Thursday, February 22, 2018

Mana Jalan Yang Harus Ditempuh ? Antara Jalan Allah Atau Jalan Iblis Dan Pengikutnya.

golongan yang selamat
Manhaj Al Haq (Shalafush Shalih)

Firqah Sesat, Al-Firqatun An-Najiyyah (Golongan Yang Selamat) Dan Kapan Keluar Dari Ahlus-Sunnah ?
Subhanallah, Terbukti Dua Karakteristik Ucapan Rasulullah SAW : Keimanan Ada Pada Penduduk Al Haramain, Yaman Dan Syam Serta Kelak Sumber Malapetaka (Tanduk Setan) Ada Di 'Iraaq (Najd, Kufah, Basrah Dan Timur Lainnya). Terbukti Benar : Sekte Sesat-Kejam Syiah Ismailiyah, Qaramithah, Itsna Asyariyah, Al-Jarudiyah, An-Nushairiyah, Mu'tazillah, Khawaarij, Thoriqoh-thoriqoh Ahlul-Bid'ah Shufiyyah Dan Kerusakan Aqidah Lainnya Lahir Dari Sini (Timur) !

Golongan Yang Selamat Hanya Satu

Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ )) قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ هُمْ ؟ قَالَ: ( اَلْجَمَاعَةُ ).

Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ummat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka. Ummat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu) golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk surga dan 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Wahai Rasûlullâh, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu ?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-Jamâ’ah.’”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Mâjah dan lafazh ini miliknya, dalam Kitâbul Fitan, Bâb Iftirâqul Umam (no. 3992).
2. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah (no. 63).
3. al-Lalika-i dalam Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 149).
Hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1492).

Dalam riwayat lain disebutkan tentang golongan yang selamat yaitu orang yang mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya Radhiyallahu anhum. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.

“…Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya.”[1]

SYARAH HADITS
Islam yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepada kita, yang harus kita pelajari, fahami, dan amalkan adalah Islam yang bersumber dari al-Qur’ân dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Sahabat (Salafush Shalih). Pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum yang merupakan aplikasi (penerapan langsung) dari apa yang diajarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya pemahaman yang benar. Aqidah serta manhaj mereka adalah satu-satunya yang benar. Sesungguhnya jalan kebenaran menuju kepada Allâh hanya satu, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas.

Satu golongan dari ummat Yahudi yang masuk Surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kepada Nabi Musa Alaihissallam serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu golongan Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman kepada Allâh dan kepada Nabi ‘Isa Alaihissallam sebagai Nabi, Rasul dan hamba Allâh serta mati dalam keadaan beriman.[2] Adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka semua ummat Yahudi dan Nasrani wajib masuk Islam, yaitu agama yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para Nabi. Prinsip ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.

Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seorang dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar tentangku (Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, niscaya ia termasuk penghuni Neraka.” (HR. Muslim (no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)

‘Abdullah bin Mas‘ûd Radhiyallahu ‘anhu berkata :

خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًـا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَـالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَـِرّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَـى: وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali disana ada setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [al-An’âm/6:153] [3]

Dalam hadits ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan ayat dalam surat al-An’âm bahwa jalan menuju Allâh Azza wa Jalla hanya satu, sedangkan jalan-jalan menuju kesesatan banyak sekali. Jadi wajib bagi kita mengikuti shiratal mustaqim dan tidak boleh mengikuti jalan, aliran, golongan, dan pemahaman-pemahaman yang sesat, karena dalam semua itu ada setan yang mengajak kepada kesesatan.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata, “Hal ini disebabkan karena jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala hanya satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allâh Azza wa Jalla wahyukan kepada para rasul -Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada-Nya tanpa melalui jalan tersebut. Sekiranya ummat manusia mencoba seluruh jalan yang ada dan berusaha mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh jalan itu tertutup dan seluruh pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang satu itu. Jalan itulah yang berhubungan langsung kepada Allâh dan menyampaikan mereka kepada-Nya.”[4]

Akan tetapi, faktor yang membuat kelompok-kelompok dalam Islam itu menyimpang dari jalan yang lurus adalah kelalaian mereka terhadap rukun ketiga yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam al-Qur’ân dan as-Sunnah, yakni memahami al-Qur’ân dan as-Sunnah menurut pemahaman assalafush shalih. Surat al-Fâtihah secara gamblang telah menjelaskan ketiga rukun tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus. [al-Fâtihah/1:6]

