Selasa, 24 Mei 2016 - 09:06
WIB
Perintah waris mengandung makna,
orang yang beriman --lelaki atau perempuan-- di mana saja harus mengikuti
ajaran Islam secara sepenuhnya
Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc
“Tinggalkan
hukum waris Islami, ikuti perkembangan zaman!” begitu
kira-kira beberapa tanggapan keluarga Muslim ketika menghadapi persoalan
pembagian warisan.
Alasannya bermacam-macam, mulai dari rasa tidak adil
akan hak waris antara suami dan istri, hak anak laki-laki dan anak perempuan,
isi wasiat, keadaan ahli waris yang mapan dari sisi keuangan hingga
pengurusan hutang piutang si mayit.Setuju untuk tinggalkan hukum waris Islami?
Perintah Mawarits
Perintah
hukum waris Islami (mawarits) turun
secara berangsur, pertamanya adalah ketika masa Hijrah QS Al-Anfal (8):72
menyatakan bahwa hak waris-mewarisi dari hubunganmuakhaat (hubungan
persaudaraan) antara kaum Muhajirin dan Anshar, kemudian faseFathu
Makkah yaitu dengan turunnya QS Al-Ahzab (33):6 dan QS
Al-Anfal (8):75 yang menegaskan bahwa yang berhak mendapatkan harta waris
adalah yang punya hubungan kerabat.
Kemudian
turun ayat-ayat mawarits yang
membatalkan (memansukh-kan) ayat-ayat di atas yaitu QS An-Nisaa’
(4):7 yang berisikan perintahmawarits secara
global bahwa laki-laki dan perempuan punya hak waris dari kerabat yang
meninggal dunia. Kemudian QS An-Nisaa’ (4):11yang menerangkan secara rinci hak
waris untuk anak laki-laki dan perempuan, ibu dan bapak. Seterusnya adalah QS
An-Nisaa’ (4):12 yang berisikan aturan hak waris suami dan istri baik punya
atau tidak punya keturunan dan hak waris saudara dan saudari seibu. QS
An-Nisaa’ (4):176 menegaskan status hak waris saudara dan saudari kandung
maupun seayah.
Di ketiga
ayat tadi Allah Subhanahu
Wata’ala menegaskan bahwa pembagian harta waris belum bisa
dilaksanakan jika belum dikeluarkan dari harta peninggalannya berupa hutang,
sisanya jika masih ada, dikeluarkan wasiat sesuai syara’.
Biaya kubur juga adalah salah satu hal utama yang harus dikeluarkan dari harta
waris.
Jika
ternyata harta tidakcukup untuk membayar hutang dan menunaikan wasiat, maka
harus ada yang menanggung hutangnya dan wasiat ditiadakan.Di sinilah letak
pentingnya pengelolaan keuangan keluarga yang sistematikdan konsisten.
Ayat-ayat di
atas sangat terperinci sehingga urusan waris dalam Islam menjadi ilmu
tersendiri yang harus dipelajari oleh semua keluarga Muslim termasuk anak –
anak. Banyak keluarga yang tidak dapat menyelesaikan hukum waris yang sering
berakhir dengan sengketa karena tidak memiliki kepahaman yang sama atas hukum
waris tersebut.
Banyak
inisiatif yang patut diacungkan jempol dari berbagai pusat dan lembaga waris di
tanah air yang dapat menjadi rujukan para keluarga Muslim. Salah satunya adalah
Majelis Al-Mawarits asuhan Ustaz Mhd Jabal Alamsyah yang bertekad untuk
mewujudkan Sejuta Keluarga Muslim Melek Mawarits (KM3). Majelis ini sudah
banyak bersinergi dengan tim Sakinah Finance dalam visi misi menggalakan
pengelolaan keuangan keluarga Islami.
Siapakah yang berhak atas harta waris?
Ada 23 Ashhab
Al-Itrsi (ahli waris tingkat pertama) yang berhak atas harta
warisan setiap kematian muslim/muslimah.Dan ada 5 yang pasti berhak mendapat
waris jika mereka masih hidup yaitu anak laki-laki, anak perempuan, ayah, ibu
dan suami/istri simayit. Jika ada ayah atau anak laki-laki simayit maka semua
golongan saudara dan saudari serta paman simayit akan terhalang total.
