Ustadz Said Yai Ardiansyah Lc, MA
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ
إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ
ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang
yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh.
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui
tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang
orang orang yang mendapat petunjuk. [Al-An’am/6:116-117]
TAFSIR RINGKAS
Ketahuilah wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya
“jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh,” maksudnya seandainya kamu (wahai
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) mendengarkan, mengambil dan mengikuti
pendapat atau saran-saran mereka, maka mereka akan menyesatkanmu secara nyata
dari jalan Allâh Azza wa Jalla . Penyebabnya adalah sebagian besar dari mereka
tidak memiliki pengetahuan dan ilmu yang haq. Seluruh apa yang mereka ucapkan
berasal dari hawa nafsu dan bisikan syaitan.
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.”
Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti perkataan-perkataan yang berasal dari
prasangka-prasangka mereka. Tidaklah mereka berbicara kecuali hanya dengan
mengira-ngira saja dan berdusta.
“Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui
tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” Cukuplah bagimu pengetahuan Allâh
Azza wa Jalla tentang mereka dan Dia-lah yang Maha Mengetahui siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapatkan petunjuk.[1]
Penjabaran Ayat
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allâh
Pada ayat ini, Allâh Azza wa Jalla
memberikan perintah kepada Nabi-Nya dan perintah ini berlaku juga kepada
seluruh pengikutnya. Yaitu perintah agar tidak mengikuti kebanyakan manusia
yang ada di muka bumi ini. Karena kebanyakan mereka berada dalam kesesatan.
Jika seseorang tetap mengikuti mereka, maka ini akan menyebabkannya tersesat
dari jalan Allâh Azza wa Jalla .
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
“Allâh Azza wa Jalla memberitahukan tentang keadaan sebagian besar penduduk
bumi dari anak keturunan Adam yang berada dalam kesesatan.”[2]
Kebanyakan manusia tidak mengikuti ajaran
yang murni dari Allâh Azza wa Jalla . Ajaran yang mereka anut adalah
ajaran-ajaran yang menyimpang, amalan-amalan mereka bercampur dengan hal-hal
baru yang mereka ada-adakan sendiri tanpa petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Sesungguhnya sebagian besar dari mereka telah menyimpang dalam agama,
amalan-amalan dan ilmu-ilmu mereka. Agama-agama mereka telah rusak,
amalan-amalan mereka mengikuti hawa nafsu mereka; dan ilmu-ilmu mereka tidak
didasarkan atas penelitian untuk mencari kebenaran dan tidak bisa mendapatkan
jalan yang lurus.”[3]
Kita tidak bisa menjadikan apa yang
dipegang oleh kebanyakan manusia sebagai suatu kebenaran jika mereka berada
dalam kesesatan. Gaya hidup menyimpang yang terus berkembang, kemaksiatan dan
kesesatan yang terus merajalela, jangan sampai membuat kita tergiur dan
terpengaruh. Sebagian kaum Muslimin merasa tidak enak jika menyelisihi kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat di dunia ini, padahal kebiasaan itu salah.
Sebagai seorang Muslim kita harus berpegang kepada kebenaran yang diturunkan
oleh Allâh Azza wa Jalla .
