Fitnah Wahhabi Dr Yusri al Husaini
Syeikh Dr. Yusri - SEJARAH HITAM WAHHABI KEJAM
Omongannya hanya Copypasta, tidak
faham Hadits Fitnah Masyriq (Najd), berhati Syi’ah. Tidak ada bahasan Ilmiyyah
dan syar’i, hanya menampakan kedengkian Sufi terhadap dakwah Tauhid. Mana bukti ilmiyah pembantaian 30.000 orang ? dia bertaqiyah menyembunyikan pembantaian 30.000 jamaah haji oleh sekte Syiah Qaramithah pada tahun 317 H (gambaran
kejadiannya seperti yang diucapkan). Guru-gurunya
Syekh alHafiz alTijani, Abdullah
bin Siddiq alGhumari , Syeikh Ali Jum`ah,
dan lainnya. Arab Saudi Melarang Tarekat
Tijaniah, Qadiriyah Dan Naqsyabandiyah, makanya tidak ada aliran sesat. Indonesia perlu lembaga semacam AlLajnah AdDaimah Lil
Buhuts AlIlmiyah Wal Ifta. Yang ghuluw silahkan bantah tertulis. Bantahan artikel ini terkait : Pembantaian
30.00 Jamaah Haji oleh Syi’ah Qaramithah, Kesesatan sufi dan
tasawuf, Fitnah Masyriq (Tanduk Setan
atau Najd), Berdirinya Negeri Tauhid Saudi Arabia dan Runtuhnya Usmaniyah, Pembagian Tauhid, Siapakah
Syaikh AlGhumari dan Ali Jum’ah.
●"Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu"
Lebih Besar Dosanya Dari Dosa Syirik...
●Fenomena Ruwaibidhoh (Berbicara Agama Tampa
Ilmu)
●Hanya Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
●Mana Jalan Yang Harus Ditempuh ? Antara Jalan
Allah Atau Jalan Iblis Dan Pengikutnya.
●Syaikh Ali
Thanthawi rahimahullah, Syaikh Besar Al-Azhar :
“Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa
kata wahhabi adalah nisbat kepada al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah
satu dari Asma’ul Husna.
●Dakwah Bil Kitabah, Bukan Dominan Bil Lisan. Dakwah Bil Youtube, Berpotensi Negatif Untuk Jadi Alat Provokasi. Rahasia Produktivitas Menulis Para Ulama Salaf.
●Ciri-Ciri Ahli Bid’ah : Mereka Membenci Ahlul-Hadits (Ahlul-Atsar) Dengan Tuduhan Hasyawiyyah, Dhahiriyyah, Musyabbihah, Naashibah. Mereka Nashabiyyah Dan Zindiq.
●Kenapa Takut Dengan Wahabi ? Syaikh Muhammad Bin Abdulwahab, Dengan Karya Tulisnya Kitab Ushul Tsalastah Adalah Muttabi (Pengikut Tuntunan Nabi Shallallahualaihiwasallam) Bukan Mubtadi ! Mereka (Kaum Murtaziqah) Tak Mampu Lagi Melawan Dengan Argumen, Mereka Menempuh Jalan Lain, Yaitu Berdusta, Menfitnah Dan Memutarbalikkan Fakta.
Pembantaian
30.000 Jamaah Haji oleh Syi’ah Qaramithah
●Mengingatkan
Kembali Pembantaian 30.000 Jiwa Lebih oleh Syiah di Depan Ka’bah
●Sebelum Ada “ Tuduhan Wahabi
( Salafi ) “ , Sejak Abad 14 H Kejahatan Takfiri Syiah Mendominasi Sejarah
Islam ! Hegemoni Syi’ah Sejak Hasan Al ‘Askari ( Imam Ke-11).
●Pengkhiatan Syiah di balik
runtuhnya kekhilafahan Islam
●Kejahatan
Syiah di Tanah Haram Dalam Kurun Sejarah
http://lamurkha.blogspot.com/2014/09/kejahatan-syiah-di-tanah-haram-dalam.html
●Sufi
lebih mengutamakan Khurafat dibandingkan kisah para Sahabat, yang sehari-hari
bersama Nabi, juga tiga generasi terbaik setelah Nabi.
●Arab
Saudi Melarang Sufi (Tasawuf) : Tarekat
Tijaniah, Qadiriyah Dan Naqsyabandiyah, Makanya Tidak Ada Aliran Sesat.
Indonesia Perlu Lembaga Semacam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal
Ifta.
●Index
"Kesesatan Sufi (Tarekat)" (bahasan lengkap terkait Sufi/tasawuf).
●Tahayul
Dan Kurafat, Kedustaan Atas Nama Syariat. Kejahilan Yang Tidak Dilakukan Oleh
Tiga Generasi Terbaik Setelah Nabi.
●3
(Tiga) Golongan (Orang) Yang Tidak Dapat Dipercaya Sama Sekali Dalam Masalah
Agama : 1. Orang Sufi, 2. Tukang Kisah (Qashash) 3. Seorang Ahli Bid’ah
Membantah Ahli Bid’ah.
●Ritual
Nyeleneh Sufi, Apakah Nabi Dan Tiga Generasi Terbaik Setelahnya Mengajarkan
(Ittiba’) Seperti Ini ? Gemar Popularitas Dan Kedustaan.
●Kebodohan
Akan Menghalangi Seseorang Untuk Menerima Kebenaran. Bahwasanya Hati Nurani
Setiap Orang Lebih Menyukai Dan Menginginkan Kebenaran Ketimbang Kebathilan.
●Membongkar
Kedok Sufisme Di Hadramaut (Penulis Dan Kata Pengantarnya Para Ahlul Bait)
●Membongkar
Kesesatan Sufi, Tarekat, Dan Tasawuf
●Pesta
Tarekat Sufi (Tasawuf) Hilang Kewarasan
●SUFI
Kalau Tidak Dusta Rugi (Dusta Hasanah)
●Sufi,
Benarkah Itu Ajaran Nabi?
●Peran
Dan Kontribusi Imam Al-Ghazali Dalam Menghadang Pemikiran Dan Kejahatan Syiah.
Benarkah Tasawuf Ajaran Nabi, Perbedaan Pokoknya Dengan Ajaran Islam, Serta
Taubatnya Dari Filsafat Dan Tasawuf.
●Syaikh
'Abdul Qadir Al-Jailani Berakidah Salafush Soleh (Akidah Para Sahabat) Dalam
Masalah Masalah Tauhid, Al-Asma` Wa Ash-Shifat, Takdir, Hari Akhir, Dan
Kesesatan Syi’ah. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Tulen. Kitabnya Yang Terkenal, Al
Ghunyah Li Thalibi Dan Futuh Al-Ghaib.
●Syeikh
Abdul Qadir Jailani Dan Syiah
●Fenomena
Ruwaibidhoh (Berbicara Agama Tampa Ilmu)
●Kebodohan
Akan Menghalangi Seseorang Untuk Menerima Kebenaran.
●Ketika
Ilmu (ulama) Diangkat Dan Kebodohan Merajalela
●Hadist:
Jika Engkau Tak Malu, Perbuatlah Sesukamu
●Jika
Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang
●Kebenaran
Tidak Diukur Dengan Banyaknya Orang Yang Mengikutinya. Berpegang Pada Suara
Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah.
●Mengenal Tarekat Syadziliyah dan Ajarannya
(Bagian 1)
Mengenal Tarekat Syadziliyah dan Ajarannya
(Bagian 2)
Mengenal Tarekat Syadziliyah dan Ajarannya
(Bagian 3)
Fitnah Masyriq (Tanduk Setan atau Najd)
●Setiap
orang yang memahami dengan benar (haq) : Makna Surat Al An'am ayat 153
dan Hadits terpecahnya Umat menjadi 73 golongan (satu golongan yang selamat),
Memahami makna Surat Al-A’raf: 33 ("Berbicara Tentang Allah Tanpa
Ilmu" Lebih Besar Dosanya Dari Dosa Syirik), Memahami manhaj Para Sahabat
dan Tiga generasi terbaik setelah Nabi (shalafus shalih), Pemahaman yang benar
(haq) terkait masalah Bid'ah (perkara baru) dan Ittiba', Meyakini Allah di Al
Arsy, pada hakekatnya orang tersebut lurus Tauhidnya (Aqidahmya).
●Kufar,
Syi'ah, Sufi, Liberal, paling Memusuhi Satu-satunya Negeri Tauhid, tempat Al
Haramain "Saudi Arabia".
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan
Tanduk Setan [Bagian Pertama].
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan [Bagian Kedua].
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan [Bagian Ketiga].
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan [Bagian Keempat].
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan [Bagian Kelima].
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan. [Bagian Keenam]
●Benarkah
Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq –
Kemunculan Tanduk Setan. [Bagian Ketujuh]
●(Rangkuman)
Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi ? Di Manakah Najd ? Fitnah
Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.
●Nabi
SAW Menyebut Munculnya “Tanduk Setan Dari Timur”, Apa Maksudnya?
●Negeri
NEJED, Sumber FITNAH, Dimanakah Letak Negeri Dua Tanduk
●Abad
3 H, Pengrusakan Aqidah Dan Kemunduran Peradaban Islam Yang Signifikan, Berawal
Dari "Yaman !", Dengan Masuknya (Pendatang) Syiah Ghulat Qaramithah
(Ismailiyah Bahrain) Dan Ahlu Bid'ah Lainnya Dari Timur, Serta Terbentuknya
Daulah (Kloningan) Yahudi Fatimiyyun, Sesuai Sabda Nabi (Iman Berakhir Di
Yaman).
●Agama
Syi’ah Mulai Terbentuk (Terorganisir) Pada Akhir Abad 3 H, Dengan Baru Memiliki
Kitab Rujukan Tersendiri (Aqidah-Fiqih- Cara Ibadah-Dll), Yang Dibuat 200 Tahun
Setelah Ja’far Shadiq Wafat. Sebelumnya Mereka Masih Sama Dengan Umat Islam
(Ahlus Sunnah).
●Subhanallah,
Terbukti Dua Karakteristik Ucapan Rasulullah SAW : Keimanan Ada Pada Penduduk
Al Haramain, Yaman Dan Syam Serta Kelak Sumber Malapetaka (Tanduk Setan) Ada Di
'Iraaq (Najd, Kufah, Basrah Dan Timur Lainnya). Terbukti Benar : Sekte
Sesat-Kejam Syiah Ismailiyah, Qaramithah, Itsna Asyariyah, Al-Jarudiyah, An-Nushairiyah,
Mu'tazillah, Khawaarij, Thoriqoh-thoriqoh Ahlul-Bid'ah Shufiyyah Dan Kerusakan
Aqidah Lainnya Lahir Dari Sini (Timur) ! [Aqidah Tanduk Setan (Najd)
yang dimaksud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyelisihi Al
Qur’an dan Hadits (Shahih dan Sharih), jelas bukan Manhaj Salafush shalih
(Manhaj tiga generasi terbaik setelah Nabi)].
●Para
Ulama Menyebut Daulah Fatimiyah (3H) Dengan Daulah Ubaidiyah (Ubaidullah
Al-Mahdi). Tidak Ada Bukti Ilmiyah (Jahr Wat Ta’dil) Dari Ulama-Ulama Tsiqah
Yang Hidup Diabad Ke 3H-7H Terkait Klaim Nasab Mereka Kepada Fathimah RA.
Daulah Peneror Terkejam (Syi’ah Ismailiyah) Terhadap Ahlu Sunnah. [Kenapa
Dinasti Fathimiyyun yang besar dan mengklaim Memiliki Nasab Sampai Fatimah RA,
saat ini tidak meninggalkan jejak keturunannya (terdata)?]
●Apakah
Fathimiyyun Memiliki Nasab Sampai Fatimah? Hasil Skenario Hebat Seorang Yahudi
Munafiq (Maimun Al Qaddah) Yang Dekat Dengan Cucunya Ja’far Shadiq (Muhammad
Bin Isma’il), Mengkloning Nama Anaknya (Abdullah) Sama Dengan Nama Cucu Ismail
Bin Ja’far Shadiq (Abdullah Bin Muhammad Bin Ismail Bin Ja’far Shadiq) Dan
Seterusnya. [apakah saat ini ada Keturunan nabi (Fatimah RA), dari Dinasti
Fatimiyyun ? Padahal Kerajaan Besar dengan bangunan Pendidikan Monumental
Al-Azhar].
●Pujian
Luar Biasa Dari Nabi Kepada Akhlak (Keimanan) Penduduk Yaman, Namun Pada Abad
3H Dirusak Dengan Berkuasanya Syiah Ismailiyah (Qaramithah) Dari Kufah Dan
Basrah.
http://lamurkha.blogspot.com/2017/11/pujian-luar-biasa-dari-nabi-kepada.html●Sayyid Alwi Al-Maliki: Imam Wahabi Adalah Imam Ahli Tauhid (Untuk Pendengki Wahhabi)
●Video:
Sayyid Muhammad Al-Maliki Memuji-Muji Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab
(Wahhabi)
Berdirinya Negeri Tauhid
Saudi Arabia
●Sampai saat ini, kita merasakan tentramnya hidup di negeri ini
(Saudi Arabia), yang merupakan hasil dari dakwah yang penuh berkah ini (dakwah tauhid)
setelah taufik dari Allah. Karena Allah azza wa jalla telah menetapkan adanya
sebab pada segala hal.
●Bagi Yang Membenci SAUDI, Bacalah Surat Cinta Ini.
●“Fitnah
Terhadap Negeri Tauhid Saudi Arabia”
●Fitnah Mubtadi’, Shufiyah (Thoriqoh), Syi’ah Terkait Berdirinya
Kerajaan Saudi Arabia (Fakta Ilmiyah)
http://lamurkha.blogspot.com/2019/10/fitnah-mubtadi-shufiyah-thoriqoh-syiah.html?m=0
http://lamurkha.blogspot.com/2019/10/fitnah-mubtadi-shufiyah-thoriqoh-syiah.html?m=0
●Perjanjian Faisal Bin Husein (Putra Syarif Mekkah Husein Bin Ali,
Penganut Sufisme, Keluarga Hasyimiyah) -Weizmann, Pintu Masuk Yahudi Eropa
Miliki Tanah Di Palestina. 'Arab Revolt', Pemberontakan Keluarga Sufi Melawan
Turki Utsmani
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/perjanjian-faisal-bin-husein-putra.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/perjanjian-faisal-bin-husein-putra.html
●100
Tahun Perjanjian Sykes-Picot Yang Pecah Belah Bumi Syam Dan Turki Utsmani
●KERANCUAN
SEJARAH WAHHABI : Sebuah kritik atas pertentangan memoar Hempher dalam Buku
Catatan Harian Seorang Mata-Mata: Kisah Penyusupan Mata-Mata Inggris untuk
Menghancurkan Islam
●Mengenal
Hempher Dan Fitnahnya Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab
●Sejarah
Dan Penyebab Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani, banyak yang tidak mengetahui
sejarah sebenarnya
●Salafi
Meruntuhkan Khilafah Islam ??? Mengenal 'Arab Revolt' Dan Perjanjian
Sykes-Picot 1916.
