, mereka meemperoleh ilmu itu dari
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Masih banyak keyakinan mereka lainnya
yang jelas-jelas berseberangan dengan aqidah yang dibawa oleh Rasûlullâh
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Pendek kata, ajaran Tasawuf berdiri di
atas landasan-landasan berikut:
• Membagi agama menjadi lahir yang diketahui oleh orang-orang awam dan batin
yang hanya dimengerti oleh kaum khos (orang-orang khusus saja)
• Memegangi kasyf dan dzauq dalam penetapan masalah-masalah aqidah dan ibadah
• Melegalkan praktek syirik dan bahkan melakukan pembelaan untuknya
• Menshahihkan hadits melalui jalan kasyf
• Beramal berdasarkan hasil mimpi
• Beribadah dengan dasar dzauq dan wajd
• Menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu dan mengamalkannya.
• Membiasakan dzikir jama’i dan beribadah dengan menari-nari diiringi oleh
suara-suara alunan bunyi seruling dan alat-alat musik lainnya. Bahkan penulis
kitab Ihya Ulumuddin menulis satu bab di dalamnya dukungannya terhadap ‘ibadah’
dengan tarian dan musik disertai penjelasan tentang adab-adab dan menetapkan
bahwa musik lebih menggelorakan hati daripada al-Qur`ân dari tujuh aspek.
[al-Ihyâ:2/325-328].
Demikian point-point prinsip aqidah yang
diajarkan dalam ilmu Tasawuf dan diyakini kalangan Sufi. Semoga Allâh Azza wa
Jalla menjauhkan kita dari segala kerusakan dalam keyakinan kita. Wallâhu
a’lam.
Dikutip dari at-Tauhîd fî Masîratil
‘Amalil Islami bainal Wâqi wal Ma`mûl, ‘Abdul Azîz bin ‘Abdullâh al-Husaini,
pengantar Nashir bin ‘Abdul Karîm al-‘Aql, Cet I, Th. 1419H, Darul Qasim. hlm.
25-33.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
04-05/Tahun XV/1432H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR. Ahmad, al-Baihaqi, Ibnu Abi Ashim. Hadits hasan dengan berbagai jalur
periwayatannya.
[2]. Lihat Manhajul Istidlâl ‘alâ Masâil al-I’tiqâd ‘Inda Ahlis Sunnah wal
Jamaa’ah 1/41-42
[3]. Dia adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrâhîm bin Muhammad bin Nashr bin Sab’în
(613-668H), seorang pemuka golongan Sufi dan termasuk berkeyakinan wihdatul
wujud.
Buku Pegangan Sufi, Sarat Hadits-Hadits
Palsu
Kemunculan firqah-firqah yang
menggulirkan banyak perkara baru dalam agama (bid’ah-bid’ah), seperti golongan
Sufi, telah mendatangkan fitnah dan ujian tersendiri terhadap keyakinan dan
amaliah umat Islam. Fitnah ini salah satunya dalam bentuk ajakan mengagungkan
Rasûlullâh hanya melalui ucapan-ucapan lisan saja, dengan mengesampingkan
ajakan mengikuti perbuatan-perbuatan beliau. Dengan begitu, mereka telah
berseberangan dengan perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
jalan para Sahabat yang mulia, para Khulafa Rasyidin dan ulama-ulama setelah
mereka.
Saudaraku, ketahuilah, di antara landasan
pokok kaum Sufi dan ciri khas mereka, adalah menyebarluaskan hadits-hadits
lemah, palsu, dan cerita-cerita khayalan (khurafat) disertai mengamalkan
kandungan-kandungannya. Landasan dasar mereka yang lain, mentashhih
hadits-hadits palsu itu (menilai hadits shahih) melalui kasyf, manâmât (bisikan
dan mimpi) yang menyelisihi kaedah Ulama Hadits dalam menilai satu hadits.
Bila diperhatikan, akan cukup sulit bagi
Saudara untuk menjumpai dan mendengarkan hadits shahih dalam ceramah dan
khutbah-khutbah golongan Sufi. Jarang sekali mereka menyampaikan hadits shahih.
Kalaulah mengetengahkan hadits shahih, itu pun dengan memenggalnya dan
dijadikan sebagai dalil dalam masalah yang tidak pada tempatnya. Pasalnya,
tumpuan utama mereka pada hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasûlullâh
(hadits palsu), hadits-hadits gharib, dan cerita-cerita khurafat, yang semua
ini ditonjolkan untul melegalkan keyakinan-keyakinan yang sesat, praktek syirik
dan bid’ah-bid’ah.
