Buku ini karya terbaru penulis top Amerika Willliam
Blum. Sebelumnya Blum juga menguliti kebiadaban Amerika dalam bukunya The Rogue
State.
Dalam karya terbarunya ini, 2013, Blum menelisik lebih
jauh tentang kebohongan-kebohongan pemerintah Amerika. “Rahasia untuk memahami
kebijakan luar negeri Amerika Serikat adalah tidak ada rahasia. Secara prinsip
orang harus menyadari bahwa Amerika Serikat berupaya untuk mendominasi dunia
dan untuk tujuan ini Amerika Serikat akan menempuh jalan apa saja yang
diperlukan. Ketika kita sudah memahai hal tersebut, banyak kebingungan,
kontradiksi, dan ambiguitas yang tampak di seputar kebijakan-kebijakan Washington
pun akan memudar,”terang penulis yang mantan pejabat di Kementerian Luar Negeri
Amerika ini.
Blum kemudian memaparkan bukti-bukti bagaimana upaya
Amerika untuk mendoninasi dunia:
1.Amerika berupaya keras untuk menggulingkan lebih
dari 50 pemerintahan luar negeri yang kebanyakan dipilih secara demokratis
2.Secara kotor, ikut campur tangan dalam pemilihan
umum di lebih dari 30 negara
3.Mencoba membunuh lebih dari 50 orang pemimpin
negara-negara asing
4.Mengebom orang-orang di lebih dari 30 negara
Mencoba untuk menekan gerakan rakyat atau nasionalis
di 20 negara
Slogan Nazi Jerman Deutschland uber alles, Jerman di
atas segalanya, ternyata juga dipraktekkan di Amerika. Pada Juni 2008, ketika
Blum mengunjungi situs web Angkatan Udara Amerika Serikat (www.airforce.com), ia melihat judul di halaman
pertamanya “Di atas segalanya.” Halaman ini terhubung dengan situs lainnya (www.airforce.com/achangingworld) dan kata
“Di atas segalanya” diulanginya lagi. Bahkan lebih jelas, dengan terhubung ke
situs-situs tentang Dominasi Udara, Dominasi Ruang Angkasa dan Dominasi Dunia
Cyber, yang masing-masing mengulang kalimat “Di atas segalanya”.
Dan menurut Blum, seorang pejabat di Pentagon menyatakan
demikian. “Kami akan menguasai target-target darat suatu hari nanti
–kapal-kapal, pesawat-pesawat terbang, target-target daratan—dari ruang
angkasa…Kami akan bertarung di ruang angkasa. Kami akan bertarung dari ruang
angkasa dan kami akan bertarung ke dalam ruang angkasa,”kata Joseph Ashy,
Panglima Komando Ruang Angkasa Amerika Serikat.
Ambisi Washington untuk mendominasi dunia bukan
didorong untuk membangun demokrasi yang mendalam ataupun kebebasan, dunia yang
lebih adil, menghentikan kemiskinan atau kekerasan, atau planet yang lebih
layak untuk dihuni. Dominasi AS di dunia untuk kepentingan ekonomi dan
ideology. Michael Parenti mencatat: “Tujuan tersebut tidak hanya demi kekuasaan
saja, tetapi kekuasaan untuk menjamin control plutokrasi atas planet, kekuasaan
untuk memprivatisasi dan menderegulasi perekonomian setiap negara di dunia,
untuk menunggangi punggung orang dimana-mana –termasuk orang-orang di Amerika
Utara—berkah dari “pasar bebas” kapitalisme korporasi yang tidak terbatas.
Pertarungannya ada diantara mereka yang percaya bahwa tanah, tenaga kerja,
modal, teknologi, dan pasar dunia harus didedikasikan untuk memaksimalkan
akumulasi modal bagi segelintir orang dan mereka yang percaya bahwa hal-hal
tersebut harus digunakan untuk keuntungan bersama dan pembangunan sosial
ekonomi bagi orang banyak.”
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa bagi kekuasaan
elite Amerika, salah satu tujuan abadi dan paling inti dari kebijakan luar
negeri adalah mencegah bangkitnya masyarakat apapun yang mungkin dapat menjadi
contoh yang baik bagi suatu alternative di luar model kapitalis.
