Wednesday, December 31, 2014

Siapa Sebenarnya yang Menipu Imam Husein? Imam Husein ditipu?

Siapa yang bilang? Ternyata anda belum tahu semuanya, Banyak fakta tersembunyi menyelimuti peristiwa Karbala, tapi sepandai-pandai bangkai disembunyikan, lama-lama baunya tercium juga. Apa sebenarnya penyebab tragedi Karbala? Mengapa cucu Nabi yang satu ini hidupnya berakhir tragis?
Banyak pembaca menunggu-nunggu artikel kami yang terlambat muncul, asal pembaca tahu saja, kami pun ikut menunggu-nunggu, menunggu rudal Iran dan Hizbullah menghujani Israel yang membantai saudara-saudara kita di Gaza, tapi sampai Israel mundur tidak ada satu pun rudal mereka yang jatuh di tanah Israel. Karena kami akan menulis artikel khusus mengenai hal ini. Pembaca harus ingat, kita tidak mungkin menyatakan agama Kristen adalah agama yang benar, hanya karena Hugo Chavez dan Morales memutuskan hubungan diplomatik dengan israel.
Alhamdulillah, anak cucu Abu Bakar dan Umar di Gaza berhasil merontokkan perlawanan Israel, tanpa bantuan Iran dan Hizbullah. Asal pembaca tahu saja, Palestina masuk ke wilayah kaum Muslimin pada era Umar bin al-Khaththab. Umar sendiri yang menaklukkan kota Al-Quds, yang juga dikenal dengan nama Baitul Maqdis, tanah suci para Nabi.
Mari kita sambung lagi pembahasan kita......
Imam Husein adalah imam kaum muslimin, cucu Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- kita tidak perlu menukil dalil yang berisi perintah untuk mencintai keluarga Nabi. Kita mencintai imam Husein karena kita mencintai kakeknya.
Seperti sabda kakeknya, Imam Husein –beserta sang kakak, Imam Hasan- adalah pimpinan pemuda penghuni Surga, tentunya kita semua ingin masuk Surga. Namun berita itu mengandung perintah bagi kita untuk mengikuti jalan hidup Imam Husein, karena jalan hidup imam Husein akan membawa kita ke Surga. Isi isyarat itu jika kita terjemahkan ke bahasa kita hari ini kira-kira bunyinya menjadi begini: “Kalau mau ke Surga, ikuti imam Husein. Inilah inti pesan dari hadits Nabi yang memberitakan jaminan Surga terhadap beberapa person. Asal pembaca tahu saja, yang dijamin Surga bukan hanya imam Husein saja, jaminan Surga juga ada pada ayat Al-Qur’an: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah : 100)
Membicarakan kehidupan imam Imam Husein tidak bisa lepas dari peristiwa tragis yang menjadi awal kehidupan akherat baginya, yaitu peristiwa pembantaian yang terjadi di Karbala. Sudah semestinya setiap muslim bersedih atas peristiwa tersebut. Bagaimana cucu Nabi yang dicintainya, dibantai dengan darah dingin tanpa kasih sayang. Namun peristiwa itu menjadi awal bagi kehidupan akherat, menyusul kakeknya Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, beserta ayah ibunya. Berbahagia di alam akherat, seperti yang dijanjikan Allah lewat lisan kakeknya.
Membicarakan peristiwa Karbala tak akan lengkap sekiranya kita hanya memfokuskan pada peristiwa pembantaian itu saja, tanpa pernah mengikuti episode sejarah sebelumnya. Hingga penilaian kita tidak akan bisa utuh, karena tidak berdasarkan fakta yang utuh, yang memberi kita gambaran tentang bagaimana peristiwa itu terjadi. Ini menimbulkan tanda tanya, dan kesan yang ditangkap adalah episode ini sengaja untuk tidak terlalu dibahas panjang lebar. Barangkali ini sebabnya mengapa episode sebelum peristiwa Karbala terjadi sangat jarang diulas, mereka yang selalu mengulas dan menganalisa kisah Karbala jarang menyinggung peristiwa yang terjadi sebelumnya, yang mengakibatkan cucu Nabi ini dibantai.