Jumlah hadits-hadits dusta dan palsu yang
di kalangan Sufi tidak terhitung, baik muncul karena kedangkalan ilmu mereka
terhadap hadits maupun kesengajaan. Hadits-hadits dusta dan palsu ini
disebarluaskan di tengah umat sampai mengakibatkan diikutinya hadits-hadits
yang tertolak dan terbengkalainya hadits-hadits shahih. Pada dasarnya, mereka
mengakui kurang menguasai hadits dan kitabt-kitabnya, perbedaan hadits shahih dengan
hadits yang bermasalah. Siapa saja memperhatikan buku-buku rujuan penting
mereka, akan menjumpai contoh-contoh tersebut dengan jelas sekali.
Seorang tokoh Sufi kontemporer, ‘Abdullâh
al-Ghimâri mengaku,” …buku-buku tentang maulid Nabi sarat dengan hadits-hadits
palsu, namun telah menjadi akidah yang mengakar pada benak orang awam”.
Sungguh, hadits-hadits dusta sangat
banyak (dalam buku-buku Sufi). Dalam konteks ini, ada sebagian orang yang
ditokohkan dalam agama yang telah menyusun sebuah kitab berisi berbagai macam
kedustaan atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
yang mudah memperdayai orang-orang jahil. Meskipun si penulis kitab mungkin
tidak punya niat untuk sengaja berdusta atas nama Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bahkan orang itu mencintai beliau, mengagungkan beliau,
namun ia melakukannya (menulis hadits-hadits dusta dalam kitabnya) lantaran
tidak memiliki kemampuan menyeleksi hadits yang benar dan hadis palsu.
Kalangan Sufi telah menjadikan aktifias
menekuni membaca buku Dalâil Khairât (petunjuk-petunjuk kebaikan-kebaikan)
sebagai pengganti membaca al-Qur`ân. Padahal dalam buku ini terdapat kedustaan
atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi Salaf, serta
dipenuhi dengan hadits-hadits palsu dan dusta.
Begitu pula, buku pegangan lain berjudul
Raudhul Rayâhîn, ar-Raudhul Fâiq, Majâlisu al-‘Arâis dan kitab Maulid Ibni
Hajr. Kalangan Sufi lebih menggemari membacari buku-buku yang berbahaya tesebut
yang memuat keburukan, hadits palsu dan bid’ah yang disertai ajakan untuk
menghidupkannya dengan memalsukan hadits-hadits untuk itu. Mereka tidak
memperdulikan kitab-kitab hadits standar yang menjadi landasan umat Islam
umumnya, semisal Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, kitab Sunan, Muwaththa, Musnad
dan kitab-kitab hadits lain yang menjadi perbendaharaan Islam dalam bidang
hadits yang sarat dengan ajaran-ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Saudaraku Muslim, jangan sampai engkau
membaca buku-buku beracun lagi penuh dusta tersebut, juga jangan membelinya.
Kewajiban kita adalah memegangi Kitâbullâh dan Sunnah Rasul-Nya. Ambillah dari
sumber-sumbernya yang terstandar, yaitu kitab-kitab hadits yang telah popular
seperti Shahîhain, kitab Sunan, Musnad-musnad, kitab Mushannaf, Muwatha dan kitab-kitab
hadits lainnya yang sudah jelas menjadi rujukan umat. Kitab-kitab hadits ini
sudah sangat memadai bagi kita, tanpa perlu melihat buku-buku penuh racun yang
tersebar di kalangan Sufi.
Selain itu, masih ada kitab-kitab lain
yang bermanfaat dalam bahasan ini, seperti Jalâul Afhâm fi ash-Shalâti was
Salâmi ‘ala Khairil Anâm karya Imam Ibnul Qayyim, al-Adzkâr dan Riyâdhus
Shâlihîn karya Imam Nawawi, al-Kalimu ath-Thayyibi karya Syaikhul Islam.
