Friday, January 1, 2016

Di Atas Makam Shalahuddin Al-Ayyubi: “Lihatlah! Inilah Kami Telah Datang Wahai Shalahuddin!”

pemakaman Bab Al-Rahmah shalahuddin

Kamis 19 Rabiulawal 1437 / 31 December 2015 18:42
KAUM Yahudi mengklaim, bahwa mereka memiliki hak untuk kembali ke bumi Palestina, karena mereka merasa dikeluarkan dari rumah (kampung halaman) mereka secara paksa dan diusir dari negeri mereka dengan kekuatan (militer).
Akan tetapi Talmud mematahkan klaim mereka. Secara umum ajaran Talmud tidak membenarkan adanya pengakuan bahwa kaum Yahudi berhak kembali ke Palestina, klaim kaum Zionis bahwa bangsa Israel berhak atas bumi Palestina adalah bohong besar.
Penuturan (riwayat) Talmud menegaskan bahwa Rabb (Tuhan) mengeluarkan kaum Yahudi dari kampung halaman mereka atas kehendak-Nya. Berikut ini cuplikan manuskrip yang menuturkan (kisah) tragedi tawanan Babilonia dan penghancuran Haikal (kuil Solomon):
Ketika dosa-dosa bani Israel telah sampai pada puncaknya, dan kaum Yahudi benar-benar telah keluar batas hukum yang dititahkan Tuhan Yang Maha Agung, serta manakala mereka menolak menyimak (memperhatikan) ujaran-ujaran dan peringatan-peringatan yang disampaikan nabi Jeremiah.
Maka nabi Jeremiah meninggalkan bumi Jerusalem, lalu pergi ke negeri Benyamin, ketika nabi (Jeremiah) berada di al Quds (Jerussalern) itu dan memohon kepada Rabb untuk merahmati bumi tersebut, Tuhan senantiasa mengabulkan doanya. Namun manakala ketika nabi meninggalkan al Quds (Jerussalern) tersebut dan berhijrah ke negeri Benyamin.
Saat itulah raja Nebukadnezar membumihanguskan negara Israel, menghancurkan Haikal Suci, merampas semua harta benda (pundi-pundi kekayaan) di dalamnya serta membiarkan Haikal dan gedung-gedung penting lainya dilalap api. Nebuzardan yang saat itu menjabat gubenur di wilayah Riblah diperintah Nebukadnezar raja Babilonia itu untuk menghancurkan kota Jerussalem.
Dalam sebuah riwayat: Sebelum mengerahkan pasukan perangnya menggempur para musuh, Nebukadnezar berusaha mengetahui ramalan hasil yang akan digapainya, dengan mediasi isyarat (metafora]. Kebiasaan seperti itu jelas mengindikasikan bahwa Nebukadnezar sejatinya adalah manusia paronoid, dan miskin kepercayaan diri, atau bisa pula ia terlalu percaya dengan klenik.
Sebelum mengerahkan bala-tentaranya ke bumi Palestina, Nebukadnezar melempar busur panah ke arah barat, anak panah itu melesat ke arah Jerussalem, kemudian ia melempar busur panah lagi ke arah timur, ternyata anak panah itu melesat ke arah Jurussalem lagi.
Kemudian ia melempar lagi untuk memastikan arah (letak) kota yang (dalam klaim Nebukadnezar) penuh dosa, dan wajib dibersihkan dari muka bumi ini, untuk ketiga kalinya anak panah itu melesat ke arah Jerussalem. Barulah Nebukadnezar yakin telah tiba saatnya menghancurkan Jerussalem.
Pasca menaklukkan kota Jerussalem, Nebukadnezar mengumpulkan penguasa dan pimpinan tentara serta top elit kota tersebut di dalam Haikal, kepada mereka Nebukadnezar bersuara keras dengan nada penuh ejekan kepada Tuhan bani Israel: “Adakah Kau Tuhan Yang Maha Agung, yang tunduk dihadapanMu semua penghuni alam? Inilah kami telah datang di kotaMu dan tempat sesembahanMu!”