Satu peristiwa tidak bisa lepas dari peristiwa sebelumnya sebagai satu rangkaian peristiwa yang saling berhubungan, tentunya tidak bisa dipisahkan begitu saja. Apa yang terjadi saat ini adalah bagaikan memisahkan ayat dansabab nuzul-nya. Memisahkan peristiwa Karbala dengan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi, yang akhirnya ikut menyebabkan terjadinya pembantaian Karbala. Tapi sayang peristiwa itu seolah terkubur ditelan bumi, jarang kita mendengar tentang peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi dan merangkai pembantaian Karbala. Barangkali bisa kita mulai dari pertanyaan penting, yang sayangnya jarang kita dengar. Barangkali akal sehat kita sering tertutupi oleh kesedihan kita yang mendalam, yang barangkali kita buat-buat sendiri, dengan mendengarkan kisah-kisah sedih pembunuhan Imam Husein, dengan diberi bumbu suara yang menyayat hati, dan lain lagi akhirnya kita lupa bertanya, “Mengapa peristiwa itu terjadi? Peristiwa apa yang menjadi latar belakang peristiwa itu? Mengapa Imam Husein berangkat ke Karbala?” Barangkali pertanyaan terakhir ini menjadi titik awal bagi perjalanan kita kali ini untuk menelusuri peristiwa-perstiwa yang melatarbelakangi peristiwa Karbala.
Peristiwa ini diawali ketika Yazid menggantikan Mu’awiyah yang mangkat dan segera meminta agar Husein berbai’at. Namun Husein menolak bersama Abdullah bin Zubair, dan keduanya pergi diam-diam ke kota Mekah. Seperti kita ketahui bahwa Imam Husein adalah salah satu figur umat Islam karena hubungan kekerabatannya dengan Nabi. Seluruh umat Islam mencintainya, dari dulu hingga hari ini, hanya orang menyimpang dan menyimpan penyakit di hatinya bisa membenci keluarga Nabi. Hingga ketika dia menolak berbai’at, maka kabar beritanya tersebar ke segala penjuru, di antara mereka yang mendengar kabar berita mengenai Imam Husein adalah warga Kufah. Lalu mereka mengirimkan surat-surat kepada Imam Husein mengajaknya untuk datang ke Kufah dan memberontak pada Yazid. Surat-surat itu begitu banyak berdatangan kepada Imam, hingga jumlahnya mencapai puluhan ribu.
Ahmad Rasim Nafis -seorang penulis Syi’ah- menerangkan, "Surat-surat penduduk Kufah kepada Husein a.s. menyatakan, ‘Kami tidak memiliki Imam, oleh karena itu datanglah, semoga Allah berkenan mempersatukan kita di atas kebenaran.’ Surat-surat itu mengandung berbagai tanda tangan menghimbau kedatangan untuk menerima bai'at dan memimpin umat untuk gerakan menghadapi para pendurhaka Bani Umayyah. Begitulah, kian sempurnalah unsur-unsur dasar bagi gerakan Huseiniyah. Diantaranya: Adanya hasrat mayoritas masyarakat yang menuntut reformasi dan mendorong Imam Husein untuk segera memegang tampuk kepemimpinan bagi gerakan tersebut. Juga peristiwa dorongan-dorongan di Kufah ini diungkapkan di dalam surat-surat bai’at dari penduduk Kufah.” (Alaa Khutha Husain, hal. 94 ).
Muhammad Kadhim al-Qazwaini -seorang ulama Syi’ah- menyatakan:, "Penduduk Irak menulis surat kepada Husein, mengirim utusan, dan memohon agar beliau berangkat ke negeri mereka untuk menerima bai’at sebagai Khalifah, sehingga terkumpul pada Husein sebanyak 12.000 surat dari penduduk Irak yang semuanya berisikan satu keinginan. Mereka menulis: "Buah sudah ranum, tanaman sudah menghijau, Anda hanya datang untuk menjumpai pasukan anda yang sudah bersiaga. Anda di Kufah memiliki 100.000 (seratus ribu) pedang. Apabila Anda tidak bersedia datang, maka kelak kami akan menuntut anda di hadapan Allah." ( Faaji'atu ath-Thaff, hal. 6 ).
Seorang ulama Syi’ah, Abbas al-Qummi menerangkan: "Melimpah ruahlah surat-surat sehingga terkumpul pada beliau di dalam satu hari sebanyak 600 surat berisikan janji hampa. Pada waktu itu pun beliau menunda-nunda dan tidak menjawab mereka. Sehingga terkumpul pada beliau sebanyak 12.000 surat. [ Muntaha al-Amaal, (1/430) ]. Ribuan –tepatnya puluhan ribu- surat yang berdatangan berhasil meyakinkan Husein mengenai kesungguhan penduduk Kufah. Husein mengutus Muslim bin Aqil untuk mengecek keadaan kota Kufah dan melihat sendiri apa yang terjadi di sana. Dan ternyata benar, sesampainya Muslim di sana ternyata banyak orang berbai’at pada Muslim untuk “membela” Imam Husein melawan penguasa dhalim. Mereka menunggu kedatangan sang Imam untuk memimpin mereka. Ridha Husein Shubh al-Huseini -seorang penulis Syi'ah- mengatakan, "Lalu Muslim berangkat dari Mekah pada pertengahan bulan Sya'ban, dan tiba di Kufah selepas lima hari bulan Syawal. Orang-orang Syi'ah berdatangan berbai’at kepadanya, sehingga jumlah mereka mencapai 18.000 orang. Sedang di dalam riwayat asy-Sya'bi, jumlah orang yang berbai’at kepadanya mencapai 40.000 orang.” ( Asy-Syii'ah wa Asyuura', hal. 167 ).