(Diangkat dari makalah Taqwîmu al-Mafâhîm
al-Khâthi`ah ‘Indal Ghulâti wal Jufaati fi ad-Difâ’i ‘anin Nabiyyi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, DR. Ali Musri, MA, hlm. 37-38. Disampaikan dalam ”Muktamar
Internasional” dengan tema ”Nabi Rahmat, Muhammad shallallâhu ’alaihi wa
sallam” tanggal 2-4 Oktober 2010 di kota Riyadh, Saudi Arabia)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
Kesesatan Tarekat
Naqsyabandi Haqqani
Oleh, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI)
Mengenal Syaikh Muhammad Hisham Kabbani
Syaikh Muhammad Hisham Kabbani adalah
seorang ulama dan Syaikh Sufi (guru besar sufi) dari Timur Tengah, lulusan dari
American University Beirut (Libanon) dalam bidang ilmu kimia, dan lulusan dari
fakultas Hukum Islam (Islamic Law) dari Universitas Damaskus. Kemudian dia
pergi ke Belgia untuk meneruskan kuliahnya dan mengambil jurusan kedokteran di
Universitas Louvain.
Sejak masa kanak-kanak, Hisham Kabbani
selalu menemani Syaikh Abdullah Ad-Daghestani dan Syaikh Muhammad Nazhim
Al-Haqqani, Grandsyaikh (master sufi) dari Tarekat Naqsyabandiyah yang dianggap
paling mulia di abad 21 ini. Hisham Kabbani banyak melakukan perjalanan ke
berbagai negara di Timur Tengah, Eropa, dan Timur Jauh untuk menemani syaikhnya
itu.
Pada tahun 1991, Hisham Kabbani
diperintahkan oleh syaikhnya itu untuk pindah ke Amerika Serikat untuk
mendirikan Yayasan Tarekat Naqsyabandiyah di sana. Setelah berhasil merintis
sebuah yayasan di sana, akhirnya Hisham Kabbani berhasil membuka 13 yayasan
pusat sufi lainnya yang tersebar di Kanada dan Amerika Serikat. Kegiatan
HishamKabbani sehari-harinya adalah sebagai dosen di sejumlah universitas,
seperti di University of Chicago, Columbia University, Howard, Berkeley,
McGill, Concordia, dan Dawson College. Juga HishamKabbani mengajar di sejumlah pusat
keagamaan dan spiritual di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Jauh dan Timur
Tengah.
Misi dari pindahnya Syaikh Hisham Kabbani
ke Amerika adalah untuk menyebarkan ajaran sufi di benua Amerika. Sebagai
seorang syaikh sufi, Syaikh Hisham Kabbani telah diberi wewenang dan
diperbolehkan untuk membimbing para pengikutnya menuju cinta ilahi dan
menuju maqam (tempat) spiritual menurut ajaran sufi.
Seperti telah diketahui bahwa Hisham
Kabbani telah mendirikan sebuah yayasan sufi di Amerika dengan nama Haqqani
Foundation sebagai corong untuk menyebarkan ajaran sufi untuk mempererat
persaudaraan seluruh umat manusia dan menyatukan kepercayaan manusia kepada
Tuhan yang terdapat di dalam semua agama melalui jalur spiritual.
Selain mendirikan yayasan sufi di Amerika,
ternyata Hisham Kabbani juga mendirikan sebuah yayasan sufi di negara mayoritas
kaum Muslimin ini, yaitu di negara kita Indonesia dengan nama Yayasan Haqqani
Indonesia. Secara kejamaahan, masyarakat Naqsyabandi Haqqani Indonesia secara
resmi mulai terjalin hubungannya dengan Haqqani Foundation di Amerika Serikat
sejak ditunjuknya KH Mustafa Mas’ud sebagai perwakilan pertama dari As-Sayyid
Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil Al-Haqqani An-Naqsyabandi untuk Indonesia
pada tanggal 5 April 1997. Penunjukan dan baiat sebagai representatif telah
dilaksanakan oleh As-Sayyid Maulana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani pada
kunjungan perdana beliau ke Indonesia (ke Jakarta) pada saat itu.
Kedatangan HishamKabbani tersebut bermula
dari seringnya terjadi pertemuan antara sebagian warga negara Indonesia yang
tinggal di California dengan dirinya, di mana mereka secara rutin selalu
mengikuti ritual Sohbet Naqsyabandi Haqqani di Amerika Serikat,
shalat Jum’at, dzikir khatam kwajagan, dan lain sebagainya yang biasa
diadakan di Masjid Mountain View, CA sebagai salah satu Masjid Utama Jamaah
Naqsyabandi Haqqani di Amerika Serikat.
