Manhaj Al Haq (Shalafush Shalih)
Firqah Sesat, Al-Firqatun An-Najiyyah
(Golongan Yang Selamat) Dan Kapan Keluar Dari Ahlus-Sunnah ?
Subhanallah, Terbukti Dua Karakteristik
Ucapan Rasulullah SAW : Keimanan Ada Pada Penduduk Al Haramain, Yaman Dan Syam
Serta Kelak Sumber Malapetaka (Tanduk Setan) Ada Di 'Iraaq (Najd, Kufah, Basrah
Dan Timur Lainnya). Terbukti Benar : Sekte Sesat-Kejam Syiah Ismailiyah,
Qaramithah, Itsna Asyariyah, Al-Jarudiyah, An-Nushairiyah, Mu'tazillah, Khawaarij,
Thoriqoh-thoriqoh Ahlul-Bid'ah Shufiyyah Dan Kerusakan Aqidah Lainnya Lahir
Dari Sini (Timur) !
Golongan Yang Selamat Hanya Satu
Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( اِفْتَرَقَتِ
الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ
عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ
وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ )) قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ هُمْ ؟ قَالَ: (
اَلْجَمَاعَةُ ).
Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik Radhiyallahu
‘anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ummat Yahudi
berpecah-belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan
yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka. Ummat Nasrani
berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu)
golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa
Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi
73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk surga dan 72 (tujuh
puluh dua) golongan masuk neraka.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya, ‘Wahai Rasûlullâh, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu
?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-Jamâ’ah.’”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Mâjah dan lafazh ini miliknya,
dalam Kitâbul Fitan, Bâb Iftirâqul Umam (no. 3992).
2. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah
(no. 63).
3. al-Lalika-i dalam Syarah Ushûl I’tiqâd
Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 149).
Hadits ini hasan. Lihat Silsilatul
Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1492).
Dalam riwayat lain disebutkan tentang
golongan yang selamat yaitu orang yang mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para shahabatnya Radhiyallahu anhum. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
…كُلُّهُمْ
فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
“…Semua golongan tersebut tempatnya di
neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku berjalan di
atasnya.”[1]
SYARAH HADITS
Islam yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan
kepada kita, yang harus kita pelajari, fahami, dan amalkan adalah Islam yang
bersumber dari al-Qur’ân dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para
Sahabat (Salafush Shalih). Pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum yang merupakan
aplikasi (penerapan langsung) dari apa yang diajarkan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya pemahaman yang benar. Aqidah
serta manhaj mereka adalah satu-satunya yang benar. Sesungguhnya jalan
kebenaran menuju kepada Allâh hanya satu, sebagaimana sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas.
Satu golongan dari ummat Yahudi yang
masuk Surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kepada
Nabi Musa Alaihissallam serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu
golongan Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh dan
kepada Nabi ‘Isa Alaihissallam sebagai Nabi, Rasul dan hamba Allâh serta mati
dalam keadaan beriman.[2] Adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam , maka semua ummat Yahudi dan Nasrani wajib masuk Islam,
yaitu agama yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
penutup para Nabi. Prinsip ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ
يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ،
ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ.
Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di
tangan-Nya, tidaklah seorang dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar
tentangku (Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap
ajaran yang aku bawa, niscaya ia termasuk penghuni Neraka.” (HR. Muslim (no.
