Oleh: Al-Ustadz
Muhammad Thalib
Syi’ah sebuah
kelompok agama yang memiliki prinsip-prinsip ajaran:
Al-Qur’an sudah
berubah dari aslinya, baik karena adanya tambahan atau pengurangan pada saat
dikumpulkan oleh para sahabat di masa khalifah Abu Bakar. Hal ini dinyatakan
oleh ulama Syi’ah bernama At-Tabrizi dalam bukunya Fashlul Khithab fi Tahrifi
Kitabi Rabbil Arbab.
Mereka melebihkan
imam-imam Syi’ah di atas seluruh para Nabi seperti yang ditulis oleh Al-Kulaini
dalam kitabnya Al-Kafi dan tokoh Syi’ah modern Khomaini.
Sangat penuh rasa
benci pada tokoh-tokoh utama sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan
Hafsah radhiyallahu ‘anhum. Mereka menganggap para tokoh sahabat yang menjadi
kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sebagai penjahat ulung
terhadap ajaran Rasulullah.
Berkeyakinan
bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu yang belum terjadi, tetapi para imam
Syi’ah mengetahui segala sesuatu di masa lalu, masa kini dan akan datang.
Dengan adanya
doktrin-doktrin keagamaan semacam ini, patutkah Syi’ah dikategorikan sebagai
salah satu komunitas muslim sebagaimana halnya komunitas ahlussunah wal
jama’ah.
Syi’ah yang
memiliki doktrin sebagaimana yang disebut di atas, telah dinubuwatkan oleh
Rasulullah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani dalam
kitab Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12998
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قال : كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « يَا عَلِيُّ ، سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِيْ قَوْمٌ
يَنْتَحِلُوْنَ حُبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ
فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُوْنِ ».
Dari Ibnu Abbas
ujarnya, saya pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersamaan
dengan Ali. Saat itu Nabi bersabda kepada Ali: Wahai Ali, nanti akan muncul di
tengah umatku suatu kaum yang berlebihan dalam mencintai kita ahlul bait,
mereka dikenal dengan nama Syi’ah Rafidhah. Karena itu bunuhlah mereka sebab
mereka adalah kaum musyrik.
Selain dari
nubuwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, khalifah Ali bin Abi
Thalib sendiri berkata: di belakang kami kelak akan muncul suatu kaum yang
mengaku cinta kepada kamu. Mereka suka berdusta dengan nama kamu, mereka
sebenanya keluar dari Islam. Ciri mereka yaitu gemar memaki Abu Bakar dan Umar.
Ammar bin Yasir
berkata kepada seorang laki-laki yang mencerca Aisyah ketika berada di sisi
Ammar bin Yasir: “Pergilah kamu wahai orang yang celaka, apakah engkau senang
menyakiti kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR At-Tirmidzi,
hadits hasan]
Semua golongan
Syi’ah senang sekali mencera Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Demikianlah
sebenarnya sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ali bin Abi Thalib,
dan Ammar bin Yasir yang oleh kaum Syi’ah dipandang sebagai tokoh-tokoh mereka,
tetapi ternyata menyuruh kita untuk memerangi Syi’ah karena mereka musyrik atau
keluar dari Islam.
Kategorisasi Syi’ah
Hingga kini,
masih ada kalangan pembaca dan pemerhati Syi’ah di Indonesia yang salah paham,
seakan sekte Syi’ah termasuk salah satu madzhab Islam. Adanya perbedaan antara
Islam dan Syi’ah, betapapun tajamnya, dianggap sekadar perbedaan paham antar
madzhab yang harus disikapi secara obyektif dan rasional.
Kesalah pahaman
ini, mungkin disebabkan antara lain, pemikiran-pemikiran yang berseberangan
dengan ideologi Syi’ah datang dari ulama maupun tokoh yang menentang Syi’ah.
Sekalipun yang menentang, bahkan mengkafirkan Syi’ah sekaliber Imam Bukhari,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama besar Islam lainnya.
Begitupun,
buku-buku anti Syi’ah yang beredar di Indonesia ditulis oleh ulama yang
dianggap penentang Syi’ah, termasuk penerjemah buku ini Al-Ustadz Muhammad
Thalib, yang banyak memublikasikan tulisan yang membongkar kesesatan Syi’ah dan
dampak negatifnya bagi masyarakat. Namun segala argumentasi yang memosisikan
Syi’ah bukan Islam atau sekte sesat, belum berhasil meyakinkan pembaca,
terutama kalangan yang tertipu dengan retorika propagandis Syi’ah.
Barangkali,
berangkat dari salah paham ini pula, munculnya komunitas tasyayyu’ di
Indonesia, yang merumuskan kategorisasi Syi’ah menjadi tiga bagian sekaligus
cara menyikapinya: pertama, Syi’ah Ghulat, yaitu Syi’ah yang menuhankan Ali bin
Abi Thalib ra dan meyakini Al-Qur’an sudah ditahrif (dirubah, ditambah dan
dikurangi), dan berbagai keyakinan yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam.
Syi’ah golongan ini adalah kafir dan wajib diperangi.
Kedua, Syi’ah
Rafidhah, yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan seperti Ghulat, tapi melakukan
penghinaan, penistaan, pelecehan secara terbuka, baik lisan maupun tulisan,
terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu. Dan fitnah terhadap isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam., ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Hafshah radhiyallahu ‘anha.
Syi’ah golongan ini adalah ahlul bida’ wal ahwa, mereka sesat menyesatkan dan
harus diperangi.
Ketiga, Syi’ah
Mu’tadilah, yaitu Syi’ah yang tidak menuhankan Ali dan tidak menghalalkan
mencaci maki sahabat Nabi, seperti Syi’ah Zaidiyah. Mereka diperangi
pemikirannya melalui dialog. Syi’ah golongan ini tidak sesat dan tidak kafir
karena hanya mengutamakan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas para
shahabat Nabi lainnya (Abu Bakar, Umar Ibnul Khattab, Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhum ajma’in), dan lebih mengedepankan riwayat hadits Ahlul Bait
daripada riwayat hadits Ahlu Sunnah.
Kategori Syi’ah
ketiga inilah yang disebut oleh Dr. Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Dr. Yusuf
Qardhawi, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syeikh Ali Jum’ah, sebagai
salah satu madzhab Islam yang diakui. Di Indonesia ada juga kalangan yang
berpendapat sama, malah menjadi bemper Syi’ah rafidhah.
Akan tetapi
belakangan, Syeikh Yusuf Qardhawi menyesali dan mengoreksi pendapatnya yang
mempercayai adanya Syi’ah moderat (mu’tadil). Karena ternyata, beliau menemukan
fakta, baik kategori Syi’ah ghulat, rafidhah maupun mu’tadilah semuanya sama
saja, sangat memusuhi Ahlus Sunnah.
Fatwa Imam-imam Besar Kaum Muslimin Tentang Syi’ah
« الذي يشتم أصحاب
النبي صلى الله عليه وسلم ، ليس لهم اسم أو قال نصيب في الإسلام ».
Imam Malik: Orang
yang memaki sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka mereka itu
bukanlah dari golongan Islam.
« لم أر أحداً أشهد
بالزور من الرافضة ».
Imam Syafi’i: Aku
tidak pernah melihat seseorang yang lebih pendusta daripada orang Syi’ah.
« هم الذين يتبرؤون من
أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ، ويسبونهم، وينتقصونهم ، ويكفرون الأئمة إلا أربعة
: علي ، وعمار ، والمقداد ، وسلمان ، وليست الرافضة من الإسلام في شيء ».
Imam Ahmad bin
Hanbal: Golongan yang menyatakan dirinya berlepas diri dari sahabat-sahabat
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, memaki mereka, merendahkan martabat
mereka dan menyatakan para sahabat semua kafir kecuali 4 orang: Ali, Ammar,
Miqdad dan Salman yang disebut golongan Syi’ah ataupun Rafidhah mereka bukan
golongan Islam.
« ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي ، أم صليت خلف اليهود والنصارى ، ولا يسلم عليهم
ولا يعادون أي لا يزارون في مرضهم ولا يناكحون ولا يُشهدون ، أي لا تُشهد جنائزهم
لأنهم ماتوا على غير ملة الإسلام ، ولا تؤكل ذبائحهم ».