●Siapakah
Yang Menjadi Agen Inggris? Siapakah Yang Meruntuhkan Daulah Utsmaniyah?
●Konspirasi
Dan Kolaborasi Syiah (Alawiyin),Kristen Dan Yahudi, “Biang Kerok” Terbentuknya
Negeri Yahudi Israel Dan Memporak Porandakan Negara-Negara Arab, manifestasi
Pelampiasan Birahi Dendam Majusi Terhadap 'Umar Bin Khattab RA Dan Abu Bakar
Ash-Shiddiq RA. Berdirinya Negara Tauhid KSA Membendung Ekpansi Tersebut.
●Fakta
Mengejutkan ! Pengkhiatan Syiah di balik runtuhnya kekhilafahan Islam
(Utsmaniyah)
●Syubhat
Syaikh Sulaiman Bin Abdul Wahhab Menjawab Syubhat Seputar Al Mujaddid Asy
Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab
●Apa Jadinya Jika Saudi Arabia Dikuasai Oleh Sufi Dan Syiah, Serta
Metode (Pemahaman) Nenek Moyang (Tradisi).
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/apa-jadinya-jika-saudi-arabia-dikuasai.html
●Masjidil Haram Era Sufisme
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/masjidil-haram-era-sufisme.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/apa-jadinya-jika-saudi-arabia-dikuasai.html
●Masjidil Haram Era Sufisme
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/masjidil-haram-era-sufisme.html
●Ketika Banyak Ulama Yang Membingungkan,Carilah Ilmu Syar'i Di
Madinah
http://lamurkha.blogspot.com/2018/02/ketika-banyak-ulama-yang.html
●Ancaman Bagi Orang Yang Membenci Kota Madinah Dan Ahlul Ilmunya..
●Ancaman Bagi Orang Yang Membenci Kota Madinah Dan Ahlul Ilmunya..
http://lamurkha.blogspot.com/2015/09/ancaman-bagi-orang-yang-membenci-kota.html
●Dongeng "Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi, Mereka Telah Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama", Ternyata Berisi Terlalu Banyak Kedustaan Dan Manipulasi (Membongkar Koleksi Dusta Idahram 10)
http://lamurkha.blogspot.co.id/2017/08/dongeng-sejarah-berdarah-sekte-salafy.html
●Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku ”Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/membongkar-kebohongan-buku-sejarah.html
●Studi Kritis Atas Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” [2]
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah.html
●Dongeng "Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi, Mereka Telah Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama", Ternyata Berisi Terlalu Banyak Kedustaan Dan Manipulasi (Membongkar Koleksi Dusta Idahram 10)
http://lamurkha.blogspot.co.id/2017/08/dongeng-sejarah-berdarah-sekte-salafy.html
●Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku ”Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/membongkar-kebohongan-buku-sejarah.html
●Studi Kritis Atas Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” [2]
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah.html
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/tentang-ahmad-zaini-dahlan-dan-sikap.html
●Posisi Tegas Arab Saudi Terhadap Palestina Sejak 1935 Hingga Sekarang. KSA Tidak Punya Hubungan Diplomatik Dengan Israel, Iran Dan Suriah, Penjagal Ahlus Sunnah Syam. Dalam Perang Arab-Israel 1973, Iran Dan Turki Memihak Zionis Israel. Mengikuti Cara Umar Bin Khatab RA Dan Sultan Salahuddin Al Ayyubi, Habisi Dulu Majusi Syi’ah Baru Al Quds.
http://lamurkha.blogspot.com/2017/12/posisi-tegas-arab-saudi-terhadap.html
Tauhid Dibagi Tiga
●Asy’ariyyun Gagal Faham Tentang Tauhid Dibagi Tiga (baca puluhan
artikel terkait). Sangat lengkap.
●"Inilah
Kenapa Ahlul Bid'ah Membenci Pembagian Tauhid. Ustadz Firanda
Andirja"
●Asal Mula Pembagian Tauhid Menjadi 3 Oleh Para Salaf - Ustadz
Firanda Andirja
●Kenapa Salafi Membagi Tauhid Menjadi 3? - Ustadz Dr. Firanda
Andirja, MA
●Assyar'iah & Sufi Juga Membagi Tauhid Menjadi 3 . Ust
Firanda Andirja
●Tauhid
Dibagi menjadi 3 (tiga) Bagian, Mana dalilnya? Bid'ahkah ? Sesatkah ? (Bagian
1)
●Tauhid
Dibagi menjadi 3 (tiga) Bagian, Mana dalilnya? Bid'ahkah ? Sesatkah ? (Bagian
2)
●Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga?
[Dalil-dalil & Alasan Pembagian Tauhid, Asal-Usul Pembagian Tauhid, Akibat
Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3]
●Pembagian Tauhid Menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah
●Dua Sikap Habib Rizieq Shihab Terhadap Pembagian Tauhid Menjadi
Tiga
●Pembagian Tauhid Menjadi Tiga Adalah Trinitas? (Lihat Comments)
●Pembagian
Tauhid Dalam Al Qur’an
●Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang
Satu, Kok Dibagi Tiga?
●Mengapa Tauhid Dibagi Tiga.
Penulis: Asy-Syaikh Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad
●Penjelasan Makna Tauhid RUBUBIYYAH Disertai Dengan Dalil-Dalilnya
●Tauhid Rububiyah Mengharuskan Adanya Tauhid Uluhiyah
●Asal Usul Pembagian tauhid
●Apakah Pembagian Tauhid Adalah Bid’ah ?
●Jawaban seputar bid’ahnya pembagian tauhid menjadi tiga
●Tauhid Dibagi Tiga,. Itu Kan Bidah..?
https://feehas.wordpress.com/2016/01/02/tauhid-dibagi-tiga-itu-kan-bidah/
https://feehas.wordpress.com/2016/01/02/tauhid-dibagi-tiga-itu-kan-bidah/
Siapakah Syaikh Al-Ghumari
●Bahasan Sangat Lengkap terkait “Al-Muhaddits Syaikh
Al-Albani Rahimahullah”. Index
“Al-Muhaddits Syaikh Al-Albani Rahimahullah”
●Penistaan
Terhadap Syaikh Al-Albani Rahimahullah Oleh KH. Luthfi Bashori, Dengan
Bersandar Pada Kitab Hasan Ali Assegaf. (Pembelaan
terhadap al-imam al-muhaddits al-albany dari kedustaan hasan ali as-saqqof
al-Ghumariyin dan pendukungnya)
●Celaan
Hasan As-Saqqaf terhadap Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy
●Diantara Tuduhan Keji Hasan As-Saqqaf Terhadap
Mu’awiyyah [Tipikal Syiah Dimanapun seperti ini]
http://lamurkha.blogspot.com/2015/07/diantara-tuduhan-keji-hasan-as-saqqaf.html?m=0
●Mengenal
Lebih Dekat Syaikh Al-Ghumarihttp://lamurkha.blogspot.com/2015/07/diantara-tuduhan-keji-hasan-as-saqqaf.html?m=0
●Definisi Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah Menurut Ali Jum’ah (“Ulama” Berlumuran Darah, Taqiyaher Syi’ah) Pada
Pembukaan Konferensi “ Dhirar Chechnya”. Tampak Menyelisihi Pemahaman Tiga
Generasi Terbaik Setelah Nabi. Sangat Ribet Dan Jelimet, Bandingkan Dengan ulasan
Dilamurkha
Tambahan
●Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
●Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Dan Fitnah Nejed
●Bantahan terhadap buku Idahram yang berjudul
"Ulama sejagat menggugat Wahhabi
●Fitnah kepada wahabi dan bantahannya
●Meluruskan Pemahaman Keliru Tentang Syaikh Muhammad
Bin Abdul Wahhab (Penulis: Asy Syaikh Shalih bin Abdul Aziz As Sindi)
●Membongkar koleksi dusta syaikh idahram 7 - benarkah
khawarij muncul dari najd arab saudi??
●Pembelaan terhadap syaikh muhammad bin
abdul wahhab (Fitnah dan Tuduhan Dusta Kelompok Sesat Hizbut
Tahrir Terhadap Dakwah Syaikh Imam Muhammad bin Abdil Wahhab
rahimahullahu) Oleh : Abu Salma Muhammad al-Atsari
Tarekat, Sufi & Tasawuf Adalah Firqah²
Sesat - Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat 197 Comments
Tarekat
Tijaniyah
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Banyak orang di tengahtengah kami
yang menganut Tarekat Tijaniyah, sementara saya mendengar dalam acara Syaikh
(nur ‘ala addarb) bahwa tarekat ini bid’ah, tidak boleh diikuti. Tapi keluarga
saya mempunyai wirid dari Syaikh Ahmad AtTijani yaitu shalawat fatih, mereka
mengatakan bahwa shalawat fatih adalah shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Apa benar shalawat fatih adalah shalawat kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mereka juga mengatakan, bahwa orang yang membaca
shalawat fatih lalu meninggalkannya, ia dianggap kafir. Kemudian mereka
mengatakan, ‘Jika engkau tidak mampu melaksanakannya lalu meninggalkannya, maka
tidak apaapa. Tapi jika engkau mampu namun meninggalkannya maka dianggap kafir.
Lalu saya katakan kepada kedua orang tua saya bahwa hal ini tidak boleh
dilakukan, namun mereka mengatakan, ‘Engkau wahaby dan tukang mencela.’ Kami
mohon penjelasan.
Jawaban
Tidak
diragukan lagi bahwa Tarekat Tijaniyah adalah tarekat bid’ah. Kaum muslimin
tidak boleh mengikuti tarekattarekat bid’ah, tidak Tarekat Tijaniyah, tidak
pula yang lainnya, bahkan seharusnya berpegang teguh dengan apaapa yang diajarkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah telah berfirman.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah,
‘Jika. kamu (benarbenar) mentintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah meneasihi
dan mengampuni dosadosamu’ .” [Ali Imran/3: 31]
Artinya,
katakanlah kepada manusia wahai Muhammad, ‘Jika kalian benarbenar mencintai
Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni
dosadosa kalian.
Allah
pun telah berfirman.
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ
رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpinpemimpin
selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya). ” [AlA’raf/7
: 3].
Dalam
ayat lainnya disebutkan.
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. ” [AlHasr/59 : 7]
Dalam
ayat lainnya lagi disebutkan.
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia;
dan janganlah kamu mengikuti jalanjalan (yang lain).” [AlAn’am /6: 153]
AsSubul
(jalanjalan yang lain) di sini maksudnya adalah jalanjalan yang baru yang
berupa perbuatan bid’ah, memperturutkan hawa nafsu, keraguan dan kecenderungan
yang diharamkan. Adapun jalan yang ditunjukkan oleh sunnah RasulNya , itulah
jalan yang harus diikuti.
Tarekat
Tijaniyah, Syadziliyah, Qadariyah dan tarekattarekat lainnya yang diadaadakan
oleh manusia, tidak boleh diikuti, kecuali yang sesuai dengan syari’at Allah.
Yang sesuai itu boleh dilaksanakan karena sejalan dengan syari’at yang suci,
bukan karena berasal dari tarekat si fulan atau lainnya, dan karena berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ
اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” [AlAhzab/33 : 21].
Dan
firmanNya. وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orangorang
yang terdahulu lagi yang pertamatama (masuk Islam) di antara orangorang
muhajirin dan anshar dan orangorang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surgasurga yang mengalir
sungaisungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Itulah
kemenangan yang besar.” [AtTaubah/9: 100].
Serta
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat
(tuntunan) padanya, maka ia tertolak.”[1]
Dan
sabda beliau.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.”[2]
Serta
sabda beliau dalam salah satu khutbah Jum’at. أَمَّا
بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى
هُدَى
مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma
ba ‘du. Sesungguhnya sebaikbaik perkataan adalah Kitabullah, sebaikbaik
tuntunan adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seburukburuk
perkara adalah halhal baru yang diadaadakan dan setiap hal baru adalah
sesat.”[3]
Dan
masih banyak lagi haditshadits lainnya yang semakna.
Shalawat
fatih adalah shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana ,
yang mereka klaimkan, hanya saja shighah lafazhnya tidak seperti yang
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab dalam shalawat
fatih itu mereka mengucapkan (Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada
penghulu kami, Muhammad sang pembuka apaapa yang tertutup, penutup apaapa yang
terdahulu dan pembela kebenaran dengan kebenaran). Lafazh ini tidak pernah
menjadi jawaban mengenai cara bershalawat kepada beliau ketika ditanyakan oleh
para sahabat. Adapun yang disyari’atkan bagi umat Islam adalah bershalawat
kepada beliau dengan ungkapan yang telah disyari’atkan dan telah diajarkan
kepada mereka tanpa harus mengadaadakan yang baru.
Di
antaranya adalah sebagaimana disebutkan dalam AshShahihain, dari Ka’b bin
‘Ajrah , bahwa para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami
bershalawat kepadamu?” beliau menjawab.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على
إبراهيم وعلى آل إبراهيم
إنك حميد
مجيد اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك
حميد مجيد
“Ucapkanlah
(Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana telah engkau limpahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahabaik. Dan limpahkanlah keberkahan
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan
keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Mahabaik.)” [4]
Disebutkan
dalam Shahih AlBukhari dan Muslim, dari hadits Abu Humaid AsSa’idi Radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda. اللهم
صل على محمد وعلى أزواجه وذريته كما صليت على
إبراهيم ، وبارك على محمد وعلى أزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم ، إنك حميد
مجيد
“Ucapkanlah
(Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad, para isterinya dan keturunannya
sebagaimana telah Engkau limpahkan shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan
limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad, para isterinya dan keturunannya,
sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahabaik.)”. [5]
Dalam
hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, dari
hadits Ibnu Mas’ud AlAnshari Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, bahwa beliau bersabda.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل
إبراهيم وبارك على
محمد
وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
“Ucapkanlah
(Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau limpahkan shalawat kepada keluargaa Ibrahim. Dan
limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana telah
Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Mahabaik di seluruh alam.)”[6]
Haditshadtis
ini dan haditshadits lainnya yang semakna, telah menjelaskan tentang cara
bershalawat kepada beliau yang beliau ridhai untuk umatnya dan telah beliau
perintahkan. Adapun shalawat fatih, walaupun secara global maknanya benar, tapi
tidak boleh diikuti karena tidak sama dengan yang telah diriwayatkan secara
benar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan cara bershalawat
kepada beliau yang diperintahkan. Lain dari itu, bahwa kalimat (pembuka apaapa
yang tertutup) mengandung pengertian global yang bisa ditafsiri oleh sebagian
pengikut hawa nafsu dengan pengertian yang tidak benar. Wallahu waliyut taufiq.
