Wednesday, July 5, 2017

Ibadah Nyeleneh Sufi Di Indonesia Dan Chechnya (Kebatilan Mazhab Sufi Berzikir Sambil Menari).









Beberapa bukti tetang kesesatan tasawuf (Sufisme). Semoga bermanfaat:

1. Kata Tasawuf (Sufisme) sekali pun tidak pernah disebut di dalam Al Qur'an dan Hadits yang sahih. Bukankah jika Tasawuf itu begitu penting dalam Islam tentu Allah dan Rasulnya akan memerintahkan manusia untuk belajar Tasawuf? Tidak mungkin Nabi yang bersifat "Balligh" (menyampaikan) menyembunyikan perintah Allah bukan?
Sebaliknya Nabi berkata bahwa setiap hal yang baru / diada-adakan (di bidang agama) adalah bid'ah dan sesat:
"Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hal yang paling buruk adalah hal yang baru dan setiap bid'ah adalah tersesat" (HR Muslim).
Allah mengatakan agama Islam sudah sempurna. Jadi tak perlu lagi ditambah bid'ah seperti Tasawuf:
"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ...." [Al Maa-idah: 3]

2. Tasawuf tidak jelas artinya. Ada yang menyebut dari shuffah, bulu domba, shof terdepan, bahkan dari kata Yunani: Theo Sophos.Para anggota meyakini bahwa Tasawuf hampir sama dengan ajaran theosofi, yang menjadi perbedaan adalah Tasawuf merupakan kebudayaan magis yang disinyalir telah ada sebelum lahirnya agama Islam dan setelah lahirnya Islam Tasawuf memasukkan nilai-nilai islami dalam alirannya yang berbau filosofi yunani. Bagaimana mungkin orang mempelajari sesuatu yang tidak jelas sebagai ajaran dari Islam yang penting?

3. Jika sumber agama Islam adalah Al Qur'an dan Hadits yang sahih (yang dloif / maudlu ditolak):
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar -benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. "[An Nisaa": 59]
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Aku tinggalkan padamu dua hal, yang tidak akan sesat kamu selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya." (HR Ibnu' Abdilbarri)
Maka sumber Tasawuf bisa dari mana saja. Istilah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mereka jadikan sumbernya adalah bisikan yang dida`wahkan datang kepda para wali dan kasyf (terbukanya takbir sampai mereka tahu yang ghoib) yang mereka da`wahkan, dan tempat-tempat tidur (mimpi-mimpi), perjumpaan dengan orang- orang mati yang dulu-dulu, dan (mengaku bertemu) dengan Nabi Khidir as, bahkan dengan melihat Lauh Mahfudh, dan mengambil (berita) dari jin yang mereka namakan para badan halus (Rohaniyyin). Banyak sekali ajaran Tasawuf yang memakai cerita-cerita yang tidak jelas sahih / dloifnya serta dari mimpi-mimpi orang yang mereka anggap wali. Belajar Tasawuf bisa membuat kita lupa dari mempelajari Al Qur'an dan Hadits yang justru merupakan sumber ajaran Islam yang asli.

4. Adapun sumber pengambilan syari`ah bagi ahli Islam adalah Al Kitab (Al Qur`ân), As Sunnah (Al Hadits), ijma` (kesepakatan para ulama terdahulu mengenai awal Islam), dan Qiyas (perbandingan, yaitu pengambilan hukum dengan membandingkan kepada hukum yang sudah ada ketegasannya dari Nash / text Al Qur`ân atau Al Hadits, dengan syarat kasusnya sama, misalnya beras
bisa untuk zakat fitrah karena diqiyaskan dengan gandum yang udah ada nash haditsnya). Sedangkan bagi orang-orang tasawuf, perbuatan syariat mereka didirikan diatas mimpi-mimpi (tidur), khidhir, jin, orang-orang mati, syaikh-sya
ikh, semua mereka itu dijadikan pembuat syariat. Oleh karena itu, jalan-jalan dan cara-cara pembuatan syariat tasawuf itu bermacam-macam. Sampai-sampai
mereka mengatakan jalan-jalan menuju Allah Subhanallahu wa Ta'ala itu sebanyak jumlah nafas
makhluk-makhluk. Maka tiap-tiap syaikh memiliki tarekat dan manhaj / jalan untuk pendidikan dan dzikir khusus. Jika dalam Islam sumber dzikir dan do'a berasal dari Al Qur'an dan Hadits, maka dalam Tasawuf berdasarkan ajaran para syekhnya (yang mungkin berasal dari mimpi mereka)