Para ahli
waris tidak mendapatkan hak waris sama rata dan ternyata disinilah letak
keadilannya. Misalnya hak waris suami adalah setengah jika istri meninggal dan
tidak punya keturunan, sedangkan istri mendapatkan seperempat jika suami
meninggal dan sang suami tidak punya keturunan. Sedangkan anak laki-laki akan
mendapatkan hak waris dua bagian dibanding anak perempuan.
QS An-Nisaa’
(4): 34 dengan tegasnya menyebutkan fungsi laki-laki sebagai pemimpin (qawwamah) atas
perempuan dan suami sebagai penanggung jawab atas nafkah istrinya yang diambil
dari sebagian hartanya.
Dengan
adanya hukum waris yang sedemikian rupa maka nampak bahwa harta waris yang
didapat oleh pihak laki-laki dalam posisi lebih besar, seperti anak laki-laki
lebih besar 2 kali daripada anak perempuan si mayit karena kewajiban nafkah
yang dibebankan kepadanya. Ia wajib menafkahi adiknya yang perempuan dan
kewajiban menafkahi keluarganya termasuk istrinya, sedangkan wanita baik
anak perempuan si mayit, juga ibu, istri dan saudari si mayit akan menggunakan
harta waris hanya untuk dirinya sendiri dan tidak ada kewajiban menafkahi.
Sayangnya
sistem pewarisan yang tidak rata ini banyak dikecam bukan hanya dari golongan
Non-Muslim tapi juga dari kaum Muslimin sendiri dikarenakan pengaruh zaman
emansipasi dan feminisme saat ini.Permasalahan wanita atau janda yang
terabaikan tidak diselesaikan dengan mengabaikan perintah Allah Subhanahu
Wata’ala dalam ayat-ayat mawaritsdi atas yang
bersifat menjadi kewajiban yang telah ditetapkan (fariidhatam-minallah).Islam
sudah menyiapkan perangkat lain misalnya baitulmaal atau lembaga
zakat untuk membantu masalah perempuan janda dan anak yatim piatu yang
tergolong mustahik.
Sengketa
Jika urusan
waris keluarga Muslim tidak dapat diselesaikan dengan sistem kekeluargaan maka
sengketabisa dibawa ke Pengadilan Agama, naik banding ke Pengadilan Tinggi
Agama hingga tingkatkasasi di Mahkamah Agung. Para badan peradilan tersebut
menggunakanKompilasi Hukum Islam Indonesia (KHII) yang merujuk kepada Al-Qur’an
dan hadits sebagai bahan dasar pengambilan putusan pengadilan. Adapun sengketa
waris di luar wewenang pengadilan agama seperti yang terkait dengan non-Muslim
akan dibawa ke pengadilan umum dan badan peradilan yang lebih tinggi.Menurut
beberapa penelitian, kasus sengketa waris di Indonesia menduduki peringkat
tertinggi kedua setelah masalah perkawinan.
Jawaban; tunaikan hukum waris Islami!
Bagi kaum
yang berakal (ulul albab) tentu
banyak hikmah yang dapat dipetik setelah mengamati dan mengikuti isu tentang mawarits.Marilah
menjadi Muslim yang sepenuhnya (full time Muslim) jangan
jadi part-timer termasuk
menunaikan soal waris ini.Lihat QS Al-Baqarah (2):208:“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya…”
Perintah ini
mengandung makna bahwa kita selaku orang yang beriman baik lelaki atau
perempuan yang hidup di mana saja dan di zaman kapanpun harus mengikuti ajaran
Islam secara sepenuhnya.
Jika setelah
menunaikan hukum warisada ahli waris yang ingin memberikan harta bagiannya
kepada ayah/ibu/saudara maka babnya adalah sedekah. Yang penting pasangkan
niat, pelajari, sosialisasikan dan tunaikan hukum waris Islami!Wallahu
a’lam bis-shawaab. Salam
Sakinah!
Penulis
konsultan Sakinah Finance, Colchester – UK