Ilmuwan Yahudi yang
terkenal dalam ilmu politik, Prof Leonard Binder tahun 90-an menulis buku
‘Islamic Liberalism’. Dalam bukunya ini –hasil penelitian di beberapa negara,
bekerjasama dengan ilmuwan-ilmuwan politik Islam- Binder mengungkapkan bahwa
sekulerisme telah gagal di dunia Islam, maka perlu diluncurkan Liberalisme
Islam. Yang bermakna bahwa Islam dengan politik harus dipisahkan. Islam atau
agama adalah rasa. Sedangkan politik adalah rasio.
Binder ini
adalah dosen politik Amien Rais di Universitas Chicago Amerika. Menurut kawan
Amien Rais, sewaktu kuliah Amien Rais sering mendebat Binder dalam banyak hal.
Makanya tidak heran Amien Rais berseberangan dengan Nurcholish yang meluncurkan
gagasan sekulerisme dan pluralisme di tahun 90-an itu.
Kini
beberapa tokoh NU meluncurkan istilah Islam Nusantara. Belum jelas memang
maksud Islam Nusantara. Azyumardi Azra mencoba menjelaskan istilah ini :
“Ortodoksi Islam Nusantara sederhananya memiliki tiga unsur utama,
pertama, kalam (teologi) Asy’ariyah; kedua, fiqh Syafi’i–meski juga menerima
tiga mazhab fiqh Sunni lain; ketiga, tasawuf al-Ghazali, baik dipraktikkan
secara individual atau komunal maupun melalui tarekat Sufi yang lebih
terorganisasi lengkap dengan mursyid, khalifah dan murid, dan tata cara zikir
tertentu.
Sebagai perbandingan, ortodoksi Islam Nusantara ini berbeda dengan
ortodoksi Islam Arab Saudi. Dalam dua konferensi dengan kalangan ulama dan
intelektual Arab Saudi di Riyadh dan wadi sekitar 300 kilometer dari Riyadh
(3-7/1), penulis “Resonansi” ini menyatakan, ortodoksi Islam Arab Saudi
mengandung hanya dua unsur, yaitu pertama, kalam (teologi) Salafi-Wahabi dengan
pemahaman Islam literal dan penekanan pada Islam yang ‘murni’.
Dengan pandangan kalam seperti itu, dalam perspektif doktrin
ortodoksi Islam Arab Saudi, tidak heran jika banyak Muslimin lain dianggap
sebagai pelaku bid’ah dhalalah (ritual tambahan sesat) yang bakal membawa
mereka masuk neraka.
Termasuk ke dalam bid’ah dhalalah itu adalah merayakan Maulid Nabi
Muhammad SAW yang ramai dirayakan kaum Muslimin Indonesia. Unsur ortodoksi
Islam Arab Saudi kedua adalah fiqh Hanbali yang merupakan mazhab paling ketat
dalam yurisprudensi Islam.
Ortodoksi Islam Arab Saudi tidak mencakup tasawuf, justru tasawuf
ditolak karena dianggap mengandung banyak bid’ah dhalalah.
Dalam kedua konferensi ini selalu muncul pertanyaan dari peserta
Arab Saudi yang ditujukan kepada penulis “Resonansi” ini. “Kenapa Muslim
Indonesia gemar mempraktikkan tasawuf yang menurut mereka mengandung banyak
bid’ah dhalalah.”
Pertanyaan ini bisa dipahami berangkat dari bias dan prasangka
terhadap tasawuf yang sebenarnya secara historis memainkan peran penting dalam
peningkatan maqamat spiritualitas Muslim dan sekaligus pemeliharan integritas
kaum Muslimin menghadapi berbagai tantangan dan realitas historis.
Ortodoksi Islam Salafi-Wahabi Arab Saudi terlalu kering dan
sederhana bagi kaum Muslimin Nusantara. Umat Muslimin Nusantara telah dan terus
menjalani warisan tradisi untuk mengamalkan Islam yang kaya dan penuh nuansa.
Penulis “Resonansi” ini menyebutnya sebagai ‘Islam berbunga-bunga’
(flowery Islam) dengan ‘ritual’ sejak tahlilan, nyekar atau ziarah kubur,
walimatus-safar (walimatul haj/umrah), walimatul khitan, tasyakuran, sampai
empat bulanan atau tujuh bulanan kehamilan.”
Tentu kalau
yang dimaksudkan Islam Nusantara berbeda dengan Arab Saudi, banyak kaum Muslim
setuju. Tapi kalau yang dimaksudkan Islam Nusantara adalah Islam yang mendukung
Jokowi, Islam yang tunduk pada pemerintahan yang zalim, Islam yang membiarkan
kaum Muslim didominasi kaum non Muslim di negeri ini dan Islam yang apolitik,
maka kaum Muslim Nusantara tidak terima.
Karena dalam
sejarah yang panjang, sebelum Indonesia merdeka, kaum Muslim lah yang berkuasa
di negeri ini. Negeri Nusantara-Indonesia ini ada karena bergabungnya
kerajaan-kerajaan Islam di Banten, Samudera Pasai, Demak, Tidore, Ternate dan
lain-lain.
Muslim di
Timur Tengah pun macam-macam. Ada model Muslim di Mesir, Arab Saudi, Qatar,
Dubai dan lain-lain.Kaum Muslim di dunia dipersatukan oleh Al Quran, Sunnah
Rasulullah dan teladan para sahabat dan ulama yang saleh.
