Sunday, March 27, 2016

Wajib Tonton !!! Taktik Penyesatan Syiah (10 Menit Anda Jadi Syiah)


Taktik Syiah Menjerat "Mangsanya"

Kelompok Syiah semakin lama semakin bertambah jumlahnya. Penambahan jumlah ini tidak lepas dari taktik yang digunakan dalam menjerat “mangsanya”. Ada beberapa taktik yang digunakan sekelompok syiah untuk menjerat mangsanya masuk ke dalam golongan mereka. Taktik ini benar-benar dahsyat. Jika pengetahan agama yang menjadi sasarannya tidak mendalam, KH. Haikal Hassan yakin akan terpengaruh menjadi anggota Syiah, karena teknik ini sangat mudah dicerna.
Taktik pertama yang digunakan, membangkitkan kecintaan pada ahlul bait (keuarga Rasulullah). “Kita harus cinta pada ahlul bait. Kita harus menghormati, mencintai, dan memuliakan ahlul bait. Bahkan ahlul bait itu jalan menuju surga,” kata Haikal menirukan mentor Syiah. Menurutnya, teknik nomor satu ini benar dan masuk akal. 

Taktik kedua, mentor menanyakan, di mana ahlul bait? Mereka dibunuh dan dibantai di Karbala. Teknik kedua ini menurutnya, memancing kesedihan. “Ketika kita gandrung, mentor akan mengatakan, kita ini sama, tidak ada perbedaan,” ujar Haikal di hadapan jamaah Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara, Jakarta belum lama ini.

Mentor tidak akan menyebut nama Syiah. Dalam teknik ini masih umum, “Kita sama-sama berkewajiban melanjutkan perjuangan Rasulullah. Begitu orang cinta dan gandrung dengan ahlul bait, mereka akan mengatakan, tahukah Anda, di manakah ahlul bait itu, mereka dibantai dan dibunuh di Karbala.” Menurutnya, Ini memancing emosional dan kesedihan. 

Begitu sudah terpancing emosionalnya, mentor akan bertanya, kapan itu terjadi? Itu terjadi pada tanggal sepuluh Muharram, yakni Hari Asyura, saat cucu dan cicit Rasulullah dibantai. Siapa yang dibantai? Husein. “Oleh karena itu mari kita teriakkan Labbaik ya Husseien.” Itulah, katanya, yang sering diteriak-teriakkan dan digaung-gaungkan oleh mentor Syiah.

Setelah calon mangsanya terhipnotis, masuk ke dalam alam sadar, mentor akan mengatakan, “Kita harus memuliakan Hari Asyura, saat terbunuhnya penghulu dan kunci surga, Huseien bin Ali.” Ucapan ini menurutnya, benar. Ini sejarah kelam yang ditimbulkan oleh musuh Islam. Ini masih benar.

“Oleh karena itu mari kita berkumpul untuk merayakan duka untuk menjawab panggilan Husseien.” Ini masih benar. Ini memang fakta kasus Karbala memang menjadi kesedihan umat Muslim seluruhnya. Ini benar dan dapat diterima. “Kita memang patut berduka saat cucu Rasulullah dibantai. Sampai di sini taktik Syiah masih diterima oleh setiap orang,” tambahnya.

Sekarang masuk pada taktik dan teknik bagian kedua. Dalam bagian kedua ini mentor mengatakan, Hari Asura sebagai pintu masuk spiritual. Pada saat pembantaian itu, siapakah khalifahnya pada saat itu? Khalifahnya Yazid bin Muawiyah. Akhirnya timbul kebencian pada Yazid bin Muawiyah. Yazid bertanggung jawab atas kematian cucu dan cicit Rasulullah.

Sampai di sini sudah mulai tampak keanehan. Teknik berikutnya, siapa yang mengangkat Yazid? Yang mengangkat Yazid adalah Muawiyah. Akhirnya masuk pada inti ajaran Syiah. Muawiyah adalah anak dari Abu Sufyan, yang memusuhi Rasulullah. Abu Sufyan adalah tokoh Quraisy yang memusuhi Rasulullah. Muawiyah adalah anak kandung dari Abu Sufyan yang pada masa itu Ali bin Abi Thalib terbunuh. 

