Thursday, July 30, 2015

NU & Muhammadiyah Akan Dicaplok Syiah Lewat Muktamar, Benarkah?


Ormas Islam Dicaplok Musuh Islam Lewat Muktamar


Musibah bagi Umat Islam Indonesia kemungkinan akan tambah mendera. Betapa tidak. Dua ormas besar Islam, NU dan Muhammadiyah, ditengarai akan dicaplok Antek Syiah, Liberal, dan Jaringan Yahudi lewat Muktamarnya masing-masing pekan pertama Agustus 2015.


NU akan bermuktamar di Jombang Jawa Timur, 1-5 Agustus 2015. Kubu-kubu di antara mereka saling memperjuangakan tokoh liberal. (lihat artikel nahimunkar.com atau fp hartonoahmadjaiz, “Muktamar NU Perebutkan Kyai Liberal Pendukung Syiah dan Ahmadiyah?”
Sedang Muhammadiyah akan bermuktamar di Makassar 3-7 Agustus 2015.
Dikabarkan, Muhammadiyah kini memiliki tiga calon yang akan dipilih dalam Muktamar Muhammadiyah di Makassar 3-7 Agustus 2015, mereka itu tampaknya terindikasi bahkan terkontaminasi faham sesat yang mengusung syiah dan faham liberal yang telah diharamkan MUI, bahkan diduga sebagai Jaringan Yahudi.

Ada yang terang-terangan menentang fatwa sesatnya syiah. Ada yang dengan gaya liberalnya mencela Islam dengan apa yang dia sebut Islam Syari’at. Dan ada yang menganggap syiah itu tidak berbeda secara prinsipil dengan Islam, dan dibalik itu dia mesra dengan Yahudi, hingga diduga sebaga jaringan Yahudi di Indonesia.

Mereka itu adalah:

    Prof Dr Syafiq A Mughni (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni University of California dan Pesantren Persis),
    Dr Haedar Nashir (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Fisipol UGM)
    dan Dr Abdul Mu’thi (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Flinders University Australia).

Celoteh mereka cukup menyakitkan. Di antaranya:

“Dari sudut ajaran Islam, saya memang tidak sepakat dengan Syiah, tapi perbedaan itu juga ada dalam paham-paham lain yang ada di dalam Islam,” kata Prof Dr Syafiq A Mughni.
Syafiq juga pernah berkunjung ke Israel, bahkan diberitakan sebagai sosok yang jadi jaringan Yahudi di Indonesia (?), sebagimana berita “Siapa Saja Jaringan Israel di Indonesia?” ini:
Tokoh Muhammadiyah yang pernah berkunjung ke Israel diantaranya Syafiq Mugni, Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Dari PP Muhammdiyah Dr. Habib Cirzin pernah pula berkunjung ke Israel.

Syafiq Mugni  Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, saat bertemu dengan Shimon Peres menghadiahkan kepada Peres sebuah tutup kepala yang dikenal bernama ”kippa” bertuliskan kata “shalom“,  yang dalam bahasa Ibrani artinya ”kedamaian”. Para tamu Indonesia itu tampak gembira sekali ketika Peres langsung memasang kippa tersebut di kepalanya.

Selanjutnya, mereka melanjutkan pembicaraan seputar berbagai topik termasuk ekonomi, politik, agama dan perayaan hari jadi  Israel ke 60 bulan Mei 2008 mendatang. Bahkan, kemungkinan membuka hubungan diplomatik antara Indonesia-Israel.

Shimon Peres menyatakan, Israel berbahagia bisa berhubungan dengan Indonesia serta mengundang para pemimpinnya. Peres akan mengundang kembali para tokoh Indonesia untuk doa perdamaian di saat Negeri Zionis ini akan memperingati hari jadinya ke 60 nanti bulan Mei 2008. Dalam kesempatan itu, Peres juga mengatakan, musuh Israel bukanlah Islam, tapi “teror”, ucapnya.