[Majalah
AlBuhuts, nomor 39, hal. 145148, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin
dari buku AlFatawa AsySyar’iyyah Fi AlMasa’il AlAshriyyah Min Fatawa Ulama AlBalad
AlHaram, Penyusun Khalid AlJuraisy, Edisi Indonesia FatwaFatwa Terkini,
Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
______
Footnote
[1].
Disepakati keshahihannya dari hadits Aisyah Radhiyallahu anha, : AlBukhari
dalam AshShulh (2697). Muslim dalam AlAqdhiyah (1718).
[2].
Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam AlAqdhiyah (181718).
[3].
Dikeluarkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir bin Abdullah RA dalam AlJumu’ah
(867).
[4].
AlBukhari dalam Ahaditsul Anbiya’ (3369). Muslim dalam AshShalah (407).
[5].
AlBukhari dalam Ahaditsul Anbiya’ (3369). Muslim dalam AshShalah (407).
[6].
HR. Muslim dalam AshShalah (407).
Kesesatan
dalam tarekat Tijaniyah di antaranya dapat dibaca di artikelartikel ini.
Thariqat
Tijaniyah ini didirikan oleh Syaikh Ahmad atTijani yang nama lengkapnya adalah
Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin alMukhtar atTijani. Thariqat ini berkembang di kawasan
utara Afrika, Jazirah Arab, Eropa (terutama Prancis), dan sebagian wilayah
Asia. Di Indonesia sendiri, aliran ini mendapatkan reaksi penolakan dari aliran
thariqat lain karena ajarannya yang menyatakan bahwa pengikut aliran Tijaniyah
beserta tujuh generasi keturunannya akan diperlakukan secara khusus pada hari
kiamat nanti dan diharamkan berhubungan dengan guru pembimbing dari aliran
thariqat lain.
Ini
adalah beberapa kepercayaan dan ritual thariqat Tijaniyah:
1.Membaca beberapa dzikir
tertentu untuk bersatu dengan ruh Nabi.
2.Meyakini bahwa mereka
memiliki alam barzakh tersendiri.
3.Akan masuk surga bersama Rasulullah
dalam rombongan pertama.
4.Menempatkan posisi Syaikh atTijani
sebagai penutup para wali dan bisa memberikan syafaat di akhirat kelak.
5.Meyakini bahwa pahala
Shalawat Fatih bisa menandingi pahala bacaan alQur’an.
(Majalah UMMATie, Aliran Sesat Kian
Menjamur, Tahun I Edisi 06 Desember 26th, 2008 ).
Wirid
Tijaniyah dan Dalaailul Khairat
Soal
kelima dari Fatwa nomor 2392:
Soal
5: Apa hukum wiridwirid auliya’ (para wali) dan shalihin (orangorang
shalih) seperti mazhab Qadyaniyah dan Tijaniyah dan lainnya? Apakah boleh
memeganginya ataukah tidak, dan apa hukum Kitab Dalail alKhairat?
Jawab
5: Pertama: Telah terdapat di dalam AlQur’an dan AlHadits nashnash (teks)
yang mengandung do’ado’a dan dzikirdzikir masyru’ah (yang
disyari’atkan). Dan sebagian ulama telah mengumpulkan satu kumpulan do’a dan
dzikir itu, seperti AnNawawi dalam kitabnya alAdzkar , Ibnu asSunni
dalam Kitab ‘Amalul Yaum wallailah, dan Ibnul Qayyim dalam
Kitab AlWabil AsShoib, dan kitabkitab sunnah yang mengandung babbab khusus
untuk do’ado’a dan dzikirdzikir, maka wajib bagimu merujuk padanya.
Kedua: Auliya’
(para wali) yang shalih adalah waliwali Allah yang mengikuti syari’atNya baik
secara ucapan, perbuatan, maupun i’tikad (keyakinan). Dan adapun kelompokkelompok
sesat seperti AtTijaniyyah maka mereka itu bukanlah termasuk auliya’ullah
(para wali Allah). Tetapi mereka termasuk auliya’us syaithan (para wali
syetan). Dan kami nasihatkan kamu membaca kitab AlFurqon baina auliya’ir
Rahman wa Auliya’is Syaithan, dan Kitab Iqtidhous Shirothil Mustaqiem
Limukholafati Ashhabil Jahiem, keduanya oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah.
Ketiga: Dari
hal yang telah dikemukakan itu jelas bahwa tidak boleh bagi seorang muslim
mengambil wiridwirid mereka dan menjadikannya suatu wiridan baginya, tetapi
cukup atasnya dengan yang telah disyari’atkan yaitu yang telah ada di dalam AlQur’an
dan AsSunnah.
Keempat: Adapun Kitab Dalail
alKhairat maka kami nasihatkan anda untuk meninggalkannya, karena di
dalamnyamengandung perkaraperkara almubtada’ah wassyirkiyah (bid’ah
dan kemusyrikan). Sedangkan yang ada di dalam AlQur’an dan AsSunnah terkaya
darinya (tidak butuh dengan bid’ah dan kemusyrikan yang ada di dalam KitabDalail
AlKhairat itu).
Wabillahit
taufiq. Washollallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa alihi washohbihi wasallam.
AlLajnah
AdDa’imah lilBuhuts al‘Ilmiyyah wal Ifta’:
Ketua
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, anggota Abdullah bin Ghadyan, anggota Abdullah
bin Qu’ud.
(Fatwa AlLajnah
AdDa’imah lilbuhuts al‘ilmiyyah wal Ifta’, Darul ‘Ashimah, Riyadh, cetakan
3, 1419H, halaman 320321). Dikutip dari buku Bila Kyai Dipertuhankan,
Membedah Sikap Beragama NU, ditulis bersama oleh Hartono Ahmad Jaiz dan Abduh
Zulfidar Akaha, Pustaka AlKautsar, 2001 M, sampai sekarang masih beredar..
***
Penyelewengan
Terhadap Ayat : Ingatlah Suatu Hari Kami Panggil Tiap Umat Dengan Pemimpinnya
Rabu,
3 Februari 2010 15:36:06 WIB
Penyelewengan
Terhadap Ayat : (Ingatlah) Suatu Hari (Yang Pada Hari Itu) Kami Panggil Tiap
Umat Dengan Pemimpinnya..
Oleh
Ustadz Abu Minhâl
Ustadz Abu Minhâl
Penyelewengan
Terhadap Ayat
يوم ند عوا كل اناس باءممه
(Ingatlah)
suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya..
Pembaca,
Pembahasan Rubrik Firoq kali ini, kami angkat penggalan surat alIsrâ`/17 ayat 71 sebagaimana tertulis pada judul. Yang secara lebih luas telah kami bahas pada Kategori AlQur’an : Tafsir http://www.almanhaj.or.id/content/2644/slash/0 Dan pembahasan berikut merupakan keterkaitannya. Semoga bermanfaat.
Pembaca,
Pembahasan Rubrik Firoq kali ini, kami angkat penggalan surat alIsrâ`/17 ayat 71 sebagaimana tertulis pada judul. Yang secara lebih luas telah kami bahas pada Kategori AlQur’an : Tafsir http://www.almanhaj.or.id/content/2644/slash/0 Dan pembahasan berikut merupakan keterkaitannya. Semoga bermanfaat.
________________________
Penyelewengan Makna Ayat
Penyelewengan Makna Ayat
Sebagian
kelompok, dengan sengaja melakukan penafsiran yang dipaksakan atas ayat
tersebut, berkaitan dengan penyebutan kata “imam”. Mereka melakukan
penyelewengan terhadap makna ayat. Ini dilakukan untuk mendukung kepentingan
golongan atau kelompoknya supaya bisa tetap eksis, dan para tokohnya teropini
sebagai sosok yang hebat, lantaran akan dipanggil oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala saat hari Kiamat kelak. Para pengikutnya pun dibuat tercengang dengan
tafsiran tersebut.
Di antara golongan yang “memanfaatkan” ayat ini ialah Islam Jama’ah, yang kini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Kelompok yang sudah berulang kali berganti nama ini memelintir kandungan ayat di atas. Mereka memberi penafsiran, yang isinya diarahkan kepada pemimpin LDII, yaitu Nur Hasan Ubaidah Lubis (Madigol). Berdasarkan penuturannya dalam “tafsir manqul” miliknya, ia berkata: “Pada hari kami panggil setiap manusia dengan imam mereka, sehingga yang tidak punya amir, maka akan masuk neraka”. Penyebutan kata “imam” yang dimaksud oleh LDII ialah amir mereka, yaitu Nur Hasan. Keterangan ini dituturkan oleh mantan tokoh besar LDII yang telah sadar, yaitu Ustadz Hâsyim Rifâ’i yang pernah berguru selama 17 tahun kepada Nur Hasan ‘Ubaidah Lubis, pendiri LDII.[1]
Di antara golongan yang “memanfaatkan” ayat ini ialah Islam Jama’ah, yang kini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Kelompok yang sudah berulang kali berganti nama ini memelintir kandungan ayat di atas. Mereka memberi penafsiran, yang isinya diarahkan kepada pemimpin LDII, yaitu Nur Hasan Ubaidah Lubis (Madigol). Berdasarkan penuturannya dalam “tafsir manqul” miliknya, ia berkata: “Pada hari kami panggil setiap manusia dengan imam mereka, sehingga yang tidak punya amir, maka akan masuk neraka”. Penyebutan kata “imam” yang dimaksud oleh LDII ialah amir mereka, yaitu Nur Hasan. Keterangan ini dituturkan oleh mantan tokoh besar LDII yang telah sadar, yaitu Ustadz Hâsyim Rifâ’i yang pernah berguru selama 17 tahun kepada Nur Hasan ‘Ubaidah Lubis, pendiri LDII.[1]
Kalangan
lainnya, yaitu Sufi, juga berkepentingan memegangi ayat ini untuk
mempropagandakan thariqatthariqat yang sebenarnya tidak pernah dicetuskan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalangan Sufi menggiring jamaahjamaahnya
untuk taat kepada para syuyûkh (guru) penggagasnya secara mutlak. Padahal dari
ayat tersebut tidak ada muatan sedikit pun yang bisa mendukung klaim mereka.
Hal ini akan menjadi jelas dari dua sisi.[2]
Pertama
: Para ulama besar dari kalangan ahli tafsir tidak ada satu pun dari mereka
yang memaknai kata “imam” dengan makna “syaikhsyaikh tarikat”. Orangorang yang
ahli dalam bidang tafsir pada masa lalu, seperti Ibnu ‘Abbâs, alHasan alBashri,
Mujâhid, Qatâdah, adhDhahhâk, mereka memberi penafsiran kata “imam” dengan
makna kitab yang berisi amalanamalan. Demikian pula Imam alQurthubi
rahimahullah dan Imam Ibnu Katsir rahimahullah merajihkan pengertian ini dengan
merujuk firman Allah pada surat Yâsîn/36 ayat 12.
Menurut
alQâsimi rahimahullah, yang dirajihkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah itulah
pendapat yang benar. Karena AlQur`ân menjelaskan sebagian ayatnya dengan
sebagian lainnya. Dan yang pertama kali perlu diperhatikan dalam memahami maknamakna
ayatayat AlQur`ân, yaitu dengan mengacu pada ayatayat yang semakna.
Kedua
: Seandainya yang dimaksud dengan “imam” adalah syaikh thariqah –sebagaimana
klaim kalangan Sufi–, maka pernyataan ini tidak bisa dijadikan dalil untuk
menunjukkan tingginya kedudukan syaikh atau keharusan untuk memuliakannya.
Sebab, panggilan dengan namanya tidak mesti menunjukkan keutamaan diri
seseorang.
Imam
athThabari rahimahullah sendiri merajihkan pengertian “imam” tersebut, ialah
orangorang yang diikuti dan menjadi panutan di dunia.
Seperti
sudah diketahui, sejumlah orang mudah mengekor setiap penyeru dan menyambut
setiap ajakan. Tidak aneh jika mereka menyambut para tokoh kesesatan pula.
Karena itu, diriwayatkan dari sejumlah ulama tafsir dari Ibnu ‘Abbas, berkata
tentang tafsir kata “imam mereka” dalam ayat, yaitu “imam dalam hidayah dan
imam dalam kesesatan”.[3]
Keterangan
ini juga telah disinggung oleh Ibnu Katsir. Kata beliau: “Mungkin saja
pengertian dari “imam mereka”, maksudnya ialah setiap kaum (dipanggil) dengan
orang yang mereka ikuti. Orangorang beriman akan mengikuti para nabi, dan orangorang
kafir akan mengikuti para tokoh mereka. Allah telah berfirman, yang artinya:
Dan Kami jadikan mereka pemimpinpemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka ….
(alQashash/28:41).
Mujahid
berkata,”Imam, ialah orang yang diikuti. Maka nanti akan dipanggil,
datangkanlah para pengikut Nabi Ibrahim, datangkanlah para pengikut Musa,
datangkanlah para pengikut setan, datangkanlah para pengikut berhalaberhala.
Orangorang yang berada di atas al haq, akan mengambil kitab (amalan) mereka
dengan tangan kanan. Dan para penganut kebatilan akan mengambil kitab (amalan)
mereka dengan tangan kiri”.
Apabila
telah jelas bahwa “imam” itu bisa bermakna panutan dalam hidayah atau panutan
dalam kesesatan; bisa juga seorang nabi, setan yang terkutuk, maupun berhala
dan para pemuja (penganut)nya akan dihimpun di bawah panji sang panutan, baik
ia panutan dalam kebaikan maupun dalam kejelekan, jika telah jelas hakikat ini;
maka status seorang syaikh thariqat sebagai imam bagi para jamaahnya, tidak
otomatis mengindikasikan keutamaannya. Bahkan tetap saja, penilaian terhadap
diri syaikh thariqat ini tergantung kepada amalanamalan, ucapanucapan dan
ajaranajarannya yang ditimbang dengan ajaran Rasulullah, sehingga ia pun
menjadi panutan dalam hidayah jika bertumpu pada ajaranajaran Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya, bisa jadi ia menjadi panutan dalam
kesesatan seiring dengan penyelewengannya dari AlQur`ân dan asSunnah.