Pada akhirnya, Hisham Kabbani selaku
Khalifah dari Syaikh Nazhim di Amerika Serikat bertemu dengan kaum muslimin
Indonesia, termasuk seorang mahasiswa bernama M. Hadid Subki yang sedang berada
di San Jose, CA. Selanjutnya dia mengutarakan maksudnya untuk membuka hubungan
dengan Indonesia atas nama Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil Al-Haqqani
An-Naqsyabandi yang akhirnya terbentuklah Yayasan Haqqani Indonesia di Jl.
Teuku Umar No. 41 Jakarta Pusat 10310 Indonesia, Tlp. (021) 315 3014 dan Fax.
(021) 315 3013.
Meskipun kegiatan Yayasan Haqqani
Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1997, akan tetapi secara hukum Yayasan
Haqqani Indonesia baru diresmikan pada akhir tahun 2000. Yayasan Haqqani
Indonesia merupakan cabang Haqqani Foundation yang tersebar di beberapa negara,
sehingga pada prinsipnya mempunyai pola dasar keorganisasian yang tidak berbeda
dengan Yayasan Haqqani lainnya. Sampai saat ini sudah tersebar beberapa cabang
Haqqani Foundation di beberapa negara, misalnya di Italia, Belanda, Jerman,
Amerika Serikat, Malaysia, Perancis, dan Indonesia.
Di bawah ini akan penulis uraikan
beberapa bentuk kesesatan Tarekat Naqsyabandi Haqqani Hisham Kabbani menurut
buku-buku yang telah penulis baca dan penulis kaji. Di antaranya dapat penulis
simpulkan bahwa Yayasan Haqqani Indonesia di bawah pimpinan HishamKabbani telah
melakukan beberapa penghinaan. Di antaranya melakukan: (1) Penghinaan terhadap
Allah SWT, (2) Penghinaan terhadap Rasulullah SAW, (3) Penodaan terhadap
syariat Islam dan (4) Menyebarkan doktrin sesat.
1. Penghinaan Terhadap Allah SWT
Di dalam hal. 16 di dalam buku
karangan Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani QS yang
berjudul Rahasia Tiga Cahaya – Rahasia Di Balik Bilangan Tiga, Hisham
Kabbani menulis, "Mawlana berkata, 'Jika Allah mengutuk orang-orang
kafir, Dia tidak akan menjadi Tuhan, karena semuanya diciptakan dari Cahaya
Ilahi, dari cahaya Rasulullah SAW, dan dari cahaya Adam AS. Bagaimana mungkin
Dia mengutuk mereka? Tidak mungkin mengutuk mereka. Di lain pihak mengapa Dia
berfirman, "Qalbul mu’min baytullah," "Hati orang-orang yang
beriman adalah rumah Allah"? Jika Allah telah menetapkan bahwa hati
orang-orang yang beriman adalah rumah-Nya, bagaimana mungkin pada saat yang
bersamaan Dia mengutuk seorang manusia? Tidak mungkin, tetapi Allah mengutuk
umat manusia, yang tergolong orang-orang kafir, hanya di lidah Rasulullah SAW
dan pada level kita, sehingga kita bisa mengerti'."
Padahal, Allah SWT Maha Kuasa dan Maha
Berkehendak, Dia menentukan apa yang Dia ingin lakukan terhadap seluruh
makhluk-Nya yang ada di langit maupun di bumi. Di dalam Al-Qur`an telah
dijelaskan tentang kutukan (laknat) Allah SWT terhadap orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman,
"Orang-orang kafir dari Bani Israil
telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian
itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS. Al-Maidah [5]
: 78)
"Sungguh, Allah melaknat orang-orang
kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka)." (QS.
Al-Ahzab [33] : 64)
Apabila kita sebagai umat Islam yang
meyakini Al-Qur`an sebagai Kalam Ilahiyang berisi kebenaran, maka kita
tidak akan mempermasalahkan kutukan/laknat Allah SWT terhadap orang-orang
kafir.
Kemudian, di dalam surah dan ayat berapa
Allah SWT berfirman bahwa hati orang-orang yang beriman itu adalah rumah Allah?
Tidak ada satu ayat pun di dalam Al-Qur`an yang menyatakan bahwa hati
orang-orang yang beriman adalah rumah Allah SWT. Inilah bentuk kedustaan dari
Hisham Kabbani yang sangat besar. Sorban yang besar, tidak berarti ilmunya juga
banyak, malah justru bisa sebaliknya, di balik sorbannya yang besar itu,
tersembunyi kebohongan yang lebih besar.
Allah SWT berfirman,
"Siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, 'Telah
diwahyukan kepadaku,' padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang
yang berkata, 'Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.'
