Hasan As-Saqqaf, sudah bukan nama yang asing
lagi di telinga kita. Para pemujanya begitu mengagungkannya hingga ia dikatakan
sebagai seorang “Ahli Hadits”. Namun apakah para pemujanya tahu hitam putih
‘aqidah Hasan As-Saqqaf ? Jika mereka tidak mengetahuinya, maka dapat
dipastikan bahwa mereka hanya bertaqlid buta dalam mendengar setiap omongan
darinya ataupun dari selainnya mengenainya.
Dan setelah para pengagum tersebut mengetahui
kebusukan ‘aqidah Hasan As-Saqqaf karena ia menyelisihi ‘Aqidah Ahlus Sunnah,
masihkah mereka tidak berlepas diri darinya lantaran taqlid buta yang
mengakibatkan mereka mencintai setan bernama Hasan As-Saqqaf ?
Maka ketahuilah sesungguhnya si ahli bid’ah
Hasan As-Saqqaf ini telah mencela salah seorang shahabat besar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam yakni sayyidunaa Mu’awiyyah radhiyallaahu Ta’aalaa
‘anhudalam banyak tempat dengan membabi buta. Diantara tuduhan yang
dilontarkannya terhadap Mu’awiyyah adalah sebagaimana ia berkata dalam
tahqiqnya pada kitab Daf’u Syubhah At-Tasybih karya Ibnul-Jauziy hal.
237 sbb :
قلت: وقد قتل معاوية أناسا من الصالحين
من الصحابة والفضلاء من أجل السلطة ومن أولئك أيضا عبد الرحمن بن خالد بن
الوليد قال ابن جرير في " تاريخه " (3 / 202) وابن الأثير في الكامل (3 / 453)
واللفظ له: " وكان سبب موته - عبد الرحمن بن خالد
بن الوليد - أنه كان قد عظم شأنه عند أهل الشام ومالوا إليه لما عنده من
آثار أبيه ولغنائه في بلاد الروم ولشدة بأسه، فخافه معاوية وخشي منه وأمر
ابن أثال النصراني أن يحتال في قتله وضمن له أن يضع عنه خراجه ما عاش
وأن يوليه جباية خراج حمص، فلما قدم عبد الرحمن من الروم دس إليه ابن أثال
شربة مسمومة مع بعض مماليكه، فشربها،فمات بحمص، فوفى له معاوية بما ضمن له "
ا ه قلت: فهل يجوز قتل المسلم والله تعالى يقول في كتابه العزيز: (ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم
خالدا فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذابا عظيما) النساء: 93؟!
“Aku (As-Saqqaf) berkata :
Mu’awiyyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan shahabat dan
fudhalaa hanya untuk mencapai kekuasaan. Diantara mereka adalah
Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Ibnu Jarir berkata di dalam Tarikh-nya
(3/202) dan Ibnul-Atsir di dalam Al-Kamil (3/453) dan lafazh ini miliknya.
Sebab kematiannya adalah pasalnya ia menjadi orang yang terkemuka di mata
penduduk Syam, mereka lebih condong kepada beliau karena ia memiliki
karakteristik ayahnya (Khalid bin Walid), dan karena kemanfaatan pada dirinya
bagi kaum muslimin di tanah Romawi dan juga karena keberaniannya. Mu’awiyyah
menjadi takut dan khawatir terhadapnya, lantas ia memerintahkan Ibnu Utsal
seorang nashrani untuk merencanakan pembunuhannya. Mu’awiyyah memberikan
jaminan padanya pembebasan pajak selama umur hidupnya.. Maka ketika
‘Abdurrahman kembali dari Romawi, Ibnu Utsal memasukkan racun ke dalam
minumannya melalui pelayannya. Lantas beliapun meminumnya dan meninggal di
Humsh (sebuah tempat di pusat Siria), dan Mu’awiyyah memenuhi janji yang dia
berikan kepada Ibnu Utsal. Aku (As-Saqqaf) berkata : Apakah diperbolehkan
membunuh seorang Muslim? Sedangkan Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
“Barangsiapa yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka tempatnya adalah
neraka dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Murka Allah dan laknat-Nya
atasnya, dan adzab yang pedih dipersiapkan baginya.” (QS 4 : 93)?!”