Seandainya yang menjadi “imam” mereka alKitab dan as Sunnah, niscaya mereka
tidak membutuhkan penerapan berbagai ibadah yang tidak pernah diajarkan dalam
alKitab dan asSunnah
Di
Antara Klaim Palsu Kalangan Sufi[4]
Seorang
penganut thariqat Tijâniyyah yang bernama alFûti, ia mengatakan kepada
jamaahnya, bahwa thariqat mereka merupakan thariqat terbaik dan akan menjadi
maraji` (rujukan) bagi semua wali Allah.
AlFûti
berkata: “Pada hari Allah memanggil manusia dengan nama syaikh mereka dan
memanggil mereka untuk mendekati syaikh mereka di atas kedudukannya … kalau
para jamaah dipanggil dengan namanama syaikh (thariqah) mereka dan Allah
memanggil para ahli thariqat untuk menuju tempat syaikh mereka dan
menempatkannya pada derajat syaikh, maka menjadi jelas dengan sedikit
pencermatan saja, bahwa para penganut penutup para wali (Ahmad atTijani) yang
bergantung kepadanya, selalu konsisten dengan wiridwirid dan dzikirdzikirnya,
sehingga tidak ada orang lain yang mampu menyamai derajat mereka, kendatipun
mereka itu ahli ma’rifah, shiddiqîn dan para aghwâts, selain para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sini, kalangan awam tarikat
Tijaniyyah lebih afdhol daripada yang lainnya”. Lihat arRimâh, 2/29.
AlFûti
kian menampakkan rasa percaya diri terhadap kehebatan thariqatnya, dengan
perkataannya: “Sungguh, seluruh wali akan memasuki kelompok kita, akan
mengambil wiridwirid kita, dan konsisten dengan thariqat kita, (waliwali Allah)
dari zaman pertama kali muncul kehidupan sampai hari Kiamat. Bahkan bila Imam
Mahdi telah bangkit di akhir zaman, ia akan mengambil (ajaran) dari kita dan
masuk kelompok kita”. Lihat arRimâh, 2/29.
Sanggahan
: Perhatikanlah, sejauh mana kebenaran klaim di atas. Bagaimana mungkin seluruh
wali Allah (yang sebenarnya) sejak pertama muncul kehidupan akan bergabung
dengan thariqat Tijâniyyah?
Ini
sebuah klaim yang membutuhkan burhân (petunjuk) dan dalil yang kuat. Bagaimana
mungkin orangorang yang telah meninggal sebelum Ahmad atTijâni dilahirkan itu
bergabung dengan thariqatnya? Sungguh suatu anggapan aneh yang sangat nyata.
Di
bagian lain alFûti mengomentari orangorang yang berada di luar thariqatnya. Dia
berkata: “Adapun orangorang yang masih berada dalam kegelapan, kebodohan,
kesesatan dan kezhaliman (maksudnya, orangorang yang belum mengikuti
Tijâniyyah), tidak ada penghalang bagi mereka untuk bersandar dengan syaikh
kami Ahmad atTijâni, padahal telah begitu nampak kemuliaan dan keutamaan
thariqatnya, serta keistimewaan para pengikutnya; seperti terangnya sinar
matahari siang hari di musim panas, kecuali mereka akan tercampakkan dari
rahmat Allah Ta’ala, terhambat dari kebaikan, mendapat laknat, kecelakaan dan
kerugian”. Lihat arRimâh, 2/44.
Seorang
dai Tijâni bernama Ibrahîm Nayyâs, ia berkata: “Berdasarkan sebagian pengertian
yang dikandung oleh ayatayat ini, engkau bisa mengetahui bahwa orang yang
memperoleh taufik dari Allah untuk bergabung dengan thariqat kami, niscaya
kebahagiaannya di dunia dan akhirat sempurna, dan ia termasuk orang yang
dicintai dan diterima di sisi Allah, walau bagaimanapun kondisinya”. Lihat asSirrulAkbar
wanNûrulAbhar, hlm. 416).
Begitu
pula salah seorang dari kalangan thariqat Rifâ’iyyah. Setelah menunjukkan
kemampuan syaikhnya yang luar biasa, seperti menempuh jarak sejauh perjalanan
100 tahun hanya dengan satu langkah saja, mengetahui bahasabahasa burung, dan
lainlain, ia berkata: “Pegangilah ujungujung pakaiannya. Jadilah engkau orang
yang duduk di majlisnya. Jangan sekalikali menjauh dari kehidupannya dan
mintalah syafaat dengan namanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menolak permohonan syafaatmu melalui namanya.
Karena ia termasuk ahli bait yang mulia. Sungguh orangorang besar, tokohtokoh
…, mereka semua telah mengetahui bahwa tarikatnya merupakan jalan keselamatan
dan keamanan. Kecintaan terhadapnya termasuk faktor paling efektif untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka mengharuskan diri dan
keluarga mereka untuk berpegang dengan janjinya, dan komitmen dengan
thariqatnya” Lihat arRimâh, 2/25, 1/349350.
Oleh
karena itu, setiap kaum Muslimin harus waspada. Jalan selamat dalam beragama
ialah dengan mengikuti pemahaman generasi Salaf, yaitu jalan yang penuh hikmah
dan berdasarkan ilmu.
[Disalin
dari majalah AsSunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 8687.
_______
Footnote
[1]. Lihat Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 8687.
[2].
Dinukil dari TaqdîsulAsykhâs, 1/348352.
[3].
FathulQadîr, 3/248. Nukilan dari TaqdîshulAshkhâs, 1/348.
[4].
Dikutip dari TaqdisulAsykhâs, I/349350.
Mengapa
Saya keluar dari Thariqot Tijaniyah (penuturan Syaikh Taqiyuddin Ahilali Al
Husaini)
Segala
puji milik Allah yang mengutus Muhammad –shollallahu alaihi wa sallam- sebagai
penutup para nabi dan imam para rasul, sebagai rahmat bagi semesta alam,
pemberita kabar gembira, yaitu kemenangan yang nyata bagi mereka yang beriman
dan mengikuti petunjuknya, dan juga sebagai pemberi peringatan akan adanya
siksa yang menghinakan bagi mereka yang kafir dan menyelisihi sunnahnya, dan
shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan atas Muhammad, istri-istri dan
keturunan beliau.
Asy-Syaikh
Taqiyuddin bin Abdul Qadir al-Hilali al-Husaini [1] berkata :
Aku
tinggal di negeri Sajlamaanah, ketika berusia 12 tahun aku telah hafal
al-Qur’an, aku lihat penduduk negeriku penganut fanatik berbagai thariqat
Sufiyah, hampir-hampir anda tidak menjumpai seorangpun diantara mereka, baik
itu seorang yang berilmu maupun orang bodoh melainkan pasti dia pengikut salah
satu thariqat Sufiyah, dan mempunyai hubungan sangat erat dengan seorang syaikh
seperti jalinan seseorang yang amat sangat mencintai kekasihnya, ia beristighasah
pada syaikhnya di saat susah, meminta pertolongan padanya tatkala mendapatkan
musibah-musibah, serta senantiasa bersyukur dan memujinya, dan jika ia
mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur kepadanya, jika tertimpa musibah ia
menuduh dirinya masih kurang taat dan kurang cinta terhadap syaikhnya serta
kurang berpegang teguh pada thariqatnya.
Tidak
terlintas dalam benaknya bahwa syaikhnya itu lemah tidak mampu melakukan
sesuatu baik itu di langit maupun di bumi, (bahkan ia meyakini) syaikhnya mampu
melakukan segala sesuatu. Dan aku mendengar masyarakat berkata : “Barangsiapa
tidak mempunyai syaikh maka setan itu adalah syaikhnya.”
Aku
melihat ada dua kelompok tasawuf yang tersebar di negeri kami :
Pertama
: Kelompok tasawuf yang diikuti oleh para ulama dan para tokoh masyarakat.
Kedua
: Kelompok tasawuf yang diikuti masyarakat awam.
Adapun
aku lebih condong pada kelompok pertama, dan aku dengar ayahku dimana beliau
termasuk ulama di negeri kami sering berujar :
Kalau
bukan lantaran thariqat Tijaniyah melarang pengikutnya berziarah kubur ke makam
para wali, dan meminta bantuan dan hajat kepada mereka, terkecuali kuburannya
Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya, dan juga terkecuali
kuburan syaikh at-Tijani, dan kuburan orang-orang yang mengikuti thariqatnya
dari kalangan para wali, kalau bukan karena hal ini tentu saya akan mengikuti
thariqat Tijaniyah, karena saya tidak dapat meninggalkan ziarah kubur kakek
kami (yang bukan penganut thariqat at-Tijaniyyah) yang bernama Abdul Qadir bin
Hilal, dan kakek kami ini masyhur sebagai orang yang baik, dan kuburnya
dikunjungi manusia, dan dia dianggap termasuk dari kalangan para wali di daerah
timur laut negeri Maroko.
Sekalipun
jumlah pengikut thariqat Tijaniyah, thariqat ad-Darqawiyah dan thariqat
al-Kattaniyah, di negeri kami sedikit, namun thariqat-thariqat itu mempunyai
pengikut dari kalangan para ulama dan tokoh masyarakat. Maka hatikupun
berkeinginan untuk mengikuti ajaran thariqat at-Tijaniyah, usiaku saat itu
hampir mendekati masa baligh, akupun pergi ke salah seorang syaikh dan
kukatakan padanya :
‘Wahai
tuanku, saya ingin engkau memberikan wirid-wirid thariqat at-Tijaniyah !‘ Diapun
sangat gembira mendengar ucapanku, dan menyahut : ‘Engkau ingin mendapatkan
wirid di saat masih kecil?‘. ‘Ya’, jawabku. Ia pun berkomentar : ‘Bagus,
bagus engkau akan beruntung, engkau akan beruntung, lalu ia memberikan
wirid-wirid yaitu : membaca la ilaha illallah 100 x, demikian juga
astagfirullahal adhim alladzi la ilaha illa huwa alhayyul qayyum 30 kali, dan
shalawat al-Fatih 50 kali, dan la ilaha illallah 100 kali, sedangkan
penyempurna dzikirnya adalah : allahumma salli wasallim ala ainur rahmah
ar-rabaniyah ….’hingga selesai.
Orang
yang membaca shalawat ini harus berwudhu, barangsiapa membacanya tidak berwudhu
(tayammum) maka harus mengganti dengan membaca shalawat fatih 20
kali. Mengapa orang yang membaca shalawat ini harus berwudhu? Karena Nabi dan
para khulafaur rasyidin akan menghadiri majelis orang yang membacanya, dan
mereka senantiasa bersamanya selama ia berdzikir dengan wirid itu, ujarnya.
Wirid-wirid
itu wajib dibaca sekali di waktu subuh dan sekali di waktu sore dalam keadaan
suci dengan berwudhu sebagaimana disyariatkannya berwudhu ketika shalat, dan
pelaku dzikir ini lebih afdhal berdzikir sambil duduk seperti duduk ketika
bertasyahud (dalam shalat) dengan memejamkan kedua matanya, sambil menghadirkan
sosok syaikh Ahmad at-Tijani, yaitu seorang lelaki yang berkulit putih
kemerah-merahan dan berjenggot putih, hendaknya ia mengambarkan dalam hatinya
bahwa sebuah tiang dari cahaya keluar dari hati syaikh Ahmad Tijani lalu masuk
dalam hati pelaku dzikir.
Adapun
rutinitas yang harus dilakukan adalah berdzikir berjama’ah dengan satu suara
jika pengikut thariqat itu mempunyai teman di suatu negeri, jika tidak
mempunyai teman pengikut thariqat at-Tijaniyah dinegerinya diperbolehkan
baginya untuk melakukan dzikir itu sendirian setiap hari.
Asy-Syaikh
Abdul Karim al-Mansuri memberitahukan padaku sebagian keutamaan wirid-wirid
itu, dan akupun terus mengamalkan wirid-wirid yang ia ajarkan dengan hati
ikhlas sambil menekuni syarat-syaratnya selama sembilan tahun. Dan ada juga
dzikir pada hari jumat ketika matahari tenggelam, yaitu : laa ilaha
illallah 1000 kali, dst.
Setiap
kali tertimpa musibah aku beristhighasah/meminta pertolongan kepada syaikh
at-Tijani namun ia tidak pernah menolongku. Diantaranya, ketika aku di Aljazair
bepergian dari suatu daerah ke daerah lain, di saat itu aku bersama seorang
teman yang mempunyai unta, lalu temanku itu mengikat untanya (agar tidak lepas)
dan ia berwasiat agar aku menjaganya, kemudian ia meninggalkanku dalam sebuah
kemah, lalu tali ikatan unta itu lepas, kemudian berjalan di tanah lapang, akupun
mengejarnya, (namun) seolah-olah ia mengejekku, yaitu ketika ia berhenti
berdiri dan lehernya hampir aku pegang, di saat itu ia lari menjauh kemudian
berhenti lagi menungguku, hingga hampir-hampir kendalinya dapat kupegang, ia
lari kembali (menjauhiku), yang demikian itu di saat terik matahari yang sangat
panas di siang hari, maka aku berkata dalam diriku : ini adalah waktu untuk
beristhighasah kepada syaikh at-Tijani, maka akupun berdoa kepadanya dan
bersungguh-sungguh dalam beristhighasah agar syaikh memberi kemampuan padaku
untuk menangkap dan mendudukkan unta itu, namun syaikh tidak dapat mengabulkan
permohonanku. Akupun mencela diriku sendiri dan menganggap diriku tidak ikhlas
dan kurang dalam berkhidmat kepada thariqat at-Tijaniyah, dan sama sekali aku
tidak menganggap syaikh at-Tijani lemah/tidak mampu memenuhi hajatku.
Sekalipun
para syaikh thariqat Tijaniyah menasehati para pengikutnya agar tidak membaca
kitab selain kitab thariqat at-Tijaniyyah dalam masalah tasawuf, (aku tidak
mengindahkan) ada ditanganku satu jilid kitab “Ihya Ulumuddin” karya Ghazali,
akupun membacanya, maka apa yang kubaca berbekas dalam hatiku, lalu akupun
bersungguh-sungguh dalam beribadah dan menekuni shalat malam dalam suasana yang
sangat dingin.