5. Islam itu adalah agama yang Muhaddad / jelas (ditegaskan batasan ketentuan) aqidahnya, ibadahnya, dan syari`atnya. Dalam Islam dijelaskan apa itu rukun Iman, rukun Islam, cara shalat, puasa, dzikir, doa berdasarkan Al Qur'an dan Hadits yang sahih. Selama ada sumber Al Qur'an dan Hadits diterima, jika tidak ada ditolak.

6. Sedangkan tasawuf itu agama yang tidak ada batasannya, tidak ada pengertian (yang ditentukan secara pasti) dalam aqidah ataupun syari`at-syari`
atnya. Sumber yang berasal dari mimpi orang yang dianggap wali sudah cukup bagi mereka untuk diamalkan sehingga amalan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dzikir, doa, sholat Tahajjud, dsb justru terlupakan. Karena ketidak-jelasan sumber dan syari'ah Tasawuf, maka orang-orang kafir memakai Tasawuf terutama untuk menghilangkan ajaran jihad dari ummat Islam.

atnya. Sumber yang berasal dari mimpi orang yang dianggap wali sudah cukup bagi mereka untuk diamalkan sehingga amalan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dzikir, doa, sholat Tahajjud, dsb justru terlupakan. Karena ketidak-jelasan sumber dan syari'ah Tasawuf, maka orang-orang kafir memakai Tasawuf terutama untuk menghilangkan ajaran jihad dari ummat Islam. Contohnya ada di http: //
di mana para pendeta bekerjasama dengan para sufi berusaha menghilangkan jihad dari ummat Islam lewat Tasawuf.
7. Paham Tasawuf seperti Wihdatul Wujud (bersatunya manusia dengan Allah) itu menyesatkan. Al Hallaj mengaku sebagai Allah. Ana al Haq (Akulah Allah) begitu katanya. Demikian pula tokoh sufi lain seperti Syekh Siti Jenar yang mengaku sebagai Allah. Terakhir Ahmad Dhani, Dewa, dalam lagunya "Satu" berkata "Aku ini adalah diriMu (Allah)." Mungkin orang sufi berpendapat itu karena teramat dekatnya mereka dengan Allah sehingga sampai mengaku sebagai Allah. Padahal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan manusia sempurna dan paling dekat kepada Allah tidak pernah sekalipun mengaku sebagai Allah. Bukankah Nabi dan ummat Islam selalu berkata "Iyyaka na'budu" (kepadaMu kami menyembah)? Itulah salah satu arogansi sufi. Mengaku Tuhan seperti Fir'aun. Al Hallaj dan Syekh Siti Jenar difatwa sesat dan dihukum mati oleh para ulama.

8. Sufi Abu Yazid al-Bustami (meninggal diBistam, Iran, 261 H / 874 M.) Dia adalah pendiri tarekat Naqsyabandiyah. Mengaku berguru pada Imam Ja'far padahal dia baru lahir 40 tahun setelah Imam Ja'far meninggal dunia. Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Yazid Al-Bustami mengatakan kepada orang-orang yang mengikutinya, "innii ana Allah laa ilaaha illaa ana fa`budnii (Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah aku)." Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa al-Bustami telah gila.Menurut pandangan para sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu, al-Bustami sedang berada dalam kondisi ittihad, suatu maqam (tingkatan) tertinggi dalam paham tasawuf.