Itulah Muawiyah. Mulailah ditimbulkan kebencian pada Muawiyah. Mereka mengatakan, Muawiyah tidak berhak menjadi khalifah. Yang berhak adalah Ali bin Abi Thalib. Akhirnya masuk pada teknik yang ketujuh. Bukan cuma Muawiyah yang tidak berhak, tapi juga Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan Abu Bakr Ash-shiddik. Ketiganya tidak berhak menjadi khalifah. Ketiganya membangkang perintah Nabi. Yang berhak adalah Ali bin Abi Thalib.

Menurut mentor Syiah, Nabi Muhammad semasa hidupnya menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah setelah nabi wafat. Dalam hadis disebutkan, ketika mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib, Nabi mengatakan, “Ini Maulana.” Pernyataan Nabi oleh orang Syiah dianggap sebagai pertanda Ali orang yang sah menjadi khalifah.

Di sini sudah mulai berani memaki-maki Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan. Mentor Syiah akhirnya mengungkit keburukan dari Abu Bakar yang dianggapnya memakan harta anak yatim, hartanya Fatimah. Dalam hadis memang disebutkan, Abu Bakar tidak memberikan warisan kepada Fatimah berupa kebun, karena wasiat Nabi yang mengatakan, bahwa Nabi tidak meninggalkan warisan, karena hartanya seluruhnya diserahkan untuk umat. Karena tidak memberikan warisannya kepada Fatimah, Abu Bakar dianggap memakan harta anak yatim.

Mulai di sini, timbul kebencian kepada para shahabat Nabi. Lalu Umar bin Khattab digembar gemborkan sebagai jagoan dan pemuda perkasa. Ini betul. Tapi saat disebutkan Umar bin Khattab dulu membunuh dan mengubur anaknya hidup-hidup, menurutnya, tidak pernah terjadi. Sebab Umar menikah setelah masuk Islam, yakni periode Madinah. Pada saat orang Jahiliyah membunuh dan menguburkan anaknya, pada saat itu umar masih seorang pemuda yang usianya sekitar 25 tahunan. Dia belum nikah.

Kemudian Usman bin Affan dimaki-maki pula. Kesannya yang ingin ditimbulkan, selain keluarga Nabi, mereka adalah sesat dan pembunuh. Kesan yang ingin ditimbulkan, pembunuhnya diatur oleh Yazid bin Muawiyah. Kesan yang ingin ditimbulkan lagi, Muawiyah adalah pembangkang dan dalang pembunuhan. 

Padahal yang sebenarnya terjadi adalah kejadian itu sebagai peristiwa politik, yang tidak membuat orang menjadi kafir. Peristiwa politik antara perebutan kekuasaan antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib. Hal ini menurtnya, tidak boleh mengakibatkan salah satunya atau keduanya disebut kafir. 

Nabi ketika duduk bersama Muawiyah, tersenyum. Ketika semua orang pergi, dipanggil Muawiyah. Hanya berdua saja. Nabi mengatakan, anak keturunanmu nanti akan menghabisi anak keturunanku. Ternyata Nabi sudah mendapat bisikan itu. “Anak keturunanmu nanti akan membunuh habis anak keturunanku.” Tapi Nabi tidak pernah mengkafirkan Muawiyah. Bahkan mengangkatnya sebagai orang kepercayaannya. Muawiyah salah satu sekretaris Nabi. Muawiyah juga salah satu shahabat Nabi yang mulia.

Mendengar penuturanan Nabi, Muawiyah menangis, lalu bersumpah tidak akan menikah, supaya tidak punya keturunan. Tapi takdir Allah tidak bisa dihalangi oleh siapa pun. Nabi yang memiliki mata hati yang jernih, bisa melihat kejadian yang akan datang.