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya jumlah yang banyak bisa menjadi suatu
kesesatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman, (yang artinya), “Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allâh.” Dan di sisi lain, dengan jumlah yang banyak,
seseorang bisa tertipu dengannya dan dia menyangka bahwa dia tidak akan
terkalahkan dan pasti menang. Ini juga termasuk sebab dari kesesatan. Dan
jumlah yang banyak jika kita lihat kepada sebagian besar penduduk bumi, maka
kebanyakan mereka sesat dan janganlah kamu tertipu dengan mereka. Janganlah
kamu katakan, ‘Sesungguhnya manusia telah berpegang pada ini, bagaimana mungkin
saya menyelisihi mereka?”[4]
Pesan yang sangat indah disampaikan oleh
Imam al-Fudhail bin ‘Iyâdh rahimahullah,, beliau pernah mengatakan, “Ikutilah
jalan-jalan petunjuk dan sedikitnya orang yang mengikutinya tidak akan
berbahaya bagimu. Jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah tertipu dengan
banyaknya jumlah orang yang binasa (terjerumus di sana).”[5]
Ayat-Ayat Yang Semisal Dengan Lafaz Di Atas
Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang
menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi
ini, di antaranya adalah firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
Dan sebagian besar manusia tidak akan
beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya- [Yûsuf/12:103]
Begitu juga firman Allâh:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا
وَهُمْ مُشْرِكُونَ
Dan sebagian besar dari mereka tidak
beriman kepada Allâh, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allâh (dengan
sembahan-sembahan lain). [Yûsuf/12:106]
Dan juga firman-Nya:
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا
الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَىٰ أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا
Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulang kepada manusia dalam al-Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan,
tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)
[Al-Isra’/17:89]
Dan juga firman-Nya:
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ ۖ
وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
Dan Kami tidak mendapati kebanyakan
mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka
orang-orang yang fasik [Al-A’râf/7:102]
Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa
Allâh Azza wa Jalla mensifati sebagian besar manusia di muka bumi ini dengan
sifat: sesat, kafir (ingkar), syirik dan fasik, serta tidak beriman kepada
Allâh Azza wa Jalla .
Tidak Boleh Tertipu Dengan Jumlah Yang
Banyak
Di antara para Nabi ada yang memiliki
pengikut hanya satu atau dua orang, karena kebanyakan manusia pada saat itu
berada dalam kesesatan. Pengikut nabi tersebut meskipun hanya sedikit
jumlahnya, mereka tidak tertipu dengan
banyaknya manusia yang berada dalam kesesatan.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ، فَجَعَلَ يَمُرُّ
النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ، وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلاَنِ، وَالنَّبِيُّ
مَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ
Ditunjukkan kepadaku umat-umat. Kemudian
lewatlah seorang nabi bersama satu orang (pengikut), seorang Nabi bersama dua
orang (pengikut) dan seorang Nabi bersama beberapa orang dan seorang Nabi yang
lewat tidak bersama siapa pun …. [6]
Firman Allâh ta’ala:
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ
إِلَّا يَخْرُصُونَ
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Bahkan
tujuan mereka adalah mengikuti prasangka yang tidak mengandung kebenaran.
Mereka hanya mengira-ngira dalam berbicara tentang Allâh Azza wa Jalla dalam
masalah yang tidak mereka ketahui. Jika seperti ini keadaannya, maka sangat
wajar, jika Allâh Azza wa Jalla memperingatkan para hamba-Nya dari keburukan
tersebut dan menjelaskan keadaan mereka. Meskipun yang diajak bicara pada ayat
ini adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , (namun) sesungguhnya umatnya
mengikuti Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh hukum yang tidak
dikekhususkan buat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .”[7]
Dengan demikian kita mengetahui bahwa
orang-orang kafir berada dalam kesesatan karena dalam beragama mereka hanya
mengikuti prasangka dan mengira-ngira akan suatu kebenaran sehingga mereka
harus membuat kedustaan demi kedustaan atas nama Allâh Azza wa Jalla .
Ayat-Ayat Yang Semisal Dengan Ayat Ini
Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang
menunjukkan bahwa mereka hanya beragama dengan prasangka-prasangka saja. Diantaranya
firman Allâh Azza wa Jalla :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى
ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ
شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ ۚ مَا
لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya
kami telah membunuh al-Masih, ‘Isa putra Maryam, Rasul Allâh’. Padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah)
orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
tentang orang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa
yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula)
yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa.” [An-Nisâ/4:157]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ
اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ ۚ
كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا بَأْسَنَا ۗ قُلْ
هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا
الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ
Orang-orang yang mempersekutukan Rabb
akan mengatakan, ‘Jika Allâh menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami
tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu
apapun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para
rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kalian
mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada
Kami?’ Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain
hanyalah berdusta.” [Al-An’âm/6:148]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ
إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا
يَفْعَلُونَ
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna
untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan. [Yûnus/10:36]
Dengan demikian kita dapat memahami bahwa
mereka beragama hanya dengan prasangka-prasangka dan kedustaan-kedustaan saja.
