Thursday, July 30, 2015

Guys, hati-hati dengan Syiah

Guys, hati-hati dengan Syiah
Polemik soal syiah menyeruak lagi. Kali ini menyoal seorang tokoh yang memang sudah lama terindikasi syiah. Tapi karena sang tokoh nampak humanis dan sangat humble, maka ke-syiah-annya menjadi diterima.
“Dia syiah, tapi dia baik sama saya.” Kalimat ini akan menjadi sihir yang luar biasa, kalau diucapkan seorang selebriti islami.
Memang bicara syiah hari ini di negeri ini sangat dilema. Satu sisi umat harus tahu bahaya syiah. Tapi di sisi lain banyak pula Sunni yang membela syiah.
Di satu sisi, banyak akademisi sudah mencoba membongkar ancaman syiah. Tapi di sisi lain, banyak Sunni yang hidup di ketiak tokoh syiah. Sehingga indikator ummat menjadi susah. Dia syiah, bahaya. Tapi di sisi lain banyak tokoh Sunni mengagumi mereka.
Sebenarnya sederhana. Kita hanya butuh furqon. Alat pembeda yang tegas. Jika seseorang syiah, berarti kita harus menyikapi tegas.
Akan menjadi dilema, jika orang Sunni sudah mulai merasa kepotangan budi sama orang syiah. Dia susah bersikap pada akhirnya.
Jika orang Sunninya orang biasa, saya pikir tidak masalah. Tapi jika orang sunninya tokoh panutan, maka bahaya sikap lunaknya terhadap syiah ini. Dia merasa benar dengan sikap lunak terhadap syiah. Lalu pada akhirnya susah diberitahu bahwa orang yang dikagumi itu seorang syiah.
Sebaik apapun seseorang, jika dia syiah, maka perlu ada catatan khusus, syiah yang seperti apa, bagaimana pemikirannya dan lain-lain. Kita jadi terbelalak. Karena tokoh-tokoh panutan yang “okay” selama ini ternyata beberapanya tidak bsia bersikap tegas kepada syiah.
Ibaratnya kita mengatakan, “Mas itu singa loh.” Tapi karena dia sudah lama diberi makan Singa maka dia bilang, “Tapi dia singa yang baik kok. Dia kasih makan saya.”
Humanis, ramah dan baik hati, menjadi sebuah alat yang menyusahkan bagi seorang Sunni menyikapi syiah. Ahlus Sunnah sebaiknya belajar dari Yaman. syiah yang lembut, pada akhirnya bisa menghisap leher leher mereka.
Saya tidak sedang menebar kebencian. Karena memang sikap tegas harus kita miliki. Sejarah sudah cukup sebagai bukti. Sudah banyak ulama ulama Indonesia yang berdiri di bagian depan melawan syiah.
Dan perang dingin sudah dimulai. Bentrok horizontal juga sudah terjadi. Tokoh tokohnya juga sudah dipetakan secara jelas. Siapa syiah di negeri ini sudah rada gamblang.
Artinya kita tahu seseorang itu syiah tidak perlu menunggu dia deklarasi dia syiah. Penelitian ahli dan diamnya mereka soal tuduhan sudah jadi bukti syiahnya mereka. Sebab syiah itu bukan seperti liberalis yang bangga menyebutkan identitasnya. Mereka memiliki konsep taqiyyah yang licin.
Di negeri ini setidaknya ada syiah yang pede, ada setengah syiah yang abu abu, dan ada yang ter-syiah-kan tanpa sadar. Syiah pede yang sengaja dia bilang SAYA SYIAH. Jelas tanpa tedeng aling2. Syiah abu abu adalah syiah yang masih taqiyah. Dia syiah tapi tidak mau mengaku kalau syiah. Padahal bukti sudah banyak. Sementara yang ter-syiah-kan tanpa sadar adalah yang membela syiah mati-matian padahal dia Ahlusunnah.
Kajian-kajian soal syiah sudah sangat marak. Para ustad sudah berkali-kali ceramah. Di media semacam youtube juga sudah banyak. Semua bisa diakses. Ahlusunnah Indonesia juga sudah memberi peringatan sama NKRI soal ambisi politik syiah. Tapi belum ada respon yang memuaskan.
Jika respon NKRI telat, maka gurita syiah bisa sangat berbahaya. Tokohnya sudah merajalela. Mereka sudah berhasil membuat tokoh2 ahlusunnah melunak. “Okelah ana syiah, tapi ana baik kan sama ente?” Ahlusunnah pun mengangguk.
Inilah yang sedang berjalan. Sebuah penggiringan opini. “Mending syiah tapi lembut, daripada ahlusunnah tapi kasar.”
Atau ungkapan seperti ini, “Kalau toh dia syiah, dia dah kasih banyak hal sama saya. Daripada anda ahlus sunnah sukanya nuduh.”
Kemarin di Solo, seorang Mubaligh bilang, syiah ada yang sengaja keras dan militan. Ada pula yang disetting lembut. Syiah yang militan sengaja dipasang badan jika mereka diserang. Siap dengan opini opini tajam. Sementara syiah yang lembut, disetting untuk buat opini ke massa, jangan sampai kalian memusuhi syiah. Target minimal, massa netral sama syiah.
Maka syiah lembut mensetting dirinya dengan kajian kajian kitab ahlusunnah tapi dengan penjelasan ulama syiah. Wah…
Jika Islam melawan dan mulai kritis, mereka guyur Islam dengan kalimat humanis. “Semua sayang mahluk tuhan.” Tapi jika orang kafir bantai umat Islam, mereka diam.
Jika umat Islam cerdas dan mulai puritan, mereka beri kotak dengan label aneh-aneh. Tapi jika islam pluralis saja, mereka sayang-sayangi.
Syiah berhasil tampil lembut dan nampak santun. Sementara Ahlusunnah tidak bisa sesantun dan selembut itu. Syiah masuk di lini dakwah budaya. Sementara puritan Ahlusunnah seolah-olah anti budaya.
Mending syiah tapi gelar doktor daripada Ahlussunah anti sama gelar dan kampus. This is what has happened.
Maka teman, bersiaplah kecewa jika tokoh favorit anda mendadak membela syiah mati matian. Bersikap adillah, lihatlah al haq pada hakekat al haq-nya, bukan pada tokohnya. Jika tokoh itu salah, maka jangan diikuti.
Maka mungkin kita kaget, “Loh kok sekelas dia bisa beropini gitu. Loh kok dia sama syiah gitu.” Siap siap kaget. Mungkin lama-lama terbiasa. Maka ikhwan akhwat ahlussunah. Giatkanlah lagi mengajinya, kajian-kajian manhaj. Agar kita paham siapa lawan siapa kawan.
Tidak semua yang berkilau itu keren. Sebab kilau cahaya akan membuat buta jika terlalu lama menatapnya.
Jadi sebaiknya pembinaan mulai fokus. Kajian-kajian juga mulai masuk pada tema tema manhaj. Siap-siap tarung di ranah sastra juga.
Melawan syiah ini, sudah mulai muncul aksi terbelah. Jelas melawan syiah tdak populer. Maka bergabunglah pada mereka yang konsisten terhadap manhaj Ahlussunnah. Mereka pegang manhaj ini sampai mati. Sebab ada kalanya lidah kita kelu jika bersikap terhadap syiah. Takut jika pengikut kita hilang. Suara kita berkurang.
Banyaklah minta jawaban sama Ulama, jangan bergerak sendiri.(adibahasan/arrahmah.com)