Imam Ghazali
misalnya, terkenal dan dihormati baik oleh Muslim Nusantara maupun Muslim Timur
Tengah. Memang ada ulama-ulama Saudi yang menolak mentah-mentah Imam Ghazali,
seperti mereka yang sering disebut dengan pengikut Mohammad bin Abdul Wahab.
Seperti Nashiruddin al Albani dan lain-lain.
Mohammad bin
Abdul Wahab memang merupakan tokoh kontroversi. Sebagian sejarawan menyatakan
sebagai tokoh dakwah yang hebat, sejarawan lain menyatakan bahwa ia tokoh yang
membuat Saudi pemikirannya tidak maju sekarang ini(berangkulan politik dan
militer dengan Amerika). Sejarawan ini menganggap Abdul Wahab antek Inggris
yang memisahkan dari Khilafah Utsmaniyah (Turki). Pengikut tokoh-tokoh ini
‘mengharamkan buku Imam Ghazali’.
Buya Hamka
memang pro Wahabi. Tetapi Hamka tidak sama Wahabinya dengan Wahabi Saudi. Hamka
setuju dengan Imam Ghazali dan membuat buku Tasawuf Modern yang banyak mengutip
buku Imam Ghazali (ulama terkemuka yang memimpin Universitas an Nizamiyah di
Irak saat itu). Hamka bersama tokoh-tokoh NU bergabung diri dalam Masyumi
(1945).
Jadi
nampaknya istilah Islam Nusantara ini adalah istilah sosiologis yang kosong,
tergantung mana mau dibawa. Ia bisa dibawa menghantam tokoh-tokoh Islam yang
keturunan Arab, seperti Abu Bakar Baasyir, Habib Rizieq, Abdurrahman al
Baghdadi dan lain-lain. Bisa dibawa pula ia merupakan Islam yang menjadi model
untuk memimpin dunia Islam.
Yang gawat
bila kemudian dikembangkan Islam Turki, Islam Mesir, Islam Jakarta, Islam
Depok, Islam Banten dan seterusnya, sehingga umat Islam menjadi bingung Islam
kok banyak banget. Dan ini mungkin yang tidak disadari oleh penggagas Islam
Nusantara ini.
Jadi lebih
baik gunakan istilah Muslim Nusantara daripada Islam Nusantara. Karena Muslim
Nusantara ini adalah saudara Muslim di Arab Saudi, Turki, Mesir, Myanmar dan
seluruh dunia Islam.
72% Masyarakat Indonesia
Setuju Penerapan Syariat Islam
January
20, 2015 Peneliti
SEM Institute, Ismail Yusanto menyatakan bahwa yang setuju diterapkannya
syariah Islam di tanah air adalah 72%. “Yang tidak setuju 13% dan yang
menyatakan terserah 14%. Yang tidak setuju alasannya Indonesia negara majemuk,
indonesia bukan negara Islam dan lain-lain,” terang Ismail dalam Seminar
Serumpun Melayu di Jakarta hari ini (20/1).
Sedangkan yang setuju, menurutnya karena menganggap
bahwa Islam adalah satu-satunya sousi dari segala permasalahan, Islam
menjadikan yang benar itu benar, membawa kebaikan dan keselamatan dunia akhirat
dan Indonesia mayoritas Muslim.
Penelitian ini dilakukan di 38 kota Indonesia.
Respondennya sebanyak 1498 orang dan meliputi berbagai profesi dalam
masyarakat. Ada anggota yudikatif, legislatif, eksekutif, aparat keamanan,
media massa, partai politik, pesantren dan lain-lain. Responden terdiri dari
38% peremuan dan laki-laki sebanyak 62%. Usia terbanyak responden berusia
20-45.
Sedangkan untuk masalah khilafah, kata juru bicara
Hizbut Tahrir ini, pengetahuan responden sebanyak 64%. “Tapi tingkat penerimaan
mereka 81%,” terangnya.
Ismail mengharapkan bahwa penelitian seperti ini
adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan dakwah. “Sehingga kita dapat
bersyukur tapi tidak berpuas diri. Misalnya banyaknya jilbab saat ini. Dulu
tahun 70-80an ibu-ibu yang datang ke resepsi pengantin memakai konde (sanggul).
Sekarang kebanyakan yang datang pakai kerudung,” terangnya.
Ismail juga menegaskan bahwa dalam Kongres Umat Islam
Indonesia ke IV di Jakarta ditegaskan bahwa syariat Islam adalah satu-satunya
bagi berbagai problematika bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. “Saat itu
yang menyampaikan KH Sahal Mahfudz almarhum. Tapi keputusan kongres ini kurang disosialisasikan,”
tegasnya.
Sementara itu, Datuk Aidit Ghazali menyatakan bahwa
proyek indeks pelaksanaan syariat di Malaysia telah disetujui PM Malaysia Najib
Razak. “Sudah dibincang satu setengah tahun lalu,” kata peneliti Institut
Pengembangan Minda Malaysia ini.
Datuk Aidit juga menjelaskan bahwa ‘untuk mencapai
kejayaan Islam itu perlu waktu yang sama. “Tapi nntuk mengritik atau
meruntuhkan butuh waktu yang sekejap. Mereka yang ingin meruntuhkan Islam itu
terus berbuat dan mereka lebih licik dan jahat karena mereka tidak punya
batasan. Sedangkan kita ada adab,” terangnya.
Menurutnya pencanangan Indkes Syariah di Malaysia ini
kini dibina oleh Universitas Antar Bangsa Malaysia dan dibawah Jawatan Kemajuan
Islam Malaysia, di bawah Menteri Agama.