Firman Allâh Azza wa Jalla:
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ
سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui
tentang orang orang yang mendapat petunjuk
Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah
mengatakan, “… Dan Allâh Azza wa Jalla yang memberi petunjuk dan wajib bagi
kalian -wahai orang-orang yang beriman- untuk mengikuti semua nasihat juga
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena Allâh lebih tahu
tentang hal-hal yang mendatangkan kebaikan buat kalian dan Allâh Azza wa Jalla
lebih sayang kepada kalian daripada rasa sayang kalian terhadap diri kalian
sendiri. Ayat ini menunjukkan agar seseorang tidak menjadikan banyaknya
pengikut sebagai indikasi kebenaran, dan juga tidak mengidentikkan
ketidakbenaran sesuatu dengan melihat jumlah pengikutnya yang sedikit. Bahkan
kenyataannya berbeda dengan hal tersebut, justru para pengikut kebenaran itu
jumlahnya lebih sedikit, namun mereka lebih besar kedudukan dan pahalanya di
sisi Allâh.”[8]
Imam al-Baghawi rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya Rabb-mu lebih mengetahui siapa di antara manusia yang sesat dari
jalan-Nya. ‘Dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat
petunjuk.’ Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa Dia lebih mengetahui
kelompok-kelompok sesat dan melampaui batas, dan Allâh akan membalas semuanya
sesuai haknya.”[9]
Kebenaran Harus Memiliki Bukti
Kebenaran itu harus memiliki bukti. Oleh
karena itu, kita tidak boleh tertipu dengan jumlah pengikut suatu agama,
keyakinan atau aliran tertentu yang banyak. Yang menjadi timbangan kebenaran
bukan banyak atau sedikitnya pengikut, namun yang menjadi timbangan adalah
kebenaran.
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah
menghukumi orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang yang sesat dan mereka
menyangka bahwa mereka akan masuk ke dalam surga. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ
كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا
بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata,
‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi
atau Nasrani.’ Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.
Katakanlah, ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.’
[Al-Baqarah/2:111]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh mereka
untuk mendatangkan burhân (bukti), dan mereka tidak bisa mendatangkan bukti itu
selama-lamanya. Diantara alasannya adalah kitab-kitab suci mereka, yaitu Taurat
dan Injil, telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman dan mereka pun meyakini
akan terjadi perubahan tersebut.
Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan
suatu agama, kepercayaan, keyakinan atau aliran tidak bisa mendatangkan bukti
akan kebenaran mereka, maka sudah sepantasnya kita tidak mengikuti mereka.
Kebenaran adalah apa yang difirmankan oleh Allâh dalam al-Qur’an dan yang
disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bukan
prasangka-prasangka dan pendapat-pendapat manusia.
Kebenaran Akan Menjadi Suatu Yang Asing
Di zaman sekarang ini, banyak sekali kaum
Muslimin yang mengikuti dan meniru-niru orang kafir dan tidak mau mempelajari
agama Islam. Akibatnya, banyak sekali kaum Muslimin yang tidak mengenal agama
mereka sendiri. Bahkan ketika ada seseorang yang menjalankan ibadah atau
berpenampilan sesuai dengan tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
banyak orang yang mengaku Muslim yang mengejek mereka, bahkan dengan lancang
berani mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang sesat.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh
Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا
بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
Islam datang dalam keadaan asing dan akan
kembali asing sebagaimana dia datang, maka beruntunglah orang-orang yang asing
tersebut.[10]
Di dalam riwayat lain ketika Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang siapakah orang-orang asing
tersebut, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَوْمٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ فِي نَاسِ سَوْءٍ
كَثِيرٍ، مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
Mereka adalah orang-orang shalih yang
jumlahnya sedikit di antara orang-orang buruk yang jumlahnya banyak. Orang yang
menyelisihi mereka lebih banyak daripada orang yang menuruti mereka[11]
Mubârak bin Fadhâlah t meriwayatkan dari
al-Hasan al-Bashri rahimahullah , beliau mengatakan, “Seandainya ada seseorang
yang mendapati kaum salaf generasi pertama kemudian dia dibangkitkan pada hari
ini, maka dia tidak mengenal Islam sedikit pun.” Kemudian beliau meletakkan
tangannya di pipinya dan berkata, “Kecuali shalat ini.”[12]
Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari ‘Isa bin
Yunus dari Al-Auza’i dari Hibban bin Abi Jabalah dari Abu Darda’ Radhiyallahu
anhu , beliau berkata, “Seandainya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar kepada kalian pada saat ini, maka beliau tidak mengenal apa-apa yang
dulu dikerjakan oleh beliau dan para Sahabatnya kecuali shalat.”