153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
‘Abdullah bin Mas‘ûd Radhiyallahu ‘anhu
berkata :
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ
مُسْتَقِيْمًـا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَـالِهِ، ثُمَّ قَالَ:
هَذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَـِرّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ
شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَـى: وَأَنَّ هَٰذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’
Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini
adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satupun dari jalan-jalan ini
kecuali disana ada setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan
sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [al-An’âm/6:153]
[3]
Dalam hadits ini Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan ayat dalam surat al-An’âm bahwa jalan menuju
Allâh Azza wa Jalla hanya satu, sedangkan jalan-jalan menuju kesesatan banyak
sekali. Jadi wajib bagi kita mengikuti shiratal mustaqim dan tidak boleh
mengikuti jalan, aliran, golongan, dan pemahaman-pemahaman yang sesat, karena dalam
semua itu ada setan yang mengajak kepada kesesatan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat
tahun 751 H) berkata, “Hal ini disebabkan karena jalan menuju Allâh Subhanahu
wa Ta’ala hanya satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allâh Azza wa Jalla
wahyukan kepada para rasul -Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada
mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada-Nya tanpa melalui jalan
tersebut. Sekiranya ummat manusia mencoba seluruh jalan yang ada dan berusaha
mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh jalan itu tertutup dan seluruh
pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang satu itu. Jalan itulah yang
berhubungan langsung kepada Allâh dan menyampaikan mereka kepada-Nya.”[4]
Akan tetapi, faktor yang membuat
kelompok-kelompok dalam Islam itu menyimpang dari jalan yang lurus adalah
kelalaian mereka terhadap rukun ketiga yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam
al-Qur’ân dan as-Sunnah, yakni memahami al-Qur’ân dan as-Sunnah menurut
pemahaman assalafush shalih. Surat al-Fâtihah secara gamblang telah menjelaskan
ketiga rukun tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
[al-Fâtihah/1:6]
Ayat ini mencakup rukun pertama
(al-Qur’ân) dan rukun kedua (as-Sunnah), yakni merujuk kepada al-Qur’ân dan
As-Sunnah, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat.” [al-Fâtihah/1:7]
Ayat ini mencakup rukun ketiga, yakni
merujuk kepada pemahaman assalafush shalih dalam meniti jalan yang lurus
tersebut. Padahal sudah tidak diragukan bahwa siapa saja yang berpegang teguh
dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah pasti telah mendapat petunjuk kepada jalan yang
lurus. Disebabkan metode manusia dalam memahami al-Qur’ân dan as-Sunnah berbeda-beda,
ada yang benar dan ada yang salah, maka wajib memenuhi rukun ketiga untuk
menghilangkan perbedaan tersebut, yakni merujuk kepada pemahaman assalafush
shalih.[5]
Tentang wajibnya mengikuti pemahaman para
sahabat, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ
مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul
(Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah
dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu
seburuk-buruk tempat kembali.” [an-Nisâ’/4:115]
Uraian di atas merupakan penegasan bahwa
generasi yang paling utama yang dikaruniai ilmu dan amal shalih oleh Allâh Azza
wa Jalla adalah para Shahabat Rasul n . Hal itu karena mereka telah menyaksikan
langsung turunnya al-Qur’ân, menyaksikan sendiri penafsiran yang shahih yang
mereka fahami dari petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mulia. Karena itu wajib bagi kita mengikuti pemahaman mereka.
Setiap Muslim dan Muslimah dalam sehari
semalam minimal 17 (tujuh belas) kali membaca ayat :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ﴿٦﴾صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu)
jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [al-Fâtihah/1:6-7]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Perhatikanlah hikmah berharga yang terkandung dalam penyebutan sebab dan
akibat ketiga kelompok manusia (yang tersebut di akhir surat al-Fâtihah) dengan
ungkapan yang sangat ringkas. Nikmat yang dicurahkan kepada kelompok pertama
adalah nikmat hidayah, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.”[6]
Permohonan dan do’a seorang Muslim setiap
hari agar diberikan petunjuk ke jalan yang lurus harus direalisasikan dengan
menuntut ilmu syar’i, belajar agama Islam yang benar berdasarkan al-Qur’ân dan
as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para shahabat (pemahaman assalafush
shalih), dan mengamalkannya sesuai dengan pengamalan mereka. Artinya, ummat
Islam harus melaksanakan agama yang benar menurut cara beragamanya para
shahabat, karena sesungguhnya mereka adalah orang yang mengikuti Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan dalam hadits ‘Irbadh Bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu tentang akan
terjadinya perselisihan dan perpecahan di tengah kaum Muslimin. Kemudian Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar yang terbaik yaitu,
berpegang kepada sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah
khulafâ-ur Rasyidin Radhiyallahu anhum serta menjauhkan semua bid’ah dalam
agama yang diada-adakan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
…فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاء الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
“…Sungguh, orang yang masih hidup di
antara kalian sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak,
karenanya hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para
Khulafa-ur Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan gigitlah dengan
gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam
agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap
bid’ah adalah sesat.’”[7]
Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu
berkata, ‘Tidakkah kalian mendengar apa yang disabdakan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam ?’ Mereka berkata, ‘Apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ucapkan?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ، فَقَالُوْا :
فَكَيْفَ لَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ وَكَيْفَ نَصْنَعُ ؟ قَالَ : تَرْجِعُوْنَ
إِلَى أَمْرِكُمُ الْأَوَّل
Sungguh akan terjadi fitnah”, Mereka
berkata, ‘Bagaimana dengan kita, wahai Rasûlullâh ? Apa yang kita perbuat?’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian kembali kepada
urusan kalian yang pertama kali.”[8]
Apabila ummat Islam kembali kepada
al-Qur’ân dan as-Sunnah dan mereka memahami Islam menurut pemahaman Salaf dan
mengamalkannya menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya, maka ummat Islam akan mendapatkan hidayah
(petunjuk), barakah, ketenangan hati, terhindar dari berbagai macam fitnah,
perpecahan, perselisihan, bid’ah-bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang
sesat. Bila umat Islam berpegang teguh dengan aqidah, manhaj, pemahaman, dan
cara beragama yang dilaksanakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum maka Allâh Azza wa Jalla akan memberikan
kepada kaum Muslimin keselamatan, kemuliaan, kejayaan dunia dan akhirat serta
diberikan pertolongan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk mengalahkan musuh-musuh
Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin.