Dari situ ia mulai menerima masyarakat. Dan menyebarluaslah seruan agar berbai’at kepada Husein, sehingga jumlah orang-orang yang "bersumpah setia sampai mati" mencapai 40.000 orang. Ada juga yang mengatakan, kurang dari jumlah tersebut. Gubernur Yazid yang berada di Kufah ketika itu adalah an-Nu'man bin Basyir. Sebagaimana disifatkan oleh para sejarawan, gubernur ini seorang muslim yang tidak menyukai perpecahan dan lebih mengutamakan kesejahteraan." [ Siiratul Aimmati al-Itsna 'Asyar,  (2/57-58) ]
Seorang ulama Syi'i, Abdur Razaq al-Muqarram menerangkan, "Orang-orang Syi'ah menjumpai Muslim di rumah al-Mukhtar dengan sambutan hangat dan menampilkan sikap taat dan patuh. Sikap yang membuat ia lebih gembira dan lebih bersemangat. Selanjutnya orang-orang Syi'ah pun datang saling berbai’at kepadanya sampai tercatat sejumlah 18.000 orang. Bahkan ada yang mengatakan sampai sejumlah 25.000 orang. Sedang di dalam riwayat asy-Sya'bi dinyatakan, orang-orang yang berbai’at kepadanya berjumlah 40.000 orang. Kemudian Muslim menulis surat kepada Husein bersama Abs bin Syabib asy-Syakiri, memberitakan kepada beliau tentang kesepakatan penduduk Kufah untuk patuh dan mereka yang menanti-nanti. Di dalamnya ia menyatakan: "Seorang penunjuk jalan tidak akan mendustai keluarganya sendiri. Bahkan sudah terdapat 18.000 orang penduduk Kufah yang berbai’at kepadaku. . ." ( Maqtal Husain, oleh al-Muqarram, hal. 147, dan Ma'saatu Ihda wa Sittiin, hal. 24 ) Abbas Al-Qummi juga menerangkan, "Melalui riwayat yang lalu, membuktikan bahwa orang-orang Syi'ah secara diam-diam menjumpai Muslim di rumah Hani, secara rahasia. Lalu mereka pun saling mengikutinya, dan Muslim menekankan kepada tiap-tiap orang yang berbai’at kepadanya agar tutup mulut dan merahasiakan hal itu, sampai jumlah orang yang berbai’at kepadanya mencapai 25.000 laki-laki. Sementara Ibnu Ziyad masih belum mengetahui posisinya. [ Muntaha al-Amaal, (1/437) ].                                                          
Sampai di sini barangkali anda membayangkan bagaimana puluhan ribu orang bersiap siaga untuk menyambut kedatangan, bagaimana mereka mempersiapkan persenjataan untuk “melawan penguasa dhalim” di bawah pimpinan sang Imam. Tapi jangan berhenti membaca di sini, ternyata ending kisah tak seindah yang anda bayangkan.
Melihat sambutan penduduk Kufah yang begitu menggembirakan, Muslim mengirim surat pada Husein untuk segera datang. Tapi apa yang terjadi, Yazid mengutus Ubaidilah bin Ziyad, untuk “menertibkan” kota Kufah, hingga akhirnya menangkap Muslim bin ‘Aqil dan beberapa tokoh yang mengajak untuk berbai’at pada Imam Husein. Ternyata satu orang saja dapat menertibkan ribuan orang di Kufah yang telah berbai’at pada Imam Husein untuk melawan orang-orang “dhalim”. Nyali mereka menjadi ciut dan melupakan bai’at mereka pada Imam Husein
Ulama Syi'i Muhammad Kadhim al-Qazwaini menerangkan, "Lalu Ibnu Ziyad masuk Kufah. Ia mengirim utusan kepada para ulama setempat dan pimpinan-pimpinan kabilah, mengancam mereka dengan datangnya pasukan dari Syam, dan memikat mereka, sehingga mereka pun berpisah-pisah meninggalkan Muslim sedikit demi sedikit sehingga tingggal Muslim seorang diri. ( Faaji'atu ath-Thaffa, hal. 7 ).
Pernyataan serupa juga tersebut di dalam "Tadhallum Az-Zahra",  hal. 149.
Puluhan ribu orang yang membai’at Imam Husein, baik melalui surat maupun yang berbai’at langsung akhirnya “keok” hanya dengan digertak oleh Ibnu Ziyad. Keinginan mereka untuk menolong Imam Husein seketika sirna karena mendengar gertakan Ibnu Ziyad. Mereka lebih suka duduk di rumah beserta anak istri ketimbang berperang bersama Imam Husein melawan tentara Yazid. Rupanya itulah kualitas mental “pembela Ahlul Bait Nabi”.
Ibnu Ziyad mengutus tentara untuk mencegat Imam Husein, hingga terjadilah proses negosiasi.
Ayatullah Muhammad Taqiy Ali Bahri al-Ulum -seorang ulama Syi’ah- menerangkan: "Husein keluar seraya mengenakan kain, selendang, sepasang sendal, dan bersandar pada penghulu pedang beliau. Lalu beliau menghadapi kelompok tersebut, memuji dan menyanjung Allah, lalu berkata, ‘Dengan merendahkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla dan juga kepada kalian. Sebenarnya saya tidak datang kepada kalian sehingga datang kepada saya surat-surat kalian. Dan dinyatakan oleh utusan-utusan kalian, ‘Datanglah kepada kami karena kami tidak memiliki imam. Semoga Allah berkenan mempersatukan kita di atas petunjuk.’ Jika kalian memang bersikap seperti itu, maka sekarang kami datang kepada kalian, maka penuhilah janji dan ikrar kalian dengan sikap yang baik. Tetapi sekiranya kalian tidak menyukai kehadiranku, maka saya pun akan meninggalkan kalian kembali ke tempat di mana saya berangkat." Mereka pun terdiam semuanya. Lalu al-Hajjaj bin Masruq al-Ju'fi menyerukan shalat Dhuhur. Kemudian Husein berkata kepada Hurr, ‘Apakah Anda hendak berlaku sebagai imam shalat shahabat-shahabat Anda?’ Ia menjawab, ‘Tidak, tetapi kami semuanya akan bermakmum kepada Anda." Kemudian Husein pun berlaku sebagai imam shalat atas mereka. Seusai shalat, beliau menghadap mereka, memuji dan menyanjung Allah, dan bersholawat kepada Nabi Muhammad. Beliau berkata, "Wahai hadirin, sekiranya kalian bertakwa kepada Allah dan memahami hak-hak ahli-Nya, niscaya itu lebih diridhai Allah. Kami adalah Ahlul Bait Muhammad –shallallaahu ‘alaihi wa sallam- lebih layak untuk menduduki jabatan ini dibanding mereka yang merasa memiliki apa-apa yang tiada pada mereka. Dan mereka orang-orang yang suka melakukan kejahatan dan permusuhan. Tetapi sekiranya kalian merasa enggan dan tidak menyukai kami, tidak memahami hak-hak kami, dan sekarang kalian berpendapat (dengan pendapat baru) yang berbeda dengan pernyataan-pernyataan surat-surat kalian. Kami akan pergi meninggalkan kalian.
" Hurr berkata, "Saya tidak mengerti tentang surat-surat yang Anda sebutkan itu?" Lalu Husein memerintahkan kepada Uqbah bin Sam'an (agar mengeluarkan surat-surat tersebut). Ia pun mengeluarkan dua kantung penuh dengan surat-surat."                   Hurr berkata, "Saya bukan dari golongan mereka. Bahkan saya diperintah untuk tidak berpisah dari Anda apabila bisa menjumpai Anda sampai saya membawa Anda ke Kufah menjumpai Ibnu Ziyad." Husein menjawab, "Maut lebih dekat pada diri Anda daripada melaksanakan hal itu." Lalu beliau memerintahkan shahabat-shahabat beliau agar menunggangi kendaraan. Para wanita pun sudah menunggangi kendaraan. Tetapi tiba-tiba Hurr melarang mereka pergi menuju ke Madinah." Husein berkata kepada Hurr, ‘Celakalah ibumu! Apakah yang kalian harap dari kami?’"
 Hurr berkata, "Sekiranya yang mengucapkan kata-kata itu orang Arab lain selain Anda, dan ia dalam posisi seperti Anda sekarang, niscaya tidak akan kubiarkan ia menyebut celaka terhadap ibunya, betapa pun alasannya. Demi Allah, saya tidak memiliki kemampuan untuk menyebut ibu Anda, kecuali dengan ucapan yang baik dan kami hormati. Tetapi sekarang silahkan ambil jalan tengah yang mana tidak memasukkan Anda ke Kufah dan bukan ke arah Madinah, sehingga saya dapat menulis surat kepada Ibnu Ziyad. Semoga Allah berkenan mengaruniakan kesejahteraan kepada kita, dan saya pun tidak mendapat musibah lantaran persoalan Anda ini." ( Waaqi'atu ath-Thaff, oleh Bahru al 'Ulum, hal. 191-192 ).
Imam Husein terhenyak, ternyata dia telah ditipu mentah-mentah oleh kaum Syi’ah yang berbai’at kepadanya.
Abbas Al-Qummi menerangkan: Ibnul Hurr mengatakan, "Wahai putra Rasulullah -sallallahu 'alaihi wa sallam wa aalih-, sekiranya di Kufah terdapat Syi'ah (sejati) dan para pembela yang akan berperang bersama Anda, niscaya saya orang yang paling mengetahuinya. Tetapi saya mengetahui bahwa Syi'ah Anda di Kufah itu telah meninggalkan rumah-rumah mereka masing-masing karena takut kepada pedang-pedang Bani Umayah." Husein tidak menjawab ucapan itu, dan beliau a.s. berlalu. . . "Abbas Al Qummi menerangkan peristiwa tersebut di dalam Muntaha al Amaal (1/466). Juga di catatan pinggir (haamisy), hal. 177 dalam buku an-Nafsu al-Mahmuum. Sedang lafalnya pada kitab rujukan kedua.
Abbas Al-Qummi menerangkan, "Lebih lanjut perhatikanlah (maksudnya: Husein), sehingga ketika tiba waktu sahur, beliau berkata kepada bujang-bujang dan pelayan-pelayan beliau, "Perbanyaklah air, sehingga kalian memiliki persediaan minum. Dan perbanyak lagi, kemudian berangkatlah. Lalu beliau melakukan perjalanan. Sehingga ketika beliau sampai di tempat sampah, datang kepada beliau berita tentang Abdullah bin Yaqthar. Kemudian beliau mengumpulkan para shahabat beliau. Mengeluarkan sepucuk surat di hadapan hadirin, dan beliau membacakannya di hadapan mereka. Ternyata tertulis di dalamnya sebagai berikut: "Bismillahirrahmanirrahim. Lebih lanjut, telah datang berita buruk kepada kami, Muslim bin ‘Aqiil dibunuh, Hani bin Urwah, dan juga Abdullah bin Yaqthar. Kita telah ditinggalkan oleh Syi'ah kita sendiri. Barangsiapa di antara kalian hendak pulang, silahkan pulang tanpa dipersalahkan dan tanpa dibebani sangsi."
Kemudian para hadirin pun bercerai-berai meninggalkan beliau, yaitu dari kalangan orang-orang yang mengikuti beliau demi memperoleh harta rampasan dan kehormatan. Sehingga beliau hanya tinggal bersama Ahlul Bait beliau dan para shahabat-shahabat beliau yang tetap memilih tinggal dan patuh bersama beliau atas dasar yakin dan iman." [ Muntaha al Amaal (1/462). Majlisi di dalam "Bihaarul Anwar" (44/374). Muhsin Al-Amin dalam "Lawaaij al-AsyHaan", hal. 67. Abdul Husein al-Mui dalam "al-Majaalis al-Faakhirah", hal. 85. Penulis Abdul Hadi ash-Shalih di dalam "Khoirul Ashhaab", hal. 37, hal. 107
Ahmad Rasim an-Nafis mengutipkan kepada kita beberapa pantun Husein r.a yang dikutip dari "al-Ihtijaaj", (2/24) dan peringatan beliau kepada Syi'ah (para pengikut) beliau yang telah mengundang beliau (dengan janji) hendak membelanya, tetapi kemudian meninggalkannya. Kata beliau, "Ketika itu mereka secara terus menerus merisaukan Abu Abdillah Husein, agar beliau tidak dapat menyelesaikan ibadah haji beliau. Lalu beliau berkata kepada mereka dengan murka: "Mengapa kalian tidak bersedia diam terhadapku dan mendengar tutur kataku? Sebenarnya saya mengajak kalian ke jalan lurus, sehingga orang-orang yang bersedia mengikutiku akan menjadi orang-orang yang beroleh bimbingan, sedang yang durhaka kepadaku akan menjadi orang-orang yang dibinasakan. Kalian semua telah berbuat durhaka terhadap perintahku, tidak mendengar ucapanku. Kiranya barang-barang yang kalian terima berlimpah barang haram, perut-perut kalian pun dipenuhi oleh barang haram, sehingga Allah menutup hati kalian. Celakalah kalian, mengapa kalian tiada bersedia tutup mulut? Mengapa tidak