DALAM peninjauan lokasi, tiba-tiba Nebukadnezar melihat lukisan kepala anak panah pada salah satu dinding kuil (Haikal), lukisan itu menggambarkan seseorang yang terbunuh karena hujaman anak panah, maka Nebukadnezar bertanya kepada rakyat Jerussalem ; “Siapa yang telah terbunuh di tempat ini?” Rakyat Jerussalem menjawab; “Zakaria putra Yehuyadah petinggi pendeta, ia adalah guru besar kami yang senantiasa mengingatkan kami setiap saat untuk intropeksi diri (agar terlepas dari siksa). Ia selalu berwasiat kepada kami, agar tidak melakukan tindak aniaya, dan kedzaliman kepada sesama, kami bosan dengan ujaran -ujarannya yang selalu dikhutbahkan kepada kami, lalu kami sepakat untuk menghabisinya.”
Para tentara Nebukadnezar membantai semua penduduk Jerussalem, mulai dari para pendeta, para petinggi Yahudi, rakyat biasa, tua, muda, perempuan anakanak, semuanya direnggang nyawa mereka tanpa ampun.
Ketika salah seorang punggawa pendeta melihat pembantaian anak negerinya yang super keji itu, ia melemparkan dirinya sendiri ke kobaran api yang disulut Nebukadnezar ke dalam Haikal, lalu diikuti para pendeta yang lain, mereka menerjunkan diri kedalam kobaran api dengan baju kebesaran dan tongkat serta alat musik yang mereka miliki.
Para tentara Nebukadnezar sengaja tidak membunuh kaum lelaki penduduk Jerussalem, mereka dijadikan tawanan, para tentara tersebut mengikat tangan dan kaki para tawanan dengan rantai besi yang kuat, kemudian menyeret mereka menuju Babilonia.
Ketika kaumnya dirundung duka, nabi Jeremiah kembali ke Jerussalem, ia menolong kaumnya yang tertindas, lalu membawa mereka keluar dari Jerussalem dengan kondisi yang meprihatinkan dan setengah telanjang.
Karena keterbatasan pakaian untuk mereka kenakan, ketika sampai di distrik Bet Kuru, nabi Jeremiah menyiapkan pakaian untuk anak bangsanya, setelah suasana dianggap kondusif, nabi Jeremiah menemui Nebukadnezar di hadapan rakyat dan pasukan Mesopotania, dengan suara sangat wibawa nabi Jeremiah berkata: “Wahai Nebukadnezar, janganlah engkau beranggapan bahwa engkau memi liki kekuatan yang manjadikan engkau bisa mengalahkan bangsa yang terpilih dari yang terpilih, sesungguhnya dosa mereka (kaum Yahudi) yang telah sampai pada puncak dosa itulah sejatinya yang membawa mereka pada bentuk siksaan yang amat pedih ini …”
Ketika Nebukadnezar berhasrat membunuh semua orang Israel, karena mereka tidak mau menyanyikan lagu-lagu pujian di hadapannya seperti yang jamak mereka lakukan dan tradisikan di sinagog dan kuil-kuil.
Terjadilah dialog antara dirinya dengan Pelatya ben Yehuyadah (adik kandung Zakariah putra Yehuyadah). Dalam dialog itu Pelatya berkata ; “Allah telah memberi Israel di tanganmu, dan kini engkau bertanggung jawab di hadapan Nya atas siapa saja yang telah engkau bunuh.”
Dari kesaksian penuturan Talmud tersebut, dapat diketahui, bahwa pengusiran kaum Yahudi dari bumi Palestina, dan penghancuran Haikal Agung, yang dibangun Nabi Sulaiman as. adalah atas kehendak Allah. Adapun klaim-klaim yang dipropagandakan kaum Yahudi jelas-jelas merupakan kebohongan yang sangat nyata, serta merupakan klaim yang sama sekali tidak mendasar. []
REALITA itu diperkuat dengan pengakuan yang keluar dari lisan rabi Oshaya, dalam Pesahim 87 b. Rabb (Tuhan) telah melakukan sesuatu yang terbaik bagi bangsa Israel, manakala tindakan mereka terhadap umat-umat lain telah melampaui batas kewajaran.
