Friday, July 3, 2020

Turki Utsmani, Pembunuhan Keluarga Hingga Ilmu Tanjim. Pencurian, Perampokan Dan Penindasan Di Damaskus Dan Kairo


Turki Utsmani, Pembunuhan Keluarga Hingga Ilmu Tanjim

Pembunuhan bagi orang yang tidak berdosa merupakan  hal yang tidak diterima oleh seluruh peraturan dan hukum. Suatu yang asing, fenomenal, dari kehidupan normal manuasia.
Pembunuhan bagi orang yang tidak berdosa merupakan  hal yang tidak diterima oleh seluruh peraturan dan hukum. Suatu yang asing, fenomenal, dari kehidupan normal manuasia.
Dan seseorang tidak akan dibunuh hanya berdasarkan tuduhan.

Pembunuhan adalah perkara besar yang membutuhkan bukti dan penyelidikan, dan segala upaya untuk menentukan hukum pembunuhan.
Tapi apa yang akan kalian katakan terhadap orang yang mendambakan kemegahan singgasana, ketamakan terhadap kedudukan, keinginan untuk memerintah, dan kenikmatan sultan.
Sesungguhnya mereka menggunakan segala cara untuk membenarkan tindakan pembunuhan. Kepada siapapun yang tidak bersalah, meskipun saudaranya.
Sebagaimana sejarah Utsmani dan kesultanannya, mereka adalah pengikut aturan orang-orang mongol dan hukum orang-orang Tatar. Yaitu membunuh saudara-saudara, membunuh anak-anak mereka, meskipun masih dalam buaian.
Kisah ini dapat dibuktikan dalam sejarah Daulah utsmaniyyah yang tersebar dalam buku-buku sejarah mereka. Tersebar dengan gambaran yang mengerikan dan cara-cara yang keji dan menakutkan.
Pakar sejarah Muhammmad Farid Beik, seorang yang sangat fanatik kepada Daulah Utsmaniyyah, megatakan dalam bukunya  “Tarikh Daulah ’Aliyah Utsmaniyyah.”
Ia mengatakan bahwa kasus pembunuhan sultan-sultan Utsmani terhadap saudara-saudaranya dimulai ketika pada masa sultan ke-4, Bayazid I.
Ketika itu dia memiliki saudara yang lebih muda darinya, bernama Ya’qub. Kemudian takutlah Sultan Bayazid kerajaannya akan disaingi oleh saudaranya Ya’qub.
Perhatikan, disini Ya’qub tidak pernah bersaing dengan saudaranya Bayazid, tetapi Bayazid yang takut, merasa ketakutan saja bukan karena perbuatan yang dilakukan Ya’qub.
Karena itu, Sultan Bayazid, memerintahkan untuk membunuh saudaranya tersebut. Sekaligus menyuruh ulama untuk mengeluarkan fatwa bolehnya membunuh saudaranya.
Abdul Aziz As-Syinnawi  mengatakan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Al Muftara A’laiha,” bahwa ketika Sultan Bayazid melakukan pembunuhan terhadap saudaranya sendiri, dikenal dengan nama “Hammamat Ad Dam.”
Karena Bayazid membuat peraturan “pembunuhan saudara” pada masanya, yaitu sejak pembunuhan saudaranya Ya’qub,
Dengan Fatwa dari ilama Daulah Utsmaniyyah yang membolehkan membunuh saudara, bahkan mewajibkannya.
Muhammad Farid Beik, mengatakan bahwa Sultan Muhammad yang dijuluki Al-Fatih, saat menguburkan jasad ayahnya, ia memerintahkan membunuh saudara sepersusuannya yang bernama Ahmad.
Dan seorang Sultan Salim I, membunuh saudaranya sendiri, anak-anak saudaranya, dan tidak ada yang tersisa dari saudara-saudaranya kecuali Muhammad. Muhammad lari ke sebuah gunung, lalu ia ditangkap dan dibunuhnya.