Pada
suatu malam aku melakukan shalat tahajjud di depan kemahku yang berukuran
kecil, jika aku duduk hampir-hampir kepalaku menyentuh atapnya, tiba-tiba aku
melihat awan putih menutupi ufuk seperti sebuah gunung yang menjulang tinggi
dari bumi ke atas langit, kemudian awan itu mendekati diriku dari arah timur –
dan arah timur adalah kiblat bagi seorang yang shalat di Maroko dan Aljazair –
hingga awan itu berhenti jauh dariku, lalu keluar darinya sosok manusia
melangkah maju hingga dekat denganku, kemudian sosok itu ikut shalat bermakmum
padaku, pakaiannya menyerupai pakaian seorang wanita berumur 15 tahun, namun
lantaran pekatnya malam aku tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya.
Tatkala
sosok itu ikut shalat bersamaku, akupun membaca surat as-Sajadah, namun rasa
takut menyelimutiku hingga aku ganti membaca surat lainnya, yaitu surat Saba,
namun tetap saja aku juga tidak mampu membaca ayat-ayat al-Qur’an lantaran
ketakutan, lalu aku tinggalkan surat-surat yang panjang dan aku ganti membaca
surat-surat pendek yang tidak membutuhkan kosentrasi penuh ketika membacanya,
maka sosok itupun shalat bersamaku enam raka’at, dan aku tidak ingin berbicara
dengannya, karena kitab-kitab thariqat mewasiatkan kepada pengikutnya untuk
tidak menyibukkan diri dengan sesuatu yang menghalanginya di saat melakukan
amalan ritual hingga ia sampai kepada Allah, dan tersingkap untuknya suatu
penutup, hingga ia dapat menyaksikan arsy dan ruang angkasa, dan tidak ada
satupun hal yang ghaib yang tersembunyi darinya.
Tatkala
suasana keheningan yang menakutkan itu berlangsung lama, akupun berdoa kepada
Allah dalam sujud rakaat keenam : “Ya Allah jika ada kebaikan dalam ucapan
sosok ini jadikanlah ia bercakap denganku, dan jika tidak ada kebaikan dalam
ucapannya maka palingkanlah ia dariku”, maka tatkala aku selesai mengucapkan
salam sesudah tasyahud pada rakaat keenam, sosok itupun mengikuti, namun tidak
kudengar sayup suara salam darinya, hanya saja aku dapat melihatnya ketika ia
menoleh kearah kanan ketika salam sebagaimana dilakukan pengikut mazhab Maliki
ketika shalat sendirian, mengucapkan salam hanya sekali saja ke-arah kanan,
yaitu Assalamualaikum tanpa menambahkan kalimat “warahmatullahi
wabarakatuhu”, jika bermakmum kepada salah seorang imam ia harus mengucapkan
salam tiga kali jika disebelah kirinya ada makmum lainnya maka salamnya kearah
kanan itu salam penutup shalat, (kedua) salam kedepan kearah imam dan (ketiga)
salam kekiri, kepada orang yang shalat di sebelah kirinya.
Padahal
hal tersebut terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan dishahihkan
al-Hafizh Ibnu Hajar bahwasanya Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- mengucapkan
salam kearah kanan “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu”, dan
mengucapkan salam kearah kiri “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu”,
inilah yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang mengerjakan shalat, baik ia
menjadi imam atau makmum atau shalat sendirian.
Sesudah
salam, sosok itu pergi perlahan-lahan hingga masuk dalam awan putih yang
berhenti menunggunya, sesudah menghilang dibaliknya, maka awan itu mundur
kearah timur hingga lepas dari pandanganku.
Pada
Qabilah Himyan ada seorang syaikh yang bernama Syaikh Sinqithi, seorang yang
shalih, aku tidak pernah melihat orang dalam hal zuhud, wara’ dan akhlaq yang
mulia sepertinya, aku pergi menemuinya dan kuceritakan padanya kejadian itu,
lalu ia berkata : Mungkin itu adalah syaitan, kalau sosok itu malaikat
tentu engkau tidak akan tertimpa rasa takut. Akupun menganggap pendapatnya itu
benar.
Setelah
beberapa tahun lamanya, aku belajar ilmu hadits, aku baca dalam kitab “Shahih
Bukhari” kejadian yang menimpa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– ketika
Jibril mendatanginya di Gua Hira (Nabi –shallallahu alaihi wa sallam–
ketakutan). Akupun menganggap bahwa pendapat syaikh tidak benar, dan
permasalahan ini tidak kudapatkan jawabannya, dan pada waktu itu aku masih
dalam keadaan musyrik (menyekutukan Allah), aku beristhighasahkepada selain
Allah, takut kepada selain Allah. Dari sini anda akan mengetahui bahwa munculnya
hal-hal yang aneh diluar jangkauan akal dan apa yang terjadi dalam alam ghaib
bukan merupakan dalil akan benarnya hal-hal yang aneh yang muncul itu dan bukan
merupakan dalil yang menunjukkan bahwa seorang itu wali Allah, karena setiap
para pelaku ritual kejiwaan dalam agama apapun akan ditampakkan hal-hal yang
aneh diluar jangkauan akal, aku telah mendengar dan membaca bahwa para
penyembah patung di India ditampakkan kepada mereka hal-hal yang aneh dan
diluar jangkauan akal.
Beberapa
hari kemudian aku bermimpi melihat seorang lelaki yang membangunkan dan memberi
isyarat kearah ufuk dan berkata padaku :“Lihatlah!”, maka akupun melihat tiga
orang lelaki, lalu ia melanjutkan ucapannya : “Sesungguhnya lelaki yang
berada ditengah mereka itu adalah Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-“,
maka aku menuju sosok itu, tatkala aku sampai kepadanya, dua orang dari mereka
pergi, maka aku pegang tangannya dan kukatakan : “Wahai Rasulullah peganglah
tanganku dan ajaklah menuju Allah !” Kemudian ia berkata kepadaku : “Bacalah
ilmu (agama)!” Maka akupun berpikir, dan sadar bahwa aku berada di negeri
Aljazair dimana orang-orang Perancis menguasainya, dan para ulama dari negeri
kami (Maroko) mengkafirkan setiap orang yang bepergian ke Aljazair, jika orang
tersebut pulang kembali ke negerinya, para ulama akan menyuruhnya mandi dan
memperbaharui ke-Islamannya, dan memperbaharui pernikahannya/mengulangi akad
nikah dengan istrinya.
Maka
aku katakan dalam diriku : Ini Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam–
menyuruhku untuk menuntut ilmu, sedangkan aku berada di negeri yang dikuasai
orang-orang Nashara, maka aku akan menjadi orang yang bermaksiat atau kafir,
lalu bagaimana Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– memperbolehkanku untuk
menuntut ilmu di negeri itu.
Ini
semua terjadi dalam sekejap, dan aku masih dalam posisi berdiri di depan Nabi –shallallahu
alaihi wa sallam-. Lalu aku bertanya : Di negeri kaum muslimin atau di negeri
Nashara? “Semua negeri itu adalah milik Allah”, jawab beliau –shallallahu
alaihi wa sallam-. Kusambung pertanyaanku : Wahai Rasulullah, berdoalah kepada
Allah agar Dia mematikanku dalam keadaan iman, beliaupun –shallallahu alaihi wa
sallam– mengangkat jari telunjuknya kearah langit, dan berkata : “Di sisi Allah”.
Setelah
keluar dari thariqat Tijaniyah, lantaran diskusi yang akan aku ceritakan nanti
insya Allah, sekali lagi aku bermimpi melihat Nabi –shallallahu alaihi wa
sallam– dengan wajah yang berbeda dari yang kulihat dalam mimpi pertama, dalam
mimpi yang pertama sosok beliau –shallallahu alaihi wa sallam– adalah seorang
yang tinggi putih kurus kemerah-merahan, berjenggot putih, adapun pada mimpi
kali ini beliau tidak terlalu tinggi dan tidak kurus, jenggotnya hitam, dan
wajah beliau –shallallahu alaihi wa sallam- yang putih kemerah-merahan seperti
kulitnya orang Arab, dan aku melihat beliau –shallallahu alaihi wa sallam- di
tanah lapang.
Setelah
keluar dari thariqat at-Tijaniyah terkadang hatiku tertimpa was-was dengan
tulisan yang dinisbatkan kepada syaikh at-Tijani dalam kitab Jawahirul
Ma’ani, bahwa syaikh berkata : “Barangsiapa meninggalkan wiridnya dan
berganti membaca wirid ajaran kami, serta berpegang pada thariqah kami yaitu
thariqah al-Ahmadiyyah al-Muhammadiyyah al-Ibrahimiyyah al-Hanafiyyah
at-Tijaniyyah maka tidak akan ada rasa ketakutan pada dirinya dari Allah, tidak
pula dari Rasulullah, tidak pula dari syaikhnya siapapun dia dari kalangan
orang yang hidup maupun yang telah mati, adapun orang yang mengambil wirid kami
lalu meninggalkannya maka bala’ akan menimpanya, dan tidak akan mati melainkan
mati dalam keadaan kafir, inilah yang diberitahukan Rasulullah –shollallahu
alaihi wa sallam- kepadaku dalam keadaan bangun dan bukan dalam keadaan
bermimpi. Dan Rasulullah –shollallahu alaihi wa sallam- berkata :
‘Wirid-wiridmu adalah wiridku juga, murid-muridmu adalah murid-muridku dan aku
adalah pendidik mereka’.”
Dalam
membantah was-was ini, aku menggunakan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah,
dan aku berlindung kepada Allah dari syaitan hingga ia lari kalah, maka tatkala
aku melihat Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dalam mimpi kali ini, terlintas
dibenakku hal itu, maka aku berazam untuk memulai berbicara dengan Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam-, aku meminta kepada beliau –shallallahu alaihi
wa sallam- agar berdoa kepada Allah untukku agar mewafatkanku dalam keadaan
iman.
Mungkin
para pembaca tidak lupa pada mimpiku yang pertama, disaat aku meminta kepada
Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- [untuk mendo’akanku], namun beliau
–shollallahu alaihi wa sallam- tidak mendoakanku, hanya saja beliau –shollallahu
alaihi wa sallam- mengangkat jari telunjuknya ke-arah langit dan berkata di
sisi Allah. Lalu aku berkata : Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar
mewafatkanku dalam keadaan beriman. Lalu beliau berkata kepadaku : “Hendaknya
engkau yang berdoa dan aku akan mengamini doamu”, maka aku angkat tanganku dan
berdoa : Ya Allah wafatkanlah aku dalam keadaan beriman. Lalu Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam- berkata : “Amin”, dan beliau –shollallahu alaihi wa
sallam- mengangkat kedua tangannya.
Maka
hilanglah rasa was-was dalam diriku akan tetapi aku tidak merasa aman dari
makar Allah, karena tidak ada yang merasa aman dari makar Allah melainkan
orang-orang yang merugi, (surat al-a’raf: 99) dan mimpi itu adalah mimpi yang
memberi kabar gembira dan bukan mimpi yang menipu, dan antara mimpiku yang
pertama yang telah aku ceritakan, dimana beliau –shollallahu alaihi wa sallam-
tidak mendoakan dengan mimpi ini dimana Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-
mengamini doaku selang 20 tahun, aku mentakwilkan perbedaan pada mimpi yang
pertama dimana Nabi tidak mendoakan dan mimpi yang kedua dimana Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- mengamini doaku adalah dahulu aku terjerumus
dalam kesyirikan dalam beribadah kepada Allah, sedangkan pada mimpi kedua aku
mentauhidkan Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah –shollallahu alaihi wa
sallam-, wallahu alam.
Mengapa
Aku Keluar Dari Thariqat Tijaniyah
Sungguh,
aku dahulu berada dalam kesesatan yang nyata, di saat itu aku berpendapat jika
keluar dari thariqat Tijaniyah berarti aku telah keluar dari agama Islam, tidak
terlintas dalam benakku untuk keluar sekalipun sejarak sehelai rambut dari
thariqat.
Adalah Syaikh
Abdulhayyi al-Kattani musuh thariqat at-Tijaniyah, karena dia adalah
syaikh resmi thariqat al-Kattaniyah, saya katakan ia adalah syaikh resmi karena
penduduk “Sala” yaitu penduduk yang membantu syaikh Muhammad bin Abdul
Karim al-Kattani, pencetus thariqat al-Kattaniyah, tidak mengakui syaikh
Abdulhayyi (sebagai syaikh thariqat al-Kattaniyyah), mereka berkata : Sesungguhnya
penjajah Perancislah yang mengangkatnya sebagai syaikh (thariqat
al-Kattaniyyah) bagi penduduk “Sala”.
Yang
menceritakan hal ini adalah seorang sastrawan yang alim syaikh Abdullah bin
Said as-Salwa, dia adalah penolong Syaikh Muhammad bin Abdul Karim al-Kattani,
dan Syaikh Muhammad bin Abdul Karim al-Kattani ini sangat memusuhi saudaranya
Syaikh Abdulhayyi al-Kattani dan menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak
pantas saya sebutkan di sini.
Pernah
suatu ketika Syaikh Abdulhayyi al-Kattani bertemu denganku di sebuah kota, saat
itu aku berada di rumah Syaikh Ahmad Sikrij seorang ulama, sastrawan, penyair
yang menguasai bermacam-macam ilmu, beliau adalah seorang hakim. Di saat itu
aku datang untuk mengajari anaknya, yang bernama as-Sayyid Abdul Karim, ia
adalah seorang sastrawan, dan aku juga mengajari anak saudaranya yang bernama
as-Sayyid Abdussalam. Aku mengajari keduanya pelajaran sastra Arab karena
permintaan Syaikh Ahmad Sikrij.
Di
saat itu aku melantunkan syair yang tidak aku ingat lagi bait-baitnya memuji
Syaikh Abdulhayyi al-Kattani, dia terkesan dengan syair itu, hingga berkata
kepadaku : Berjanjilah, jika engkau datang di kota Fasa engkau harus
singgah di rumahku sebagai tamu, maka akupun mengiyakan.
Pada
bulan Rabiul Awal tahun 1340 H aku pergi ke kota Fasa dan singgah di rumahnya.
Saat itu bertepatan dengan kelahiran anaknya yang bernama Abdul Ahad, akupun
menyusun syair mengucapkan selamat atas kelahirannya dan mengutip tanggal
kelahirannya, dan aku sudah tidak ingat lagi bait-bait syair itu sedikitpun.