9. Al-Bustami juga pernah mengucapkan kata-kata, "Subhani, Subhani, ma a`dhama sya`ni (Mahasuci aku, Mahasuci aku, alangkah maha agungnya aku)." Nah jika Nabi mengajarkan dzikir "Subhanallahu" (Maha Suci Allah), maka syekh Tasawuf mengajarkan "dzikir" Subhani "(Maha Suci aku). Ini jelas kesombongan yang besar yang dibenci Allah:
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." [Luqman: 18]
Al-Bustami juga berkata, "Laisa fi al-jubbah illa Allah (tidak ada didalam jubah ini kecuali Allah).

10. Paham Tasawuf, kasyf (tersingkapnya hijab, hingga seorang sufi bisa mengetahui hal ghaib), juga bertentangan dengan ayat Al Qur'an. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak mengetahui yang ghaib, bahkan jelas-jelas menegaskan bahwa Nabi shallallahu' alaihi wa sallam tidak tahu apa yang diperbuat Allah untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri esok (lihat dalam Bab Aqidah). Allah SWT berfirman:
"Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui perkqara yang ghaib dilangit dan
di bumi kecuali Allah. "(An-Naml: 65)
Ada sebagian delegasi yang datang ke Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka menganggap bahwa Nabi shallallahu' alaihi wa sallam termasuk orang yang mengaku bisa melihat yang ghaib, maka mereka menyembunyikan sesuatu didalam (genggaman) tangan mereka untuk beliau. Dan mereka mengatakan kepada beliau, "Kabarkanlah kepada kami, apa dia (yang ada dalam gemgaman kami ini)? Lalu beliau menjawab kepada mereka dalam keadaan berteriak," Aku bukan seorang dukun. Sesungguhnya dukun dan perdukunan serta dukun-dukun itu didalam neraka. "(Diriwayatkan Abu Daud: 286).

11. Banyak tarekat tasawuf yang terlalu mengkultuskan pemimpinnya dengan berbagai karomah yang tidak masuk akal. Misalnya Mawlana Syaikh Nazim, pimpinan tarekat Naqsyabandiyah saat ini, menurut mu Hakikat Sulthanul Awliya Syaikh Nazim Adil al-Haqqani menurut Syaikh Adnan mampu mempluralkan diri beliau dalam hitungan antara 70.000 sampai 700.000 dengan menampakkan diri di berbagai tempat yang berbeda di saat yang bersamaan. Akibatnya banyak orang belajar tasawuf hanya karena mencari karomah / kesaktian gurunya.

12. Diantaranya sufi ada yang menganggap bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak sampai pada derajat dan keadaan mereka (orang-orang sufi). Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (dianggap) jahil (bodoh) terhadap ilmu tokoh-tokoh tasawuf seperti perkataan Busthami, "Kami telah masuk lautan, sedang para nabi berdiri ditepinya." Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, pengarang kitab Ila At-Tashawwuf ya`Ibadallaah menisbatkan kata tersebut ke At-Tijani (pendiri tarekat At-Tijaniyah).

13. Diantara orang-orang sufi ada yang mempercayai bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu adalah kubah alam, dan dia itulah dan dia itulah Allah yang bersemayam diatas arsy; sedangkan langit-langit, bumi, arsy, kursi, dan semua alam itu dijadikan dari Nurnya (Nur Muhammad), dialah awal kejadian, yaitu yang bersemayam diatas Arsy Allah. Inilah aqidah Ibnu Arabi dan orang-orang yang datang setelahnya / pengikutnya. Para sufi ini mengangkat derajad Nabi sedemikian tinggi sehingga seolah-olah sama kedudukannya dengan Yesus (Anak Allah) dengan Tuhan Bapak menurut kepercayaan agama Kristen.
Padahal Allah Ta'ala berfirman:
Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku ... (Al Kahfi: 110).
(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat. (Shaad: 71)
Allah SWT berfirman,
"Barang siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al
Qur`ân), kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), dan syetan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya. "(Az-Zukhruf: 43: 36)
Pengajaran Allah adalah pengajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, yakni Al
Qur`an.Barang siapa tidak beriman kepada Al Qur`ân, tidak membenarkan beritanya, dan tidak meyakini kewajiban perintahnya, berarti dia telah berpaling dari Al Qur`ân, kemudian syetan datang menjadi teman setia baginya.