Kemudian al-Auza’i rahimahullah
mengatakan, “Bagaimana jika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada
saat ini?”
‘Isa bin Yunus berkata, “Bagaimana
seandainya al-Auza’i mendapatkan zaman sekarang ini?”[13]
Ini adalah perkataan beliau-beliau pada
zaman dimana mereka hidup, Bagaimana jika para Ulama itu melihat manusia pada
zaman kita sekarang ini?
Jika Di Antara Kaum Muslimin Tersebar Kebatilan Dan
Kesesatan
Jika di antara kaum Muslimin tersebar
kebatilan dan kesesatan, maka kita tidak boleh mengikuti mereka meskipun jumlah
mereka sangat banyak. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengabarkan bahwa kebanyakan kaum Muslimin berada dalam kesesatan sebagaimana
sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang artinya, ” Orang-orang Yahudi
berpecah belah menjadi 71 kelompok, orang-orang Nasrani berpecah-belah menjadi
72 kelompok dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 kelompok.”
Dan dalam riwayat Ibnu Majah terdapat
tambahan, “Satu kelompok berada di surga dan 72 kelompok berada di neraka.”
Beliau pun ditanya, “Siapakah mereka?” Beliau menjawab, “al-Jama’ah.”[14]
Ini menunjukkan bahwa kelompok yang sesat
jumlahnya banyak sementara kelompok yang benar hanya satu. Akan tetapi, perlu
penulis garis bawahi bahwa yang ketujuh puluh dua kelompok yang diancam untuk
masuk neraka masih dikategorikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai umatnya. Jika tergolong sebagai umatnya, maka di akhirat mereka tetap
berada di bawah kehendak Allâh Azza wa Jalla . Artinya, jika Allâh Azza wa
Jalla berkehendak untuk mengadzabnya maka Allâh akan adzab mereka, jika Allâh
Azza wa Jalla berkehendak untuk mengampuni mereka, maka mereka akan diampuni
oleh Allâh Azza wa Jalla .
Hal penting yang harus diperhatikan juga
adalah kelompok-kelompok menyimpang yang keluar dari agama Islam dan memang
bukan Islam tidak dikategorikan sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang menyimpang
tersebut, tetapi dikategorikan sebagai orang-orang kafir.
Tidak Boleh Menyelisihi Al-Jama’ah?
Sebagian kaum Muslimin menganggap bahwa
kita tidak boleh menyelisihi kebanyakan jamaah kaum Muslimin atau sebagian
besar kaum Muslimin, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut
satu kelompok yang selamat tersebut dengan nama al-jamâ’ah. Maka kita katakan
perkataan tersebut tidak benar, karena yang dinamakan dengan al-jamâ’ah yang
dimaksud pada hadits tersebut adalah Jamaah kaum Muslimin yang pertama, sebelum
terjadi banyak peyimpangan. Adapun setelah kaum Muslimin menyimpang, maka kita
tetap harus mengikuti jamaah kaum Muslimin yang pertama dan tidak mengikuti
jamaah kaum Muslimin yang menyimpang, meskipun jumlah mereka sangat banyak.
’Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu
pernah mengatakan, “Sesungguhnya yang dinamakan al-jamâ’ah adalah apa-apa yang
sesuai dengan ketaatan kepada Allâh meskipun engkau sendirian.”[15]
Abu Syâmah rahimahullah mengatakan,
“Telah datang perintah untuk berpegang teguh kepada al-jamâ’ah. Yang dimaksud
dengannya adalah berpegang teguh dengan kebenaran dan mengikutinya, meskipun
orang yang berpegang dengan kebenaran sedikit sementara orang yang menyelisinya
banyak. Karena kebenaran adalah yang pernah ditempuh oleh jamaah pertama yang
terdiri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya g dan kita
tidak melihat kepada banyaknya jumlah orang-orang yang berada dalam kebatilan
setelah mereka.”[16]
Kesimpulan
Berdasar uraian di atas maka kita bisa
simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Kebanyakan manusia di atas muka bumi
adalah orang-orang yang menyimpang, sehingga kita tidak boleh mengikuti
penyimpangan mereka atau jangan sampai kita tertipu dengan jumlah mereka yang
banyak.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan
orang-orang yang menyimpang hanya mengikuti prasangka-prasangka dan
kedustaan-kedustaan saja dalam beragama dan mereka tidak memiliki burhân
(bukti) atas apa yang mereka lakukan.
Kebenaran harus bisa dibuktikan dan dia
harus berasal dari Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Sangat sedikit di akhir zaman orang-orang
yang memahami kebenaran dan kebenaran tersebut akan terlihat asing oleh
orang-orang Islam sendiri.
Kaum Muslimin akan senantiasa mendapatkan
petunjuk di jalan yang lurus selama mereka berpegang teguh dengan jamaah kaum
Muslimin yang pertama, yaitu jamaah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan Sahabatnya Radhiyallahu anhum.
Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat
dan mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla senantiasa menunjuki kita ke jalan yang
lurus. Amin.
Daftar Pustaka
Aisarut-Tafaasiir li kalaam ‘Aliyil-Kabiir
wa bihaamisyihi Nahril-Kahir ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa
Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
Al-Baa’its ‘Ala Inkaaril-Bida’
Wal-Hawaadits. ‘Abdurrahman bin Ismaa’iil Abu Syaamah. Kairo: Darul-Huda.
Al-Intishaar lihizbillaah Al-Muwahhidiin
War-Raddu ‘Ala Al-Mujaadil ‘Anil-Musyrikin. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin
‘Abdil-’Aziiz Abaa Bathiin. Tahqiiq: Al-Waliid bin ‘Abdirrahman Al=Furayyaan.
Ar-Riyaadh: Dar Thaibah.
Al-I’tishaam. Abu Ishaaq Asy-Syaathibi.
Mesir: Al-Maktabah At-Tijaariyah Al-Kubra.
Ma’aalimut-tanziil. Abu Muhammad
Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil
bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan. Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah
tercantum di footnotes.
[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]
Footnote
[1] Lihat Aisar at-Tafâsîr, hlm. 415-416
[2] Tafsîr Ibni Katsîr, III/322
[3] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42
[4] Lihat al-Qaulul-Mufîd, I/110
[5] Al-I’tishâm lisy-Syâthibi, I/83
[6] HR. Al-Bukhâri, no. 5752
[7] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42
[8] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42
[9] Tafsir Al-Baghawi III/181
[10] HR. Muslim no. 145/232
[11] HR. ‘Abdullah bin al-Mubârak dalam
Musnad Ibni al-Mubârak, no. 23 dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabîr no.
1457. Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ini shahih di dalam
ash-Shahîhah, no. 1619
[12] Al-Intishâr lihizbillâh al-Muwahhidîn, hlm. 92
[13] Al-Intishâr lihizbillâh al-Muwahhidîn, hlm. 94
[14] HR. Abu Dâwud, no. 4598 dan Ibnu Majah no. 3992. Syaikh al-Albani rahimahullah
menyatakan hadits ini shahih dalam ash-Shahîhah, no. 203
[15] HR. Al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal-jamaah no.
160
[16] Al-Bâ’its ‘Ala Inkâril-Bida’ Wal-Hawâdits, hlm. 22