bersedia mendengar? Lalu para hadirin pun diam. Selanjutnya beliau a.s. berkata lagi, "Celakalah kalian wahai jama’ah. Kalian campakkan apa-apa yang telah kalian serukan kepada kami. Kami dapati kalian dalam keadaan lemah, lalu kami pun menyeru kalian dengan siap siaga. Lalukalian hunuskan pedang ke arah leher-leher kami. Kalian sulutkan bara api fitnah ke atas kami, sehingga menjadi peluang bagi musuh-musuh kami dan musuh kalian sendiri. Lalu kalian pun menjadi perintang orang-orang yang hendak melindungi kalian, dan pula menjadi tangan bagi musuh-musuh kalian. Tanpa adanya keadilan berlaku di antara kalian. Tak ada pula harapan kalian terhadap mereka kecuali harta duniawi haram yang akan kalian peroleh, kehidupan seorang pengecutlah yang kalian dambakan. Alangkah buruk moral kalian. Sebenarnya kalianlah para pendurhaka di antara umat ini, kelompok paling jahat, pencampak al-Kitab (al-Qur’an), sarana bisik-bisikan setan, golongan para pendosa, pemanipulasi al-Quran (al-Qur’an), pemadam sunah-sunah, dan pembunuh putra-putri para nabi. ( 'Ala Khutha Husain, hal. 130-131) Marilah kita perhatikan bagaimana Imam Husein r.a. menyebutkan sifat-sifat kaum Syi'ah yang ingin membela keluarga Nabi: "Pendapatan kalian dipenuhi barang-barang haram." "Perut-perut kalian dipenuhi barang-barang haram." "Allah menutup hati kalian." Imam Husein ditipu mentah-mentah sebelum dibantai secara tragis. Siapa yang menipunya? Siapa yang memanggil sang Imam, lalu meninggalkannya? Mari kita simak lagi pengakuan Imam Husein di atas, yang lebih tahu tentang kondisi Syi’ahnya dibanding kita semua: 
Kita telah ditinggalkan oleh Syi'ah kita sendiri.
Peristiwa Karbala terulang lagi di Gaza. Iran dan Hizbullah selalu mengancam akan membumihanguskan Israel, bahkan dengan gagah perkasa presiden Ahmadi Nejad mengancam untuk menghapus Israel dari peta dunia. Begitu juga Hasan Nasrullah selalu mengancam Israel dengan khotbahnya yang berapi-api.
Kaum muslimin di dunia banyak yang silau dengan khotbah yang berapi-api. Kita bisa memaklumi kaum muslimin yang awam dan merindukan figur pejuang yang mengembalikan kemuliaan Islam. Tapi sepertinya kaum muslimin salah sangka. Mestinya Hizbullah langsung menghujani Israel dengan rudal-rudal Iran yang canggih dan menjangkau sasaran jarak jauh. Mestinya Iran menggunakan rudal-rudal canggihnya ke arah Tel Aviv. Tapi ternyata hanya mimpi yang kita dapat.
Iran yang mengancam akan menghentikan ekspor minyak, mengancam menutup selat Hormuz ketika Amerika akan menyerangnya, ternyata diam saja ketika Gaza diserang. Rupanya Iran hanya menggunakan propaganda untuk sekedar meramaikan suasana dan mencari dukungan dari kaum muslim dunia.
Iran bukan sekedar diam saja, malah melarang orang pergi berjihad ke Gaza. Ali Khomaini, yang diyakini oleh Syi’ah sebagai “Waliy Amr” kaum muslimin, ternyata melarang orang untuk berjihad ke Gaza. Asal pembaca tahu saja, Khomaini ini diyakini oleh Syi’ah menjadi wakil dari imam Mahdi yang bersembunyi. Jika anda ingin melihat sumber pernyataan saya ini, silahkan cari keyword : iran bans volunteers di google. Atau jika anda bisa berbahasa Arab, silahkan ketik keyword ini di google: يمنع المتطوعين من القتال بغزة
Mestinya Iran mengirimkan pasukan daratnya untuk menyerang Israel dari daratan Lebanon selatan yang menjadi “daerah kekuasaan” Hizbullah. Karena Israel pasti takut pada Iran.