4 Tipologi Orang NU Dalam Menyikapi Syiah

Oleh: Fadh Ahmad Arifan



4 Tipologi Orang NU Dalam Menyikapi Syiah
Siapa pun yang pernah mencicipi bangku kuliah, saat menyelesaikan tugas Akhir, terkadang dosen pembimbing skripsi maupun Tesis menganjurkan supaya seorang mahasiswa membuat “Tipologi”. Tipologi bukan bertujuan untuk mengkotak-kotak atau memecah belah, melainkan supaya orang yang membaca hasil penelitian kita, bisa dengan mudah menangkap temuan-temuan unik dalam hasil penelitian kita.

Saat ini, ditengah masifnya pergerakan Syiah, tak jarang kita melihat suatu kalangan yang kritis dan istiqomah mengingatkan bahaya Syiah terhadap keutuhan NKRI. Namun tak jarang kita dapati ada pemuka agama dari kalangan tertentu yang berkasih-kasihan dengan elit-elit Syiah. Terhadap kalangan Liberal, penyikapan kelompok islam menjadi terbelah. Ada yang anti liberal, mendukung misi jahat mereka dan mirisnya ada yang tidak tahu menahu. Dalam artikel ini, yang dibedah lebih lanjut ialah Nahdlatul Ulama. Ternyata Ormas yang punya akar kuat dari Pesantren ini memiliki dinamika tersendiri terutama menyikapi Syiah, Liberalisme bahkan dakwah Salafi. Orang NU atau warga Nahdliyin terbagi 4 tipologi, tipologi ini mengadopsi milik facebooker bernama “As-sundawy suuni”. Penjelasan tipologi yang dibuat beliau saya edit dan ditambah dengan data-data yang relevan dengan judul artikel ini.