Al Bakri menyebutkan didalam bukunya “Al Minh Ar Rahmaniyyah Fi Tarikh Daulah Utsmaniyyah,” Sultan Sulaiman, yang dijuliki Al Qanuni. Ia membunuh anaknya, Musthofa,
Lalu mengumpulkan anaknya, Bayazid, kemudian mengumpulkan anak- anak dari anak Bayazid.  Jumlah mereka 4 orang, cucu-cucunya.
Kemudian dibunuhlah anak-anak tersebut dengan dicekik, di depan ayah mereka, Bayazid.
Ketika Sulaiman Al Qanuni kehilangan cucunya yang 4, kemudian dia mendatangi ayah mereka, Bayazid, dan membunuhnya dengan dicekik.
As Syinnawi menggambarkan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah Muftara a’laiha” di juz pertama, belum pernah terjadi  tindakan pembunuhan saudara yang dilegalkan dalam peraturan secara resmi, kecuali setelah masa Sultan Muhmmad Al Fatih, yang berkuasa sejak 1451 sampai 1481.
Al Fatih mengeluarkan peraturan seputar kekuasaan Sultan yang datang setelahnya dan menguasai singgasana, untuk melakukan tindakan pembunuhan terhadap saudara mereka.
Kenapa? Ia mengatakan untuk menjamin keselamatan Daulah dan Keamanan Hukum. Peraturan ini mereka beri nama “Qanun Nafid.”
Apa isinya? Kepada siapapun dari anak-anaknya -anak-anak Muhammad Al Fatih- yang menguasai kesultanan agar membunuh saudaranya.
Seorang peneliti Muhammad Jamil Beihm dalam bukunya “Falsafat Tarikh Utsmani,” dia menetapkan 14 Sultan Utsmani, seluruhnya melakukan pembunuhan terhadap saudara-saudara mereka. Tujuannya, untuk mengakhiri persaingan antara mereka dari perebutan singgasana.
Seorang sejarawan terkenal Turki, Khalil Inaj, dalam bukunya “Ad Daulah Al Utsmaniyyah,” dia mengatakan bahwa Murod III ketika menguasai kesultanan, pekerjaan pertama yang ia lakukan adalah mencekik 5 saudaranya,
Sedangkan Sultan Muhammad III, Ayahnya Murod III, telah memerintahkan untuk membunuh seluruh saudaranya, berjumlah 19 pangeran.
Pada saat menguburkan jasad ayah Sultan Murod IV, Sultan Murod III, dia membunuh 3 saudaranya.
As Syinnawi juga menyebutkan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah Muftara A’laiha,” bahwa jumlah lelaki dalam satu keluarga yang dibunuh ketika salah satu sultan berkuasa di masa Daulah Utsmaniyyah, mencapai 40 orang. 
Mereka terdiri dari orang tua, remaja, anak-anak kecil, saudara sepersusuan, dan semuanya dibunuh dalam 1 hari.
Di Istanbul, seluruh rakyat keluar untuk membawa keranda untuk menguburkan jasad-jasad mereka, karena jumlahnya yang banyak.
Seorang peniliti non-Arab, Alma Walton, menyebutkan dalam bukunya “Abdul Hamid Dzillullah Fil Ardh,” bahwa dahulu  di Istana Sultan terdapat wanita terlatih, seorang bidan anak.
Mereka dijuluki “Qabilat Ad Damawiyyah,” mereka bertugas memutus keturunan tanpa belas kasih.
Ia mengatakan, mereka mencabut ari-ari dari saudara sepersusuan Sultan, membiarkannya terbuka sampai mati. Karena sultan tidak ingin anak-anaknya saling menjatuhkan untuk sebuah singgasana sepeninggalannya.
Maka, dia memerintahkan  untuk membunuh salah satu anaknya yang telah lahir, dengan cara membuka ari-arinya hingga kehabisan darah sampai mati
Ini karena mereka mengikuti hukum orang-orang Mongol, Tatar
Oleh karena itu, perhatikanlah sejarah Daulah Utsmaniyyah, perhatikanlah kejadian-kejadiannya yang keji yang belum pernah terjadi atau belum pernah ditemukan, kecuali dengan hukum-hukum orang Mongol dan cara-cara orang Tatar.