(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim
(berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata), 'Keluarkanlah nyawamu.' Pada hari ini kamu akan
dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap
Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayat-Nya."(QS. Al-An'am [6] : 93)
"Dan siapakah yang lebih zalim
daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak
kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim."(QS. Ash-Shaff [61] : 7)
2. Penghinaan Terhadap Rasulullah SAW
Masih di dalam buku yang sama
karangan Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani QS yang
berjudul, Rahasia Tiga Cahaya – Rahasia Di Balik Bilangan Tiga, pada hal.
82 terdapat tulisan dengan sub judul “Tiga Karakter Auliya,” isi
tulisan tersebut adalah:
"Bismillaahhir Rahmaanir Rahiim.
Gransyaikh Abdullah QS menggambarkan bagaimana seorang darwis bisa diterima
sebagai hamba Allah yang Maha Kuasa, yaitu pertama dengan cara: 'Dia harus
memiliki satu sifat dari masing-masing tiga jenis hewan'." ujar beliau.
"Dari keledai, dia harus mampu
membawa beban dengan kesabaran dan tanpa rasa keberatan. Kecuali dia mampu
melakukan hal ini, dia tidak akan berhasil, karena tanpa kesabaran, seseorang
tidak bisa membawa tanggung jawab hidup."
"Dari anjing, dia harus belajar
kesetiaan kepada tuannya. Bila tuannya memerintahkan anjing itu untuk diam di suatu
tempat sampai tuannya kembali, anjing tersebut akan melakukannya, bahkan sampai
mati. Bila majikannya memukul dan mengejarnya, anjing itu tetap akan kembali,
dengan menggoyangkan ekornya, ketika tuannya memanggil."
"Yang terakhir, ketika seseorang melihat
seekor babi dia harus tahu bahwa nafsunya lebih kotor dan lebih busuk dari babi
itu. Kotoran babi berasal dari luar, sementara nafsu sudah kotor di dalam.
Kotoran nafsu datang dari perlawanan terhadap Tuhannya. Kotoran babi berasal
dari makanan yang kotor, bukan perlawanan. Orang yang sempurna harus memiliki
sifat yang demikian hingga ia mau menerima kotoran apapun yang dilempar
kepadanya, baik lewat ucapan maupun tindakan, dengan mengetahui bahwa nafsunya
lebih kotor."
"Tiga sifat hewan-hewan ini milik
para Nabi dan Aulia. Bila seorang manusia tidak memiliki sifat-sifat ini, dia
bukanlah seorang nabi yang membawa semua beban dunia, menerima semua bentuk
penyiksaan, dan masih menjaga utuh keyakinan akan Tuhannya dan kesabaran bagi
semua. Inilah jejak-jejak yang mana harus kita teladani. Sifat-sifat ini
memberikan ketenangan dan kepuasan dalam hatinya. Hanya dengan begini dia mampu
meraih kebahagiaan dalam hidup ini. Kalau tidak, ia tidak akan bahagia
selalu."
Menurut penulis bahwa semua ini adalah
bentuk penghinaan yang jelas-jelas nyata yang ditujukan kepada pada nabi,
khususnya Nabi Muhammad SAW sebagai insan mulia yang mendapat bimbingan
langsung dari Allah SWT. Apakah layak kita menganggap bahwa seorang nabi harus
memiliki 3 sifat dari 3 jenis hewan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`an?
Misalnya sifat seekor keledai, anjing dan babi.
Allah SWT berfirman,
"Perumpamaan orang-orang yang diberi
tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya)
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat
buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Jum'ah [62] :
5)
"Dan sekiranya Kami menghendaki
niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia
cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka
perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya
dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
kisah-kisah itu agar mereka berpikir."(QS. Al-A'raf [7] : 176)
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan
atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih
dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya),
bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS.
Al-Baqarah [2] : 173)
3. Penodaan Terhadap Syariat Islam
Di dalam Jurnal Ahl Haq Koleksi
I, edisi Maret-Juni 2005,yang diterbitkan oleh Yayasan HaqqaniIndonesia, Hisham
Kabbani bercerita di bawahjudul, "Wanita Inggris Itu," isinya
adalah sebagai berikut, Seorang wanita masuk ke ruang pertemuan. Berbusana
cantik dan tidak berkerudung. "Apakah beliau yang bernama Syaikh Abdullah
QS?" Tanya si wanita itu. Maka mereka pun menjawab, "Ya!" Maka
wanita itu pun menghampiri Grandsyaikh, lalu memeluk, dan mencium beliau, dan
kemudian dia menangis. Para ulama yang hadir mulai berbisik-bisik,
"Pemandangan macam apa ini? Dari mana asal wanita itu?"