14. Sufi juga mengecam orang yang menyembah Allah karena menginginkan surga dan takut neraka. Menurut mereka hanya bisa menyembah Allah karena cinta kepada Allah. Oleh karena itu seorang sufi, Rabiatul 'Adawiyah berkata, "Ya Allah jika aku menyembahMu karena ingin surga, maka tutup pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMu karena takut neraka, maka buka pintu neraka untukku" Itu adalah sifat sombong dan riya. Dalam Islam kita diajarkan untuk mencintai Allah dan Rasulnya di atas yang lain termasuk diri kita sendiri. Meski demikian kita juga diperintahkan untuk berharap akan surga dan takut api neraka.
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan . " [At Tahrim: 6]
Do'a yang terbaik justru bertentangan dengan para sufi tersebut:
"Dan di antara mereka ada orang yang bendoa:" Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka ". [Al Baqarah: 201]

15. Banyak orang berusaha mengkoreksi kesesatan Tasawuf termasuk Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihya '' Uluumuddiin. Toh Imam Al Ghazali terperosok juga karena menggunakan contoh di luar Al Qur'an dan Hadits. Misalkan dalam rangka hidup sederhana memberi contoh sufi yang kelewat zuhud sehingga memakai baju bulu yang kotor dan berkutu. Padahal Nabi mengatakan kebersihan sebagian dari iman. Begitu pula kisah orang yang hanya beribadah saja sehingga tidak mampu memberi nafkah keluarganya. Untuk makan dia berkeliling ke rumah temannya. Yang punya 7 teman maka dalam 7 hari kembali lagi ke teman pertama yang dia tumpangi. Ada pula yang sebulan baru ketemu dengan teman pertama yang dia tumpangi dan ada pula yang setahun. Padahal Nabi memberi sunnah untuk berusaha dan tidak menyusahkan orang. Tangan di atas (memberi) lebih baik dari tangan di bawah. Begitu kata Nabi. Buya Hamka yang menulis buku Tasawuf modern juga menggambarkan wali Sufi begitu sakti hingga bisa mengangkat kapal yang tenggelam di laut dari jauh! Padahal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam saja ketika perang Uhud sampai berdarah mulutnya. Ini timbul kesan orang belajar Tasawuf untuk dapat kesaktian / karomah.

16. Sesungguhnya dalam Al Qur'an dan Hadits kita menemukan pedoman bagaimana berakhlaq yang bagus, sederhana tidak boros, menjauhi ghibah atau buruk sangka, amar ma'ruf nahi munkar, jihad, cara beribadah /
mendekatkan diri kepada Allah, dan sebagainya. Dalam Tasawuf meski ada namun sering berlebihan. Misalnya dulu Tasawuf mengajarkan hidup sederhana sehingga mereka hidup seperti gembel / pengemis. Sekarang Tasawuf modern diajarkan dihotel-hotel yang mewah yang jauh dari contoh hidup sederhana yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

17. kata Imam Ahmad tentang keharusan menjauhi
orang-orang tertentu yang berada dalam lingkaran tasawuf, banyak dikutip orang.
Diantaranya ketika seseorang datang kepadanya sambil meminta fatwa
tentang kata Al-Harits Al Muhasibi (tokoh sufi, meninggal 857 M.). Lalu Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Aku nasihatkan kepadamu, janganlah duduk bersama mereka." (Duduk dalam dewan Al-Harits Al-Muhasibi) - Ibnul Jauzi "Talbis Iblis".