Pada
hari ketujuh, ia membikin jamuan yang besar dan mengundang khalayak ramai.
Sesudah menyantap hidangan para undangan berdiri sambil berdzikir diiringi
tarian-tarian. Mereka mengajakku ikut serta dalam kebatilan mereka, akupun
menolaknya, karena diantara syarat pengikut thariqat at-Tijani yang ikhlas
adalah tidak berdzikir bersama thariqat lainnya dan tidak menari bersama mereka.
Di
dalam kitab “al-Baqhiyyah” karya Syaikh al-Arabi Ibnu as-Sayih, kitab ini
adalah syarh/pemaparan kitab “al-Maniyyah” karya at-Tijani Ibnu Baba
asy-Syinqithi ada sebuah hikayah tentang acaman yang keras bagi seseorang
yang mengikuti dzikir thariqat-thariqat lainnya, ringkasnya ada seorang
pengikut thariqat at-Tijani pergi ke perkumpulan thariqat lainnya untuk tujuan
duniawi, lalu ia malu berada disitu sendirian sedangkan orang lain berdzikir
dengan dzikir thariqat mereka, maka iapun ikut serta berdzikir bersama mereka,
di saat ia membuka mulutnya untuk berdzikir bersama mereka, tiba-tiba
kelumpuhan menimpa pada tulang rahangnya hingga mulutnya tetap terbuka dan ia
tidak mampu menutupnya hingga meninggal dunia.
Akan
tetapi para hadirin terus mengajak dan menarikku hingga aku terseret dalam
halaqah mereka, aku melihat mulut-mulut mereka menganga (berdzikir), diantara
mereka ada yang berjenggot hitam, dan yang lain berjenggot putih. Ada juga yang
tidak berjenggot, dan yang tidak berjenggot ini adalah dari kalangan anak-anak
yang masih belia yang belum memiliki jenggot, pada zaman itu orang yang
mencukur jenggot sedikit sekali di jumpai kecuali para penjajah Perancis
dan pengikut mereka yang berjumlah sedikit.
Aku
dengar suara-suara yang keluar dari mulut-mulut itu, suara yang tidak
dimengerti oleh semua bahasa, sebagian mereka mengucapkan aa aa aa ,
dan yang lain mengatakan aah aah aah, dan lainnya berkata aq aq, aku
mengingkari hal ini, jiwaku berkata sesungguhnya Allah tidak ridha bahwa ini
adalah cara beribadah kepada-Nya, karena hal ini adalah hal yang buruk, lalu
aku sangat menyesal. Hatiku berbisik mengatakan bagaimana diperbolehkan bagi
diriku mengingkari acara dimana seorang wali semisal Sayyid Ahmad at-Tijani
hadir, akupun bertaubat dari pikiran yang terlintas dalam jiwaku ini.
Setelah
itu datang lagi ujian lainnya, yaitu tatkala Syaikh Abdul Hayyi al-Kattani
berkata sambil mengkritik : Sesungguhnya thariqat at-Tijaniyah dibangun
ditepi sebuah jurang/kehancuran, dan tidak sepatutnya orang yang berakal
mengikuti thariqat itu”
Lalu
aku tanyakan kepadanya : Bagaimana halnya dengan thariqat al-Kattaniyyah dimana
anda adalah Syaikhnya?
Lalu
ia berkata : Semua thariqat itu adalah ajaran yang batil
-Thariqat-thariqat yang berkembang di indonesia adalah thariqat Qadiriyah,
Syadziliyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Syammaniyah, Tijaniyah,
Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah,(Pent)- sesungguhnya thariqat itu dibuat sebagai
tipu daya agar syaikh dapat memakan harta manusia dengan cara yang batil,
menguasai dan memperbudak mereka,
Ia
melanjutkan : Saya tidak pernah mendirikan thariqat (al-Kattaniyyah), yang
mendirikan thariqat itu adalah orang lain, dan harta yang aku ambil dari mereka
ini aku infakkan di jalan kebaikan yang mereka tidak menginfakkan untuknya.
Lalu
aku bertanya kepadanya : Apakah yang membuatmu mengkritik thariqat-thariqat,
dan apa dalilmu kalau thariqat itu batil?
Ia
pun menjawab : Pernyataan masing-masing syaikh dari kedua thariqat itu
(at-Tijaniyyah dan al-Kattaniyyah) bahwa sosok nabi –shollallahu alaihi wa
sallam- hadir tatkala mereka melakukan dzikir-dzikir. Ini merupakan sikap
kurang beradab dari keduanya, dan sikap tidak mengagungkan Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam-, bagaimana bisa kalian membebani Nabi –shollallahu alaihi wa
sallam- untuk keluar dari kuburnya dengan menempuh jarak melalui daratan dan
lautan untuk duduk di depan mereka, dan kalian membentangkan kain putih
untuknya agar beliau –shollallahu alaihi wa sallam- duduk di atasnya sedangkan
para pengikut thariqah kita berdiri dan pergi kearah pintu untuk menyambut
beliau –shollallahu alaihi wa sallam-.
Lalu
aku bertanya : Kalau begitu engkau tidak meyakini kebenaran ajaran thariqahmu?
Ia
menjawab : Sama sekali aku tidak menyakininya, dan aku telah
memberitahukan kepadamu bahwa thariqat-thariqat itu adalah buatan manusia agar
(para syaikhnya) dapat memakan harta manusia dengan batil (membohongi mereka).
Dan aku tambahkan keteranganku ini, dalam kitab rujukan thariqah kalian yaitu
(Jawahirul Ma’ani) yang kalian menganggap bahwa syaikh kalian Ahmad Tijani telah
mendikte Ali Harazim menulisnya, separuhnya adalah saduran, salah satu dari dua
jilid itu yaitu jilid pertama saduran karangan Muhammad Abdullah yang dikubur
di suatu tempat di kota Fasa.
Syaikh
Abdul Hayyi al-Kattani menyebutkan nama tempat yang saya tidak ingat lagi.
Syaikh melanjutkan lagi : Dan saya telah membandingkan dua kitab itu dari
awal hingga akhir, saya dapati jilid pertama dari kitab (Jawahirul Ma’ani)
seluruhnya dikutip dari perkataan syaikh Muhammad Abdullah, kemudian saya
meninggalkannya.
Selang
beberapa hari kemudian aku duduk di majelis Syaikh Umar bin al-Khayyat salah
seorang penjual buku-buku dekat kota al-Qairawan, ia bertanya : Apakah
engkau pernah berjumpa dengan syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi?belum,
jawabku.
Orang
ini termasuk ulama terkemuka di kota Fasa dan ia mempunyai buku-buku yang tidak
ada semisalnya di kota Fasa ini, lanjut Syaikh Umar sambil memuji ilmu dan
adabnya. Aku tidak akan duduk dengan orang itu dan aku tidak mau bertemu
dengannya karena dia membenci Syaikh Ahmad at-Tijani dan mencela thariqatnya,
ujarku.
Penuntut
ilmu itu wajib mempunyai wawasan luas dan berakhlaq terhadap semua orang,
dengan demikian ilmu dan perangainya akan luas dan baik, dan tidak wajib bagi
penuntut ilmu mengikuti semua orang dalam segala apa yang mereka ajak,
hendaknya ia mengambil apa yang baik dan meninggalkan yang buruk, sahut Syaikh
Umar.
Jika
engkau tidak bertemu dengan syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi akan
terlewatkan darimu ilmu dan adab yang banyak, lanjutnya.
Akupun
pergi menemui syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi, ternyata dia adalah
seorang hakim di pengadilan kota Fasa, maka kubuatlah empat bait syair yang aku
tidak ingat lagi kecuali bait yang terakhir yaitu :
هذا مدى قصدى وما أنا مستجد
“Aku
maksudkan bahwa tujuanku bertemu denganmu adalah untuk saling berdiskusi ilmiah
dan itulah tujuanku yang sebenarnya.”
(Dalam
bahasa Arab) jika huruf ( ما ) dalam bait itu dianggap
sebagai “maa maushulah” (maa yang bermakna “yang”) maknanya
adalah inilah yang aku minta, namun jika kita menganggap huruf “maa” sebagai “maa
nafiyah” (yang bermakna “tidak”) maka artinya adalah aku tidak minta uang.
Tatkala
syaikh Muhammad bin al-Arabi keluar dari gedung pengadilan dan hendak menaiki
kendaraannya yang berada di depan pintu gedung pengadilan, dan pembantunya
memegang tali kekangnya, aku mendatanginya dan kuberikan lembaran bait-bait
syair itu, setelah dibaca, iapun menyambutku, dan berkata kepada al-Haj
Muhammad bin asy-Syaikh al-Arari teman yang menemaniku, : Kamu tahu
rumahku? Ya, jawab temanku itu. Datanglah ke rumahku jam 9 pagi, ujar
Syaikh Muhammad bin al-Arabi .
Pada
jam 8.30 aku pergi bersama temanku dari tempat tinggalnya di Madrasah
asy-Syaratin agar dapat sampai ke rumah syaikh Muhammad bin al-Arabi jam 9
pagi, hari itu adalah hari kedua belas bulan Rabiul Awal, hari itu merupakan
hari raya bagi penduduk Maroko dan penduduk negeri-negeri Islam lainnya.
Di
Maroko ada kelompok (sesat) yang bernama al-Aisawiyin pengikut Syaikh
bin Isa al-Maknasi, mereka itu mempunyai satu musim tiap tahun dimana mereka
berkumpul pada hari kedua belas bulan Rabiul Awal dan mereka datang dari segala
penjuru. Mereka memukul-mukul kendang dan meniup seruling, bersenandung
dengan nasyid-nasyid hingga orang-orang melihat mereka itu seperti orang gila,
di saat itulah mereka menerkam kambing-kambing dan ayam-ayam tanpa memasak
bahkan langsung memotong dengan kuku-kuku mereka dan memakan daging mentahnya,
dan darah mengucur dari binatang-binatang itu, kelompok ini memenuhi kota Fasa
pada zaman itu hingga zaman ini. Lantaran penuh sesaknya jalan kami terlambat 2
setengah jam sampai di rumah syaikh Muhammad bin al-Arabi, setelah sampai kami
memceritakan kepada penjaga rumah syaikh, lalu ia masuk kedalam kemudian
kembali kepada kami dan berkata : Kalian berdua datang tidak tepat waktu,
sekarang Syaikh sibuk menerima tamu para penguasa Perancis, kembalilah kesini
sesudah ashar.
Maka
kamipun pergi, lalu kukatakan pada temanku : Kita tidak usah pergi
menemuinya lagi, Allah –azza wa jalla- telah menjaga kita dari kejelekan
pertemuan dengannya, karena ia benci kepada Syaikh kami (yaitu Syaikh
at-Tijani) dan thariqatnya, dan kebaikan itu adalah pada apa yang Allah
pilihkan. Lalu sahabatku menyahut : Syaikh Muhammad bin al-Arabi tidak
salah, ia mempunyai alasan tepat, sebaiknya kita kembali lagi untuk menemuinya.
Sesudah
Ashar kami pergi menemui Syaikh, beliau seorang yang ramah tamah, memuliakan
dan bersikap tawadhu, sikap-sikap yang tidak aku dapati pada diri Syaikh
al-Kattani dan tidak juga pada diri ulama-ulama di kota Fasa.
Kamipun
terlibat dalam pembicaraan mengenai sastra Arab, disela-sela dialog itu ia
mengambil buku dan meletakkannya di depanku. Maka aku dapati sebagaimana apa
yang dikatakan Sayyid Umar bin Hayyat. Tatkala senja hampir tiba aku meminta
izin untuk pergi, lalu ia berkata padaku : “Kemana kamu akan pergi, engkau
orang asing di negeri ini?, dan rumah ini telah disiapkan untuk menerima tamu,
tinggal dan bermalamlah di sini.” Akupun menerima tawarannya, setelah kami
selesai menunaikan shalat maghrib, teman-teman Syaikh datang, diantaranya
Syaikh Abdussalam as-Sharghini, Syaikh al-Muhdi al-Alawi dan beliau ini masih
hidup, adapun Syaikh Abdussalam telah meninggal dunia.
Lalu
sebagian orang bermain catur, dan Syaikh melihat mereka dan tidak mengingkari,
hatikupun berkata : Ini dalil bahwa syaikh termasuk ulama yang tidak
mengamalkan ilmu, pantas saja ia mencela para wali Allah dan karamah yang Allah
berikan pada mereka, setelah itu mereka berhenti bermain catur dan memulai
membicarakan mengkritik thariqat al-Kattaniyyah dan mengejek pengikutnya,
masing-masing mereka bercerita.
Kemudian
Syaikh berkata :
Aku
mempunyai kisah yang sangat mengherankan dari kisah-kisah tentang mereka.
Datang seorang pemuda, ia adalah seorang pengikut setia thariqat
al-Kattaniyyah, ia berkata padaku : “Aku ingin bertaubat di tanganmu dari
seluruh thariqat, dan engkau mengajarkan kepadaku al-Qur’an dan sunnah”.
Lalu
aku katakan padanya : Apa yang mendorongmu keluar dari thariqatmu yang engkau
senangi itu?
Pemuda
ini dahulunya peminum minuman keras, pezina, meninggalkan shalat Ashar,
Maghrib, dan Isya. Lalu suatu ketika dia melalui majelis thariqat
al-Kattaniyyah dan mendengarkan para pengikut thariqat itu menari, berteriak
dengan suara melengking, dan ada seorang yang menyenandungkan syair-syair
kepada mereka, dan yang lainnya mabuk, lalu dia ingin ikut menari-nari bersama
mereka, akan tetapi ia terhalangi dari hal itu karena junub, dan belum pernah
menunaikan shalat hingga siang itu, akan tetapi ketidaksadarannya
mengalahkannya, ia masuk, dan didapatinya Syaikh Muhammad bin Abdul Kabir di
depan halaqah, sedang para muridnya menari, maka Syaikh Muhammad bin Abdul
Kabir larut dalam tarian bersama mereka, dan dia adalah orang yang paling
bersemangat dalam menari diantara mereka.
Tatkala
mereka selesai menari, Syaikh memanggil pemuda itu dan mencium bibirnya, dan
Syaikh itu berkata : “Aku melihat Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-
menciummu, lalu akupun mencontoh Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menciummu!”