Syafiq Mugni dalam kesempatan itu menjelaskan tentang Indonesia menyangkut perkembangan ekonominya, demokrasi dan sistem kependidikannya. Menurut Syafiq,  dirinya berharap Muslim Indonesia semakin toleran, meski sebagaian juga masih ada yang menentang demokrasi. Sementara itu, Wakil NU Abdul A’la (kini menjabat rector di IAIN Surabaya?, red nm) mengakui masih ada kelompok kecil “ekstrimis” Muslim di Indonesia 

Sementara itu Dr Haedar Nashir, sangat ‘enggan’ bicara soal Syiah bahkan karya besarnya malah menyorot soal Islam Syariat. Haidar pun menyatakan perlu diwaspadai tumbuhnya gerakan Islam Syariat.

Bagaimana dengan calon kuat ketiga yakni Dr. Abdul Mu’thi soal Syiahnya a.l.: Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’thi menolak adanya fatwa sesat terhadap Syiah dari lembaga keagamaan mana pun di Indonesia, termasuk Majelis Ulama Indonesia.

Demikianlah, Umat Islam Indonesia akan ditambahi dengan pemimpin Ormas Islam yang justru dapat diduga tidak akan menguntungkan Islam, tetapi menguntungkan musuh-musuh Islam.
Oleh karena itu ada ulasan yang beredar, di antaranya tulisan berikut ini.

AWAN MENDUNG HITAM MENYELIMUTI MUHAMMADIYAH MASA DEPAN?
MENCOBA MENYELUSURI PARA TOKOH CALON KETUA UMUM MUHAMMADIYAH 2015, WOW

“Tiga tokoh tersebut adalah Prof Dr Syafiq A Mughni (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni University of California dan Pesantren Persis), Dr Haedar Nashir (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Fisipol UGM) dan Dr Abdul Mu’thi (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, alumni Flinders University Australia),” jelas Najib.

“Pak Syafiq mempunyai jaringan ke luar dan ke dalam. Mas Mu’thi, masih muda dan lincah. Sedangkan Pak Haedar Nashir menjaga kekuatan ke dalam,” kata mantan anggota KPU Provinsi Jatim itu.

Dari ketiga ‘jago’ calon Ketua Umum Muhammadiyah kita ingin menelusuri bagaimana pendapatnya soal Agama Syiah. Seperti Prof. Dr, Syafiq A Mughni soal Syiah yang amat digadang-gadang calon kuat Ketua Umum Muhammadiyah 2015 walaupun basis almamater pendidikannya bukan berasal sekolah atau pesatren asli Muhammadiyah sbb.:

“Syiah memang lebih cenderung kepada amaliah yang terkait langsung dengan Ali bin Abi Thalib, tapi hal itu bukan berarti sesat, karena itu hanya konsekuensi dari sebuah kultus individu,” Ketua PP Muhammadiyah Syafiq A Mughni di Surabaya sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (29/8).

Menurut Syafiq, perbedaan yang sangat menonjol terkait Syiah itu masalah kepemimpinan setelah Nabi Muhammadiyah harus dijabat Ali bin Abi Thalib.
“Dari sudut ajaran Islam, saya memang tidak sepakat dengan Syiah, tapi perbedaan itu juga ada dalam paham-paham lain yang ada di dalam Islam,” katanya

Calon kuat lainnya DR. Haidar Nashir, walau pun ejak kecil Haedar memang aktif di organisasi Muhammadiyah, tahun 1977 saat duduk di bangku SMA, Haedar sudah aktif di organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di Bandung, Jawa Barat. Bahkan sejak masuk kuliah di STPMD, Haedar tetap aktif di IPM DIY dan berlanjut di Pemuda Muhammadiyah.

Dari hasil telusuran dari google terkesan tokoh yang satu ini sangat ‘enggan’ bicara soal Syiah bahkan karya besarnya malah menyorot soal Islam Syariat seperti yang diulas oleh a.l.

Budhy Munawar-Rachman menelaah bedah buku Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Jakarta (27 Pebruari 2014), untuk memahami lebih jauh dan mendalam karya Dr. Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Bandung: Mizan, 2013).

Diharapkan tulisan ini dapat membantu mengerti kedalaman analisis yang telah dikembangkan oleh Haedar Nashir, dan dari sini mengembangkan lebih lanjut studi-studi mengenai gerakan, yang disebut oleh Haedar Nashir sebagai ”Islam Syariat.”

Dari uraian di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa tujuan utama dari gerakan Islam Syariat adalah membangun dan mendirikan negara Islam. Keyakinan mereka tegas, bahwa ajaran Islam adalah sudah lengkap, sempurna dan mencakup segala macam persoalan. Semua gerakan dan pikiran diarahkan untuk menegakkan syariat Islam. Kelompok yang tidak sejalan dengan keyakinannya sering diberi label sebagai musyrik, kâfir, fâsik dan dzâlim. Menolak, tidak setuju atau membantah cara pandang ini, menurut mereka, sudah masuk dalam katagori musyrik jahiliyah, sebab telah dianggap menyekutukan Tuhan dengan mengakui otoritas selain-Nya dan menggunakan sistem selain sistem-Nya.

Dari argumen Haedar Nashir, tampaknya secara sosiologis bisa ditelusuri bahwa munculnya Islam Syariat adalah suatu reaksi terhadap masalah-masalah yang mengiringi modernitas, yang dianggap keluar terlalu jauh dari ajaran Islam. Kecenderungan ini merupakan gejala ideologi, yang merupakan respon terhadap pandangan benturan antarbudaya (the clash of civilization). Kemunculan Islam Syariat merupakan perlawanan terhadap modernitas dan masyarakat sekuler, khususnya dalam kehidupan sosial-politik, dengan cara melakukan kekerasan politik, sampai penggunaan teror.

Dalam sebuah pemberitaan terbaru, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan ada banyak kebijakan yang tertuang dalam bentuk peraturan-peraturan daerah (perda) syariah yang mengandung unsur-unsur diskriminatif bahkan mendorong terciptanya kekerasan di wilayah publik.

Haidar pun menyatakan perlu diwaspadai tumbuhnya gerakan Islam Syariat, yakni faksi yang mengusung semangat anti-nasionalisme, anti-demokrasi, dan menolak konsep negara-bangsa yang secara utopia mencoba menghidupkan kembali isu Negara Islam atas dasar sistem Khilafah Islam.

Faksi Islam Syariat ini, menurutnya juga mengidap apa yang disebut sebagai hypocracy in democracy, kemunafikan terhadap demokrasi. Di satu sisi secara tegas menolak demorkasi tetapi menikmati kehidupan di bawah alam demokrasi.

Bagaimana dengan calon kuat ketiga yakni Dr. Abdul Mu’thi soal Syiahnya a.l.: Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’thi menolak adanya fatwa sesat terhadap Syiah dari lembaga keagamaan mana pun di Indonesia, termasuk Majelis Ulama Indonesia. Menurut dia, fatwa sesat dari MUI di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terbukti menjadi alat melegitimasikan kekerasan terhadap pengikut Syiah dan memicu konflik horizontal antar umat Islam. “Fatwa dari mana pun harus tidak untuk mengkafirkan dan menyesatkan,” ujar Muthi kepada Tempo, Kamis, 19 Desember 2013.

Muthi menanggapi desakan Front Jihad Islam (FJI) yang mendesak MUI DIY mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran Syiah di Yogyakarta. FJI mengklaim mencatat 10 organisasi berhaluan Syiah di DIY. (Baca: Front Jihad Desak MUI Yogya Nyatakan Syiah Sesat)

Menurut Muthi, fatwa sesat itu berpotensi besar menimbulkan persoalan kebangsaan serius di Indonesia. Lembaga seperti MUI di daerah mana pun sebaiknya tidak lagi mengeluarkan fatwa penyesatan, khususnya untuk Syiah. Alasannya, hal itu memperbesar konflik antar umat Islam. “Umat Islam sudah mengalami banyak situasi sulit dan persoalan, jangan ditambah dengan masalah-masalah seperti ini,” ujar dia.

Dijelaskan secara rinci oleh Habib Rizieq, sosok yang berada di sebelah kirinya adalah Ayatullah Ali Tashkiri, seorang ulama Syiah Iran yang sering mewakili Iran dalam dialog internasional Sunni-Syiah. Menurut Habib Rizieq, Tasykiri adalah seorang Syiah moderat yang juga sering disebut Syeikh Dr Yusuf Al Qaradhawi dalam kitabnya.

Sementara di sebelah kanannya, kata Habib Rizieq, adalah seorang ulama Sunni bermazhab Hanafi. “Ana lupa namanya,” kata Habib Rizieq.

Di ujung kanan adalah Dr. Abdul Mu’thi yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah. Mu’thi sekarang menjabat sebagai Sekretaris PP Muhammadiyah. Sementara di sebelahnya adalah Usman Shahab, seorang ustad Syiah di Indonesia.

Berada di ujung kiri adalah Imam Addaraquthni, seorang tokoh muda Muhammadiyah pendiri Partai Matahari Bangsa (PMB). Selain di Muhammadiyah, Imam sekarang adalah Sekretaris Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Selanjutnya Habib Rizieq menjelaskan, di belakang Hadad Alwi berdiri Sekjen PBNU Ir H Iqbal Sulam. Iqbal sekarang menjabat sebagai salah satu Ketua PBNU. Sementara duduk di bagian depan adalah Anggota Presidium MER-C dr Joserizal Jurnalis, bersama Hasan Dalil, seorang tokoh Syiah Indonesia.

“Kenapa Ustadz? Apa ada yang aneh? Kan ana sudah kasih tahu secara terbuka bahwa ana dkk pernah ke Iran beberapa tahun lalu? Apa ada yang sengaja eksploitasi foto tersebut untuk benarkan tuduhan ana Syiah? Mereka bodoh dan kekanak-kenakanan Ustadz. Jangan panik,” kata Habib dalam broadcast-nya kepada Pemimpin Umum Suara Islam KH Muhamad Al Khaththath yang menanyakan perihal foto tersebut.
Suka atau tidak suka dengan para calon tersebut semua tergantung pada utusan peserta yang berhak untuk memilih plus di bawah Ketua Panitia Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat Muktamar ke-47 Muhammadiyah.

Saya berharap dalam muktamar Muhammadiyah yang akan datang bisa:

    Mampu memilih ketua umumnya yang MUSLIM lagi istiqamah sekaligus sebagai KHALIFAH dalam organisasi ini sesuai dengan tuntunan Islam yang memberikan pencerahan a.l. semangat kekhalifahan QS. 38:26, 6:165 dan 35:39. Jangan sampai terpilih ketua umumnya seperti ormas tetangga sebelah kita;
    Mampu mencetak kader politisi dan teknokrat lainnya yang benar-benar berjiwa Muslim Muhammadiyah sehingga tidak ada lagi kader yang jadi sekuler atau liberal atau aliran agama lainnya seperti agama syiah atau ahmadiyahnya? kader Muhammadiyah mampu mengisi dan menjadi pemimpin parpol apa saja sepanjang tidak melanggar prinsip ajaran Islam dan semangat kemuslimannya.
    Selain menyusun program kerja yang erat kaitannya dengan kemaslahatan umat misalnya bisnis, kesejahteraan dan kesehatan serta kependidikkan dsb, juga pembenahan organisasi secara jelas, transparan dan terkendali serta terotonomisasi. jangan lupa membenahi aset kekayaan dan harta Muhammadiyah dengan menciptakan paket aplikasi inventarisasi aset dan kekayaan Myhammadiyah secara terpadu dan terintegrasi se nasional.
    Menyederhanakan penyelenggaraan muktamar sehingga tidak terkesan hura-hura dan mewah seperti pengurangan peserta muktamar, ya cukup yang ikut sebagai utusan muktamar dari level provinisi saja tak perlu lah utusannya sampai kabupaten/kota.
Workshop Registrasi Online Muktamar Muhammadiyah ke-47 dan Muktamar Aisyiyah ke-47 di Unismuh Makassar pada Minggu (11/1/2015).

Elfizon Anwar‎Suara Muhammadiyah

28 April · Kota Tangerang ·

Mungkinkah Block SYI'AH KAFIR akan menang di muktamar NU?

Mungkinkah Block SYI'AH KAFIR akan menang di muktamar NU? Semoga musnah.. Kecuali SYI'AH menggunakan kecurangan.. Tetapi kalau TIDAK CURANG DAN DUSTA BUKAN SYI'AH NAMANYA.. 
MENGINTIP FENOMENA JELANG MUKTAMAR NU
Organisasi terbesar di indonesia ditarik ulur tiga gelombang pemikiran menjelang Muktamar
1. Kelompok syiah, atau yg menguntungkan syiah...ini dimotori agil siraj, idahram dan alawi bantani cs

2. Kelompok liberal atau yang mendukungnya, ini digawangi si ulil abshar abdala

3. Kelompok aswaja, yang ingin mengembalikan NU sesuai dengan tujuan pendirinya mbah Hasyim.... mereka menyebut dirinya NU garis lurus..ini dipelopori KH. Hasyim Muzadi (juga Idrus Ramli cs)
Ketiga2nya anti wahabi... satu dan dua saling kerja sama dan mesra dengan syiah...hanya yang ketiga yang memenci syiah....kelompok ini sangat membenci kelompok pertama dan kedua yang dianggapnya melenceng dan mengotori NU dari kemurniannya.
Sebagian ada yang menambahkankan kelompok yang keempat
4. Kelompok yang toleran dengan wahabi, faksi ini berusaha menjembatani kebuntuan antara nu dan wahabi...kelompok ini ditokohi Mustafa Ya'qub imam besar masjid istiqlal....tapi kelompok ini sangatlah sedikit....
Mereka akan berkompetisi di Muktamar Jombang besok..... Siapakah pemenangnya???
Kelompok ke 3 didukung penguasa, sepertinya ini yg akan menang
Wallahu a'lam bish showab.....
Sepertinya hizbiyyun bakal gontok-gontokan. Syi'ah, Liberal, Sekuler ikut andil disana
http://mantankyainu.blogspot.com/2015/07/mungkinkah-block-syiah-kafir-akan.html


NU dan Pandangannya Terhadap Syiah

Oleh: Kholili Hasib
Kader NU dan Wakil Sekretaris MIUMI Jatim
Sejak didirikan pertama kali pada 31 Januari 1926, NU melalui pendirinya Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari mengeluarkan rambu-rambu peringatan terhadap paham Syi’ah ini. Peringatan tersebut dikeluarkan agar warga NU ke depan hati-hati menyikapi fenomena perpecahan akidah.
Meski pada masa itu aliran Syi’ah belum sepopuler sekarang, akan tetapi Hasyim Asya’ari memberi peringatan kesesatan Syi’ah melalui berbagai karyanya. Antara lain; “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah,al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”.
Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” memberi peringatan kepada warga nahdliyyin agar tidak mengikuti paham Syi’ah.
Menurutnya, madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah bukan madzhab sah. Madzhab yang sah untuk diikuti adalah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Beliau mengatakan: “Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, halaman 9).
Syeikh Hasyim Asy’ari mengemukakan alasan mengapa Syi’ah Imamiyyah dan Zaidiyyah termasuk ahli bid’ah yang tidak sah untuk diikuti. Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi halaman 7 mengecam golongan Syi’ah yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi SAW.
Mengutip hadis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Syeikh Hasyim Asy’ari menghimbau agar para ulama’ yang memiliki ilmu untuk meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi SAW itu.
Hadis Nabi SAW yang dikuti itu adalah: “Apabila telah Nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia”.
Peringatan untuk membentengi akidah umat itu diulangi lagi oleh Syeikh Hasyim dalam pidatonya dalam muktamar pertama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, bahwa madzhab yang sah adalah empat madzhab tersebut, warga NU agar berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di luar madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah tersebut.
Dalam Qanun Asasi itu, Syeikh Hasyim Asy’ari menilai fenomena Syi’ah merupakan fitnah agama yang tidak saja patut diwaspadai, tapi harus diluruskan. Pelurusan akidah itu menurut beliau adalah tugas orang berilmu, jika ulama’ diam tidak meluruskan akidah, maka mereka dilaknat Allah SWT.
Kitab “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh Syeikh Hasyim Asy’ari, berisi pedoman-pedoman utama dalam menjalankan amanah keorganisasian Nahdlatul Ulama. Peraturan dan tata tertib Jam’iyyah mesti semuanya mengacu kepada kitab tersebut.
Jika Syeikh Hasyim Asy’ari mengangkat isu-isu kesesatan Syi’ah dalam “Muqaddimah Qanun Asasi”, itu berarti persoalan kontroversi Syi’ah dinilai Syeikh Hasyim sebagai persoalan sangat penting untuk diketahui umat Islam Indonesia. Artinya, persoalan Syi’ah menjadi agenda setiap generasi Nahdliyyin untuk diselesaikan sesuai dengan pedoman dalam kitab tersebut.
Sikap tegas juga ditunjukkan Syeikh Hasyim dalam karyanya yang lain. Antara lain dalam “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah” dan “al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”, di mana cacian Syi’ah dijawab dengan tuntas oleh Syeikh Hasyim dengan mengutip hadis-hadis Nabi SAW tentang laknat bagi orang yang mencaci sahabatnya.
Hampir setiap halaman dalam kitab “al-Tibyan” tersebut berisi kutipan-kutipan pendapat parra ulama salaf salih tentang keutamaan sahabat dan laknat bagi orang yang mencelanya. Diantara ulama’ yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Qadli Iyyadl.
Hadis-hadis Nabi SAW yang dikutip dalam dua kitab tersebut antara lain berbunyi:”Janganlah kau menyakiti aku dengan cara menyakiti ‘Aisyah”. “Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci sahabat mereka, maka dia akan mendapat laknat Allah SAW, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib maupun yang sunnah”.
Pandangan yang sama pernah dilontarkan oleh KH. As’ad Syamsul ‘Arifin (alm), kyai kharismatik dari PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur pada tahun 1985. Saat itu Kyai As’ad diwawancarai Koran Surabaya Pos tentang faham Syi’ah di Jawa Timur. Kyai yang disegani oleh warga nadliyyin itu menampakkan sikap tegas, menurutnya kelompok Syi’ah ekstrem harus dihentikan di Indonesia. Agar tidak meluas gerakannya, Kyai As’ad mengimbau umat Islam Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaannya (dikutip dari Majalah AULA no I/Tahun XVII/Januari 1996 halaman 23).
Jadi, sebenarnya sejak awal pendiri NU berpandangan bahwa paham Syi’ah telah melakukan penodaan agama. Bahkan jika mengamati butir-butir fatwa Syeikh Hasyim tersebut, penodaan Syi’ah itu telah melampau batas dan menukik jauh ke dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sehingga, sejak awalnya paham Syi’ah tidak diterima di kalangan NU.
Wacana-wacan NU untuk kembali ke khittah 1926 selayaknya tidak sekedar dimaknai bercerai dengan partai politik manapun, akan tetapi yang lebih terpenting lagi adalah khittah yang telah dibangun pendiri NU dilaksanakan saat ini oleh semua elemen warga NU. Yaitu khittah kembali kepada kitab Qanun Asasi.
Operasionalisasi khittah ini adalah membendung aliran sesat, seperti Syi’ah dan Ahmadiyyah. Khittah ini dapat dimaknai sebagai khittah untuk menjaga kemurnian akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, bersih dari berbagai aliran-aliran sempalan yang menodai agama Islam. Karena berdirinya jam’iyyah NU adalah untuk menyebarkan paham yang benar tentang Ahlussunnah wal Jama’ah. Memang sudah semestinya, NU bersikap tegas terhadap aliran Syi’ah. Wallahu a’lam.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam (ISID) Gontor Ponorogo Jurusan Ilmu Akidah

Sikap Resmi Muhammadiyah Terhadap Syiah

PERTAMA :
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad yang ma’shum.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep kesucian Imam-imam (ma’shumnya imam-imam) dalam ajaran Syi’ah.

KEDUA :
Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai Khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, jadi kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum adalah sah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep Rafidhahnya Syi’ah.

KETIGA :
Muhammadiyah menghormati Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, tetapi Muhammadiyah menolak kultus individu terhadap Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.

KEEMPAT :
Syi’ah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari Muslim- ditolak oleh Syi’ah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syi’ah dan Ahlussunnah baik masalah Aqidah, Ibadah, Munakahat, dan lain-lainnya.

Sikap tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya, sehingga dengan demikian kita bersikap waspada terhadap ajaran dan doktrin Syi’ah yang memang sangat berbeda dengan faham Ahlussunnah yang banyak dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.

Di samping itu, realitas, fakta dan kenyataan menunjukkan pada kita bahwa di mana suatu negara ada Syi’ah hampir dapat dipastikan terjadi konflik horizontal. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian kita semua jika ingin negara kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga.
Sumber: Majalah Tabligh No. 7/IX/ Jumadal Awal-Jumadil Akhir 1433 H, hal 5

Jelas Sudah, Ini Sikap Resmi Muhammadiyah Tentang Syiah, Bagaimana Dengan NU ?