Pembunuhan keji, pembantaian yang kejam, tidak ada yang pernah melakukannya kecuali mereka orang-orang Tatar Mongol, yang mana itu adalah perbuatan yang benar-benar jauh dari Syariah Islam, dan sunnah yang shahih.
Ketika Jumlah para Sultan Daulah Utsmaniyyah menjadi banyak, mereka mencoba menghilangkan peraturan tersebut (pembunuhan terhadap saudaranya).
Para sultan mengajukan pendapat lain, yang diberi nama “Rukubatul Askhos.”
Apa bentuk peraturan ini di zaman Daulah Utsmaniyah? Dana apa kaitannya denga ilmu tanjim (ramalan bintang)? Bagaimana bisa Daulah Utsmani berpatokan dengan ilmu ramalan ini?


Turki Utsmani: Pencurian, Perampokan dan Penindasan di Damaskus dan Kairo

Pada halaqah sebelumnya, sempat kita bicarakan apa yang dilakukan pasukan Utsmani di negeri Arab pada saat menguasainya. Pada hakikatnya, itu seperti perbuatan Tatar Mongol ketika menjajah bangsa Arab sebelum mereka.
Sekarang kita akan perkuat bukti sejarah yang menunjukkan kesamaan tersebut. Bukan hanya sekedar mirip, tetapi kecocokan yang dilakukan pasukan Turki Utsmani dalam kejahatan, pencurian, dan penindasan di negeri Arab, dengan bangsa Mongol saat mereka menjajah negeri Arab.
Simak apa yang terjadi di Damaskus ketika dikuasai oleh pasukan Turki.
Ibn Hamsyi, seorang saksi sejarah penjajahan Sultan Sulaiman I dan Sulaiman al-Qanun di Suriah, wafat pada tahun 934 H.
Dalam bukunya “Hawadits Az Zaman Wa Wafiyyaat As Syuyukh Wal Aqran,” dia menggambarkan bagaimana Sulaiman Al -Qanuni menguasai Damaskus pada tahun 927 H.
Dia mengatakan bahwa bala tentara Sultan Sulaiman Al-Qanuni memasuki Damaskus saat gerbang masuk negeri terbuka. Tidak ada seorangpun yang menghadang mereka.
Penduduk Damaskus menyambutnya dengan damai, tidak melakukan perlawanan tetapi menawarkan perdamaian.
Seharusnya, dengan menyerah tanpa perlawanan ataupun peperangan , mereka berhak mendapatkan keamanan.
Akan tetapi, lihatlah apa yang dilakukan bala tentara Turki Sulaiman Al-Qanuni terhadap penduduk Damaskus! Di saat mereka menyambut damai dan menyerahkan diri!
Ibn Hamsyi mengatakan, “saat pasukan Turki Utsmani mendapati pintu gerbang terbuka, tidak ada satupun yang menghadang mereka, seorang perwakilan benteng menemui mereka dengan membawa kunci-kunci benteng, dan diserahkan begitu saja kepada mereka.”
Kemudian, simak apa yang kemudian diceritakan Ibn Hamsyi kepada kalian mengenai kejadian selanjutnya.
“Mereka merampok toko-toko di pasar tanpa menyisakan apapun di dalamnya, bahkan sampai mengambil “qatharmiz,” kotak yang terbuat dari kaca yang biasa digunakan pemilik toko untuk menaruh minyak atau menaruh manisan.”
Ia mengatakan, “sampai-sampai mereka mengambil qatharmiz, merampok rumah-rumah, menghilangkan barnag, tidak ada satupun masyarakat yang selamat kecuali sedikit.”
Penduduk Damaskus mengalami tekanan lebih dahsyat dibandingkan saat penjajahan yang dilakukan Tymour Lang.
Pasukan Turki Utsmani memasuki negeri itu, merampas kain-kain penduduk, barang-barang mereka, merampok toko-toko yang ada di pasar tanpa menyisakan apapun didalamnya, yaitu seperti apa yang dilakukan orang-orang Tatar Mongol.