1. Orang NU yang Anti Syi'ah, Anti Liberal dan Tidak Anti dakwah salafi

Yang masuk tipologi pertama ialah Habib Zein Al-kaff dkk (pengurus PWNU jawa timur). Beliau anti syi'ah, anti liberal tapi tidak memusuhi kalangan salafi. Dalam setiap ceramah dan dakwahnya selalu mengatakan jika salafi/wahabi itu masih saudara muslim kita, kalau syi'ah bukan. Dengan memiliki pandangan yang obyektif seperti ini, tak heran bila Habib zein dapat diterima kalangan Salafi dan Muhammadiyah. 

Di kota Malang pernah saya ketahui Habib Zein al-Kaff menjadi pembicara utama dalam Pengajian di aula PDM Muhammadiyah. Beliau mengulas dengan detail bahaya Syiah bagi NKRI. Selain Habib zein, masih ada sosok KH Chalil nafis PhD dan pakar hadits Prof ali Mustafa ya’qub.

2. Orang NU yang Anti Syi'ah, Anti Liberal dan Anti dakwah salafi

KH. Idrus Ramli dkk masuk tipologi kedua. Alumnus pesantren Sidogiri ini dikenal Anti syi'ah, anti liberal. Beliau berani mengkritik paham liberalnya Gus dur, Gus nuril dan Ulil. Namun disisi lain anti dakwah salafi, pernyataannya suka menyudutkan kalangan Salafi meskipun sama-sama anti Syi'ah. Pemikiran-pemikiran KH Idrus Ramli sering menjadi rujukan kelompok bernama “NU Garis Lurus”. 

3. Orang NU yang yang Akrab dengan Syi'ah, Liberal namun Anti dakwah salafi

Di tipologi ketiga terdapat sosok Prof KH Said Aqiel siraj (ketua PBNU Pusat). Guru besar ilmu Tasawuf ini akrab dan cenderung memihak pemikiran syi'ah dan liberal. Banyak bukti pernyataanya baik di media sosial dan ceramahnya di situs Youtube. Pandangan Prof Said aqiel sama saja dengan Gus dur. Satu lagi, pernah pula dia menyatakan “Di universitas Islam mana pun tidak ada yang menganggap syiah sesat. Wahabi yang keras saja menggolongkan Syiah bukan sesat,” (Lihat situs Tempo.co tgl 27 Januari 2012). Kiai-kiai model begini perlu dieliminasi dari NU karena mengkhianati founding father NU yaitu KH Hasyim asy’ari.

4. Orang NU yang Belum tahu Hakekat Syi'ah, Liberal dll

Tipologi terakhir ialah Orang-orang NU di kampung dan pedesaan yang pada umumnya kurang mengikuti perkembangan dunia islam. Mereka hanya mengandalkan informasi dari tausyiah para kiai. Yang terakhir ini rawan berganti aqidah. Contohnya yang menimpa warga Nahdliyin di Sampang, Madura. Mereka adalah kalangan yang kurang disentuh dakwah Kiai. Sehingga Tajul muluk datang dan berhasil menggaet mereka.

Bukan cuma Syiah, mereka rawan sekali dengan infiltrasi misionaris gereja. Saya pikir, inilah Pekerjaan Rumah (PR) bagi Kiai-Kiai NU. Mudah-mudahan dalam Muktamar ke 33 di Tebu ireng, Jombang, para Kiai harus bersatu padu mengatasi problem ini. Dan kita berharap, organisasi besar sekelas NU tidak dipimpin oleh kiai-kiai Liberal dan memihak kepada Syiah. Wallahu’allam bishowwab.
*Penulis adalah Alumni MAN 3 Malang
Sumber : (nisyi/syiahindonesia.com)
http://mengapasayakeluardarisyiah.info/index.php/berita/item/318-4-tipologi-orang-nu-dalam-menyikapi-syiah