Grandsyaikh berkata, "Oh anakku, apa
yang Nabi SAW katakan padaku saat ini, aku akan sampaikan kepadamu. Jika Nabi
SAW muncul saat ini (bukan secara spiritual, tetapi secara nyata bagi semua
orang), maka beliau akan memerintahkan kamu persis seperti apa yang akan aku
sampaikan kepadamu. Ini semua dari beliau, jika kamu tetap menjaga dijalan itu,
maka kamu akan mampu bertemu dan melihat Nabi SAW. Jangan melihat seorang
muslim, kamu tidak ada urusan dengan mereka. Siapa pun yang ingin menjadi
seorang muslim, harus mengikuti tiga kewajiban ini, dan jika kamu menerimanya,
maka kamu akan bersama Nabi SAW dan para auliyanya, dan jangan dengarkan yang
lain!"
Begitu kamu membuka mata saat bangun
pagi, ucapkan, Asyhadu an laa ilaaha illalllaah wa asyhadu anna Muhammadan
rasuulullaah (Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT dan
Muhammad SAW adalah utusan-Nya). Kemudian minta ampun kepada Allah SWT dan
bacalah berulangkali astagfirullah, sebagai pelindung bagimu sepanjang
hari agar tidak terjatuh ke dalam dosa!
Kamu hanya perlu mengetahui ibadah 5
kali, yaitu sebelum matahari terbit, siang hari, satu atau dua jam sebelum
matahari tenggelam, ketika matahari tenggelam, dan satu jam setelah matahari
tenggelam. Kerjakan 5 kali sujud saja, satu kali setiap ibadah. Ucapkan, “Allahu
Akbar” dan bersujudlah. Ketika sujud katakan “Ya Allah, Engkau adalah
Tuhankudan aku adalah hamba-Mu, aku beriman kepada-Mu, beriman kepada
semua utusan-utusan-Mu, dan beriman kepada utusan-Mu Muhammad SAW.” Hanya
itulah yang perlu kamu ucapkan, tidak perlu membaca yang lain. Lakukan hal ini
pada setiap ibadah 5 kali sehari!”
Sebelum kamu tidur, katakan di depan
tempat tidurmu, “Ya Allah, ampunilah apa pun yang telah aku perbuat sepanjang
hari ini. Dan siapa pun yang menyakitiku sepanjang hari ini aku memaafkan
mereka semua." Lalu ucapkan lagi syahadat 3 kalidan astagfirullah 3
kali. Inilah yang aku ajarkan kepada seorang wanita di Bombay tentang ibadah
selain mengajarinya tentang spiritualitas. Jika engkau terus mengamalkan hal
ini, maka akan dicatat sama dengan melakukan shalat 5 waktu seperti yang
dilakukan oleh semua muslim. Jangan bertanya kepada ulama, jangan dengarkan
kata mereka! Wanita itu menjawab, “Baik Syaikh!” (Ahl Haq Koleksi 1, edisi
bulan Maret- Juni 2005, hal. 29, 30, 31).
Penulis menilai bahwa cara beribadah yang
diajarkan seperti yang telah ditulis oleh Syaikh Hisham Kabbani yang telah kami
cantumkan kutipannya di atas sangat menyimpang dan sesat serta menyesatkan.
Syariat Islam telah menjelaskan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah shalat
telah termaktub di dalam Al-Qur`an dan tata caranya telah dicontohkan oleh
Rasulullah Muhammad SAW. Tidak ada tata cara shalat selain apa yang telah Nabi
Muhammad SAW ajarkan kepada para sahabatnya dan termaktub di dalam
hadits-hadits beliau.
Membuat tata cara shalat baru dan
mengajarkannya kepada orang lain adalah sebuah bentuk penodaan terhadap ajaran
Islam dan penghinaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta pengingkaran terhadap
syariat Islam.
Pernyataan untuk tidak bertanya kepada
para ulama dan jangan mendengarkan apa yang difatwakan (dikatakan) oleh para
ulama adalah pernyataan yang sangat merendahkan martabat (kedudukan) para
ulama. Padahal Allah SWT telah berfirman, "Di antara hamba-hamba
Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama."(QS. Fathir [35] : 28),
dan Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi.