18. Imam Syafi`i mengatakan, "Seandainya seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelum Dhuhur ia menjadi orang yang dungu." Imam Syafi`i juga pernah berkata. "Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari, lalu akalnya (masih bisa) kembali normal selamanya

19. Ada yang menulis Imam Maliki mendukung Tasawuf, tapi itu tidak benar. Selain zaman Imam Maliki Tasawuf belum dikenal juga Imam Maliki tidak pernah menulis satu buku pun tentang Tasawuf atau mengajarkannya. Padahal beliau adalah salah satu dari Imam Madzhab yang punya banyak murid dan pengikut.
------
[Media-dakwah] Asal muasal TASAWUF
footnote:
[1] [2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3] [4] [5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal. 173.
(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46 / III / I2 / 1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli "Hakekat Tasawuf dan Sufi". Penulis Al Ustadz Ruwaifi 'bin Sulaimi, Lc. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email .)

TAREKAT SUFI NAQSYABANDIYAH

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada sebuah perkumpulan wanita dari Kuwait. Mereka menyebarkan dakwah sufi beraliran Naqsyabandiyah secara sembunyi-sembunyi, perkumpulan wanita tersebut berada dibawah naungan lembaga resmi.

Kami telah mempelajari kitab-kitab mereka, dan berdasarkan pengakuan mereka, yang pernah ikut perkumpulan wanita ini, tarekat ini memiliki pemahaman diantaranya :

[a]. Barangsiapa yang tidak mempunyai syaikh, maka yang menjadi syaikhnya adalah syetan.
[b]. Barangsiapa yang tidak bisa mengambil ahlak syaikh/gurunya, maka tidak akan bermanfaat baginya Kitab dan Sunnah.
[c]. Barangsiapa yang mengatakan pada syaikhnya, “Mengapa begitu ?” Maka, tak akan sukses selamanya.

Selain itu, mereka berdzikir (dengan tata cara sufi, tentunya) seraya membawa gambar syaikhnya. Mereka suka mencium tangan gurunya yang bergelar Al-Anisaa, dan berasal dari negeri Arab. Mereka menganggap akan mendapat berkah dengan meminum air sisa sang gurunya.

Mereka menulis do’a dengan do’a khusus yang dinukil dari buku Al-Lu’lu wa Al-Marjan Fi Taskhiri Muluki Al-Jann. Dan dalam lapangan pendidikan, perkumpulan ini membangun madarasah khusus untuk kalangan sendiri, mereka didik anak-anak berdasarkan ide-ide kelompoknya, bahkan ada di antaranya yang mengajar di sekolah-sekolah negeri umum, baik jenjang setingkat SMP maupun SMA. Sebagian mereka ada yang berpisah dengan suami dan meminta cerai lewat pengadilan, hal itu terjadi manakala sang suami menyuruh sang istri agar menjauh dari aliran yang sesat ini.

Pertanyaan yang kami ajukan :
[1]. Bagaimanakah menurut syariat tentang perkumpulan wanita tersebut ?.
[2]. Diperbolehkan mengawini mereka ?.
[3]. Bagaimana pula hukumnya dengan akad nikah yang telah berlangsung selama ini ?.
[4]. Sekarang, nasihat dan ancaman yang bagaimana yang pantas untuk mereka ?.
Mohon penjelasan.

Jawaban.
Tarekat sufi, salah satunya Naqsyabandiyah, adalah aliran sesat dan bid’ah, menyeleweng dari Kitab dan Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jauhilah oleh kalian perkara baru, karena sesuatu yang baru (di dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim]

Tarekat sufi tidak semata bid’ah. Bahkan, di dalamnya terdapat banyak kesesatan dan kesyirikan yang besar, hal ini dikarenakan mereka mengkultuskan syaikh/guru mereka dengan meminta berkah darinya, dan penyelewengan-penyelewengan lainnya bila dilihat dari Kitab dan Sunnah. Diantaranya, pernyataan-pernyataan kelompok sufi sebagaimana telah diungkap oleh penanya.