Karena takdir Allah tidak bisa diubah, maka Muawiyah punya penyakit yang penisnya besar sekali, sehingga tidak bisa beraktivitas. Penyakit tersebut menurut tabib yang memeriksanya, tidak ada obatnya kecuali harus menikah. Akhirnya ia menikahi seorang budak yang mandul. Meski mandul, akhirnya istri Muawiyah hamil dan melahirkan anak, yang bernama Yazid.

Taktik kelima, saat terjadinya Karbala, yang membunuh Husseien adalah Amr bin Ash, yang menghampiri Husseien seusai terpanah, Sinan bin Anas, yang memenggal kepala Husseien. “Kita dibuat merinding oleh peristiwa ini.”

Ketika Sinan bin Anas menghampiri Yazid, membawa kepala Husseien bin Ali Ini ada dua versi. Versi pertama dari Syiah, Yazid mengambil sebatang kayu lalu menyodok-nyodok mulut Husseien, sehinga menambah kebencian pada yazid. Versi kedua, fakta yang sebenarnya, Yazid mengambil kepala Husseien lalu dicium bibirnya sambil mengatakan, “Bibir ini yang pernah dicium oleh Rasulullah.” Akhirnya Yazid menghukum mati Sinan bin Anas.

Fakta lainnya, Muawiyah mengakui kekhalifaan Ali bin Abi Thalib tapi ia tidak mau diturunkan sebagai gubernur. Akhirnya timbul tahun perdamaian. Muawiyah turun, Ali juga turun dari jabatannya. Lalu Muawiyah mengangkat khalifah yang baru. Ini murni peristiwa politik, tidak boleh saling mengkafirkan karena masih ber-Qur’an yang sama, bernabi yang sama, bershahabat yang sama, berpuasa yang sama, berhaji yang sama,sehingga tidak bisa disebut kafir.

Syiah dalam kenyataannya lebih memuiliakan Ali bin Abi Thalib. Dalam bersyahadat, kelompok Syiah menambahkan kata Ali Waliullah. Dalam syahadatnya, melaksanakat Abu Bakar, Umar, Usman, dan istri Nabi Khafshoh dan Aisyah.

Syiah, Al-Qur’annya berbeda, shalatnya berbeda hanya tiga waktu saja. Bukan lima waktu. Orang Siah shalat maghribnya digabung dengan Ashar. Bahkan shalat yang tiga waktu itu bisa digabung seluruhnya dalam satu waktu.

Puasanya juga berbeda, karena berbukanya saat masuk malam hari. Hajinya memang sama ke Baitullah di Makkah, tapi statmentnya adalah Karbala lebih mulia daripada Ka’bah.

Taktik lainnya mengatakan, ketika Nabi wafat, tidak ada yang mengurus janazah Nabi. Mereka sibuk berebut kekuasaan. Shahabat yang lain tidak memandikan janazah Nabi karena wasiat Nabi agar yang meandikan itu keluarga Nabi saja. Semua ingin memandikannya, tapi terbentur dengan wasiat Nabi. Tapi orang Syiah mengatakan, yang lain sibuk berebut kekuasaan, hanya Ali, Hassan, dan Husseien yang memandikan janazah Nabi. “Terang saja mereka keluarga Nabi yang berhak memandikannya,” kata Haikal.

Jangan karena Abu bakar, Umar, dan Usman tidak memandikan lalu disebut sebagai kafir. Taktik yang terakhir, hanya Ali yang berhak menjadi khalifah. Bukan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Mereka disebut kafir karena membangkang perintah Nabi.

Ali sendiri mengatkan, Abu Bakar yang paling berhak menjadi khalifah, karena kebaikannya dan perjuangannya sangat luar biasa bersama Nabi. Jadi pada saat Abu Bakar diangkat sebagai khalifah tidak ada yang protes. Bahkan anak cucunya Ali diberi nama Abu Bakar, anak wanitanya Aisyah.

“Yang sampai pada kita, Ali berperang dengan Aisyah. Ini tidak pernah terjadi. Seluruh khalifah, Abu Bakar, umar, Usman, dan Ali tidak ada perpecahan pada masa itu. Mereka semua kompak dan saling mendukung. Dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan, Ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada Allah. Kata Nabi, jangan mencela shahabatku.”