4. Menyebarkan Doktrin Menyesatkan
Di dalam tulisan Syaikh HishamKabbani
yang berjudul, “Pikiran Buruk,” tertulis doktrin Tarekat Naqsyabandi terhadap
para pengikutnya, yaitu: "Suatu hari Maulana Syaikh Nazhim berkata, 'Saat
yang membahagiakan bagi seorang syaikh bukanlah ketika ia melihat muridnya
sedang beribadah, berdzikir, menghadiri Suhbah, ataupun sedang berpuasa. Namun
ketika beliau melihat ke dalam hati muridnya, dan beliau tidak menemukan
prasangka buruk (di dalam hati muridnya) akan syaikhnya'." (Ahl Haq Koleksi
1, Juni 2005, hal.17).
Sedangkan di dalam tulisanyang lain yang
berjudul, "Khalwat: Perintah Untuk Diikuti dan Dukungan dari
Allah."terdapat doktrin lain yang menyatakan, “Di dalam tarikat,
dengarkanlah apa yang dikatakan oleh syaikh, walaupun beliau menyuruh menggali
bumi lapisan ke-7 dengan sekop patah, maka kalian harus menggali. Janganlah
kalian mengatakan, “Tidak!” Jangan gunakan akal kalian dan berkata, “Itu
mustahil!” Jika syaikh mengatakan, “Anakku, pergilah ke laut itu, kosongkan air
laut itu dengan sebuah gelas atau sebuah ember. Amanat kalian ada di dasar
lautan!” Maka kalian harus mengosongkan lautan itu, duduk di sana dan bawa satu
ember, lalu kalian katakan, “Syaikh telah menyuruh saya untuk mengosongkan air
laut, maka aku akan mengosongkannya.” Bahkan jika kalian mengosongkan dari sini
dan airnya kembali lagi dari belakang, maka itu tidak masalah. Kalian telah
melaksanakan perintah (itha’atul mursyid/taat kepada mursyid). Jika kalian taat
kepada syaikh, maka kalian pun taat kepada Nabi SAW dan taat kepada Allah SWT.”
(Ahl Haq, Koleksi 1, Maret 2005, hal. 68-69).
Sedangkan di dalam Ahl Haq Koleksi
2 edisi Juli – Oktober 2005 di dalam tulisan yang berjudul, Hikayat “Orang
Gila” (bagian II) disebutkan, “Ketika Sayyidina Umar RA, Khalifah Kedua
wafat, maka dua Malaikat Maut mendatangi beliau. “Siapa Tuhanmu?” Sayyidina
Umar RA mempunyai watak yang keras dan beliau diam saja ketika pertanyaan itu
diajukan. “Apa agamamu?” Beliau tetap diam. “Apa kitabmu?” Tetap tidak ada
jawaban. Akhirnya mereka harus membawa beliau menuju neraka. Sayyidina Umar RA
berkata, “Aku tidak mendengar apa yang kau ucapkan, mendekatlah ke sini!”
Mereka mendekat dan mengulang pertanyaan tadi. “Aku masih belum
mendengar...lebih dekat lagi!” “Siapa Tuhanmu?” Sayyidina Umar RA segera
mengepalkan tangan dan memukul tepat di mata Malaikat Munkar AS. Para auliya
mengatakan bahwa Malaikat Munkar AS hanya memiliki satu mata saja, itu akibat
dipukul oleh Sayyidina Umar RA.” (Ahl Haq Koleksi 2, edisi Juli –
Oktober 2005, hal. 8).
Doktrin-doktrin seperti ini sudah menjadi
ciri khas setiap aliran sesat. Sesuatu yang tidak masuk akal yang sengaja
mereka ciptakan dan ajarkan kepada para pengikutnya agar mereka ditaati oleh
para pengikutnya.
Menurut penulis, sungguh luar biasa kisah
Umar RA versi mereka ini yang berani meninju mata malaikat. Padahal malaikat
jelas lebih kuat dan lebih hebat daripada manusia yang hanya diciptakan dari
setetes air mani (sperma). Hal ini sama dengan ucapan Abu Jahal yang menghina
firman Allah SWT yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa neraka Jahannam
itu dijaga oleh 19 malaikat. Kemudian Abu Jahal berkata kepada teman-temannya,
“Wahai teman-teman, Muhammad telah mengatakan bahwa penjaga Neraka Jahannam itu
hanya 19 malaikat. Kalian adalah orang-orang kuat dan banyak jumlahnya. Apakah
mampu 100 orang dari kalian untuk mengalahkan 1 malaikat?” Padahal, walaupun berkumpul
orang-orang hebat yang ada di dunia ini sejak zaman Nabi Adam AS sampai hari
ini untuk mengalahkan 1 malaikat, maka mereka semua tidak akan mampu
mengalahkan malaikat, walaupun mereka semua mengeroyok 1 malaikat.