Amerika tidak peduli dengan apa yang disebut
demokrasi. Sesering apapun Presiden Amerika menggunakan kata tersebut setiap
kali membuka mulutnya. Seperti telah disebutkan, sejak 1945, AS telah mencoba
untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan yang kebanyakan dipilih secara
demokratis dan secara keji melakukan campur tangan dalam pemilihan-pemilihan
umum yang demokratis setidaknya di 30 negara. Pertanyaannya adalah apa yang
dimaksud para pemimpin Amerika dengan demokrasi? Yang mereka pikirkan hanyalah
segala bentuk demokrasi ekonomi – penutup ketimpangan antara kaum yang sangat
miskin dan kaum yang tidak pernah merasa cukup. Yang mereka pikirkan adalah
memastikan negara sasaran tersebut memiliki mekanisme-mekanisme politik,
keuangan, serta hukum yang sesuai dan ramah terhadap globalisasi korporasi.
Menulis Blum (penulis buku ini), Amerika tidak
benar-benar antiterorisme, hanya terhadap teroris-teroris yang tidak bersekutu
dengan imperium saja. Ada sejarah yang panjang dan hina terkait dengan dukungan
Washington terhadap berbagai teroris anti Castro, bahkan ketika aksi-aksi
terorisme dilakukan di Amerika Serikat. Saat ini, Luis Posada Carriles masih
tetap dilindungi oleh pemerintah AS meskipun dia merupakan dalang dari
peledakan sebuah pesawat Kuba yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 73 orang.
Dia adalah salah satu dari ratusan teroris anti Castro yang diberi perlindungan
oleh AS bertahun-tahun.
Pada Desember 1989, dua hari setelah mengebom dan
menginvasi penduduk Panama yang tidak berdaya, membunuh beberapa ribu orang tak
bersalah yang tidak berbahaya bagi satu pun orang Amerika. Presiden George HW
Bush menyatakan bahwa dia “turut merasakan kesedihan para keluarga mereka yang
meninggal di Panama”. Ketika seorang reporter bertanya kepadanya: Apakah
sepadan untuk membunuh orang demi ini? Untuk mendapatkan (pemimpin Panama
Manuel) Noriega? Bush menjawab,”Setiap nyawa manusia berharga, tetapi saya
harus menjawab, ya, sejauh ini, hal ini sepadan.”
Setahun kemudian, saat mempersiapkan pembunuhan massal
selanjutnya, yaitu invasi pertama Amerika ke Irak, Bush Senior
mengatakan,”Orang-orang mengatakan kepada saya,’Berapa banyak nyawa? Berapa
banyak nyawa yang akan Anda habiskan? ‘Setiap nyawa berharga’.
Di akhir 2006, saat putranya Bush menjadi presiden,
juru bicara Gedung Putih, Scott Stanzel dalam komentarnya tentang kematian
orang-orang Amerika yang mencapai jumlah 3000 di Perang Irak Kedua, mengatakan
bahwa Bush “yakin bahwa setiap nyawa berharga dan turut berduka atas setiap
kehilangan.” Pada Februari 2008, ketika kematian rakyat Amerika mencapai 4000
orang dan kematian rakyat Irak sebanyak 1 juta orang atau lebih, George W Bush
menyatakan,”Ketika kita mengangkat hati kita kepada Tuhan, kita setara di
mataNya. Kita sama-sama berharga…Dalam doa, kita tumbuh dalam pengampunan dan
kasih…Ketika kita menjawab panggilan Tuhan untuk mencintai tetangga kita
seperti kita mencintai diri kita, kita memasuki persahabatan yang lebih dalam
dengan sesama manusia.”
William Blum benar-benar menyindir keluarga George
Bush yang telah membunuh jutaan manusia, tapi mulutnya selalu menyatakan
‘Setiap nyawa berharga’.
Dalam percakapan televisi yang terkenal pada 1996
antara Madeleine Albright dan reporter Lesley Stahl. Lesley membicarakan
sanksi-sanksi terhadap Irak dan bertanya kepada Madeleine Albright yang pada
saat itu merupakan Duta Amerika Serikat untuk PBB dan calon Menteri Luar
Negeri,”Kami mendengar bahwa setengah juta anak telah meninggal. Jumlah ini
lebih banyak daripada jumlah anak-anak yang meninggal di Hiroshima. Dan…Anda
tahu apakah harga ini sepadan?”
Albright menjawab,”Menurut saya ini merupakan pilihan
yang sulit, tetapi harganya…menurut kami harganya sepadan.”
Sepuluh tahun kemudian, Condoleeza Rice melanjutkan
tradisi Menteri Luar Negeri perempuan dan warisan mulia keluarga Bush yang sama
mulianya menyatakan bahwa horror yang berlangsung saat ini di Irak “sepadan
dengan investasinya bagi hidup orang dan dolar Amerika”.
Pada 6 April 2011, di tengah-tengah pengeboman Nato/AS
terhadap negaranya, pemimpin Libia, Muammar Gaddafi, menulis surat kepada
Presiden Barack Obama yang berisi:
“Kami lebih merasa terluka secara moral daripada fisik
atas kata-kata ataupun tindakan yang Anda lakukan terhadap kami. Terlepas dari
itu
Harapan Gaddafi menulis surat kepada Obama agar dapat
menggerakkan hati Presiden Amerika tersebut untuk menghentikan pengeboman
terhadap Libia, ternyata, seperti yang kita ketahui, tidaklah realistis (karena
tujuannya adalah membunuh dan melengserkan Gaddafi)>
Sebelum invasi Amerika pada Maret 2003, Irak mencoba
untuk menegoisasikan kesepakatan damai dengan Amerika Serikat. Para pejabat
Irak, termasuk Kepala Badan Intelijen Irak, ingin agar Washington mengetahui
bahwa Irak tidak lagi memiliki senjata-senjata pemusnah massal dan menawarkan
untuk memperbolehkan tentara dan para ahli Amerika untuk melakukan riset.
Mereka juga menawarkan dukungan penuh bagi segala rencana AS terhadap proses
perdamaian antara Arab Israel dan untuk menyerahkan seorang pria yang dituduh
dalam pengeboman World Trade Center pada 1993. Apabila hal ini terkait dengan
minyak, tambah mereka, mereka juga mau membicarakan konsesi minyak dengan AS.
Jawaban Washington adalah pengeboman besar-besaran ke Irak.
Sejak 1991 sampai dengan sekarang Irak telah
dihancurkan Amerika. Sebuah studi yang dilakukan PBB pada 2005, mengungkap
bahwa 84 persen dari institusi pendidikan tinggi telah dihancurkan, dirusak dan
dirampok. Jumlah para intelektual di Irak sudah jauh berkurang, karena ribuan
akademisi dan professional sudah meninggalkan negeri itu atau diculik atau
dibunuh. Ratusan ribu bahkan jutaan penduduk Irak lainnya yang kebanyakan
berasal dari kelas menengah yang terpelajar juga sudah pindah ke Yordan, Suriah
atau Mesir (saat itu).
Program Pangan Dunia dari PBB melaporkan bahwa 400
ribu anak-anak di Irak menderita ‘kekurangan protein akut”. Kematian akibat
kurang gizi dan penyakit yang tidak dapat tercegah, terutama yang dialami oleh
anak-anak, adalah hasil dari sanksi yang sudah diterapkan AS selama 12 tahun
(sejak 1991). Keadaan semakin memburuk karena kemiskinan dan gangguan keamanan
telah menyulitkan akses penduduk terhadap obat dan pola makan yang baik.
Tindakan munafik Presiden AS George HW Bush juga
diungkap William Blum dengan terus terang. Di hadapan Akademi Angkatan Udara
pada 29 Mei 1991, Bush pidato: “Tidak ada bahaya pengembangan senjata nuklir
yang lebih mendesak daripada Timur Tengah. Setelah berkonsultasi dengan
pemerintah-pemerintah di dalam wilayah tersebut tentang bagaimana caranya untuk
memperlambat dan kemudian memundurkan pembuatan-pembuatan senjata-senjata yang
tidak perlu dan yang dapat mengguncang stabilitas, hari ini saya mengajukan
usulan inisiatif pengawasan senjata Timur Tengah. Pengawasan ini memuat panduan
bagi penyedia jasa ekspor senjata-senjata konvensional, hambatan-hambatan yang
akan berkonstribusi bagi senjata-senjata pemusnah massal, pembekuan untuk saat
ini dan pelarangan di kemudian hari terhadap produksi bahan-bahan senjata
nulir.”
Tapi sehari setelahnya (30 Mei 1991), Menteri
Pertahanan Dick Cheney, mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan memberikan
pesawat-pesawat tempur AS senilai 65 US juta dolar kepada Israel dan mendukung
sebagian besar program misil Israel.