Pemuda
itu berkata : “Tatkala ia memanggilku, aku merasakan ketakutan luar biasa, aku
mengira Syaikh itu akan membuka aibku (sebagai seorang pemuda yang banyak
dosanya), dan akan menjelek-jelekkanku atas dosa yang aku lakukan. Tatkala
Syaikh mengatakan perkataannya tadi, saya yakin bahwa ia berdusta atas segala
pengakuannya dan apa yang ia dakwahkan, kalau tidak berdusta mengapa Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- meridhaiku dan mencium bibirku, padahal aku
melakukan dosa-dosa besar pada saat itu.”
Pemuda
tadi melanjutkan : “Inilah sebab kedatanganku padamu, aku ingin bertaubat
kepada Allah dari segala macam thariqat, dan aku akan mengikuti thariqat
(jalan) al-Qur’an dan as-Sunnah.”
Tatkala
aku melihat mereka menjelaskan aib thariqat al-Kattaniyyah serta mengejeknya,
rasa takut yang sangat menyelimutiku, aku menyesal telah mengunjungi Syaikh
Muhammad bin al-Arabi, hatiku berkata : Inilah yang aku khawatirkan telah
terjadi, lalu bagaimana jalan keluarnya?
Aku
teringat dengan perkataan at-Tijani bin Baba menjelang kematiannya :
Barangsiapa
duduk dengan orang yang membenci Syaikh ia akan cacat mulutnya
Dan
akan tersesat dalam masalah yang menakutkan dan membinasakan
Dan
Nabi telah mengingatkan hal ini kepada orang-orang yang berakal diantara kita
Maka
hendaklah engkau mengamalkan apa yang aku ucapkan
Syaikh
berkata, perbuatan itu adalah racun yang berjalan
Akan
menuju orang yang melakukannya
Makna
syair itu bahwa Syaikh Ahmad at-Tijani berkata : Rasulullah –shollallahu
alaihi wa sallam- berkata padaku dalam keadaan aku tidak tidur dan hal ini
bukan mimpi, katakanlah kepada sahabat-sahabatmu janganlah mereka duduk bersama
orang-orang yang membencimu, karena hal ini akan menyakitiku.
Aku
berketetapan untuk keluar dari majelis itu. Lalu aku bangun akan pergi, namun
Syaikh bertanya : Kemana kau akan pergi? Ke kamar mandi jawabku. Aku
membohonginya, tatkala tiba di depan pintu, penjaga melarangku keluar, dan
mengatakan : Apakah Syaikh telah mengizinkanmu untuk keluar? Ya,
jawabku. Iapun bertanya lagi : Mustahil, karena engkau orang asing,
sedangkan peraturan yang dibuat penjajah Perancis menetapkan jam malam, keluar
sesudah jam 10 malam akan berbahaya, jika engkau keluar beberapa langkah,
engkau akan ditangkap dan dimasukkan penjara hingga esok pagi, setelah itu akan
dimintai alasan yang dapat membebaskanmu.
Penjaga
itu melanjutkan ucapannya : Aku tidak akan membukakan pintu bagimu kecuali
aku dengar izin dari syaikh. Akupun menyahut : Kalau begitu aku kembali.
Maka
akupun kembali dan duduk di tempatku semula. Usahaku untuk keluar ini diketahui
syaikh, lalu iapun bertanya : Aku mengetahuimu akan keluar dan dilarang
penjaga, apakah sebabnya?
Aku
jawab : Penyebab aku ingin pergi adalah setelah engkau mencela thariqat
al-Kattaniyyah, engkau ganti mencela thariqat at-Tijaniyyah, sedangkan aku
pengikut thariqat at-Tijaniyyah, tidak diperbolehkan bagiku duduk dalam majelis
yang mencela Syaikhku dan thariqatku.
Lalu
ia menjawab : Tidak mengapa (aku memaklumi). Aku dulu juga pengikut
thariqat at-Tijaniyyah lalu aku keluar dari thariqat itu setelah melihat
kebatilannya. Maka jika engkau ingin terus berpegang teguh pada thariqat ini
dengan kebodohan dan sikap taklid maka setelah ini engkau tidak akan
mendengarkan celaan terhadap thariqat ini. Namun jika engkau ingin menempuh
jalan ahli ilmu, ayo kita berdiskusi, jika engkau menang dalam diskusi itu aku
akan mengikuti thariqat at-Tijaniyyah, jika engkau kalah engkau harus keluar
dari thariqat itu sebagaimana aku telah keluar darinya.
Maka
sikap sombongku dan tidak mau kalah, serta ketidakridhaanku dikatakan mengikuti
thariqat at-Tijaniyyah lantaran kebodohan, menghasungku untuk menerima
tantangannya. Ya, aku mau berdiskusi pungkasku.
Syaikh
memulai pertanyaannya : Saya ingin berdiskusi denganmu dalam satu masalah
saja, jika engkau benar maka seluruh thariqat itu benar, jika salah maka segala
thariqat yang ada itu batil.
Aku
menyahut : Masalah apa?
Syaikh
menjawab : Dakwaan syaikh at-Tijani bahwa ia melihat Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam- dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan tidur, lalu Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- mengajarkan thariqat ini disertai
keutamaan-keutamaannya, jika memang benar ia melihat Nabi –shollallahu alaihi
wa sallam- dalam keadaan tidak tidur, lalu ia menerima thariqat ini, berarti
engkau berada dalam kebenaran dan saya dalam kebatilan dan saya akan kembali
kepada kebenaran. Jika dakwaan Syaikh at-Tijani itu batil, berarti aku berada
dalam kebenaran dan engkau dalam kebatilan, dan wajib bagimu meninggalkan
kebatilan itu lalu berpegang pada kebenaran.
Syaikh
melanjutkan ucapannya : Engkau yang memulai diskusi ini, atau aku?Engkau
saja yang memulai, jawabku.
Syaikh
memulai : Saya mempunyai dalil-dalil, setiap dalil itu cukup untuk
mematahkan pengakuan Syaikh at-Tijani.
Akupun
menjawab : Sebutkan dalil-dalilmu, aku akan menjawabnya.
Syaikh
berkata :
Pertama
:
Sesungguhnya
perselisihan pertama kali yang terjadi dikalangan sahabat Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam- disebabkan masalah khilafah (kekuasaan). Para sahabat Nabi
dari kalangan Anshar berkata kepada kaum Muhajirin : Kami mempunyai
pemimpin dan engkau mempunyai pemimpin. Maka berkatalah kaum Muhajirin : Sesungguhnya
bangsa Arab tidak akan tunduk kecuali kepada seseorang dari Quraisy. Dan
terjadilah perdebatan yang seru antara Anshar dan Muhajirin, hingga-hingga
mereka lalai menguburkan Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-, maka selama tiga
hari Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- belum juga dikubur.
Maka
mengapa Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- tidak menampakkan dirinya kepada
para sahabatnya dan memutuskan perselisihan diantara mereka dan bersabda
: Fulan menjadi khalifah. Maka selesailah perselisihan? Mengapa Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- meninggalkan permasalah yang besar ini,
seandainya beliau –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan kepada seorang
sahabatnya bukan dalam mimpi sesudah beliau –shollallahu alaihi wa sallam-
meninggal, tentulah Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- akan berbicara dengan
mereka dan mendamaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka. Ini adalah
lebih penting dari penampakkan Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- kepada
syaikh at-Tijani 1200 tahun sesudah beliau –shollallahu alaihi wa sallam-
wafat, dan mengapa Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan dirinya? Dan
mengatakan kepada syaikh at-Tijani : Engkau termasuk orang yang terpercaya, dan
siapa yang mencintaimu dia termasuk orang yang terpercaya, siapa yang
menggunakan wirid-wirid yang engkau ajarkan ia akan masuk surga tanpa hisab dan
azab, beserta kedua orangtua dan istri-istrinya, maka mengapa Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam- tidak menampakkan dirinya dan berbicara kepada para
sahabatnya yang mereka itu adalah manusia yang paling utama sesudah beliau
–shollallahu alaihi wa sallam- dalam permasalahan yang paling pelik ? Namun
justru beliau –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan dirinya kepada
seseorang yang tidak bisa menyamai keutamaan para sahabat Nabi –shollallahu
alaihi wa sallam-, bahkan tidak dapat mendekati keutamaan mereka dalam perkara
yang tidak penting?
Akupun
menjawab : Sesungguhnya Syaikh at-Tijani semoga Allah meridhainya telah
menjawab pertanyaan ini di saat beliau masih hidup, beliau berkata :
Sesungguhnya Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menyampaikan sesuatu yang
khusus kepada orang yang tertentu, dan menyampaikan masalah umum kepada
semuanya di saat beliau –shollallahu alaihi wa sallam- hidup, adapun sesudah
beliau –shollallahu alaihi wa sallam- meninggal terputuslah penyampaian hal
yang umum untuk orang umum, dan penyampaian hal yang khusus untuk orang
tertentu tidak terputus sesudah wafatnya –shollallahu alaihi wa sallam-, dan
ajaran inilah yaitu wirid-wirid, amalan-amalan yang utama yang disampaikan
kepada syaikh kami, dan ini termasuk penyampaian hal yang khusus kepada orang
tertentu.
Syaikh
Muhammad bin al-Arabi menjawab : Saya tidak menerima jika dikatakan syariat itu
ada yang untuk orang tertentu dan ada yang untuk orang awam, karena hukum-hukum
syariat ada lima (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram). Dan wirid-wirid
beserta amalan-amalan yang terdapat pada thariqat at-Tijaniyyah ini jika memang
benar ajaran agama Islam, maka harus masuk dalam lima hukum itu, karena
merupakan amalan yang Allah berikan pahala bagi pengamalnya, hukumnya kalau
tidak wajib atau sunnah. Dan Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- meninggal
telah menjelaskan semua ajaran untuk umatnya, baik itu yang wajib maupun yang
sunnah. Dalam shahih Bukhari dari Ali bin Abi Thalib, ditanyakan kepada Ali bin
Abi Thalib :
“Apakah
Rasulullah mengajarkan ajaran khusus kepada ahli bait. Ali bin Abi Thalib
–radhiallohu anhu- menjawab : Demi Dzat yang menumbuhkan bebijian, dan
menciptakan mahluk hidup, Rasulullah –shollallahu alaihi wa sallam- tidak
pernah mengkhususkan suatu ajaran kepada kami, melainkan pemahaman yang
diberikan kepada seseorang tentang al-Qur’an.“
Jika
demikian halnya, mengapa Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- tidak
mengkhususkan suatu ajaran kepada ahli baitnya, dan para khalifahnya ? Namun
justru beliau –shollallahu alaihi wa sallam- mengkhususkan suatu ajaran kepada
seorang lelaki yang hidup di akhir zaman dengan ajaran yang bertentangan dengan
hukum-hukum al-Qur’an dan sunnah. Akupun menjawab : sesungguhnya syaikh
at-Tijani alim (sangat mengetahui) al-Qur’an dan sunnah. Dan (sebenarnya) jawaban
syaikh Muhammab bin al-Arabi al-Alawi memuaskan, bagi orang yang menginginkan
jawaban yang memuaskan. Syaikh Muhammad bin al-Arabi berkata : ingat-ingatlah
jawaban ini.
Kedua
:
Perselisihan
antara Abu Bakar dan fatimah az-Zahra semoga Allah meridhai keduanya dalam
masalah warisan. Sebagaimana diketahui Fatimah az-Zahra meminta hak dari
warisan ayahnya (Nabi shollallahu alaihi wa sallam) kepada Abu Bakar ash-Shidiq
dengan hujjah bahwasanya jika Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- meninggal
maka anak-anaknya mewarisi hartanya, maka mengapa Abu Bakar menghalanginya
untuk mendapatkan warisan ayahnya. Abu Bakar ash-Shidiq –radhiallohu anhu-
menjawab : bahwasanya Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- bersabda :
“Kami
para Nabi tidak mewarisi, dan apa-apa yang kami tinggalkan adalah sedekah” (HR.
Bukhari)
Dan
sejumlah sahabat Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- hadir tatkala Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- menyampaikan ini, maka Fatimah az-Zahra marah
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq hingga ia meninggal dunia enam bulan setelah
meniggalnya Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-.
Inilah
dua orang yang dicintai Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-, dimana beliau
–shollallahu alaihi wa sallam- bersabda :
“Fatimah
az-Zahra bagian keluargaku, orang yang menyakitinya berarti menyakiti diriku”
(HR. Muslim)
Dan
Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menjelaskan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq
orang yang paling ia cintai, beliau –shollallahu alaihi wa sallam- bersabda :
“Tidak
ada seorangpun yang paling amanat padaku dalam masalah jiwa maupun masalah
harta daripada Abu Bakar ash-Shiddiq” (HR. Bukhari)
Perselisihan
yang menimbulkan rasa marah antara Abu Bakar dan Fatimah mengganggu Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam-, kalaulah Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-
menampakkan dirinya kepada salah seorang sesudah wafat untuk suatu permasalahan
tentu Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- akan menampakkan dirinya kepada Abu
Bakar ash-Shiddiq radhiallohu anhu- dan berkata kepadanya : Aku tarik ucapanku
tatkala aku masih hidup, lalu berikanlah Fatimah az-Zahra hak warisan, atau
beliau –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan kepada Fatimah dan berkata
kepadanya : Wahai anakku, janganlah engkau marah pada Abu Bakar ash-Shiddiq
karena ia tidak berbuat melainkan karena melaksanakan perintahku.
Maka
akupun menjawab : aku tidak dapat menjawab kecuali apa yang telah aku dengar
(darimu). Syaikh berkata : ingatlah ini.
Ketiga
:
Perselisihan
yang terjadi antara Thalhah, Zubair dan Aisyah dengan Ali bin Thalib,
perselisihan diantara dua kelompok ini sangat sengit hingga terjadi perang
al-Jamal di kota Bashrah, dimana dalam peperangan ini banyak sahabat Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- dan Tabi’in terbunuh, unta Aisyah disembelih,
Mengapa Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- membiarkan terjadinya pertumpahan
darah dan keburukan menimpa kaum muslimin, bahkan menimpa para sahabat dan
keluarganya? Padahal Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- mampu menghentikan
pertumpahan darah ini hanya dengan satu kalimat, Allah –azza wa jalla-
berfirman di akhir surat at-Taubah bahwasanya beliau –shollallahu alaihi wa
sallam- amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman, apa
yang menimpa mereka dirasakan sebagai penderitaan yang berat oleh beliau
–shollallahu alaihi wa sallam-, yaitu Firman-Nya :
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” at-Taubah : 128
Lalu
kukatakan kepada syaikh : aku tidak dapat menjawab kecuali apa yang saya telah
dengar bahwa penampakkan dan perkataan Nabi –shollallahu alaihi wa sallam-
kepada syaikh at-Tijani adalah karunia dari Allah –azza wa jalla-, dan Allah
–azza wa jalla- memberikan karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Syaikh
berkata : perhatikan hal ini dan renungkanlah.