Satu hal yang perlu diingat dalam masalah ini, bahwa pola pikir dan klaim-klaim utopia yang dipropagandakan kaum Yahudi itu terus membahana hingga abad kesembilan belas, sebelum akhirnya lah raksasa Zionisme yang dideklarasikan untuk pertama kalinya, dengan seruan utama mendirikan negara Yahudi.
Pada awalnya para petinggi Zionisme tidak menemukan kata sepakat dalam menentukan rencana besar mereka, utamanya yang berkaitan dengan letak (geografis) negara Yahudi yang hendak mereka dirikan. Apakah negara itu akan didirikan di Uganda, Argentina.Brazil, Afrika Selatan, ataukah disebagian Eropa yang ada di Turki, atau Irak, Sinai ataupun di Australia?
Peta Uganda menjadi prioritas utama hingga tahun 1904 M, lebih dari itu ada pertentangan yang sanagt dahsyat dikalangan intren kaum Yahudi tentang aktualitas pendirian negara Yahudi ini. Para Yahudi agamis tetap pada pendirian mereka bahwa prosesi kembali ke Palestina akan terwujud sejalan dengan kehadiran kembali al Masih ke bumi ini!
Hingga kurun waktu tersebut keterikatan orang-orang Yahudi dengan Palestina, hanya sebatas ikatan ruh (batin) seperti halnya kaum muslimin yang memiliki ikatan emosional dengan Makkah al Mukarramah dan Madinah al Munawwarah, atau ikatan batin umat Nashrani dengan Bethlehem, ataupun ikatan emosional orang-orang Syi’ah dengan dengan kota Karbala, pun kota -kota lain yang memiliki ikatan ruh (batin) bagi para pemeluk agama dan bangsa-bangsa yang ada di atas muka bumi ini.

Dalam nuansa ikatan batin seperti itu sama sekali tidak terbersit di benak kaum Yahudi untuk menguasai dan menaklukkannya. Realita sejarah membuktikan pada awalnya gerakan Zionisme pun jerat -jerat politisnya tidak mampu menancapkan kakinya di bumi Palestina. Namun dengan mendompleng di balik ketamakan imperialisme Inggris, yang ingin tetap berkuasa di bumi Palestina, pelan tapi pasti kaum Zionis dapat menancapkan pengaruh di Palestina bahkan negara negara timur tengah lainya, yang membentang dari teluk Arabia hingga laut Tengah.
Kebencian dan dendam bangsa Inggris terhadap bangsa Arab dan kaum muslimin, berikut adanya gerakan protestan yang menentang hegemoni kekuasaan otorita gereja yang marak terjadi di bumi Eropa dan Amerika, merupakan dua hal vital yang memuluskan langka kaum Zionis untuk merealisir langkah politis mereka.
Kalau boleh kami tambahkan, ruh kebencian itu terlihat jelas dalam diri para pasukan perang yang menggempur negara-negara Arab pada perang dunia pertama.
Dapat kita lihat ketika pimpinan pasukan perang Prancis Jenderal Ghour mampu menaklukkan kota Damascus: Ia menginjakkan kakinya di atas makam Shalahuddin Ayyubi, sambil berkata ; “Lihatlah! inilah kami telah datang wahai Shalahuddin!”
Kami juga bisa melihat Jenderal Linabe ketika memasuki kota al Quds, ia berkata dengan suara lantang di depan gereja kebangkitan: “Hari ini telah berakhir perang Salib.”
Pemimpin Zionisme Israel yang bernama Jhan Zanguel bahkan menyebut perang dunia pertama tersebut sebagai Perang Salib kedelapan. []
Sumber: TALMUD, Kitab Rabi Yahudi, Sejarah & Ajarannya /Zafarul Islamkhan/ Editor: Misbah El Majidd/ PUSTAKA HIKMAH PERDANA