Kemudian Ibn Hamsyi mengatakan, “Tentara-tentara Turki Utsmani mengambil banyak sekali wanita dari Damaskus, menculik anak-anak dan budak-budak, mereka tidak menyisakan apapun, tidak kuda, tidak juga keledai!
Seorang Sejarawan Suriah, Ibn Tholun As Sholihi, yang wafat pada tahun 935 ia menceritakan apa yang disaksikan dalam bukunya “Mufakahatul Khillan.”
Dia mengatakan menyaksikan perlakukan bala tentara Sultan Salim terhadap penduduk Damaskus, pada tanggal 11 Ramadhan 922 H.
Pasukan itu menyerang warga Damaskus, mengeluarkan warga penduduk dari rumah-rumah mereka, untuk kemudian ditempati oleh tentara-tentara setelah mengusir warga dari rumahnya.
Ibn Tholun mengatakan, “banyak warga dikeluarkan dari rumah mereka, dibuang barang-barangnya ke jalanan, menelantarkan wanita hamil yang mengandung janin di dalam perutnya.”
Terjadi kepedihan terhadap rakyat Damaskus, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kala itu, penduduk Damaskus terpaksa tinggal di gedung-gedung sekolah dan masjid-masjid. Pasukan Turki mengatakan tidak memandang kecil, besar, tidak menghormati ahli ilmu, Ahlu Qur’an dan yang lainnya.
Simak, bagaimana Ibn Tholun menggambarkan masuknya Sulaiman Al Qanuni beserta tentaranya yang ke Damaskus 927 H.
Dikisahkan bagaimana mereka merempas dan meneror warga penduduk Damaskus.
Ibn Tholun menceritakan di Juz Ke-2 bukunya, kemudian para tentara Turki menyerang orang-orang yang tidak bersalah, perkampungan warga Damaskus. Mereka merusak pintu-pintu rumah, toko-toko, tempat-tempat pembuatan. Merampas harta-harta rakyat, kuda-kuda mereka.
Tidak ada yang selamat dari kekejian pasukan Turki Utsmani kecuali Allah menghilangkan penglihatan mereka hari itu.
Itulah bala tentara Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Sultan yang paling agung pada masa Daulah Utsmaniyyah.
Beginilah perbuatan mereka, seperti perbuatan Mongol Tatar; pencurian, perampasan, perampokan, meneror keamanan.
Lantas bagaimana ketika Daulah Utsmani menjajah Kairo di Mesir? Tonton kisah lengkapnya di video berikut ini:

Kekejaman di Kairo, Meniru Tatar Mongol

Pembunuhan yang dilakukan orang-orang Turki Utsmani, caranya sama seperti yang dilakukan orang-orang Mongol.
Pembunuhan ini terjadi dengan cara yang keji dan mengerikan, cara-cara yang dilakukan berdasarkan cara bangsa Mongol dan metode orang-orang Tatar
Apa bukti itu semua? Buktinya adalah buku-buku sejarah yang banyak menceritakan itu semua.
Ibn Tholun adalah seorang saksi yang hidup, dalam bukunya “Mufakahatul Khillan,” mengatakan, orang-orang Turki datang dengan kebiasaan yang buruk, membunuh orang-orang setelah menyiksanya, yaitu dengan alat “khazuq.”
Khazuq adalah alat yang dimasukkan dari dubur seseorang, lewat melalui perut, menghancurkannya, membuat isi dalamnya berdarah, hingga keluar dari mulut orang tersebut.
Kemudian mereka membiarkannya hingga kehabisan darah dan mati.
Ibn Tholun mengisahkan bahwa orang-orang Damaskus, mereka tidak mengetahui khozuq sebelumnya, tetapi ketika bangsa Turki-lah yang membawanya,
Orang-orang Turki menyerang orang-orang yang tidak bersalah, melakukan kekejian baik di lapangan kota atau di muka umum, agar mereka takut terhadap pasukan Turki Utsmani.