Keempat
:
Perselisihan
antara Ali bin Abi Thalib dengan khawarij, dalam peristiwa ini banyak sekali
darah ditumpahkan, kalaulah Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan
dirinya kepada pemimpin kelompok khawarij, dan memerintahkan kepadanya untuk
taat kepada khalifahnya tentulah darah tidak akan tertumpahkan?
Akupun
menjawab : jawabannya adalah apa yang saya dengar,
Lalu
syaikh berkata : perhatikan dan renungkanlah hal ini. Aku mengharapkan sesudah
ini engkau berpikir dan kembali kepada kebenaran, tutur syaikh.
Kelima
:
Pertikaian
yang terjadi antara Muawiyah dan Ali, kaum muslimin banyak terbunuh dalam
pertempuran antara keduanya, diantaranya Ammar bin Yasir, mengapa Nabi
–shollallahu alaihi wa sallam- tidak menampakkan dirinya kepada para sahabat
manusia yang paling utama sesudah beliau –shollallahu alaihi wa sallam-,
padahal terdapat maslahah yang amat penting yaitu menyatukan kaum muslimin dan
mendamaikan mereka serta mencegah terjadinya pertumpahan darah? Sedangkan
beliau –shollallahu alaihi wa sallam- adalah pendamai yang paling baik?
Sebgaimana firman Allah –azza wa jalla- :
“Dan
damaikanlah antara sesamamu” (QS. Al-Anfal : 1)
“Sesungguhnya
orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat” (QS.
Al-Hujurat : 10)
Namun
justru beliau –shollallahu alaihi wa sallam- menampakkan dirinya kepada syaikh
at-Tijani di akhir zaman untuk tujuan yang tidak penting, dan hal ini tidak
masuk akal terjadi pada beliau –shollallahu alaihi wa sallam- karena
menyelisihi al-Qur’an dan sunnah.
Akupun
tidak mempunyai jawaban kecuali seperti apa yang telah aku kemukakan, akan
tetapi aku belum menerima pendapat syaikh.
Maka
syaikh berkata : pikirkanlah dalil-dalil ini, kita akan membahas lagi dalam
pertemuan yang lain.
Berikutnya,
terjadi tujuh kali pertemuan yang kami lakukan setelah shalat maghrib hingga
menjelang isya. Setelah itu aku yakin bahwa aku berada dalam kesesatan, akan
tetapi aku ingin menambah keyakinanku, maka kukatakan pada syaikh : “Siapakah
ulama disini (Maroko) yang beraqidah seperti ini, karena suatu masalah baik itu
aqidah ataupun furu’ (parsial) wajib kita paparkan sekuat tenaga, (sekalipun)
wawasan kita terhadap al-Qur’an dan sunnah tidak banyak.
Syaikh
menjawab : ulama yang beraqidah sepertiku ini adalah ulama yang terkemuka pada
thariqat at-Tijaniyyah di seluruh Maroko, yaitu syaikh al-Fatimi asy-Syaradi.
Hampir-hampir
aku tidak mempercayainya, karena telah mashur di seluruh penjuru Maroko bahwa
syaikh al-Fatimi asy-Syaradi termasuk ulama terkemuka, dan salah seorang
“Muqaddam” (tokoh terkemuka) thariqat at-Tijaniyyah, aku tidak mengatakannya
sebagai syaikh at-Tijani, karena syaikh at-Tijani melarang seorang menjadi
syaikh selainnya, karena julukan syaikh terkadang difahami orang bahwa selain
diri syaih at-Tijani diperbolehkan membuat wirid-wirid thariqat beserta
keutamaan dan aqidah-aqidahnya, dan hal ini terlarang, karena yang mengajarkan
thariqah ini adalah Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- dalam keadaan syaikh
at-Tijani tidak tidur dan bukan bermimpi sebagaimana penjelasan lalu. Dan orang
yang pertama kali diajari Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- adalah syaikh
Ahmad at-Tijani, dan Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- menamainya syaikh
thariqat ini. Dan setiap orang penyebar thariqat ini dan pengajar
wirid-wiridnya dinamai “Muqaddam”, dan thariqat hanya mempunyai satu sumber dan
satu syaikh, dan tidak diperbolehkan bagi thariqat mempunyai lebih dari satu
sumber dan lebih dari satu syaikh sebagaimana hal ini tertera dalam kitab-kitab
thariqat.
Akupun
bersegera pergi menemui asy-Syaikh al-Fatimi –rahimahullah-, saat itu waktu
dhuha (pagi), dan syaikh Muhammad bin al-Arabi mewasiatkan kepadaku agar aku
tidak bertanya kepada asy-Syaikh al-Fatimi kecuali jika ia sendirian (tidak
ditemani seorangpun), setelah sampai aku melihat beliau di kelilingi jama’ah,
lalu setelah sebagian dari mereka pulang dan yang lainnya bergantian datang aku
tetap berada disitu menunggunya agar aku dapat berbicara sendirian dengan
beliau, sampai kami menunaikan shalat dhuhur.
Hingga
tibalah saat makan siang aku masih belum mendapat kesempatan bersendirian
dengannya, dan masih tersisa tiga orang dalam majelisnya, maka akupun (tidak
tahan dan) mengatakan padanya bahwa asy-Syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi
berkata : Wajib bagi kita memaparkan seluruh permasalahan ushul/dasar dan
furu/parsial berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, maka perkara yang
mencocoki dalam pandangan kita yang sempit ini hendaknya kita terima dan apa yang
menyelisihi hendaknya kita tolak, sekalipun yang mengatakannya adalah Imam
Malik atau Syaikh Ahmad at-Tijani.
(Setelah
mendengar ucapanku ini) beliau memberi isyarat dengan tangannya agar aku
menunda (melanjutkan ucapanku). Akupun menunggu sangat lama, (setelah ia tidak
menjawab ucapanku) aku mengundurkan diri pergi dari majelisnya pulang menuju
madrasah asy-Syaraatin tempat yang aku singgah sebelum aku bertemu dengan
Syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi. Namun pada hari itu juga setelah shalat
isya penjaga gerbang madrasah menjumpaiku dan berkata bahwa Syaikh al-Fatimi
asy-Syaradi mengirim budak dan kendaraannya memintamu agar engkau
mengunjunginya. Aku tertegun sesaat, sangat terkejut. (Mengapa?) karena dua
hal. Pertama : waktu setelah isya bukan waktu berkunjung, kedua : tidak
biasanya seorang pemuka ulama yang berusia lanjut mengirim kendaraan untuk
menjemput kecuali menjemput seorang yang seusia dengannya dan semisal dalam
ilmu, sedangkan aku adalah seorang pemuda.
Kemudian
aku segera naik kendaraan itu yaitu seekor baglah (binatang hasil perkawinan
silang antara kuda dan keledai) sedangkan pembantu syaikh berjalan (menuntun)
di depan, tatkala tiba di rumah syaikh aku mengucapkan salam padanya dan syaikh
al-Fatimi membalas dan menyambut dengan baik.
Lalu
dia berkata : “Wahai anakku, saya adalah seorang yang telah berusia lanjut,
tidak mempunyai kekuatan untuk berperang, adapun syaikh Muhammad bin al-Arabi
al-Alawi masih muda, siap jika berperang, dan engkau bertanya kepadaku di depan
banyak orang tentang masalah yang sangat penting yang saya tidak dapat
menyembunyikan jawabannya namun saya tidak kuasa berterus terang di depan
banyak orang. Ketahuilah, bahwa apa yang dikatakan syaikh Muhammad bin al-Arabi
kepadamu adalah kebenaran yang tidak terdapat keraguan padanya, saya pernah
mengikuti thariqat al-Qadiriyah beberapa lama, kemudian berpindah ke-thariqat
al-Wizaniyah beberapa lama juga, kemudian berpindah ke-thariqat at-Tijaniyyah
dan menekuninya hingga menjadi “muqaddim” thariqat at-Tijaniyyah, maka tidak
saya dapati pada thariqat-thariqat itu faedah, lalu saya tinggalkan semua
thariqat itu dan tidak ada dalam diriku lagi tasawuf kecuali saya mencari guru
yang mengajariku al-Qur’an dan sunnah, ilmu dan amal. Kalau saya mendapati guru
yang mengajari al-Qur’an dan sunnah tentulah saya akan tekun belajar dan
menjadi muridnya, sedangkan engkau ingin berpergian ke daerah timur, jika
engkau menjumpai syaikh, guru yang berakhlak sebagaimana al-Qur’an dan sunnah
baik secara ilmu dan amal, tulislah surat padaku dan beritahukan padaku hingga
saya dapat bepergian menemuinya dan saya bertambah yakin dengan keyakinan yang
aku dapatkan dalam dialogku dengan Syaikh Muhammad bin al-Arabi al-Alawi.”
Kalau
saja saat itu aku mempunyai ilmu seperti yang kumiliki saat ini, akan kukatakan
padanya : sesungguhnya guru yang engkau cari lebih dekat denganmu dari siapa
saja, karena syaikh yang kamu cari dan engkau ingin bepergian menemuinya
sekalipun jauh adalah dirimu sendiri, dengan syarat engkau mempunyai kemauan
yang kuat untuk mengamalkan al-Qur’an dan sunnah dan membuang taklid
bagaimanapun keadaannya.
Maka
semoga Allah membalas keduanya dengan kebaikan dan meliputi mereka berdua
dengan rahmat-Nya.
Sesudah
selang 20 tahun, aku bertemu dengan syaikh Abdul Aziz bin Idris salah seorang
ulama kota Tatwan beliau salah seorang murid syaikh al-Fatimi, kemudian aku
kisahkan hikayat ini, lalu ia berkata :
Aku
juga mengalami hal yang serupa ini, setelah aku menamatkan pelajaranku di
Universitas al-Qarawiyin, aku pergi menemui syaikh al-Fatimi, karena beliau
adalah syaikhku yang paling utama, aku katakan padanya : wahai syaikh, saya
akan kembali ke negeriku kota Tatwan , saya berharap engkau membekaliku dengan
doa-mu yang baik dan mengajarkan wirid-wirid thariqah at-Tijaniyyah.
Maka
syaikh al-Fatimi menjawab : Kasihan sekali engkau ini, engkau telah hafal
al-Quran, telah belajar ilmu-ilmu agama Allah yang memungkinkan bagimu memahami
kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya, tidak cukupkah ini semua ? hingga engkau
mencari petunjuk selainnya ? thariqat itu tidak ada apa-apanya, hendaknya
engkau mempelajari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
Maka
Allah menyingkapkan dariku -dengan keutamaan-Nya- kegelapan syirik dan bid’ah,
dan Dia membukakan bagiku pintu tauhid dan mengikuti ajaran Rasulullah,
alhamdulillah, bagi-Nya-lah pujian dan karunia. Saya mohon kepada Allah agar
menguatkan kita dengan ucapan yang kokoh dalam kehidupan di dunia dan akhirat,
sesungguhnya Dialah pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Lalu
aku bertanya-tanya, darimanakah syaikh Muhammad al-Arabi al-Alawi
–rahimahullah- mendapatkan cara untuk berdialog seperti yang terjadi padaku
dengannya?
Dulu
aku mengira ia mendapatkannya dari syaikh Syuaib ad-Dukkali seorang yang alim
dan seorang dai yang memperbaiki umat, karena syaikh Muhammad al-Arabi al-Alawi
pernah berdialog dengannya yang menyebabkan ia keluar dari thariqat
at-Tijaniyyah, maka syaikh Muhammad al-Arabi al-Alawi melakukan hal itu juga
pada diriku, namun selang beberapa lama aku mendapati cara dialog ini dari
kitab “Ghayatul Amani fi ar-Rad ala an-Nabhani” karya seorang alim salaf
Muhammad Syukri al-Alusi al-Bhagdadi –rahimahullah-, kitab ini termasuk kitab
yang paling bagus dari buku-buku salafiyyah yang mendebat ahli bid’ah dari
kalangan pengikut thariqat sufi, yang mencekik leher-leher mereka dengan
ungkapan gaya bahasa yang mengena, seolah-olah kitab itu adalah untaian mutiara
dalam rangkaian yang indah, sedikit sekali kitab yang semisalnya, sebuah
peribahasa inggris ini pantas dikatakan padanya : “Teman itu harus ada
sekalipun jumlah buku sedikit, namun mereka adalah orang-orang yang baik.”
Inilah
penyebab aku keluar dari thariqat at-Tijaniyyah Yang tidak terlintas sebelumnya
dalam benakku sedikitpun, dan ini hasil dari petunjuk yang meyakinkan, yang
tidak dapat diragukan lagi bahwasanya ajaran thariqat tijaniyyah sebagaimana
disebutkan dalam kitab-kitab mereka dan keyakinan mereka sama sekali tidak
sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, dan penjelasannya anda
akan dapati pada penjelasan setelah ini.
(bersambung,
dengan judul “Kitab-kitab Thariqat at-Tijaniyyah”, insya Allah).
(Adz-Dzakhiirah
Al-Islamiyyah Ed 18, hal.2-14) & (Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 19,
hal. 18-20)
Artikel MajalahIslami.Com dengan
sedikit perubahan tanpa merubah isi dan tambahan catatan kaki.
Catatan
Kaki :
[1]
Nasab beliau sampai kepada Ali dan Fathimah Radhiyallahu ‘anhuma :
Beliau adalah Al-‘Allamah Al-Muhaddits Dr. Muhammad At-Taqiy (Abu Syakieb) bin
Abdul Qadir bin Ath-Thayyib bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Abdun
Nuur bin Abdul Qadir bin Hilal bin Muhammad bin Hilal bin Idris bin Ghalib bin
Muhammad Al-Makki bin Isma’il bin Ahmad bin Muhammad bin Abil Qasim bin ‘Ali
bin Abdul Qawiy bin Abdur Rahman bin Idris bin Isma’il bin Sulaiman bin Musa
Al-Kazhim bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin
bin Husain bin ‘Ali –radhiyallahu ‘anhum-. Beliau termasuk anak keturunan Ali
bin Abi Thalib dan Fathimah putri Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Dan silsilah Nasab ini telah diakui oleh Sultan Hasan I ketika dia berkunjung
ke Sajlamaasah pada tahun 1311 Hijriyah.