Hisham Kabbani juga sering menyebut-nyebut
nama Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani. Siapakah sosok Abdullah Al-Faiz
Ad-Daghestani QS itu? Di dalam Tarekat Naqsyabandi Haqqani, ada yang disebut
dengan istilah Mata Rantai Naqsyabandi Haqqani. Mata rantai ini dimulai
dari Rasulullah Muhammad SAW. Ternyata, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani
menempati posisi ke-39, kemudian posisi ke-40 adalah Muhammad Nazhim Adil
Al-Haqqani, sedangkan Muhammad Hisham Kabbani adalah Khalifah Tarekat
Naqsyabandi Haqqani untuk seluruh dunia. Lalu di dalam buku yang berjudul, “MUHASABAH,
Nilai Seseorang Berhubungan dengan Cara Dia Menilai Waktunya – The Teaching of
Sufi Master Mawlana Syaikh Hisham Kabbani,” yang diterbitkan oleh Haqqani
Sufi Institute of Indonesia, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani lahir di
Daghestan (nama negara di Rusia) pada 1309 H/ 1891 M. dan dibesarkan serta
dididik secara khusus oleh pamannya, yaitu Syaikh Syarafuddin Ad-Daghestani,
seorang imam Tarekat Naqsyabandi. Pada 1980-an, negara Daghestan berada di
bawah penjajahan tentara Rusia (Uni Soviet). Paman dan ayahnya memutuskan untuk
pindah ke Turki. Syaikh Syarafuddin merawat dan melatih Syaikh Abdullah dengan
disiplin spiritual secara intensif dan melatihnya berdzikir dengan durasi yang
cukup lama. Enam bulan setelah pernikahannya, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani
diperintahkan untuk memasuki khalwat selama 5 tahun.
Pada masa khalwat inilah dia
mengklaim hal-hal yang menyesatkan, di antaranya:
Mengklaim mampu melihat detik-detik
Muhammad berkhalwatbertahannuts/beribadah) di gua Hira (dahulu, sebelum beliua
diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah SWT). Dia mengaku telah duduk selama 40
hari di belakang Muhammad dan mengaku tidak pernah tidur.
Mengklaim mampu berdzikir di Hadirat (di
hadapan) Allah SWT.
Mengklaim mampu mendengar sebuah bisikan
dari Hadirat Allah SWT, dia mengaku telah mencapai rahasia kesadaran dan wukuf
abadi, telah berhasil meraih kunci maqam itu, dan disuruh memasuki
Hadirat-Nya dalam tingkatan seseorang yang mampu berbicara dengan Tuhannya,
seperti tingkatan Nabi Musa AS ketika beliau berbicara dengan Allah SWT di
bukit Thur.
Kemudian dia juga mengklaim beberapa
pengakuan aneh pada saat Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani menjadi pasukan tentara
Ottoman (Turki Utsmani). Dia mengklaim beberapa hal, di antaranya:
Ketika dia tertembak dan sedang sekarat,
dia mengklaim melihat Nabi Muhammad SAW dan beliau pun menghampirinya seraya
berkata, “Oh anakku, engkau ditakdirkan untuk meninggal di sini, namun
kami masih memerlukanmu di bumi ini, baik secara spiritual maupun fisik…”
Mengklaim menemani Nabi Muhammad SAW pada
saat beliau melihat-lihat ketujuh surga pada saat Isra Mikraj. Dia mengaku bisa
melihat apa yang ada di dalam ketujuh surga tersebut dan melihat siksaan di
neraka seperti yang Nabi Muhammad SAW pernah sebutkan di dalam hadits-hadits
beliau.
Mengklaim menerima tugas kembali ke dunia
setelah ruhnya diangkat ke Hadirat Allah SWT.
Inilah di antrara doktrin-doktrin sesat
yang dihembuskan oleh Hisham Kabbani ke dalam masyarakat muslim Indonesia.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi
kita semua dari serangan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin.