Sebelumnya
telah ada dua pembahasan mengenai Hasan As-Saqqaf yang menunjukkan ‘aqidah rafidhahamat
nampak bersemayam pada dirinya. Yakni berkenaan celaannya terhadap Shahabat agung Mu’awiyyahradhiyallaahu
‘anhu dan tuduhannya kepada Ahlus Sunnah bahwaAhlus Sunnah adalah
nawaashib.
Langsung
saja, pada kitab Al-Ibanah oleh Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy yang dita’liq
oleh Hasan As-Saqqaf – terbitan Daar Al-Imam An-Nawawiy – hal. 120, Al-Imam
Al-Asy’ariy berkata:
وإنما أراد من نفى
رؤية الله عز وجل بالأبصار التعطيل
“Sesungguhnya yang diinginkan
oleh orang yang menafikan ru’yatullah (melihat Allah) ‘Azza Wa Jalla dengan
pandangan adalah ta’thiil.”
Kemudian
Hasan As-Saqqaf berkomentar dalam tahqiqnya:
مسكين ! وإنما أراد من
يثبت رؤية الله عز وجل بالأبصار التجسيم والتشبيه !
“MISKIN ! Sesungguhnya
yang diinginkan oleh orang yang menetapkan ru’yatullah (melihat Allah) ‘Azza Wa
Jalla dengan pandangan adalah tajsiim dan tasybiih !”
S.S
(Screenshot) :
Lalu
pada hal. 170, Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy berkata:
لأنه مستو على العرش
الذي فوق السموات
“Karena sesungguhnya Dia (Allah)
beristawa di atas ‘Arsy yang berada di atas semua langit.”
Dikomentari
oleh Hasan As-Saqqaf seperti berikut :
وهذا تصريح بالتجسيم
الباطل عقلا ونقلا !
“Ini adalah pernyataan yang tashriih (jelas
dan tegas) dengan tajsiim (penjisiman)
bathil secara ‘aql dan naql.”
S.S :
Lalu pada hal. 171, Al-Imam Abul Hasan
Al-Asy’ariy berkata:
فلو لا أن الله على العرش لم
يرفعوا أيديهم نحو العرش
“Seandainya Allah tidak
berada di atas ‘Arsy, tentu mereka tidak akan mengangkat tangan mereka ke arah
‘Arsy.”
Lalu Hasan As-Saqqaf berkomentar :
هل بقي تصريح بالتجسيم بعد هذا
الهذيان ؟!
“Apakah masih tersisa
pernyataan yang tashriih dengan tajsiim setelah igauan
ini?!”
Pada pasal selanjutnya di halaman yang sama,
Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy berkata:
وقد قال قائلون من المعتزلة،
والجهمية، والحرورية: إن معنى قول الله
تعالى : { الرحمن على العرش استوى} [طه:5]: أنه استولىوملك وقهر، ...
“Dan telah berkata dari muktazilah, jahmiyyah,
dan haruriyyah bahwa makna Firman Allah Ta’ala: “الرحمن
على العرش استوى” {Surat
Thoha ayat 5} adalah istaulaa (menguasai), memiliki, dan mengalahkan,
...”
Hasan As-Saqqaf berkomentar:
نعم هذا هو الصواب رغم أنف
المصنف !
“Ya, inilah yang benar meskipun
tidak disukai oleh si penulis (Abul Hasan Al-Asy’ariy) !”
Hasan As-Saqqaf menyepakati aqidah muktazilah?? Allaahul
Musta’aan... Kemudian dia melanjutkan komentarnya :
وبه ندين الله تعالى خلافا
للمصنف المجسم القائل بعدم (طول الاستقرار) والقائل (فلو لا أن الله على العرش لم
يرفعوا أيديهم نحو العرش) !!
“Dengan hal itulah kami
beragama kepada Allah. Tidak seperti penulis (Abul Hasan Al-Asy’ariy)
sangmujassim yang berkata dengan meniadakan menerusnya istiqraar dan
yang berkata: “Seandainya Allah tidak berada di atas ‘Arsy, tentu mereka tidak
akan mengangkat tangan mereka ke arah ‘Arsy.” !!”
S.S :
Telah
jelas dengan point-point di atas bahwa Hasan As-Saqqaf mencela Al-Imam Abul
Hasan Al-Asy’ariy dengan sebutan miskin dan
sebagai orang yang ber-tajsiim yaitu Mujassim (fa’il).
Hal ini tidaklah mengherankan, sebab jika dia bisa mencela Shahabat agung
Mu’awiyyah radhiyallaahu ‘anhu tentunya akan lebih mudah baginya untuk mencela
Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy sebagaimana dia juga menyebut Ahlus Sunnah
dengan sebutan nawaashib.
Maka
masihkah teman-teman Asy’ariyyah menjadikan Hasan As-Saqqaf sebagai rujukan?
Masihkah seseorang yang memiliki kebanggaan dan kehormatan sebagai Sunniy
menjadikan seorang yang darahrafidhah amat kental mengalir dalam
tubuhnya sebagai “hujjah” ?
– Jaser Leonheart –