Thursday, July 30, 2015

Menjawab Salah Kaprah Syi'ah Atas Ayat Wilayah

Oleh : Al-Akh 'Ali Reza -Hafizhahullah-

Segala puji bagi Allah, dan sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk Rasulullah, Ahlul Baitnya dan para Shahabat Beliau hingga akhir masa ...

Allah Subhanahu Wa Ta'ala ber-Firman dalam Surat Al Maidah ayat 55 :

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Kaum Syi'ah mengambil dalil Ayat ini sebagai dasar keImamahan Ali bin Abi Thalib, bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dibanding Abu Bakr, bahwa Ali adalah khalifah setelah Rasulullah Saw. Yang menjadi dasar sebenarnya bukanlah ayat ini sendiri, tapi adalah sababunnuzulnya, atau sebab yang menurut si’ah menjadi penyebab turunnya ayat ini. Ayat ini adalah umum, karena tidak disebut nama Ali bin Abi Thalib dan para sahabat Nabi sama sekali. Menurut mereka yang menjadi dalil adalah sebab turunnya ayat ini. Apa sebab turunnya ayat ini?

Menurut mereka, sebab turunnya ayat ini adalah ketika Ali sedang shalat tiba-tiba datanglah seorang pengemis yang meminta-minta tapi tidak ada yang memberinya sama sekali. Lalu pengemis itu datang pada Ali dan uang padanya, dan Ali saat itu sedang ruku’, lalu Ali mengulurkan tangannya yang berisi cincin dan diambil oleh pengemis tersebut, lalu turunlah ayat ini.

Kaum syi’ah mengatakan bahwa yang menyerahkan zakatnya saat ruku’ hanyalah Ali bin Abi Thalib. Ayat ini disebut oleh Syi’ah sebagai ayat wilayah, dan ayat ini adalah dalil terkuat tentang hak Ali menjadi khalifah setelah Nabi.

Kita lihat apakah makna ayat ini benar-benar seperti yang mereka katakan atau tidak.

Allah berfirman dalam Surat Al-Mu’minun Ayat 1-2 (Yang Artinya) : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya,

Dan Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : إن في الصلاة لشغلا

Sesungguhnya dalam sholat ada kesibukan tersendiri. [Muttafaq Alaihi]

Ali menurut ahlussunnah adalah termasuk Imam dan teladan bagi kaum Muslimin, termasuk pemuka orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya, kita tidak dapat menerima bahwa Ali bin Abi Thalib dikatakan tidak khusyu’ dalam sholatnya karena mengeluarkan zakat. Kita berpendapat bahwa Ali melaksanakan perintah Allah Ta’ala untuk khusyu’ dalam sholat dalam Ayat Surat Al-Mukminun dan Hadits Nabi Saw di atas. Hal yang benar dalam zakat adalah orang yang memberi zakat mencari orang fakir dan miskin penerima zakat, bukannya pasif menunggu sampai datang orang miskin padanya meminta zakat. Hal ini tidak terpuji, dan yang terpuji adalah orang kaya yang mencari sendiri orang miskin untuk menerima zakatnya, Ali tidak mungkin menunggu si miskin untuk menerima zakat.

Lalu Ali tidak wajib mengeluarkan zakat pada zaman Nabi karena saat itu Ali dalam keadaan miskin, coba kita lihat kembali mahar yang diberikan Ali pada saat menikahi Fatimah, maharnya adalah baju besi. Saat itu Ali dalam keadaan miskin, bahkan tidak sanggup membelikan pembantu bagi Fatimah. Maka saat Ali dan Fatimah mendengar bahwa Nabi datang membawa tawanan perang, mereka bedua meminta seorang pembantu pada Nabi. Bagaimana Ali yang saat itu dalam keadaan sangat miskin mengeluarkan zakat? Hal ini mustahil, karena zakat belum wajib bagi Ali yang saat itu dalam keadaan miskin.

Lalu kita mengatakan bahwa ayat ini bukanlah pujian bagi mereka yang mengeluarkan zakat dalam keadaan ruku’, karena jika memang demikian, pasti berzakat dalam keadaan ruku’ lebih utama dibanding di luar ruku’. Kita akan menyerukan supaya mereka berzakat dalam keadaan ruku’, kita akan panggil orang miskin supaya mencari orang yang sedang ruku’ untuk dimintai zakat. Tidak ada seorang ulama  pun yang berpendapat seperti ini.

Allah berfirman menyebutkan ‘mendirikan sholat’ bukannya pelaksanaan sholat itu sendiri. Mari kita kembali merenungi ayat ini. Allah berfirman :

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ

Sesungguhnya penolong dan teman dekatmu adalah orang-orang yang beriman pada Allah.

Allah memisahkan antara sholat dan ruku’ dengan zakat :

الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

Yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta tunduk.

Al-Qur’an adalah kitab yang paling sempurna dalam bahasa, tidak pernah ada yang dapat menemukan sebuah kesalahan dalam Al-Qur’an dalam tata bahasa, saya rasa seluruh pembaca sepakat tentang hal ini, bagaimana Al-Qur’an dalam ayat ini memisahkan antara sholat dan ruku’ dengan zakat? Al-Qur’an menyebut sholat dengan “Iqomatush-Sholah” yang berbeda dengan sekedar mendirikan sholat, karena mendirikan sholat berarti melaksanakan sholat dengan segala syarat, rukun, bahkan sunnah-sunnah sholat dengan sempurna ditambah sebelumnya wudhu dan khusyu’ yang sempurna, inilah yang disebut mendirikan sholat, oleh karena itu setelah sholat Al-Qur’an menyebutkan zakat.

Dan ayat : وَهُمْ رَاكِعُونَ , tidak ada hubungannya dengan sholat sama sekali, karena ruku’ dalam ayat ini bermakna tunduk pada Allah ta’ala, seperti firman Allah tentang Nabi Dawud :

 وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ

Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. [QS. Shad : 24]

Dan diketahui bahwa Nabi Dawud langsung bersujud, maka kita pun bersujud tilawah ketika mendengar ayat ini. Lafadz ayat ini -secara harfiah- :  Dan Nabi Dawud langsung ruku’, tapi dia bersujud, bagaimana? kita mengatakan bahwa beliau langsung tunduk pada Allah dengan bersujud, tapi maksud ayat di atas adalah tunduk pada Allah.

Ayat lain tentang hal ini adaah pada kisah tentang Maryam (Yang Artinya) : Hai Maryam, ta'atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku' [QS. Ali-Imran : 43]

Maknanya wahai Maryam tunduklah pada Allah bersama orang-orang yang tunduk, oleh karena itu Maryam tinggal di Baitul Maqdis, Ibunya menghadiahkannya bagi Baitul Maqdis, dan kaum wanita tidak wajib ikut sholat berjamaah, tapi maksudnya adalah tunduklah pada Allah bersama orang-orang yang tunduk.

Berarti maksud ruku’ dalam ayat di atas adalah dan mereka dalam segala kondisi selalu tunduk pada Allah. Kita tidak setuju pada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini turun bagi Ali karena kisah Ali menunaikan zakat ketika sedang ruku’, karena riwayat ini adalah tidak shahih sama sekali!! Barangsiapa yang membaca ayat ini bersama ayat sebelum dan sesudahnya yakin seyakin-yakinnya bahwa ayat ini memiliki sababunnuzul lain selain seperti yang dikatakan oleh kaum syi’ah.

Allah Ta'ala ber-Firman pada ayat 51 dalam Surat Al-Maidah :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim [QS. Al-Maidah: 51]

Dalam ayat ini Allah melarang orang-orang beriman menolong orang-orang yahudi dan nasrani, sebab turunnya ayat ini tercantum dalam hadits hasan, tentang Ubadah bin Shomit. Saat itu Abdullah bin Ubay bin Salul menolong Bani Qainuqa', saat Nabi Saw hendak membunuh mereka tiba-tiba Abdullah bin Ubay memohon pada Nabi agar melepaskan mereka. lalu Bani Nadhir ingin agar Ubadah bin Shomit memohon pada Nabi agar melepaskan mereka, sebagaimana Abdullah bin Ubay memohon pada Nabi agar melepaskan Bani Qainuqa', lalu Ubadah menolak  karena Ubadah adalah seorang mukmin, yang ikut pada Baiat Aqabah, tidak mungkin berbuat seperti Abdullah bin Ubay yang orang munafik. Ubadah menolak memohon pada Nabi , dan turunlah rangkaian ayat  dari :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ

hingga

 وَمَن يَتَوَلَّ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ فَإِنَّ حِزْبَ اللّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

Kita lihat bahwa ayat-ayat di atas membahas masalah tolong menolong antara kaum mukminin dan orang kafir secara umum dan tidak berkaitan dengan seseorang yang bersedekah dalam keadaan ruku’ waktu sedang mengerjakan sholat. Jika memang begitu ceritanya maka setiap orang dapat mengarang hadits bahwa Thalhah bersedekah saat ruku’, berarti ayat itu turun berkenaan dengan Thalhah.

Orang lain lagi datang dan mengarang hadits lagi bahwa yang bersedekah saat ruku adalah Khalid bin Walid, orang lain lagi membawa hadits bahwa yang bersedekah adalah Abbas paman Nabi dan seterusnya tidak akan pernah selesai. Masalah pembuatan Hadtis palsu memang sangat mudah tapi di sisi Allah hal ini amat besar karena siapa saja yang berbohong atas nama nabi berarti telah mempersiapkan tempat bagi dirinya di neraka.

Anggaplah ayat itu turun berkenaan dengan Ali, di manakah dalam ayat ini yang membahas tentang khalifah? Jika kita katakan bahwa ayat ini membahas khilafah, maka tidak akan ada hubungan antara ayat ini dan ayat sebelum dan sesudahnya!!

Ada sebagian orang yang berupaya dengan segala cara walaupun dengan menipu pembaca untuk menetapkan bahwa ayat wilayah turun mengenai Ali, di antara mereka adalah Abdul Husein (Hamba Husein, bukan hamba Allah) Syarafuddin Al Musawi dalam bukunya Al Muroja’at -yang terjemahannya menjadi pegangan bak Al-Qur'an bagi kaum syi'ah, terutama dalam forum-forum dialog dengan Ahlus Sunnah- (hal 137), dia berkata dengan penuh keberanian :“seluruh ahli tafsir bersepakat bahwa ayat ini turun mengenai Ali yang bersedekah saat ruku’ dalam sholat” Lalu dia mengklaim bahwa surat menyurat ini terjadi antara dia dan Syekh Salim Al-Bisyri. Sudah tidak ragu lagi bahwa hal ini adalah sebuah kebohongan yang nyata. (Sebagai bukti nyata utk kebohongan si Abdul Husain, ia tidak bisa menunjukkan 1 lembar pun masukrpip dari surat Syaikh Salim Al-Bisyri!!) Sekarang bukan saatnya membahas Al-Muroja’at, tapi barang siapa ingin membahasnya silahkan mendengarkan ceramah Syaikh Utsman Al-Khamis -dalam berbahasa Arab- pada 4 kaset yang membongkar kebohongan ini, bahwa Abdul Husein mengarang sendiri dan mengklaim bahwa Syeh Salim membalas surat-suratnya.

Pendapat Para Ulama Ahli Tafsir

Mari kita melihat pendapat para ahli tafsir mengenai ayat ini :

Ibnu Katsir berkata : "Mengenai firman Allah : وهم راكعون sebagian orang menyangka bahwa kalimat ini menjadihal (yang menerangkan keadaan) bagi yang sebelumnya yakni ويؤتون الزكاة yaitu mereka menunaikan zakat dalam keadaan sedang ruku’, hingga sebagian orang mengemukakan hadits bahwa ayat ini turun mengenai Ali bahwa ketika dia sedang ruku’ datanglah pengemis lalu Ali memberikan cincinnya pada pengemis itu ketika dia sedang ruku’. Lalu ibnu katsir menerangkan bahwa seluruh riwayat yang menerangkan bahwa ayat ini turun bagi Ali adalah lemah lalu berkata : "Tidak ada satu pun yang sohih karena sanadnya lemah dan perowinya tidak diketahui."

Ibnu Atiyyah dalam Al-Muharrir Al-Wajiz berkata : "Mujahid berkata : Ayat ini turun mengenai Ali bin Abi Thalib yang bersedekah ketika sedang ruku’, dan pendapat ini patut diteliti lagi, yang benar adalah apa yang telah dikemukakan di atas, yaitu penafsiran jumhur dan ayat itu sendiri : والذين آمنوا yaitu orang yang benar-benar beriman, bukannya berpura-pura, yaitu orang yang menunaikan sholat fardhu dengan sempurna dan menunaikan zakat. Inilah pendapat jumhur yang dinukil oleh Ibnu Atiyyah."

Anniasburi dalam catatan kaki tafsir Thabariy mengatakan : ada dua pendapat, yang pertama mengatakan bahwa ayat ini umum pada seluruh orang beriman, karena ayat ini turun berkenaan dengan kisah Ubadah bin Shomit di atas, dan pendapat kedua mengatakan bahwa ayat ini  turun khusus pada seeorang, dikisahkan bahwa orang itu adalah Abu Bakr, dikisahkan juga bahwa orang itu adalah Ali. Lalu dia menolak pendapat kedua .

Al-Qurtubi berkata dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an berkata : Alladziina (yang artinya = yaitu orang-orang) adalah umum bagi seluruh orang beriman. Abu Ja’far (Al-Baqir) Muhammad bin Ali bin Husein ditanya tentang makna ayat إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ , Apakah ayat ini khusus untuk Ali bin Abi Tholib? Dia menjawab : Ali termasuk kaum mukminin, dia berpendapat bahwa ayat ini umum bagi seluruh orang yang beriman. Nahhas berkata : pendapat ini bagus.