Ayat ini mencakup rukun pertama (al-Qur’ân) dan rukun kedua (as-Sunnah), yakni merujuk kepada al-Qur’ân dan As-Sunnah, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [al-Fâtihah/1:7]

Ayat ini mencakup rukun ketiga, yakni merujuk kepada pemahaman assalafush shalih dalam meniti jalan yang lurus tersebut. Padahal sudah tidak diragukan bahwa siapa saja yang berpegang teguh dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah pasti telah mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Disebabkan metode manusia dalam memahami al-Qur’ân dan as-Sunnah berbeda-beda, ada yang benar dan ada yang salah, maka wajib memenuhi rukun ketiga untuk menghilangkan perbedaan tersebut, yakni merujuk kepada pemahaman assalafush shalih.[5]

Tentang wajibnya mengikuti pemahaman para sahabat, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” [an-Nisâ’/4:115]

Uraian di atas merupakan penegasan bahwa generasi yang paling utama yang dikaruniai ilmu dan amal shalih oleh Allâh Azza wa Jalla adalah para Shahabat Rasul n . Hal itu karena mereka telah menyaksikan langsung turunnya al-Qur’ân, menyaksikan sendiri penafsiran yang shahih yang mereka fahami dari petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Karena itu wajib bagi kita mengikuti pemahaman mereka.

Setiap Muslim dan Muslimah dalam sehari semalam minimal 17 (tujuh belas) kali membaca ayat :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ﴿٦﴾صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [al-Fâtihah/1:6-7]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perhatikanlah hikmah berharga yang terkandung dalam penyebutan sebab dan akibat ketiga kelompok manusia (yang tersebut di akhir surat al-Fâtihah) dengan ungkapan yang sangat ringkas. Nikmat yang dicurahkan kepada kelompok pertama adalah nikmat hidayah, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.”[6]

Permohonan dan do’a seorang Muslim setiap hari agar diberikan petunjuk ke jalan yang lurus harus direalisasikan dengan menuntut ilmu syar’i, belajar agama Islam yang benar berdasarkan al-Qur’ân dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para shahabat (pemahaman assalafush shalih), dan mengamalkannya sesuai dengan pengamalan mereka. Artinya, ummat Islam harus melaksanakan agama yang benar menurut cara beragamanya para shahabat, karena sesungguhnya mereka adalah orang yang mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ‘Irbadh Bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu tentang akan terjadinya perselisihan dan perpecahan di tengah kaum Muslimin. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar yang terbaik yaitu, berpegang kepada sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah khulafâ-ur Rasyidin Radhiyallahu anhum serta menjauhkan semua bid’ah dalam agama yang diada-adakan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاء الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“…Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, karenanya hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.’”[7]

Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Tidakkah kalian mendengar apa yang disabdakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?’ Mereka berkata, ‘Apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ، فَقَالُوْا : فَكَيْفَ لَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ وَكَيْفَ نَصْنَعُ ؟ قَالَ : تَرْجِعُوْنَ إِلَى أَمْرِكُمُ الْأَوَّل

Sungguh akan terjadi fitnah”, Mereka berkata, ‘Bagaimana dengan kita, wahai Rasûlullâh ? Apa yang kita perbuat?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian kembali kepada urusan kalian yang pertama kali.”[8]

Apabila ummat Islam kembali kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah dan mereka memahami Islam menurut pemahaman Salaf dan mengamalkannya menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka ummat Islam akan mendapatkan hidayah (petunjuk), barakah, ketenangan hati, terhindar dari berbagai macam fitnah, perpecahan, perselisihan, bid’ah-bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang sesat. Bila umat Islam berpegang teguh dengan aqidah, manhaj, pemahaman, dan cara beragama yang dilaksanakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum maka Allâh Azza wa Jalla akan memberikan kepada kaum Muslimin keselamatan, kemuliaan, kejayaan dunia dan akhirat serta diberikan pertolongan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk mengalahkan musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin.

Realita kondisi ummat Islam yang kita lihat sekarang ini adalah ummat Islam mengalami kemunduran, terpecah belah dan mendapatkan berbagai musibah dan petaka, dikarenakan mereka tidak berpegang teguh kepada ‘aqidah dan manhaj yang benar dan tidak melaksanakan syari’at Islam sesuai dengan pemahaman Shahabat, serta banyak dari mereka yang masih berbuat syirik dan menyelisihi Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

“… Dijadikan kehinaan dan kerendahan atas orang-orang yang menyelisihi Sunnahku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”[9]

Pertama kali yang harus diluruskan dan diperbaiki adalah ‘aqidah dan manhaj[10] umat Islam dalam meyakini dan melaksanakan agama Islam. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan jati diri umat Islam untuk mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dan kemuliaan di dunia dan di akhirat.