Versi online-nya dapat
dilihat disini : http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/2178_دفع-شبه-التشبيه-بأكف-التنزيه-أبو-الفرج-عبد-الرحمن-بن-الجوزي-الحنبلي/الصفحة_218 (lihat pada bagian footnote)
Ini adalah tuduhan
serampangan yang ditolantarkan Hasan As-Saqqaf. Kisah tersebut tidak memiliki
sanad dalam Al-Kamil oleh Ibnul-Atsir. Ia memang memiliki sanad dalam Tarikh
Ath-Thabariy namun juga tidak shahih karena sanadnya
terputus yang berhenti sampai Maslamah bin Muharib Az-Ziyadiy. Ia
tidak menyaksikan kisah tersebut dan ia tidaklah meriwayatkan dari Mu’awiyyah
kecuali melalui perantara ayahnya sebagaimana disebutkan oleh Al-Bukhariy dalam
Tarikh Al-Kabir (7/387) dan Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqat (7/490) dimana Ibnu
Hibban juga memasukkannya dalam bagian :
أتباع التابعين الذين
رووا عن التابعين
“Atbaa’ut-Taabi’iin
(para pengikut taabi’iin/generasi setelah taabi’iin) yang meriwayatkan dari
Taabi’iin.”
Karena itu dia tidak
menjumpai masa Mu’awiyyah. Mirip kisah tersebut juga terdapat dalam kitab
lainnya semisal Al-Ansab oleh Al-Baladzuriy (3/359) dengan
riwayat Al-Waqidiy, namun tidak diketahui sanad Al-Waqidiy tersebut sehingga
tidak pula dapat dijadikan hujjah. Maka cukuplah bagi kita sebagaimana Ibnu
Katsir berkata :
وقد ذكر ابن جرير
وغيره أن رجلا يقال له ابن أثال - وكان رئيس الذمة بأرض حمص - سقاه شربة فيها سم
فمات . وزعم بعضهم أن ذلك عن أمر معاوية له في ذلك ، ولا يصح ، والله أعلم .
“Sungguh
telah disebutkan Ibnu Jarir dan selainnya bahwa seseorang yang dipanggil dengan
Ibnu Utsal memberikan minuman yang terdapat racun di dalamnya lalu meninggal.
Sebagian dari mereka mengklaim bahwa hal tersebut merupakan perintah Mu’awiyyah
terhadapnya, namun itu tidak benar. Wallaahu A’lam.”[Al-Bidayah wa
An-Nihayah, 11/174]
Kemudian Hasan As-Saqqaf
mengatakan :
ولذلك قال في حقه
الحسن البصري رحمه الله تعالى كما في " الكامل " (3 / 487) : "
أربع خصال كن في معاوية، لو لم تكن فيه إلا واحدة لكانت موبقة: انتزاؤه على هذه
الأمة بالسيف حتى أخذ الأمر من غير مشورة وفيهم بقايا الصحابة وذوو الفضيلة،
واستخلافه بعده ابنه سكيرا خميرا يلبس الحرير ويضرب بالطنابير، وادعاؤه زيادا، وقد
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الولد للفراش وللعاهر الحجر "
وقتله حجرا وأصحاب حجر، فيا ويلا له من حجر! ويا ويلا له من أصحاب حجر! " اه
“Oleh karena itu telah berkata Al-Hasan
Al-Bashriy sebagaimana dalam Al-Kamil (3/487) : “Ada empat karakteristik
Mu’awiyyah, yang seandainya tidak ada padanya kecuali satu saja (dari empat
karakteristik itu) maka akan membahayakan, yaitu gegabah menghunus pedangnya
kepada ummat ini sampai ia berhasil meraih kekhilafahan tanpa musyawarah
padahal masih ada shahabat yang masih hidup saat itu dan orang-orang shalih
lainnya. Ia mewariskan kekuasannya kepada puteranya yang seorang pemabuk,
pemakai pakaian sutera dan pemain alat musik... ia membunuh Hujr dan
sahabat-sahabat Hujr, maka celakalah dirinya dan apa yang ia lakukan kepada
Hujr dan para sahabatnya!”
Ini adalah kedustaan Hasan
As-Saqqaf atas nama Imam Hasan Al-Bashriy. Perkataan yang disandarkan
kepada Hasan Al-Bashriy tersebut disebutkan oleh Ibnul-Atsir dalam Al-Kamil
tanpa sanad, dan Ath-Thabariy dalam Tarikhnya (3/232) yang pada sanadnya
terdapat Abu Mikhnaf Luth bin Yahya Al-Azdiy,
seorang gembong besar rafidhah. Khobarnya tidak dapat dijadikan hujjah di sisi
para ‘ulama.
Ibnu Hajar berkata :
لوط بن يحيى أبو مخنف
اخبارى تالف لا يوثق به تركه أبو حاتم وغيره وقال الدارقطني ضعيف وقال يحيى بن
معين ليس بثقة وقال مرة ليس بشيء وقال بن عدي شيعى محترق صاحب اخبارهم
“Luth bin Yahya Abu Mikhnaf seorang pembawa
khobar yang rusak, tidak dapat dipercaya. Ditinggalkan oleh Abu Hatim dan yang
lainnya. Ad-Daraquthniy berkata; “dha’if”. Yahya bin Ma’in berkata; “tidak
tsiqah” dan di suatu waktu berkata; “tidak ada nilainya”. Ibnu ‘Adiy berkata;
“syi’iy muhtariq, penulis/pemilik khobar-khobar mereka.” [Lisanul-Mizan,
4/492]
Dimasukkan pula oleh
Al-‘Uqailiy dalam Adh-Dhu’afa, beliau berkata :
لوط أبو مخنف حدثنا
محمد بن عيسى حدثنا عباس قال سمعت يحيى قال أبو مخنف ليس بشئ وفي موضع آخر ليس
بثقة حدثنا محمد حدثنا عباس قال سمعت يحيى قال أبو مخنف وأبو مريم وعمر بن شمر
ليسوا هم بشئ قلت ليحيى هما مثل عمرو بن شمر قال هما شر من عمرو بن شمر
“Luth Abu Mikhnaf, telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin ‘Isa, telah menceritakan kepada kami ‘Abbas yang berkata, aku
mendengar Yahya berkata; “Abu Mikhnaf tidak ada nilainya”. Di tempat lain
berkata; “Tidak tsiqah”. Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah
menceritakan kepada kami ‘Abbas yang berkata, aku mendengar Yahya berkata; “Abu
Mikhnaf, Abu Maryam, dan ‘Amru bin Syimr mereka tidak ada nilainya”. Aku
berkata kepada Yahya; “Keduanya (Abu Mikhnaf dan Abu Maryam) semisal ‘Amru bin
Syimr” lalu beliau menjawab; “Keduanya lebih buruk daripada ‘Amru
bin Syimr.” [Adh-Dhu’afa, 4/18]
Ibnul-Jauziy ketika
mengomentari suatu riwayat dalam Al-Maudhu’at, beliau berkata :
وفى حديث ابن عباس أبو
صالح الكلبي وأبو مخنف وكلهم كذابون
“Dan pada hadits Ibnu ‘Abbas terdapat Abu
Shalih Al-Kalbiy dan Abu Mikhnaf, mereka semua adalah para pendusta.” [Al-Maudhu’at,
1/406]
Selebihnya simak ke dalam
kitab Marwiyyat
Abi Mikhnaf fi Tarikh Ath-Thabariy oleh DR. Yahya bin Ibrahim
Al-Yahya hal 43-45, padanya terdapat penjelasan dan perincian mengenai keadaan
Abu Mikhnaf Ar-Rafidhiy ini. Hal ini menunjukkan betapa As-Saqqaf menukil
secara serampangan tanpa meneliti sanad riwayat. Apakah yang demikian logis
dilakukan oleh seorang muhaddits sebagaimana gelar tersebut dicap oleh para
pengikutnya?? Apakah yang mendorong dirinya melakukan demikian selain kebencian
berdarah rafidhah??
Allahu
A’lam.
Jaser Leonheart –