Semua itu adalah pernyataan yang batil dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, sebab, yang patut diterima perkataannya secara mutlak adalah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”. [Al-Hasyr : 7]

“Artinya : Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya”. [An-Najm : 3]

Adapun selain Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam, walau bagaimana tinggi ilmunya, perkataannya tidak bisa diterima kecuali kalau sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah. Adapun yang berpendapat wajib metaati seseorang selain Rasul secara mutlak, hanya lantaran memandang “si dia/orang”nya, maka ia murtad (keluar dari Islam). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam ; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa ; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. [At-Taubah : 31]

Ulama menafsirkan ayat ini, bahwa makna kalimat “menjadikan para rahib sebagai tuhan” ialah bila mereka menta’ati dalam menghalalkan apa yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan. Hal ini diriwayatkan dalam hadits Adi bin Hatim.

Maka wajiblah berhati-hati terhadap aliran sufi, baik dia laki-laki atau perempuan, demikianlah pula terhadap mereka yang berperan dalam pengajaran dan pendidikan, yang masuk kedalam lembaga-lembaga. Hal ini agar tidak merusak aqidah kaum muslimin.

Lantas, diwajibkan pula kepada seorang suami untuk melarang orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya agar jangan masuk ke dalam lembaga-lembaga tersebut ataupun sekolah-sekolah yang mengajarkan ajaran sufi. Hal ini sebagai upaya memelihara aqidah serta keluarga dari perpecahan dan kebejatan para istri terhadap suaminya.

Barangsiapa yang merasa cukup dengan aliran sufi, maka ia lepas dari manhaj Ahlus Sunnah wa Jamaah, jika berkeyakinan bahwa syaikh sufi dapat memberikan berkah, atau dapat memberikan manfa’at dan madharat, menyembuhkan orang sakit, memberikan rezeki, menolak bahaya, atau berkeyakinan bahwa wajib menta’ati setiap yang dikatakan gurunya/syaikh, walaupun bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.

Barangsiapa berkeyakinan dengan semuanya itu, maka dia telah berbuat syirik terhadap Allah dengan kesyirikan yang besar, dia keluar dari Islam, dilarang berloyalitas padanya dan menikah dengannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrikah sebelum mereka beriman, ………. Dan janganlah kalian menikahkan (anak perempuan) dengan laki-laki musyrik sebelum mereka beriman ……..”. [Al-Baqarah : 221]

Wanita yang telah terpengaruh aliran sufi, akan tetapi belum sampai pada keyakinan yang telah kami sebutkan diatas, tetap tidak dianjurkan untuk menikahinya. Entah itu sebelum terjadi aqad ataupun setelahnya, kecuali bila setelah dinasehati dan bertaubat kepada Allah.

Yang kita nasehatkan adalah bertaubat kepada Allah, kembali kepada yang haq, meninggalkan aliaran yang batil ini dan berhati-hati terhadap orang-orang yang menyeru kepada kejelekan-kejelekan. Hendaknya berpegang teguh dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, membaca buku-buku bermanfa’at yang berisi tentang aqidah yang shahih, mendengarkan pelajaran, muhadharah dan acara-acara yang berfaedah yang dilakukan oleh ulama yang berpegang dengan teguh pada manhaj yang benar.

Juga kita nasehatkan kepada para istri agar taat kepada suami mereka dan orang-orang yang bertanggung jawab dalam hal-hal yang ma’ruf.

Semoga Allah memberikan taufiq-Nya.
 [Fatwa ini dikeluarkan tanggal 18 Jumadil Awal 1414H dengan No. Fatwa 16011, dan dimuat di majalah As-Sunnah Edisi 17/II/1416H-1996M. Diterjemahkan oleh Andi Muhammad Arief Mardzy]