FAWA-ID HADITS
1. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang mulia yang paling dalam ilmu dan hujjahnya. (lihat Saba’/34:6 ; Muhammad/47:16)
2. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami al-Qur’ân dan As-Sunnah.
3. Mengikuti manhaj Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah jaminan mendapat keselamatan dunia dan akhirat. (lihat an-Nisâ’/4: 115)
4. Mencintai para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti iman, sedang membenci mereka berarti kemunafikan.
5. Kesepakatan (ijma’) para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah hujjah yang wajib diikuti setelah al-Qur’ân dan as-Sunnah. (lihat an-Nisâ’/4:115 dan hadits al-‘Irbâdh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu )
6. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Islam yang berarti mereka telah mendapat petunjuk, dengan demikian mengikuti mereka adalah wajib.
7. Keridhaan Allâh Azza wa Jalla dapat diperoleh dengan mengikuti para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum , baik secara kelompok maupun individu. (lihat at-Taubah/9:100)
8. Para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang menyaksikan perbuatan, keadaan, dan perjalanan hidup Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mendengar sabda beliau, mengetahui maksudnya, menyaksikan turunnya wahyu, dan menyaksikan penafsiran wahyu dengan perbuatan beliau sehingga mereka memahami apa yang tidak kita pahami.
9. Mengikuti para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah jaminan mendapatkan pertolongan Allâh Azza wa Jalla , kemuliaan, kejayaan dan kemenangan.
10. Mengikuti pemahaman assalaufus shalih adalah pembeda antara manhaj (cara beragama) yang haq dengan yang batil, antara golongan yang selamat dan golongan-golongan yang sesat.
11. Hadits di atas menetapkan bahwa ijma’ para Sahabat sebagai dasar hukum Islam yang ketiga. (an-Nisâ’/4: 115)
12. al-Qur’ân dan as-Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman para shahabat, kalau tidak maka pemahaman tersebut akan membawanya pada kesesatan.
13. Kewajiban mengikuti manhaj-nya (cara beragamanya) para shahabat.
14. Golongan-golongan dan aliran-aliran yang sesat itu sangat banyak sedangkan kebenaran hanya satu.
15. Mereka yang menyelisihi manhaj para Sahabat pasti akan tersesat dalam beragama,manhaj dan aqidah mereka.
16. Hakikat persatuan di dalam Islam adalah bersatu dalam ‘aqidah, manhaj, dan pemahaman yang benar.
17. Hadits di atas melarang kita berpecah belah di dalam manhaj dan aqidah.
18. Perselisihan yang dimaksud dalam hadits di atas ialah perselisihan dan perpecahan dalam manhaj dan aqidah. Adapun perselisihan yang disebabkan karena tabi’at manusia dan tingkat keilmuan seseorang yang lebih kurang, maka hal yang seperti ini tidak terlarang secara mutlak asalkan mereka tetap berada di dalam satu manhaj. Seperti perselisihan dalam masalah fiqih dan hukum, hal ini sudah ada sejak zaman Shahabat.
19. Para shahabat Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang telah mengamalkan sunnah-sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar dan mereka tidak berselisih tentang ‘aqidah dan manhaj, meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah hukum dan ijtihad.
20. Orang banyak bukan ukuran kebenaran, karena hadits di atas dan ayat al-Qur’ân menjelaskan kalau kita mengikuti orang banyak niscaya orang banyak akan menyesatkan kita dari jalan kebenaran. (al-An’âm/6:116)
21. Tidak boleh membuat kelompok, golongan, aliran, sekte, dan jama’ah atas nama Islam, yang didasari kepada wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) atas nama kelompoknya tersebut. Karena hal tersebut dapat membuat perpecahan.
22. Bahwa bid’ah dan ahli bid’ah merusak agama Islam dan membuat perpecahan.
23. Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah sesat.
24. Kaum Muslimin, terutama para penuntut ilmu dan para da’i, wajib mengikuti jalan golongan yang selamat, belajar, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan dakwah yang hak ini, yaitu dakwah salaf.[11]
25. Do’a yang kita minta setiap hari memohon petujuk ke jalan yang lurus, maka harus dibuktikan dengan mengikuti jalan golongan yang selamat, yaitu cara beragamanya para sahabat Radhiyallahu anhum.

