Friday, October 9, 2015

Ini Dia Kesesatan “Islam Nusantara” Menurut Putra KH Maemoen Zubair. Ulama Nusantara BUKAN Pewaris Nabi (Al 'Ulamaau waratsatul Anbiyaa') !

IslAm NUSantara, Anti Arab Atau Cenderung Anti Islam ? Obsesi Romatisme Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit.
IslAm NUSantara (Abul Jauzaa’). Gus Najih Maimoen : Islam Nusantara Akan Mengembalikan Pada Kemusyrikan.
Kedudukan Ittibaa’ dalam Syari’at Islam. Ittiba’ kepada Dalil Bukan Berarti Meninggalkan Perkataan Para ‘Ulama !!
Sikap Imam As-Syafi’i Menghadapi Orang Bodoh

Putra ulama KH Maemoen Zubair, KH Najih Maemoen (Gus Najih) mengecam munculnya wacana “Islam Nusantara”. Kecaman Gus Najih itu dituangkan dalam makalah bertajuk “Islam Nusantara dan Konspirasi Liberal”. (Ulamanya, Ulama Nusantara, red.lamurkha)
“Islam Nusantara hadir untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia. Ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara,” tulis Gus Najih.
Murid ulama Mekkah, Sayyid Maliki, ini mengungkapkan bahwa pengusung Islam Nusantara mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya sekalipun budaya tersebut kufur, seperti doa bersama antar agama, pernikahan beda agama, menjaga gereja, merayakan Imlek, Natalan dan seterusnya.
Menurut Gus Najih, para pengusung Islam Nusantara juga ingin menghidupkan kembali budaya-budaya kaum abangan seperti nyekar, ruwatan, sesajen, blangkonan, sedekah laut dan sedekah bumi (yang dahulu bernama nyadran).
“Dalam anggapan mereka, Islam di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap budaya-budaya Nusantara. Tujuannya agar umat Islam di Indonesia terkesan ramah, tidak lagi fanatik dengan ke-Islamannya, luntur ghiroh Islamiyahnya,” jelas Gus Najih.
Gus Najih menegaskan, ada misi “pluralisme agama” di balik istilah Islam Nusantara, di samping juga ada tujuan politik tertentu, yang jelas munculnya ide tersebut telah menimbulkan konflik, pendangkalan akidah serta menambah perpecahan di tengah-tengah umat.
Selain itu, Gus Najih mengungkapkan, fakta yang ada budaya yang berasal dari tradisi Nusantara pra-Islam telah di-Islamkan oleh para ulama Nusantara termasuk Walisongo. “Bukan Islam yang diakulturalisasi dan di-nusantarakan oleh budaya Nusantara karena budaya tersebut sudah ada terlebih dahulu sebelum Islam datang,” papar Gus Najih.
Kata Gus Najih, kegiatan keagamaan masyarakat Indonesia yang sepenuhnya berasal dari Islam seperti tahlilan, yasinan, maulidan, manaqiban, thariqahan, pada dasarnya di negara-negara Arab juga dilaksanakan seperti di Siria, Yaman, dan sebagainya.
“Lalu mengapa para pendukung Islam Nusantara menolak Islam Arab, padahal amaliyah mereka sama? Terjadi lagi ketidakjelasan dan inkonsistensi pemikiran dalam istilah Islam Nusantara tersebut,” terang Gus Najih.
Terkait wacana Islam Nusantara, Presiden Joko Widodo menyinggun “Islam Nusantara” pada acara Istighasah dan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdhatul Ulama di Masjid Istiqlal, Jakarta (14/06).
Menurut Jokowi, Islam Nusantara adalah ajaran Islam yang penuh sopan santun dan toleransi. “Hampir semua perwakilan negara sahabat selalu bertanya kepada saya, kok bisa penduduk banyak dan beda agama tapi bisa rukun,” ‎kata Jokowi.

Pemikir Islam: Saat ini, Propaganda Komunis Liberalis Jadikan Islam Sumber Terorisme

Pernyataan keras dilontarkan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Fahmi Salim terkait pro kontra “permintaan maaf” negara kepada keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI).
Fahmi Salim menegaskan bahwa Islam telah dijadikan sebagai ancaman dan sumber terorisme oleh propaganda komunis liberalis. “Setelah 50 tahun pemberontakan PKI yang ganas, kita dibuat lupa, lalu Islam dijadikan ancaman sumber terorisme oleh propaganda komunis liberalis,” tegas Fahmi di akun Twitter ‏@Fahmisalim2.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut‎ Binsar Pandjaitan menegaskan, bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan mengajukan permohonan maaf kepada keluarga mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Ndak ada pikiran sampai situ, barusan saya bicara dengan presiden kita tidak ada pikiran sampai meminta maaf. Minta maaf mengenai masalah peristiwa PKI,” ucap Luhut Pandjaitan di Istana Kepresidenan (30/09).
Luhut mengakui, pemerintah tengah menyiapkan rekonsiliasi berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Termasuk kasus-kasus yang melibatkan para anggota PKI terdahulu.
Namun, rekonsiliasi bukan diartikan negara meminta maaf terhadap para keluarga anggota PKI. Sebab, menurut Luhut dalam tragedi berdarah PKI, antara pihak yang menjadi korban keganasan PKI dan para anggota PKI posisinya sama-sama sebagai korban.

Kesesatan Jemaat Islam Nusantara (JIN). Islam Nusantara, Anti Arab Yang Ngarab. Islam Nusantara Perlu Nabi Nusantara. Akui Islam Nusantara Membatalkan  Keislamannya. 
Habib Rizieq: Kesesatan Jemaat Islam Nusantara (JIN)

Dalam pembukaan acara Istighotsah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU,  di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, NU akan terus memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara, Minggu, 14/06/2015
Presiden Jokowi saat berpidato dalam membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal,  menyatakan dukungannya secara terbuka atas model Islam Nusantara.Minggu (14/06/2015),
“Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi,” kata Presiden Jokowi.

Tentu saja, Konsep Islam Nusantara ini mendapatkan banyak tanggapan dan reaksi dari kalangan tokoh dan masyarakat terlebih para ulama yang selalu mendakwahkan islam.
Diantaranya adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Riziq Sihab. Dengan tegas beliau menyatakan bahwa JIN (Jemaat Islam Nusantara) merupakan paham yang sesat dan menyesatkan, serta bukan dari ajaran Islam, sehingga wajib ditolak dan dilawan serta diluruskan.di lansir dari tulisan beliau di suara islam.com.

Maka untuk lebih jelasnya, kami nukilkan 8 Alasan Habib Riziq sihab menolak konsep Islam Nusantara yang di posting oleh Suara Islam dengan judul “Jemaat Islam Nusantara (JIN) Paham Sesat Menyesatkan” :
1.    Islam Pendatang
Bagi JIN bahwa Islam di Indonesia adalah “pendatang” dari Arab yang “numpang”, bukan agama “asli” bangsa Indonesia.
Tanggapan : Islam adalah agama asli yang turun dari langit untuk seluruh penduduk bumi, karena Islam datang dari Allah Swt sang pemilik alam semesta, sehingga Islam di mana saja di atas bumi Allah Swt akan selalu menjadi agama “asli” yang “pribumi”, dan tidak akan pernah jadi “pendatang”.
Jadi, Islam bukan dari Arab, tapi dari langit yang diturunkan pertama kali di tengah orang Arab, kemudian disebarkan ke seluruh dunia.
2. Pribumisasi Islam
Islam sebagai pendatang dari Arab harus tunduk dan patuh kepada Indonesia selaku pribumi, sehingga Islam harus siap “dipribumisasikan” agar tunduk kepada budaya setempat.
Karenanya, tidak boleh lagi ada istilah “Islamisasi Indonesia”, tapi yang mesti dilaksanakan adalah “Indonesia-isasi Islam”. Jadi, jangan pernah katakan “Indonesia negara Islam”, tapi katakanlah “Islam ada di Indonesia”.
Tanggapan : jika pola pikir ini benar, maka Islam di China mesti di-China-isasi, dan Islam di India mesti

di-India-isasi, serta Islam di Amerika juga mesti di-Amerika-isasi, dan seterusnya, sehingga Islam di dunia jadi bermacam-macam dan berjenis-jenis sesuai negerinya.
Jika mundur lagi ke belakang, mestinya saat Islam ada di tengah masyarakat jahiliyyah, maka Islam harus di-jahiliyyah-isasi.
Jelas, pola pikir di atas ngawur dan tidak ilmiah, bahkan sesat menyesatkan.
3. Tolak Arabisasi
Islam yang ada di Indonesia selama ini adalah “Islam Arab”, sehingga budaya Nusantara terancam dan tergerus oleh Arabisasi.
Karenanya, di Indonesia semua budaya Arab yang menyusup dalam Islam harus diganti dengan budaya Nusantara, sehingga ke depan terwujud “Islam Nusantara” yang khas bagi bangsa Indonesia.
Intinya, JIN menolak semua budaya Islam yang beraroma Arab, karena dalam pandangan mereka semua itu adalah “Arabisasi Islam”, sehingga perlu ada gerakan “Indonesia-isasi Islam” di Nusantara.
Tanggapan : Rasulullah Saw diutus di tengah bangsa Arab untuk meng-Islam-kan Arab, bukan meng-Arab-kan Islam. Bahkan untuk meng-Islam-kan seluruh bangsa-bangsa di dunia, bukan untuk meng-Arab-kan mereka.
Jadi, tidak ada Arabisasi dalam Islam, yang ada adalah Islamisasi segenap umat manusia.
4. Ambil Islam Buang Arab
Islam sebagai pendatang dari Arab tidak boleh mengatur apalagi menjajah Indonesia, tapi Islam harus tunduk dan patuh kepada Indonesia selaku pribumi.
Karenanya, bangsa Indonesia boleh ambil budaya Islam, tapi wajib tolak budaya Arab, agar supaya budaya Nusantara tidak terjajah dan tidak pula tergerus oleh budaya Arab.
Tanggapan : ini adalah propaganda busuk JIN yang ingin menolak budaya Islam dengan “dalih” budaya Arab. Pada akhirnya nanti, semua ajaran Islam yang ditolak dan tidak disukai JIN, akan dikatakan sebagai “budaya Arab”.
Dan propaganda ini sangat berbahaya, karena menumbuh-suburkan sikap rasis dan fasis, serta melahirkan sikap anti Arab, yang pada akhirnya mengkristal jadi anti Islam.
5. Ambil Islam Buang jilbab
Menurut JIN bahwa jilbab adalah budaya Arab karena merupakan pakaian wanita Arab, sehingga harus diganti dengan pakaian adat Nusantara.
Tanggapan : JIN buta sejarah, karena di zaman jahiliyyah, masyarakat Arab tidak kenal jilbab, dan wanita Arab tidak berjilbab. Bahkan wanita Arab saat itu terkenal dengan pakaian yang umbar aurat dan pamer kecantikan, serta tradisi tari perut yang buka puser dan paha.
Lalu datang Islam mewajibkan wanita muslimah untuk berjilbab menutup aurat, sehingga wanita muslimah jadi berbeda dengan wanita musyrikah. Dengan demikian, jilbab adalah busana Islam bukan busana Arab, dan jilbab adalah kewajiban agama bukan tradisi dan budaya.
6. Ambil Islam Buang Salam
Ucapan “Assalaamu ‘alaikum” adalah budaya Arab, sehingga harus diganti dengan “salam sejahtera” agar bernuansa Nusantara dan lebih menunjukkan jatidiri bangsa Indonesia.
Tanggapan : lagi-lagi JIN buta sejarah, karena di zaman jahiliyyah, salam masyarakat Arab adalah “wa shobaahaah”, bukan “Assalaamu ‘alaikum”.
Lalu datang Islam yang mengajarkan umatnya salam syar’i antar kaum muslimin, yaitu “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh”. Jadi, “Assalaamu ‘alaikum” adalah “tahiyyatul Islam” bukan “tahiyyatul ‘Arab.”
7. Ambil tilawah Quran buang langgam Arabnya
Termasuk baca Alquran tidak perlu lagi dengan langgam Arab, tapi sudah saatnya diganti dengan langgam Nusantara seperti langgam Jawa dan Sunda atau lainnya, agar supaya lebih Indonesia.
Tanggapan : membaca Alquran dengan langgam Arab bukan kemauan orang Arab, akan tetapi perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Dan karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, tentu membacanya harus dengan langgam Arab, agar sesuai dengan intonasi makna dan arti. Dan itu pun tidak tiap langgam Arab boleh untuk tilawah Alquran.
Langgam gambus dan langgam qashidah berasal dari Arab, tapi tidak boleh digunakan untuk tilawah Alquran, karena keduanya adalah langgam seni dan budaya serta musik dan hiburan.
Apalagi langgam tari perut yang merupakan langgam seni dan budaya Arab untuk pertunjukan maksiat, lebih tidak boleh digunakan untuk tilawah Alquran.
Karenanya, membaca Alquran dengan langgam selain Arab tidak diperkenankan, karena memang tidak sesuai dengan pakem bahasa Arab, sehingga tidak akan sesuai dengan intonasi makna dan arti.
Apalagi dengan langgam seni dan budaya selain Arab yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan, seperti langgam dalang pewayangan, langgam sinden jaipongan, langgam gambang kromong, dan sebagainya, tentu lebih tidak boleh lagi.
Allah Swt telah menganugerahkan bangsa Indonesia kefasihan dalam lisan Arab, sehingga dari Sabang sampai Merauke, orang dewasa maupun anak-anak, sangat fasih dalam mengucapkan lafzhul jalalah “Allah” dan aneka dzikir seperti “Subhanallah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar.” dan mereka pun sangat fasih juga dalam membaca Alquran.
Bahkan bangsa Indonesia sangat ahli dalam ilmu tajwid dan amat piawai dalam tilawatil Alquran dengan langgam Arab, sehingga di hampir setiap Musabaqah Tilawatil Qur’an internasional, para qori Indonesia banyak sukses dan berhasil keluar jadi juara dunia tilawah.
Karenanya, pembacaan Alquran dengan langgam dalang pewayangan adalah “kemunduran”, di mana bangsa Indonesia yang sudah sangat maju dalam tilawatil Qur’an, hingga mengungguli bangsa Arab sekali pun, lalu dibawa mundur jauh ke alam mitos pewayangan di zaman semar dan petruk.
8. Ambil Alquran buang bahasa Arabnya
Baca Alquran tidak mesti dengan bahasa Arab, tapi cukup dengan terjemah Indonesianya saja, agar umat Islam Indonesia bisa langsung menyimak dan memahami makna dan arti ayat-ayat yang dibaca.
Tanggapan : inilah tujuan sebenarnya dari propaganda JIN yaitu menjauhkan Alquran dari umat Islam, karena mereka paham betul bahwa ruh dan jiwa Islam adalah Alquran.
Bagi JIN, siapa yang ingin hancurkan dan lenyapkan Islam, hancurkan dan lenyapkanlah Alqurannya. Jadi jelas sudah, bahwa yang diserang JIN sebenarnya bukan Arab, tapi Islam.
Karenanya, selain yang sudah disebutkan di atas, JIN juga melakukan aneka ragam propaganda anti Arabisasi untuk merealisasikan tujuan busuknya, antara lain :
Pertama, menolak istilah-istilah yang diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan abi dan ummi pun mereka kritisi, sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Indonesia, tapi lucunya mereka alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat fasih menggunakan istilah-istilah Barat.
Kedua, menolak penamaan anak dengan nama-nama Islam yang diambil dari bahasa Arab, sehingga anak Indonesia harus diberi nama Indonesia. Tapi lucunya mereka senang dan bangga dengan penamaan anak Indonesia dengan nama-nama barat dengan dalih lebih modern, walau pun bukan nama Indonesia.
Ketiga, bahkan mulai ada rumor penolakan terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab, sehingga perlu diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia.
Bahkan mereka mulai tertarik dengan pakaian jas dan dasi ala barat buat mayit sebagaimana pengurusan jenazah non-Islam, dengan dalih jauh lebih keren dan rapih ketimbang “pocong”, walau bukan budaya Indonesia.

Demikian kami cuplikan dari tulisan beliau, semoga membuka wacana kaum muslimin Indonesia untuk lebih waspada menerima sebuah konsep yang digelontorkan seorang tokoh.(rz)

Copas Dari Wa Ulama Nu Prof Baharun 
Akui Islam Nusantara Membatalkan  Keislamannya



Oleh: Ferry Is Mirza
ISLAM Nusantara belakangan digemakan di mana-mana. Tetapi, berhati-hatilah jika anda mengakui keberadaan agama Made in Indonesian ini. Karena, bila disertai dengan keyakinan maka bisa membatalkan keislaman kita atau kita keluar dari Islam.
Islam Nusantara diproklamirkan pada tahun 2016 oleh pimpinan organisasi Islam di negeri ini. Dan kini marak dibincangkan setelah beredar video seorang tokoh Islam Nusantara menjelaskan, "Islam Nusantara adalah agama yang sejati, sedangkan Islam Arab itu adalah agama penjajah".
Waspadalah ini. Jangan dianggap sepele, karena :
1. Mengandung arti tidak mengakui lagi agama yg diturunkn Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Arab (Mekkah-Madinah).
2. Mendustakan ayat2 Al Quran bahwa Islam adalah agama sejati, satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.
3. Mengandung kebencian kepada agama yang diturunkan Allah di Arab dan kebencian terhadap ajaran-ajarannya karena dianggap menjajah bangsa kita.
Dengan demikian pernyataan tersebut bermakna :
1. Tidak mengakui lagi Islam yang diajarkan Nabi Muhammad sebagai agama untuk bangsa ini.
2. Tidak mengakui berarti telah meninggalkan dan menggantinya dengan agama inovasi dan modifikasi sendiri yang disebut Islam Nusantara.
3. Bila mengakui Islam Nusantara sebagai agama yang sejati, maka telah rusaklah kalimat sahadat kita. Artinya, telah berada di luar area Islam yang disebarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT.
Bila kita ikut-ikutan mengakui Islam Nusantara berarti ikut-ikutan keluar dari Islam Muhammad, kafir terhadap Islam Muhammad dan mempertuhankan ulama pendiri Islam Nusantara.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, jagalah sahadatmu dengan menjaga akidah dan perkataanmu. Islam itu hanya satu, yaitu yang turun di Arab dan yang disebarkan oleh Rasulallah dan berlaku untuk seluruh umat manusia.
Jangan terkecoh pada Islam Nusantara yang dianggap sebagai agama yang sejati. Itu adalah tipu daya setan untuk menyesatkan dan merusak keislaman kita.
Jangan terbuai pada gelar pendirinya atau banyaknya pengikutnya. Tetapi percayalah hanya kepada Islam yang sejati yang diturunkan Allah SWT di tanah Arab.
Bila hatimu mengakui Islam Nusantara sebagai agama sejati, maka lebih baik berhentilah shalat, berhentilah berkiblat ke Masjidil Haram. Karena tiada gunanya bagi orang-orang yang mendustakan Islam, yang telah meninggalkan Islam. Sebab, bila sahadat kita telah rusak maka tidak akan diterima segala amal ibadah kita. Berpegang teguhlah pada Islam yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan ridhakan hatimu pada agama yang diridhai Allah.
Ferry adalah wartawan senior NU, tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur.

Catatan Asyari Usman: Islam Nusantara Perlu Nabi Nusantara

Saya sarankan kepada para penggagas dan pendukung konsep Islam Nusantara (Lamtara) supaya tidak serba tanggung kalau mau membuat “agama baru”. Jangan sebatas anti-Arab, anti-janggut, anti-jubah, anti-sorban, anti-istilah (bahasa) Arab, dlsb. Buatlah Islam Nusantara yang “kaffah”. Yang sempurna. Sama sekali tidak ada unsur Arab-nya.
Harus betul-betul lepas dari kearaban. Barulah bisa disebut Islam Nusantara atau Lamtara. Termasuk jangan pakai Nabi Muhammad SAW. Sebab, Baginda yang dielu-elukan oleh kaum muslimin ini dan juga dimuliakan oleh Allah SWT itu, adalah orang Arab. Beliau berbahasa Arab. Berjubah dan bersorban.
Jadi, kalau mau menciptakan “agama baru”, jangan tanggung-tanggung. Anda perlu sosok “nabi” sendiri, kitab sendiri, tata cara ibadah sendiri, semua sendiri. Supaya asli betul sebagai Islam Nusantara. Jangan ikut Nabi Muhammad lagi karena begitu disebut “Nabi Muhammad”, pasti orang akan ingat dengan “Islam” saja. Nabi Muhammad tidak diutus untuk menyampaikan konsep “Islam Nusantara”.
Mengapa? Karena sejak awal kenabian beliau, Muhammad hanya menggunakan kata “islam” untuk sebutan agama yang diridhoi Allah. Sekali lagi, Baginda diutus untuk “Islam” bukan untuk “Islam Nusantara”.
Dengan demikian, mutlak Anda perlu memunculkan Nabi Nusantara. Dan Anda perlu cepat mendeklarasikan Nabi Nusantara agar bisa segera disosialisasikan. Kemudian sang Nabi Nusantara itu haruslah mampu membuat “kitab suci Lamtara”. Sebab, kalau masih menggunakan al-Quran sebagai pedoman, maka menjadi batallah kenusantaraan Islam Nusantara yang Anda inginkan.
Kalau para pengikut Lamtara masih bernabikan Muhammad SAW, sangatlah aneh. Berarti nanti “terpaksa” mengikuti arahan orang Arab. Bukankah Nabi Muhammad ada meninggalkan hadits? Nah, hadits-hadits dari Baginda itu diriwayatkan oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab. Kemudian, buku-buku tentang hadits banyak pula ditulis oleh orang Arab. Kitab-kitab karangan para ulama besar, semua dalam bahasa Arab.
Begitu juga kitab suci Islam, al-Quran, juga tak cocok untuk kenusantaraan Islam Nusantara. Kenapa? Karena, menurut konsep Lamtara, semua yang berbau Arab harus ditiadakan. Jadi, tidak pas kalau masih memakai al-Quran. Meskipun hanya terjemahannya saja. Sebab, terjemahan itu ‘kan secara akademis akan mencantumkan sumbernya, yaitu al-Quran. Jadi, akan mengurangi keaslian Islam Nusantara.
Terus, para penggagas harus mulai memikirkan sebutan “Islam” yang dipasangkan dengan “Nusantara”. Kata “islam” itu pun harus dicarikan bahasa asli Nusantaranya. Ada yang menyebutnya “selamat,” “slamat”, “selamet” atau “slamet”. Kata-kata ini pun masih berbau Arab. Seratus persen merupakan derivasi kata “islam”. Jadi, kata-kata di atas tidak nusantaranistis.
Kalau Islam Nusantara disebut “Selamat Nusantara”, masih belum murni betul kenusantaraannya karena kata “selamat” itu berasal dari kata “islam”.
Baik. Sementara Anda memikirkan ganti kata “islam” di dalam sebutan Islam Nusantara, kita lanjutkan ke pembahasan aspek lain.
Saya lihat sosialisasi Lamtara antara lain dilakukan dengan mempopulerkan Senam Islam Nusantara (SIN). Percayalah, cara ini tidak akan efektif. Sulit Anda menjualnya. Sebab, gerakan senam sudah terlalu banyak macamnya. Para pengikut senam, biasanya, akan cepat bosan. Lihat saja senam yoga, senam taichi, senam pocho-pocho, dlsb. Sebentar saja lenyap.
Sayang sekali kalau penyebaran konsep Lamtara mengandalkan gerakan senam. Keluar banyak biaya, hasilnya tidak ada.
Sekarang kita bicarakan soal rumah ibadah. Allah dan Rasul-Nya menyebut rumah ibadah Islam yang diturunkan kepada Rasulullah Muhamamd SAW sebagai “masjid”. Ini juga harus diganti. Harus dicarikan kata asli Nusantara untuk “masjid”. Misalnya saja ada kata asli Nusantara untuk menggambarkan ruangan luas, yaitu “pendopo” atau “pandopo”. Ada lagi yang asli yaitu “jambo”, yang berarti ruangan lapang yang beratap. Sayangnya kata “jambo” tidak terdaftar di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Terus, yang juga sangat penting adalah memboikot Makkah dan Madinah. Para penggagas dan pengikut Lamtara harus mulai memikirkan agar Anda tidak usah lagi pergi ke Makkah dan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji. Sebab, kalau masih pergi ke sana, mau tak mau Anda akan menggunakan bahasa Arab, melihat tulisan Arab, jumpa orang Arab, jumpa sorban, jumpa janggut, jumpa unta, dlsb. Pusing Anda nanti!
Kemudian soal nama para pengikut Lamtara. Ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, menggganti nama-nama pengikut yang terlanjur memakai nama-nama Arab menjadi nama-nama asli Nusantara. Kedua, berhenti menggunakan nama-nama Arab seperti Muhammad Hanif, Abdul Kadir, Yahya, Said Aqil, Umar, Usman, Musthofa, Kamal atau Kamil, Faisal Assegaf, dlsb.
Tentu banyak nama-nama asli Nusantara yang bisa dipakai. Ada “Jaka” atau “Joko”, ada “Ken Arok”, “Ken Dedes”, ada “Gautama”, ada “Gajahmada”, dll. Tapi, banyak juga yang tak perlu diganti. Contohnya, Ade Armando, Denny Siregar, dsb.
Ok. Sekarang, siapa yang mau menjadi Nabi Nusantara?
Mungkin sudah bisa dimulai proses rekrutmennya. Saran saya, buat saja syarat-syarat untuk menjadi Nabi Nusantara itu antara lain menguasai bahasa pra-Islam, bahasa Sanskerta, dan bahasa-bahasa Timur.
Kok syaratnya begitu? Karena kemungkinan besar kitab suci Lamtara harus menghindarkan bahasa Arab seratus persen. Sama sekali tak boleh ada kata-kata Arab. Harus asli digali dari bahasa-bahasa Nusantara. Nah, dulu, orang Nusantara itu konon menggunakan bahasa asli (saya tak tahu apa namanya) sebelum Islam Muhammad SAW masuk ke negeri ini.
Dulu, penduduk asli Nusantara menyembah pohon, busut, batu, dsb. Mereka menganut animisme. Jadi, perlu digali bahasa yang mereka gunakan waktu itu. Harus kerja keras, tentunya.
Tapi, demi Lamtara, bolehlah berkorban. Supaya Islam Nabi Muhammad SAW bisa Anda reduksi menjadi Islam yang umatnya berblangkon, sembahyang pakai celana pendek dengan bahasa kuno atau Sanskerta. Atau, setidaknya sembahyang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa standar Islam Nusantara. [swamedium]
*Penulis: Asyari Usman, wartawan senior

ISLAM NUSANTARA; Anti Arab yang Ngarab 

(In-Konsistensi Tokoh Islam Nusantara)

Oleh : Hizbullah Ivan

MENURUT Lelaki yang lama belajar ilmu agama bimbingan Sayyid Maliki di Mekah, sekaligus Putra dari KH. Maemoen Zubair yakni KH. Najih Zubair atau Gus Najih, bahwa "ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara.”
Gagasan Islam Nusantara secara fundamen hadir dalam rangka untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia.
Artinya,, secara kultural Islam Nusantara seolah ingin mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya leluhur sekalipun budaya tersebut kufur.
Karena bagi mereka,, Islam di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap tradisi & budaya Nusantara. Sehingga Islam "wajib" di-akulturasikan dengan nilai-nilai kultural yang dianggap telah mapan dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Tak peduli sekalipun konten budaya itu sesat ataupun menabrak syariat.
(Pokoknya,, di Indonesia Islam harus "Kawin" dengan Budaya, tak peduli sekalipun maharnya adalah Hoax mobil esemka ataupun patung pemimpin merongoss, Joosss..!)
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan Azyumardi Azra. Bahwa Islam Nusantara merupakan hasil Interaksi antara Islam Rahmatan Lil'alamiin dengan realitas sosial budaya, dan agama di Indonesia.
Dari terminologi itu, maka kita diajak paham apa sebenarnya keinginan mereka.
Yakni, di Indonesia,, keluhuran Nilai Agama,, khususnya Islam,, wajib menyesuaikan dengan kehendak dan kuasa budaya.
Artinya,, jika di satu wilayah terdapat Budaya memakan Riba, maka Islam harus menjadi jalan tengah untuk menciptakan RIBA SYARI'AH.
Jika di Pulau Jawa ada Budaya pemujaan berhala, penyembah pohon, penyembah keris, dan peminum air cucian kyai, maka Islam pun harus siap mencipta Fatwa, SYIRIK SYARI'AH.
Demikian pula jika di satu kampung terdapat Budaya komunitas Homo. Maka Islam wajib melindungi mereka dengan membuat Fiqh HOMO SYARI'AH.
Pun dengan kultur budaya Judi & Perzinahan. Islam wajib memfasilitasi itu dengan membuat Mazhab Poros Tengah yang membahas tentang Judi & Zina yang sesuai syariat dengan kadar dosa minimalis & alakadarnya.
Lalu pertanyaannya,, bolehkah itu dilakukan... ?

Maka saya katakan, SILAKAN....!!
Perhatikan...
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam). Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256)
Jadi, silakan tentukan pilihan dan hendak kemana akan berjalan. Perintah dan larangan telah khatam diturunkan, dan risalah pun telah final disampaikan.
Beragam kisah pun telah diceritakan. Bagaimana kelak nasib manusia yang tetap dalam iman & keta'atan. Dan bagaimana nasib mereka yang berbalik ke dalam kekufuran dan kebodohan.
Jadi ya silakan. Islam tidak akan dirugikan dengan menjamurnya fikrah-fikrah sempalan.
Demikian pula Allah & Rasul-Nya, sekali-kali tidak sedikitpun kehilangan keagungan dengan kemunculan manusia-manusia Edan.
Lagi pula,, Bumi Allah ini masih sangat luas untuk mengubur jasad manusia yang Kurang Waras.
Satu saja nasihat saya bagi mereka para Pegiat Dakwah Islam Nusantara agar dakwahnya diterima masyarakat Indonesia.
Yakni, cobalah kaffah & istiqamah serta konsisten dalam menghayati sampean punya ide & Fikrah.
Jika merasa diri sudah mantab mendeclare slogan "ANTI ARAB".
Maka janganlah menggunakan nama-nama keren yang ke Arab-araban.
Mulai besok, sampeyan datangi Disdukcapil untuk mengganti nama di akta kelahiran.
Karena ide Islam Nusantara menjadi kurang greget jika Para Punggawanya mengemban Nama-Nama Arab seperti (Contoh) : Said, Siradj, Abshar Abdalla, Nadirsyah, Hosein, Mahfudz, Wahid, Nazaruddin, Romly, Muhaimin, Yakhya Staqoef, Kholil Yaqoet, Omar, Shahab, Mizan, dll.
Cobalah berpikir & bertafakur untuk mulai mencari nama-nama yang me-Nusantara.
Seperti : Burayot, Bushiat, Mukijo, Sukethi, Paimin, Paijo, Tukijan, Kebul, Ngadimin, Nganjuk, Ngutang, Ngasbon, Nginul, Ngojay, Ngopi, Ngorong, Ngojek, daaaaaan lain-lain.
Oke.. ?

Bagaimana,, Deal... ???
PUASSSS..!!!
END.
-Hizbullah Ivan-

(PEGIAT ISLAM ARAB)
Sumber Bacaan :