Realita kondisi ummat Islam yang kita
lihat sekarang ini adalah ummat Islam mengalami kemunduran, terpecah belah dan
mendapatkan berbagai musibah dan petaka, dikarenakan mereka tidak berpegang teguh
kepada ‘aqidah dan manhaj yang benar dan tidak melaksanakan syari’at Islam
sesuai dengan pemahaman Shahabat, serta banyak dari mereka yang masih berbuat
syirik dan menyelisihi Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
… وَجُعِلَ
الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ.
“… Dijadikan kehinaan dan kerendahan atas
orang-orang yang menyelisihi Sunnahku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk golongan mereka.”[9]
Pertama kali yang harus diluruskan dan
diperbaiki adalah ‘aqidah dan manhaj[10] umat Islam dalam meyakini dan
melaksanakan agama Islam. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan jati diri
umat Islam untuk mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dan kemuliaan di dunia
dan di akhirat.
FAWA-ID HADITS
1. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum
adalah orang-orang mulia yang paling dalam ilmu dan hujjahnya. (lihat
Saba’/34:6 ; Muhammad/47:16)
2. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum
sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami
al-Qur’ân dan As-Sunnah.
3. Mengikuti manhaj Para Sahabat Nabi
Radhiyallahu anhum adalah jaminan mendapat keselamatan dunia dan akhirat.
(lihat an-Nisâ’/4: 115)
4. Mencintai para Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti iman, sedang membenci mereka berarti
kemunafikan.
5. Kesepakatan (ijma’) para Sahabat Nabi
Radhiyallahu anhum adalah hujjah yang wajib diikuti setelah al-Qur’ân dan
as-Sunnah. (lihat an-Nisâ’/4:115 dan hadits al-‘Irbâdh bin Sariyah Radhiyallahu
‘anhu )
6. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum
adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Islam yang berarti mereka
telah mendapat petunjuk, dengan demikian mengikuti mereka adalah wajib.
7. Keridhaan Allâh Azza wa Jalla dapat
diperoleh dengan mengikuti para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum , baik secara
kelompok maupun individu. (lihat at-Taubah/9:100)
8. Para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum
adalah orang-orang yang menyaksikan perbuatan, keadaan, dan perjalanan hidup
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mendengar sabda beliau, mengetahui
maksudnya, menyaksikan turunnya wahyu, dan menyaksikan penafsiran wahyu dengan
perbuatan beliau sehingga mereka memahami apa yang tidak kita pahami.
9. Mengikuti para Shahabat Nabi
Radhiyallahu anhum adalah jaminan mendapatkan pertolongan Allâh Azza wa Jalla ,
kemuliaan, kejayaan dan kemenangan.
10. Mengikuti pemahaman assalaufus shalih
adalah pembeda antara manhaj (cara beragama) yang haq dengan yang batil, antara
golongan yang selamat dan golongan-golongan yang sesat.
11. Hadits di atas menetapkan bahwa ijma’
para Sahabat sebagai dasar hukum Islam yang ketiga. (an-Nisâ’/4: 115)
12. al-Qur’ân dan as-Sunnah wajib
dipahami dengan pemahaman para shahabat, kalau tidak maka pemahaman tersebut
akan membawanya pada kesesatan.