Imam Bukhari:
Menurut saya, shalat di belakang imam yang beraqidah Jahmiyah atau Syi’ah sama
saja hukumnya dengan shalat di belakang imam yang beragama Yahudi atau Nasrani,
tidak sah. Orang Islam tidak boleh memberi salam kepada Syi’ah, menjenguknya
ketika sakit atau menikah dengan mereka, atau menghadiri jenazah mereka karena
mereka bukanlah golongan Islam. Dan hewan yang disembelih oleh golongan Syi’ah
tidak halal dimakan.
Tragedi Karbala
Tragedi Karbala
yang setiap tahun dijadikan momen oleh Syi’ah untuk membangkitkan kebencian
terhadap kekhalifahan Bani Umayyah sehingga khalifah Yazid bin Mu’awiyah
dituduh sebagai pembunuh Al-Husain, yang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dikatakan sebagai pemimpin pemuda ahli surga dan cucu yang sangat
beliau cintai membuat kaum Syi’ah setiap tahun menjerit-jerit meratapi
penderitaan Al-Husain bin Ali, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kalangan umat
Islam yang awam di berbagai belahan dunia Islam terpedaya oleh dongeng-dongeng
dari ulama-ulama Syi’ah bahwa Al-Husain sebagai pahlawan dan cucu Rasulullah
yang terzalimi yang dibantai oleh Yazid bin Mu’awiyah di Karbala patut
dijadikan tonggak sejarah untuk membangkitkan dendam dan kesumat kepada
kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah. Akan tetapi pertanyaanya ialah, benarkah
tragedi Karbala yang terus menerus dipropagandakan oleh kaum Syi’ah merupakan
tindakan khalifah Yazid terhadap Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Pertanyaan
ini dijawab sendiri oleh ulama Syi’ah, Sayyid Muhsin Al-Amin dalam bukunya
A’yanus-Syi’ah, 1/34:
“Ketika Muslim
bin Aqil, panglima tentara Al-Husain bin Ali terbunuh, maka Al-Husain menuntut
para pendukungnya untuk memenuhi janji membela Al-Husain. Jika tidak, Al-Husain
akan meninggalkan Kufah, pulang ke Makkah. Ternyata kaum Syi’ah yang semula
berjanji membela Al-Husain meninggalkannya. Mereka menentang dan menyerahkan
Husain kepada musuh, sampai Al-Husain terbunuh bersama beberapa keluarganya.
Kemudian 20.000
orang Irak yang semula membai’at Al-Husain ternyata mengkhianatinya bahkan
melawannya. Mereka mengingkari bai’at yang dinyatakan dan sekaligus
membunuhnya.”
Al-Ya’qubi,
penulis kitab Tarikh Al-Ya’qubi seorang tokoh Syi’ah keturunan Yahudi
menyatakan, bahwa setelah penduduk Kufah berhasil membunuh Al-Husain, mereka
merampok hartanya, merampas wanita-wanita keluarganya, dan memboyong mereka ke
Kufah. Ketika para tawanan wanita itu memasuki kota Kufah, maka wanita di kota
itu keluar dari rumah mereka dan menjerit-jerit. Ali bin Al-Husain berkata,
bahwa kaum wanita Kufah itu menangisi Al-Husain beserta orang-orang yang terbunuh
bersamanya. (Tarikh Al-Ya’qubi, 1/235)
Dari pengakuan
dua ulama besar Syi’ah di atas terbuktilah bahwa pembunuh Al-Husain bukanlah
tentara Yazid bin Mu’awiyah atau penguasa Bani Umayyah, tetapi kalangan Syi’ah
sendiri. Begitulah moral kaum Syi’ah terhadap Ahlul Bait yang selama ini
mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait. Jadi, tragedi Karbala adalah drama
pengkhianatan Syi’ah terhadap Ahlul Bait dan untuk menipu dunia mereka
menyelenggarakan peringatan tragedi Karbala dengan melakukan penyiksaan diri
yang hanya dilakukan oleh kalangan jelata Syi’ah bukan kalangan tokoh-tokoh
besarnya.
(Ukasyah/arrahmah.com)