Ar-Rozi berkata dalam tafsirnya -setelah menolak pendapat bahwa ayat ini turun mengenai seseorang-, “dan Ali lebih tahu mengenai tafsir Al-Qur’an dari kaum syi’ah karena jika memang ayat ini membahas bahwa Ali menjadi imam pasti dia akan mengemukakan ayat ini sebagai dalil, syi'ah tidak bisa mengatakan bahwa Ali membiarkan orang lain menjadi khalifah karena taqiyyah, karena syi'ah mengatakan bahwa saat musyawarah Ali mengemukakan Hadits Ghadir Khum dan Ayat Mubahalah mengenai kelebihan Ali dan tidak mengemukakan ayat ini sebagai dalil kekhilafahannya sama sekali, oleh karena itu, maka hal ini menjadi bantahan bagi pendapat orang rofidhoh semoga mereka dilaknat Allah”. Dia juga berkata “Dan hujjah mereka bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ali maka tidaklah benar, telah kita terangkan bahwa kebanyakan Ahli Tafsir berpendapat bahwa ayat itu turun berkenaan dengan seluruh kaum muslimin”  yakni tidak khusus bagi Ali.

Al-Alusi Al-Husaini dalam Ruhul Ma’ani berkata : “kalimat وَهُمْ رَاكِعُونَ dalam ayat adalah hal  bagi fa’il yang melaksanakan 2 fi’il yaitu mendirikan sholat dan menunaikan zakat dalam keadaan tunduk pada Allah.’’

Ibnu Jarir At-Thabariy berkata : “Allah berfirman : إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ Maksudnya adalah wahai orang beriman kalian tidak punya penolong kecuali Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman yang sifatnya disebut dalam firman Allah dalam ayat ini. Dikatakan juga bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ubadah bin Shomit saat melepaskan ikatan loyalitas dengan yahudi bani Qainuqa’ dan mengikatkan loyalitasnya hanya pada orang-orang beriman. Firman Allah Ta'ala : الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ,Para mufassirin berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud oleh ayat ini, sebagian berpendapat bahwa ayat ini turun mengenai Ali bin Abi Thalib, sementara sebagian lain berpendapat bahwa ayat ini umum bagi seluruh orang beriman.” -Lalu menyebutkan pendapat kedua belah pihak-.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy berkata : Wilayah Allah hanya didapatkan dengan Iman dan Takwa, setiap orang beriman dan bertakwa adalah wali Allah. Barangsiapa menjadi wali Allah berarti menjadi wali Nabi-Nya. Dan ayat وهم راكعون maksudnya  adalah mereka tunduk dan patuh pada Allah.

Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qodir dan Ibnul Jauzi dalam kitab Zaadul Masir juga berpendapat seperti di atas!! Maka, mana kesepakatan ulama dan mufassirin -seperti bualan si abdul Husein-? seluruh mufassir yang disebut di atas tidak mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai Ali, tapi mereka mengklaim bahwa seluruh ahli tafsir sepakat bahwa ayat ini turun mengenai Ali.

Dalam ayat kita lihat bersama bahwa lafaz “dan orang-orang beriman” adalah bentuk prural (jamak) dan Ali adalah tunggal, hal ini mengkaburkan makna Ali. Jika memang benar Ali yang dimaksud pasti sudah disebut namanya atau ciri-cirinya, misalnya ayat tadi dalam bentuk tunggal -tidak dalam bentuk jamak-, jadi orang dapat mengenali siapa yang mensedekahkan dalam keadaan ruku’. Tapi kita lihat ayat ini tidak menjelaskannya!! Jadi kita tidak tahu siapa yang dimaksud. Jika kita tetap berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Ali maka hal ini adalah sebuah kekurangan yang tidak boleh kita nisbahkan pada Allah yang Firman-Nya adalah Terbaik. Berarti Allah tidak menerangkan pada kaum muslimin hal itu bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ali seorang. Jika ada yg beranggapan, "walau disebutkan dalam bentuk jamak, yang dimaksud ayat ini adalah tunggal, yaitu kepada Ali saja". Maka kita jawab, "Jika ayat ini disebut secara jamak, maka tetap berlaku jamak kecuali jika ada dalil lain yang memalingkannya dari maksud itu. Dan pemaling itu tidak ada!!"

Syi’ah juga menyebutkan dalil dari ayat ini adalah kata “innama” yang berarti "hanya saja" (pembatasan), berarti khilafahhanya terbatas pada Ali saja, lalu bagaimana dengan khilafah Hasan dan Husein serta para imam syiah lainnya???

-----oOo-----