13. Kewajiban mengikuti manhaj-nya (cara
beragamanya) para shahabat.
14. Golongan-golongan dan aliran-aliran
yang sesat itu sangat banyak sedangkan kebenaran hanya satu.
15. Mereka yang menyelisihi manhaj para
Sahabat pasti akan tersesat dalam beragama,manhaj dan aqidah mereka.
16. Hakikat persatuan di dalam Islam
adalah bersatu dalam ‘aqidah, manhaj, dan pemahaman yang benar.
17. Hadits di atas melarang kita berpecah
belah di dalam manhaj dan aqidah.
18. Perselisihan yang dimaksud dalam
hadits di atas ialah perselisihan dan perpecahan dalam manhaj dan aqidah.
Adapun perselisihan yang disebabkan karena tabi’at manusia dan tingkat keilmuan
seseorang yang lebih kurang, maka hal yang seperti ini tidak terlarang secara
mutlak asalkan mereka tetap berada di dalam satu manhaj. Seperti perselisihan
dalam masalah fiqih dan hukum, hal ini sudah ada sejak zaman Shahabat.
19. Para shahabat Radhiyallahu anhum
adalah orang-orang yang telah mengamalkan sunnah-sunnah Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan benar dan mereka tidak berselisih tentang ‘aqidah dan
manhaj, meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah hukum dan ijtihad.
20. Orang banyak bukan ukuran kebenaran,
karena hadits di atas dan ayat al-Qur’ân menjelaskan kalau kita mengikuti orang
banyak niscaya orang banyak akan menyesatkan kita dari jalan kebenaran.
(al-An’âm/6:116)
21. Tidak boleh membuat kelompok,
golongan, aliran, sekte, dan jama’ah atas nama Islam, yang didasari kepada
wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) atas nama kelompoknya tersebut.
Karena hal tersebut dapat membuat perpecahan.
22. Bahwa bid’ah dan ahli bid’ah merusak
agama Islam dan membuat perpecahan.
23. Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah,
semua bid’ah sesat.
24. Kaum Muslimin, terutama para penuntut
ilmu dan para da’i, wajib mengikuti jalan golongan yang selamat, belajar,
memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan dakwah yang hak ini, yaitu dakwah salaf.[11]
25. Do’a yang kita minta setiap hari
memohon petujuk ke jalan yang lurus, maka harus dibuktikan dengan mengikuti
jalan golongan yang selamat, yaitu cara beragamanya para sahabat Radhiyallahu
anhum.
Maraaji’:
1. al-Qur’ânul Karîm dan terjemahnya.
2. Kutubus sittah.
3. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
4. Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal
Jamâ’ah, al-Lâlika-i.
5. Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qayyim.
6. Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah.
7. Dirâsât fil Ahwâ’ wal Firaq wal Bida’
wa Mauqifis Salaf minha.
8. Madârikun Nazhar fis Siyâsah.
9. Mâ ana ‘alaihi wa Ash-hâbii.
10. Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana
‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/
th. 1410 H.
11. Al-Arba’ûna Hadîtsan an-Nabawiyyah
fii Minhâjid Da’wah as-Salafiyyah oleh Sa’id (Muhammad Musa) Husain Idris
as-Salafi.
12. Badâ’iut Tafsîr Al-Jami’ Limâ
Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
13. Dan kitab-kitab lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan
al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , dan
dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ (no. 5343). Lihat Dar-ul
Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied
al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
[2]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika
menafsirkan al-Baqarah/2:62
[3]. Shahih: HR. Ahmad (I/435, 465),
ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imâm al-Baghawy (no.
97), dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17.
Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (I/435).
[4]. Tafsîrul Qayyim libnil Qayyim (hlm.
14-15), Badâ’iut Tafsîr Al-Jâmi’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
(hlm. 88), cet. Daar Ibnu Jauzi.
[5]. Lihat Madârikun Nazhar fis Siyâsah
baina Tathbîqâtisy Syar’iyyah wal Infi’âlâtil Hamâsiyyah (hlm. 36-37) karya
‘Abdul Malik bin Ahmad bin al-Mubarak Ramadhani Aljazairi, cet. IX/ th. 1430 H,
Darul Furqan.