Maraaji’:
1. al-Qur’ânul Karîm dan terjemahnya.
2. Kutubus sittah.
3. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
4. Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, al-Lâlika-i.
5. Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qayyim.
6. Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah.
7. Dirâsât fil Ahwâ’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifis Salaf minha.
8. Madârikun Nazhar fis Siyâsah.
9. Mâ ana ‘alaihi wa Ash-hâbii.
10. Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
11. Al-Arba’ûna Hadîtsan an-Nabawiyyah fii Minhâjid Da’wah as-Salafiyyah oleh Sa’id (Muhammad Musa) Husain Idris as-Salafi.
12. Badâ’iut Tafsîr Al-Jami’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
13. Dan kitab-kitab lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
[2]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan al-Baqarah/2:62
[3]. Shahih: HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imâm al-Baghawy (no. 97), dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17. Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/435).
[4]. Tafsîrul Qayyim libnil Qayyim (hlm. 14-15), Badâ’iut Tafsîr Al-Jâmi’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (hlm. 88), cet. Daar Ibnu Jauzi.
[5]. Lihat Madârikun Nazhar fis Siyâsah baina Tathbîqâtisy Syar’iyyah wal Infi’âlâtil Hamâsiyyah (hlm. 36-37) karya ‘Abdul Malik bin Ahmad bin al-Mubarak Ramadhani Aljazairi, cet. IX/ th. 1430 H, Darul Furqan.
[6]. Madârijus Sâlikin (I/20, cet. Daarul Hadits, Kairo).
[7]. HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”. Silahkan baca penjelasan hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis “Wasiat Perpisahan”, Pustaka at-Taqwa.
[8]. Shahih: HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan al-Mu’jamul Ausath (no. 8674). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah (no. 3165).
[9]. HR. Ahmad (II/50, 92) dan Ibnu Abi Syaibah (V/575 no. 98) Kitâbul Jihâd, cet. Daarul Fikr, Fat-hul Bâri (VI/98) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma , dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 5667).
[10]. Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhhum.         Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan menjelaskan antara ‘aqidah dan manhaj, beliau berkata, “Manhaj lebih umum daripada ‘aqidah. Manhaj diterapkan dalam ‘aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan dalam semua kehidupan seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim dikatakan manhaj. Adapun ‘aqidah yang dimaksud adalah pokok iman, makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya, inilah ‘aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufîdah ‘an As-ilatil Manâhij al-Jadîdah, hlm. 123. Kumpulan jawaban Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan atas berbagai pertanyaan seputar manhaj, dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al-Haritsi, cet. III, Daarul Manhaj/ th. 1424 H.)
[11]. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca buku penulis “Mulia dengan Manhaj Salaf”, cet. V, Pustaka At-Taqwa.

Mengenal Manhaj Salaf

Apakah pengertian manhaj salaf? Siapakah mereka para salaf yang dimaksud? Kemudian adakah kewajiban untuk mengikuti manhaj salaf? Marilah kita simak penjelasan berikut yang disarikan dari sebuah buku yang …
By Ummu Sa'id 
Apakah pengertian manhaj salaf? Siapakah mereka para salaf yang dimaksud? Kemudian adakah kewajiban untuk mengikuti manhaj salaf? Marilah kita simak penjelasan berikut yang disarikan dari sebuah buku yang sangat bermanfaat karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah, semoga semakin memperjelas bagi kita tentang manhaj salaf sesuai pemahaman yang sebenarnya.

1. Apakah definisi dari manhaj?

Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,

”Untuk tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (Al Maidah: 48)

Sedang menurut istilah, Manhaj ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap pelajaran-pelajaran ilmiyyah, seperi kaidah-kaidah bahasa arab, ushul ‘aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Dan manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Apakah definisi salaf ?

Salaf berasal dari kata salafa-yaslufu-salafun, artinya telah lalu. Kata salaf juga bermakna: seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman, keutamaan, dan kebaikan. Karena itu generasi pertama dari umat ini dari kalangan para tabi’in disebut sebagai as-salafush-shalih.