Ibn Iyas seorang saksi hidup, menyebutkan dalam bukunya  “Bada’i  Az Zuhur” juz ke-5. Saat di Mesir, Sultan Utsmani dan bala tentara Turki, dalam perjalanan mereka untuk menjajah Mesir, mereka melewati Gaza di Palestina.
Mereka memperlakukan orang-orang Gaza dengan pembunuhan, kekerasan, penindasan, perampasan, menyekap para wanita dan membunuh anak-anak.
Kemudian Ibn Iyas menyebutkan, apa yang dia saksikan atas tentara-tentara Turki saat tiba di Mesir.
Ia mengatakan dalam bukunya yang sama, bahwa orang-orang Turki membunuh orang-orang Mesir ketika perang Ridaniyyah sebanyak 4 ribu orang. Di antaranya raja-raja, pengawal, dan anak-anak.
Pembunuhan dari bangsa Arab di timur dan barat dengan jumlah yang banyak.
Ini menyebabkan banyak jasad bergelimpangan di jalanan, meskipun berdekatan dengan kuburan, sehingga tanah mengering karenanya.
Tidak bisa dikenali mana jasad pemimpin, mana jasad raja atau rakyatnya. Ibn Iyas sampai mengatakan banyak mayat tanpa kepala.
Sultan salim ketika di Kairo, setiap hari menyerukan perdamaian dan ketentraman. Tetapi kenyataannya, tetap terjadi perampasan, pembunuhan, penindasan oleh tentara-tentara Turki Utsmani.
Ibn Iyas juga mengatakan, bahwa tentara-tentara Turki Utsmani memasuki Masjid Jami’ Sayyidah Nafisah setelah mengahncurkan makamnya,  menginjak-injak kuburannya, mengambil lampu yang terbuat dari perak, lentera dan permadani yang ada di dalamnya.
Pasukan Turki, membunuh siapa saja yang ada di masjid Jami’ Sayyidah Nafisah.
Ibn Iyas juga mengatakan, bahwa tentara-tentara Turki Utsmani pergi ke masjid jami’ Syaikhu, kemudian membakarnya, termasuk siapa saja yang ada di dalamnya.
Ketika itu di dalamya ada banyak orang dan mereka membakarnya, kemudian membakar Rumah-rumah yang ada disekitarnya.
Lalu mereka menangkap seorang Khatib di Masjid Jami’ tersebut, menyerahkannya kepada Sultan Salim.
Ketika itu Sultan telah beniat memotong lehernya, kalau saja Allah tidak mendatankgan orang yang meminta syafaat, atau meminta ampun kepada Sultan untuk mengampuninya.
Ibn Iyas juga mengisahkan, bahwa Orang-orang Utsmani mengambil orang-orang awam dan anak-anak kecil. Kemudian mempermainkannya dengan pedang.
Di Kairo, Kebaikan pergi dengan kejahatan.
Banyak jasad manusia terbuang di jalanan, dari gerbang Zuwailah sampai pada Ramlah, di Kairo.
Mereka membunuh orang-orang dengan jumlah yang tak terhitung; di Syailiba, di Jembatan Syiba, Di Nashiriyyah, dan di Mesir ‘Atiqah.
Jumlah orang yang terbunuh ketika itu, menurut Ibn Iyas, lebih dari 10 ribu orang.
Inilah hakikat perbuatan orang-orang Mongol dan Tatar sebelum mereka. Dan bangsa Turki kemudian mencotoh perbuatan tersebut.  
Ibn Iyas juga menuliskan, pasukan menyerang masjid-masjid Jami’ dan mengambil apa yang ada di dalamnya dari penduduk Mesir dan raja-raja Syaraqisah.
Masjid Jami’ Azhar, Masjid Jami’ Hakim, Masjid Jami’ Ibn Tholun, Masjid-masjid Jami’ lainnya dan sekolahan, menjadi sasaran mereka.
Saksikan penjelasannya DR. Sultan AlAshqah dalam video di bawah ini:
Kekejaman Daulah Turki Utsmani di Mesir