[6]. Madârijus Sâlikin (I/20, cet. Daarul
Hadits, Kairo).
[7]. HR. Abu Dawud (no. 4607),
at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan
shahih”. Silahkan baca penjelasan hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis
“Wasiat Perpisahan”, Pustaka at-Taqwa.
[8]. Shahih: HR. Ath-Thabarani dalam
al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan al-Mu’jamul Ausath (no. 8674). Dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah (no. 3165).
[9]. HR. Ahmad (II/50, 92) dan Ibnu Abi
Syaibah (V/575 no. 98) Kitâbul Jihâd, cet. Daarul Fikr, Fat-hul Bâri (VI/98)
dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma , dishahihkan oleh Syaikh
Ahmad Syakir rahimahullah dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 5667).
[10]. Manhaj artinya jalan atau metode.
Dan manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama
menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhhum. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan menjelaskan antara
‘aqidah dan manhaj, beliau berkata, “Manhaj lebih umum daripada ‘aqidah. Manhaj
diterapkan dalam ‘aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan dalam semua kehidupan
seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim dikatakan manhaj.
Adapun ‘aqidah yang dimaksud adalah pokok iman, makna dua kalimat syahadat, dan
konsekuensinya, inilah ‘aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufîdah ‘an As-ilatil Manâhij
al-Jadîdah, hlm. 123. Kumpulan jawaban Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan
atas berbagai pertanyaan seputar manhaj, dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan
al-Haritsi, cet. III, Daarul Manhaj/ th. 1424 H.)
[11]. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca
buku penulis “Mulia dengan Manhaj Salaf”, cet. V, Pustaka At-Taqwa.
Mengenal Manhaj Salaf
Apakah pengertian manhaj salaf? Siapakah
mereka para salaf yang dimaksud? Kemudian adakah kewajiban untuk mengikuti
manhaj salaf? Marilah kita simak penjelasan berikut yang disarikan dari sebuah
buku yang …
By Ummu Sa'id
Apakah pengertian manhaj salaf? Siapakah
mereka para salaf yang dimaksud? Kemudian adakah kewajiban untuk mengikuti
manhaj salaf? Marilah kita simak penjelasan berikut yang disarikan dari sebuah
buku yang sangat bermanfaat karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
hafidzahullah, semoga semakin memperjelas bagi kita tentang manhaj salaf sesuai
pemahaman yang sebenarnya.
1. Apakah definisi dari manhaj?
Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang
jelas dan terang. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
”Untuk tiap umat diantara kamu, kami
berikan aturan dan jalan yang terang…” (Al Maidah: 48)
Sedang menurut istilah, Manhaj ialah
kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap
pelajaran-pelajaran ilmiyyah, seperi kaidah-kaidah bahasa arab, ushul ‘aqidah,
ushul fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam
islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Dan manhaj yang benar
adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Apakah definisi salaf ?
Salaf berasal dari kata
salafa-yaslufu-salafun, artinya telah lalu. Kata salaf juga bermakna: seseorang
yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman, keutamaan, dan kebaikan.
Karena itu generasi pertama dari umat ini dari kalangan para tabi’in disebut
sebagai as-salafush-shalih.
Sedangkan definisi salaf menurut istilah,
salaf adalah sifat yang khusus dimutlakkan untuk para sahabat. Ketika yang
disebutkan salaf maka yang dimaksud pertama kali adalah para sahabat. Adapun
selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini, yaitu orang-orang yang
mengikuti mereka. Artinya, bila mereka mengikuti para sahabat maka disebut
salafiyyin, yaitu orang-orang yang mengikuti salafush shalih.
3. Siapakah salaf yang dimaksud?
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, yang
artinya :
”Orang-orang yang terdahulu lagi
pertama-tama (masuk islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai dibawahnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.” (At- Taubah: 100)
Sedangkan dalam sebuah hadis juga
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan salaf pertama kali adalah sahabat. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sebaik-baik manusia adalah pada masa ku
ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in),
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in). Demikian juga yang dikatakan
oleh para ulama bahwasannya yang dimaksud dengan salaf adalah para sahabat.