Sedangkan definisi salaf menurut istilah, salaf adalah sifat yang khusus dimutlakkan untuk para sahabat. Ketika yang disebutkan salaf maka yang dimaksud pertama kali adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini, yaitu orang-orang yang mengikuti mereka. Artinya, bila mereka mengikuti para sahabat maka disebut salafiyyin, yaitu orang-orang yang mengikuti salafush shalih.

3. Siapakah salaf yang dimaksud?

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, yang artinya :

”Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At- Taubah: 100)

Sedangkan dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan salaf pertama kali adalah sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sebaik-baik manusia adalah pada masa ku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in). Demikian juga yang dikatakan oleh para ulama bahwasannya yang dimaksud dengan salaf adalah para sahabat.

Akan tetapi pembatasan secara waktu tidaklah mutlak tepat karena kita mengetahui bahwa beberapa sekte bid’ah dan sesat sudah muncul pada masa-masa tersebut. Karena itulah keberadaan mereka pada masa-masa itu (tiga kurun yang dimuliakan) tidaklah cukup untuk menghukumi bahwa dirinya berada diatas Manhaj Salaf, selama dirinya tidak mengikuti sahabat radhiyallahu ‘anhum dalam memahami Al Quran dan Assunnah. Karena itulah ulama memberi batasan As-Salaf Ash-Shalih (pendahulu yang shalih).

Imam al Auza’i rahimahullah (wafat th.157 H) seorang Imam Ahlu Sunnah dari Syam berkata, “Bersabarlah dirimu diatas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak diatasnya. Katakanlah sebagai mana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan salafush shalih karena akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka.”

Berdasarkan keterangan diatas, menjadi jelaslah bahwa kata salaf muthlak ditujukan untuk para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, semoga Allah Ta’ala meridhai mereka semua. Maka barang siapa yang mengikuti mereka semua dalam agama yang haq ini, maka ia adalah generasi penerus dari sebaik-baik pendahulu yang mulia.

4. Adakah dalil yang menunjukkan kewajiban untuk mengikuti mereka?

Terdapat banyak dalil yang dikemukakan oleh al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam bukunya Mulia dengan Manhaj Salaf, namun dalam tulisan yang singkat ini kami hanya mengambil beberapa dalil yang mewakili dan dapat digunakan sebagai hujjah.

Dalil-dalil dari Al Quranul Karim dan As Sunnah yang menunjukkan bahwa Manhaj Salaf adalah hujjah yang wajib diikuti oleh kaum muslimin:

Firman Allah Ta’ala, yang artinya,”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu menyuruh) berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah…” (Ali ‘Imran : 10 )Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah dalam kitabnya Naqdul Mantiq menjelaskan: kaum muslimin telah sepakat bahwa umat ini adalah sebaik-baik umat dan paling sempurna, dan umat yang paling sempurna dan utama adalah generasi yang terdahulu yaitu generasi para Sahabat.
Firman Allah Jalla Jalaaluhu, yang artinya, ”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan-jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia kedalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisaa: 115 )Imam Ibnu Abi Jamrah rahimahullah mengatakan, ”Para ulama telah berkata mengenai makna dalam firman Allah, ”Dan mengikuti jalan yang bukan jalan-jalan orang yang beriman” yang dimaksud adalah (jalan) para Sahabat generasi pertama.
Diriwayatkan dari Sahabat al- ‘Irbadh bin sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,”Suatu hari Rasulullah shalallah ‘alaihi wasallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh orang yang hidup diantara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” HR Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no.4607), at-Tirmidzi (no.2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205), al Hakim (I/95)Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas terdapat perintah untuk berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin sepeninggal beliau.
Disarikan dari buku Mulia Dengan Manhaj Salaf karya Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawaz oleh Ummu Maryam Ismiyanti
Murojaah: Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi

Prinsip Terpenting Manhaj Salaf dalam Aqidah:

1.Sumber Aqidah adalah Kitabullah (Al-Qur-an), Sunnah Rasulullah sallallahualaihiwasallam yang shahih dan Ijma’ Salafush Shalih
2.Menjadikah Sunnah yang shahih sebagai hujjah yang mutlak
3.Memahami Nash-nash syar’i berdasarkan perkataan ulama salaf, Tafsir Mereka, dan Pendapat yang dinukil dari mereka
4.Menerima wahyu sepenuhnya dan mempergunakan akal menurut fungsi yang sebenarnya serta tidak melampaui batas dalam perkara-perkara ghaib yang tidak dapat dinalar oleh Akal
5.Menggabungkan (Mengkorelasikan) semua dalil yang ada dalam satu permasalahan
6.Mengimanai ayat-ayat yang mutasyabih dan mengamalkan ayat yang muhkam
7.Tidak mendalami ilmu kalam dan tidak mengikuti takwil ahli kalam