Ketika pada 2005, Senator Illinois, Dick Durbin,
mengambil resiko dan membandingkan penyiksaan Amerika di Guantanamo dengan
“Nazi, Soviet di Gulag-Gulag mereka, atau sejumlah rezim gila lainnya –Pol Pot
atau yang lainnya- yang tidak memiliki perikemanusiaan” dan ditentang keras
oleh sayap kanan, Obama berdiri di hadapan Senat dan membela Dick Durbin?
Tidak, justru dia bergabung dengan para pengritiknya, dengan tiga kali menyebut
bahwa ucapan Durbin adalah kesalahan.
Salah satu penasihat luar negeri Obama adalah Zbigniew
Brzezinski, seorang yang utama dalam memprovokasi intervensi Soviet di
Afghanistan pada 1979, yang kemudian diikuti dengan persediaan militer
berlimpah dari AS kepada pihak oposisi dan perang yang meluas. Hal inilah yang
memunculkan sebuah generasi jihadis Islam, yaitu Taliban, Osama bin Laden, al
Qaeda dan lebih dari dua decade ‘terorisme anti Amerika’. Ketika ditanyakan
kemudian apakah dia memiliki penyesalan terkait dengan kebijakan ini,
Brzezinsky menjawab,”Menyesal apa? Bahwa operasi rahasia tersebut merupakan ide
yang cemerlang. Operasi tersebut telah berdampak pada penggiringan Rusia dalam
perangkap Afghanistan dan Anda ingin saya untuk menyesali hal ini? Pada hari
dimana Rusia secara resmi menyeberangi perbatasan, saya menulis kepada Presiden
Carter, intinya adalah saat ini kita membuka peluang bagi USSR untuk memiliki
Perang Vietnamnya sendiri.”
Penasihat utama Obama yang lain lagi –dari seluruh
daftar penetapan imperium yang paling membuat depresi –adalah Madeleine
Albright, yang memainkan peran kunci dalam pengeboman-pengeboman yang tidak
berperikemanusiaan di Irak dan Yugoslavia pada 1990-an.
Dalam sebuah pidatonya pada saat kampanye pendahuluan
pada Maret, Obama mengatakan bahwa “dia akan mengembalikan negara pada
upaya-upaya kebijakan luar negeri yang tradisional pada masa pemerintahan
George HW Bush, John F Kennedy dan Ronald Reagan. Benar-benar tradisional,
karena mereka semuanya adalah pelaku intervensi berantai.
Dengan mempertmbangkan semua ini, dapatkah kita
mengharapkan kebijakan luar negeri yang lebih mencerahkan, tidak terlalu
berdarah-darah, lebih progresif pada Barack Obama? Lupakanlah tentang kecakapan
berbicara dan daya tarik yang dimiliki, lupakan hal yang hangat terasa
menyenangkan, lupakanlah klise-klise dan omongan-omongan yang tak berkesudahan
tentang harapan, perubahan, persatuan dan peran Amerika yang tidak tergantikan
sebagai pemimpin dunia, lupakanlah segala ocehan keagamaan, lupakanlah John Mc
Cain dan George W Bush…Yang diperlukan adalah menghentikan horror –pengeboman,
invasi, pembunuhan, penghancuran, penggulingan, pendudukan, penyiksaan,
Imperium Amerika.
Dipenuhi dengan rasa superioritas moral Amerika,
setiap tahun Departemen Luar Negeri menghakimi dunia dengan menerbitkan
laporan-laporan yang mengevaluasi perilaku dari negara-negara yang lain,
seringkali disertai dengan sanksi-sanksi dalam berbagai bentuk. Ada bermacam-macam
laporan yang memberikan urutan kepada setiap negara yang lebih rendah
menjalankan tugasnya pada tahun sebelumnya di bidang kebebasan beragama,
hak-hak asasi manusia, perang melawan obat-obatan terlarang, perdagangan
manusia dan kontraterorisme. Departemen Luar Negeri juga membuat sebuah daftar
kelompok-kelompok teroris internasional.
Dan di halaman akhir bukunya, William Blum mengritik
keras Amerika: “Tuhan memilih Amerika untuk menyelamatkan dunia dengan segala
cara yangs esuai dengan Amerika. Tuhan menunjuk Israel untuk menjadi saluran
bagi kebijakan Amerika atas Timur Tengah dan siapapun yang menentang ide
tersebut, maka dia adalah: 1) anti Semit 2) anti Amerika 3) di pihak musuh dan
4) teroris. (John le Carre, The Times, London, 15 Januari 2003).