Akan tetapi pembatasan secara waktu
tidaklah mutlak tepat karena kita mengetahui bahwa beberapa sekte bid’ah dan
sesat sudah muncul pada masa-masa tersebut. Karena itulah keberadaan mereka
pada masa-masa itu (tiga kurun yang dimuliakan) tidaklah cukup untuk menghukumi
bahwa dirinya berada diatas Manhaj Salaf, selama dirinya tidak mengikuti
sahabat radhiyallahu ‘anhum dalam memahami Al Quran dan Assunnah. Karena itulah
ulama memberi batasan As-Salaf Ash-Shalih (pendahulu yang shalih).
Imam al Auza’i rahimahullah (wafat th.157
H) seorang Imam Ahlu Sunnah dari Syam berkata, “Bersabarlah dirimu diatas
sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak diatasnya. Katakanlah
sebagai mana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka
menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan salafush shalih karena akan
mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka.”
Berdasarkan keterangan diatas, menjadi
jelaslah bahwa kata salaf muthlak ditujukan untuk para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, semoga
Allah Ta’ala meridhai mereka semua. Maka barang siapa yang mengikuti mereka
semua dalam agama yang haq ini, maka ia adalah generasi penerus dari
sebaik-baik pendahulu yang mulia.
4. Adakah dalil yang menunjukkan
kewajiban untuk mengikuti mereka?
Terdapat banyak dalil yang dikemukakan
oleh al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam bukunya Mulia dengan Manhaj
Salaf, namun dalam tulisan yang singkat ini kami hanya mengambil beberapa dalil
yang mewakili dan dapat digunakan sebagai hujjah.
Dalil-dalil dari Al Quranul Karim dan As
Sunnah yang menunjukkan bahwa Manhaj Salaf adalah hujjah yang wajib diikuti
oleh kaum muslimin:
●Firman Allah Ta’ala, yang artinya,”Kamu (umat
Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu menyuruh)
berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah…”
(Ali ‘Imran : 10 )Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah dalam kitabnya
Naqdul Mantiq menjelaskan: kaum muslimin telah sepakat bahwa umat ini adalah
sebaik-baik umat dan paling sempurna, dan umat yang paling sempurna dan utama
adalah generasi yang terdahulu yaitu generasi para Sahabat.
●Firman Allah Jalla Jalaaluhu, yang artinya,
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan-jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa dalam kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia kedalam
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisaa: 115 )Imam
Ibnu Abi Jamrah rahimahullah mengatakan, ”Para ulama telah berkata mengenai
makna dalam firman Allah, ”Dan mengikuti jalan yang bukan jalan-jalan orang
yang beriman” yang dimaksud adalah (jalan) para Sahabat generasi pertama.
●Diriwayatkan dari Sahabat al- ‘Irbadh bin
sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,”Suatu hari Rasulullah shalallah ‘alaihi
wasallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan
memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata
berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah,
nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apa yang
engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah,
tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang
budak dari Habasyah. Sungguh orang yang hidup diantara kalian setelahku maka ia
akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh
kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapat petunjuk.
Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh
kalian perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya
setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu
adalah sesat.” HR Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no.4607), at-Tirmidzi
(no.2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205), al Hakim
(I/95)Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas terdapat perintah
untuk berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin
sepeninggal beliau.