Sifat-sifat yang dengan nya seorang muslim berhak dikatakan Salafi:

1.Berhukum dengan AlQur’an dan Sunnah dalam semua sisi kehidupan nya
2.Berpegang pada penjelasan dari para Shahabat tentang setiap permasalahan agama secara umum dan lebih khusus lagi mengambil penjelasan mereka dalam masalah aqidah dan manhaj
3.Tidak memperdalam masalah yang tidak dapat dinalar oleh akal
4.Memperhatikan Tauhid Uluhiyah
5.Tidak berdebat dan tidak bermajelis dengan ahlul bid’ah, tidak mendengarkan perkataan mereka atau membantah syuhbat-syubhat mereka, ini adalah jalan para Salafush Shalih
6. Bersemangat dan bersungguh-sungguh menyatukan jamaah dan kalimat kaum muslimin di atas AlQur’an dan Assunnah menurut pemahaman Salaf
7.Menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shalllahualaihiwasallam dalam ibadah, akhlah, dan semua sisi kehidupan sehingga mereka menjadi orang-orang yang terasing di tengah-tengah kaumnya
8.Tidak fanatik melainkan kepada firman ALLAH tabaraka wata’ala dan sabda Rasul Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak berkata dari hawa nafsu nya
9. Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar
10.Membantah setiap orang yang menyelisihi manhaj salaf, baik Muslim maupun kafir, setinggi dan serendah apapun kedudukannya, baik menyelisihnya dengan sengaja maupun karena kesalahan, dan hal itu tidak termasuk menjelekkan dan menganggap rendah, tetapi termasuk nasihat dan kasih sayang terhadap orang yang dibantah
11.Membedakan antara kesalahan yang berasal dari ulama-ulama islam yang mendasari dakwah nya yang dimulai di atas manhaj Ahlu Sunnah sehingga kesalahan nya itu termasuk ijtihad yang diberikan satu ganjaran sedang kesalahannya ditolak dan antara kesalahan-kesalahan para da’i penyeru bid’ah dari orang-orang yang mendasari dakwah mereka yang tidak dimulai dari manhaj Ahlu Sunnah sehingga kesalahan mereka terhitung sebagai perbuatan bid’ah
12.Taqarrub (mendekatkan diri) kepada ALLAH dengan cara mentaati orang yang telah dijadikan ALLAH ta’ala sebagai ulil amri (pemimpin) bagi kita, tidak memberontak kepada mereka, mendo’akan mereka dengan kebaikan dan keselamatan, dengan tetap menasihati nya secara jujur
13.Hikmah dalam berdakah mengajak kepada jalan ALLAH
14.Memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu yang bersumber dari AlQur’an, Assunnah, dan atsar Salaful Ummah serta mengamalkannya dan meyakini bahwa umat ini tidak akan menjadi baik kecuali jika mereka memperhatikan ilmu dan amal shalih
15.Bersemangat melkukan Tashfiyah (pemurnian) dalam setiap bidang agama dan Tarbiyah (mendidik) generasi di atas ajaran yang telah dibersihkan tersebut

Prinsip-prinsip dakwah salafiyah:

1.Kembali kepada AlQur’an dan Assunnah menurut pemahaman Salafus Shalih
2.Berdakwah kepada Tauhid dan mengikhlaskan amal semata-mata karena ALLAH
3.Dakwah Ahlu Sunnah Salafiyyin mengajak ummat islam untuk beribadah kepada Allah dengan benar
4.Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya syirik dan berbagai bentuk nya
5.Berdakwah kepada ittiba’ (Mengikuti sunnah Rasulullah) dan memerangi taklid buta
6.Memerangi bid’ah dan beragam pemikiran dari luar islam yang masuk ke dalam nya
7.Menuntut ilmu syar’i
8.Tashfiyah dan Tarbiyah
9.Akhlaq dan Takziyatun Nufus
10.Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya hadis-hadis lemah, palsu, dan mungkar
11.Memerangi hizbiyah dan fanatik golongan
12.Berusaha mewujudkan kehidupan islami dan menegakkan hukum ALLAH di muka bumi.