Disarikan dari buku Mulia Dengan Manhaj
Salaf karya Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawaz oleh Ummu Maryam Ismiyanti
Murojaah: Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi
Prinsip Terpenting Manhaj Salaf dalam
Aqidah:
1.Sumber Aqidah adalah Kitabullah
(Al-Qur-an), Sunnah Rasulullah sallallahualaihiwasallam yang shahih dan Ijma’
Salafush Shalih
2.Menjadikah Sunnah yang shahih sebagai
hujjah yang mutlak
3.Memahami Nash-nash syar’i berdasarkan
perkataan ulama salaf, Tafsir Mereka, dan Pendapat yang dinukil dari mereka
4.Menerima wahyu sepenuhnya dan
mempergunakan akal menurut fungsi yang sebenarnya serta tidak melampaui batas
dalam perkara-perkara ghaib yang tidak dapat dinalar oleh Akal
5.Menggabungkan (Mengkorelasikan) semua
dalil yang ada dalam satu permasalahan
6.Mengimanai ayat-ayat yang mutasyabih
dan mengamalkan ayat yang muhkam
7.Tidak mendalami ilmu kalam dan tidak
mengikuti takwil ahli kalam
Sifat-sifat yang dengan nya seorang
muslim berhak dikatakan Salafi:
1.Berhukum dengan AlQur’an dan Sunnah
dalam semua sisi kehidupan nya
2.Berpegang pada penjelasan dari para
Shahabat tentang setiap permasalahan agama secara umum dan lebih khusus lagi
mengambil penjelasan mereka dalam masalah aqidah dan manhaj
3.Tidak memperdalam masalah yang tidak
dapat dinalar oleh akal
4.Memperhatikan Tauhid Uluhiyah
5.Tidak berdebat dan tidak bermajelis
dengan ahlul bid’ah, tidak mendengarkan perkataan mereka atau membantah
syuhbat-syubhat mereka, ini adalah jalan para Salafush Shalih
6. Bersemangat dan bersungguh-sungguh
menyatukan jamaah dan kalimat kaum muslimin di atas AlQur’an dan Assunnah
menurut pemahaman Salaf
7.Menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah
shalllahualaihiwasallam dalam ibadah, akhlah, dan semua sisi kehidupan sehingga
mereka menjadi orang-orang yang terasing di tengah-tengah kaumnya
8.Tidak fanatik melainkan kepada firman
ALLAH tabaraka wata’ala dan sabda Rasul Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang
tidak berkata dari hawa nafsu nya
9. Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar
10.Membantah setiap orang yang
menyelisihi manhaj salaf, baik Muslim maupun kafir, setinggi dan serendah
apapun kedudukannya, baik menyelisihnya dengan sengaja maupun karena kesalahan,
dan hal itu tidak termasuk menjelekkan dan menganggap rendah, tetapi termasuk
nasihat dan kasih sayang terhadap orang yang dibantah
11.Membedakan antara kesalahan yang
berasal dari ulama-ulama islam yang mendasari dakwah nya yang dimulai di atas
manhaj Ahlu Sunnah sehingga kesalahan nya itu termasuk ijtihad yang diberikan
satu ganjaran sedang kesalahannya ditolak dan antara kesalahan-kesalahan para
da’i penyeru bid’ah dari orang-orang yang mendasari dakwah mereka yang tidak
dimulai dari manhaj Ahlu Sunnah sehingga kesalahan mereka terhitung sebagai
perbuatan bid’ah
12.Taqarrub (mendekatkan diri) kepada
ALLAH dengan cara mentaati orang yang telah dijadikan ALLAH ta’ala sebagai ulil
amri (pemimpin) bagi kita, tidak memberontak kepada mereka, mendo’akan mereka
dengan kebaikan dan keselamatan, dengan tetap menasihati nya secara jujur
13.Hikmah dalam berdakah mengajak kepada
jalan ALLAH
14.Memberikan perhatian yang besar
terhadap ilmu yang bersumber dari AlQur’an, Assunnah, dan atsar Salaful Ummah
serta mengamalkannya dan meyakini bahwa umat ini tidak akan menjadi baik
kecuali jika mereka memperhatikan ilmu dan amal shalih
15.Bersemangat melkukan Tashfiyah
(pemurnian) dalam setiap bidang agama dan Tarbiyah (mendidik) generasi di atas
ajaran yang telah dibersihkan tersebut
Prinsip-prinsip dakwah salafiyah:
1.Kembali kepada AlQur’an dan Assunnah
menurut pemahaman Salafus Shalih
2.Berdakwah kepada Tauhid dan
mengikhlaskan amal semata-mata karena ALLAH
3.Dakwah Ahlu Sunnah Salafiyyin mengajak
ummat islam untuk beribadah kepada Allah dengan benar
4.Memperingatkan kaum muslimin dari
bahaya syirik dan berbagai bentuk nya
5.Berdakwah kepada ittiba’ (Mengikuti
sunnah Rasulullah) dan memerangi taklid buta
6.Memerangi bid’ah dan beragam pemikiran
dari luar islam yang masuk ke dalam nya
7.Menuntut ilmu syar’i
8.Tashfiyah dan Tarbiyah
9.Akhlaq dan Takziyatun Nufus
10.Memperingatkan kaum muslimin dari
bahaya hadis-hadis lemah, palsu, dan mungkar
11.Memerangi hizbiyah dan fanatik
golongan
12.Berusaha mewujudkan kehidupan islami
dan menegakkan hukum ALLAH di muka bumi.