Tapi rupanya inilah sifat dasar Syi’ah sejak jaman imam Husein, kita harus percaya pada imam Husein yang "maksum" [menurut Syi’ah]. http://hakekat.com Diposkan oleh fakta syiah

Lihat comments menarik di :http://hakekat.com/content/view/44/1/ )

kaum wahhabi adalah syi’ah sejati

Ada ajaran dari para imam maksum yang malah dipegang erat oleh kaum Wahabi. Ajaran itu malah ditinggalkan oleh Syi’ah. Bukan hanya meninggalkan, Syi’ah selalu mengolok-olok dan mencaci mereka. Apa ajaran itu? Dari hari ke hari, kita makin sering melihat dengan mata kita, orang-orang yang mengenakan celana dan sarung di atas mata kaki. Orang awam menyebutnya dengan sebutan cingkrang. Sementara sebagian lagi mentertawakan mereka, saat bertemu kawan yang mengenakan celana cingkrang, mereka bertanya, “Ada banjir ya?” Ditanya tentang banjir karena celananya dinaikkan ke atas mata kaki. Biasanya orang bercelana cingkrang karena takut terkena air saat banjir. Ketika ditanya tentang alasan mereka, mereka menjawab bahwa Nabi-lah yang menyuruh mereka. Jadi bukan karena banjir atau apa. Nabi Muhammad menyuruh mereka melakukan itu, menyuruh mereka memendekkan pakaian ke atas mata kaki. Karena ingin mengikuti perintah Nabi, mereka rela dicaci maki. Memang, melakukan perintah Nabi membuat banyak orang sinis dan benci. Ini berlaku dari awal jaman Nabi diutus, hingga saat ini, sampai hari ini. Kawan-kawan Syi’ah memiliki pandangan berbeda. Bagi mereka, pakaian yang tidak menjulur ke bawah mata kaki adalah salah satu ciri kaum Wahabi. Kaum Wahabi yang membenci Nabi dan keluarganya. Karena mereka tidak mengikuti mazhab Syi’ah, mereka dianggap membenci Nabi dan keluarganya. Maka kita lihat Syi’ah tidak ada yang memendekkan pakaiannya hingga ke atas mata kaki. Mereka tidak ingin meniru kaum Wahabi. Mereka malu dianggap kaum Wahabi, karena yang terbiasa melakukan ajaran Nabi itu adalah kaum Wahabi. Ternyata apa yang menjadi ajaran kaum Wahabi itu tercantum dalam kitab Syi’ah sendiri. Para imam Syi’ah yang maksum memerintahkan pengikutnya untuk memendekkan pakaian ke atas mata kaki. Dari Abdullah bin Sinan, dari Abu Abdillah Alaihissalam, mengenai firman Allah: “Dan bajumu bersihkanlah.” Abu Abdillah berkata: pendekkanlah. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian. ) Memendekkan celana atau sarung adalah perbuatan membersihkan. Yang dimaksud bukan membersihkan fisik pakaian agar tidak kotor dan nyaman dipandang. Yang dimaksud adalah membersihkan pakaian dari noda kesombongan. Dari Ma’la bin Khunais, dari Abu Abdillah berkata: Ali ‘alaihissalam ada di tempat ini, dia mendatangi Bani Diwan, lalu membeli tiga buah baju seharga 1 dinar, sebuah baju sepanjang di atas maka kaki, dan sarung sampai setengah betis, dan sebuah sorban yang mencapai dada di depannya, sementara belakangnya sampai bawah punggung, lalu mengangkat tangannya ke langit, memuji Allah atas baju pemberian Allah, kemudian dia masuk ke rumahnya dan mengatakan, ‘Inilah pakaian yang harus dikenakan oleh kaum muslimin.’ Abu Abdillah berkata: ‘Tetapi mereka tidak bisa mengenakannya hari ini, jika kami hari ini mengenakan pakaian itu, orang akan mengatakan: dia orang gila, dia adalah seorang yang riya’, Allah berfirman: ‘Dan bajumu bersihkanlah.‘, Abu Abdullah berkata: ‘Pendekkanlah bajumu jangan engkau julurkan, jika Imam Mahdi muncul, inilah pakaian yang akan dikenakannya. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian ) Imam Mahdi sejati adalah Imam Mahdi yang mengikuti perintah Nabi. Maka tidak heran jika Imam Mahdi mengenakan pakaian seperti yang diperintahkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-. Dari Abdullah bin Hilal berkata: “Abu Abdillah menyuruh saya untuk membeli sarung. Aku berkata: ‘Saya hanya memakai sarung yang longgar, potonglah dan jahit ujungnya.’ Lalu berkata: ‘Sesungguhnya ayahku berkata: ‘Apa yang lebih panjang dari dua mata kaki, maka tempatnya di neraka. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian ). Membersihkan pakaian dengan memendekkan, membersihkan pakaian dan diri kita sendiri, agar tidak terkena adzab neraka di hari akhir nanti. Dari Abul Hasan mengatakan: “Allah berfirman pada Nabi-Nya: ‘Dan pakaianmu bersihkanlah.’ Sedangkan pakaian Nabi adalah bersih, maksudnya diperintahkan untuk memendekkan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian) Dari Abu Bashir dari Abu Ja’far -’alaihissalam-, bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- berwasiat pada seorang laki-laki dari Bani Tamim, “Hindarilah isbal dalam sarung dan gamis, karena isbal adalah termasuk kesombongan, sedangkan Allah tidak menyukai kesombongan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian ) Sering orang berkilah, bahwa yang dilarang adalah menjulurkan pakaian karena kesombongan. Padahal, perbuatan menjulurkan pakaian itu sendiri adalah bagian dari kesombongan. Maka kita lihat ulama Syi’ah di Iran, ustadz Syi’ah yang belajar pada mereka, serta orang awam Syi’ah, seluruhnya menjulurkan pakaian ke bawah mata kaki. Mereka menghiasi diri mereka dengan kesombongan. Bagaimana kesombongan yang ada dalam hati bisa nampak? Jelas nampak, karena apa yang ada di hati akan nampak terlihat orang dari anggota badan. Sedangkan para imam maksum jelas memberi tanda kesombongan dengan pakaian yang menjulur ke bawah mata kaki. Dalam kitab Biharul Anwar, jilid 2 hal. 143, terdapat sebuah hadits dari Nabi: “Tidak akan masuk surga, orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebiji sawi.” Di akhir hadits, Nabi menggariskan definisi sombong: “Sombong adalah menolak kebenaran dan menganggap rendah orang lain.” Biharul Anwar menambah penjelasan tentang sombong: enggan mengikuti kebenaran. Kepada teman-teman Syi’ah, pendekkan celana kalian, jangan sampai kain celana kalian menjulur sampai bawah mata kaki, karena itu adalah bagian dari kesombongan, bagai menyemi bibit kesombongan dalam hati. Jika bibit yang disemi sudah tumbuh, maka ia akan berakar di dada. Akibatnya, kita akan menolak kebenaran. Semua ini diawali dari celana yang menjulur ke bawah mata kaki. Dari Abu Hamzah: Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib memandang pada seorang pemuda yang memanjangkan sarungnya, lalu berkata: ‘Wahai anakku, pendekkan sarungmu, karena itu membuat awet pakaianmu, dan membuat hatimu lebih bertaqwa. ( Al Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian ) Jauh sebelumnya, Umar bin Khattab telah mengatakan ucapan yang sama, saat menjelang wafatnya, ada seorang pemuda yang menjenguknya, lalu Umar melihat pakaian pemuda itu menjulur ke bawah mata kaki, lalu Umar berkata: “Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu, sesungguhnya itu lebih bersih untuk bajumu, dan lebih bertakwa pada Rabb-Mu. ( Riwayat Bukhari ) Imam Ali mengucapkan hal yang sama, jauh setelah Umar bin Khattab wafat. Pakaian yang menjulur adalah bagaian dari sombong, sebaliknya, pakaian yang terangkat melambangkan taqwa. Ini bukti bahwa pakaian menunjukkan kondisi hati seseorang. Seolah para imam memberitahu kita, bahwa isi hati seseorang bisa diketahui dari pakaiannya. Dari Salamah, dia berkata: “Saya bersama Abu Ja’far, lalu Abu Abdullah masuk menemuinya, lalu Abu Ja’far berkata: ‘Wahai anakku, mengapa kamu tidak membersihkan pakaianmu?’ Lalu dia pergi, kami mengira bahwa bajunya terkena kotoran, lalu kembali dan berkata: ‘Memang sudah bersih seperti ini.’ Lalu kami berkata: ‘Semoga kami dijadikan Allah sebagai tebusanmu, ada apa dengan bajunya?’ Abu Ja’far menjawab: ‘Gamisnya adalah panjang, dan saya memerintahkan untuk memendekkannya, Allah berfirman : dan bajumu bersihkanlah..” Dari Muhammad bin Musllim berkata: “Abu Abdullah memandang ke arah seseorang yang mengenakan gamis sampai mengenai tanah, lalu berkata: ‘Ini bukanlah baju yang bersih.’” Dari Sama’ah bin Mahran, dari Abu Abdillah -’alaihissalam- berkata tentang orang yang memanjangkan gamisnya: “Saya tidak senang dia menyerupai wanita. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian) Dari Abdullah bin Hilal, dari Abu Abdillah berkata: “Ayahku berkata: ‘Setiap yang melewati dua mata kaki, maka tempatnya di neraka.” ( Wasa’il Syi’ah, jilid 5 hal. 25-49) Kawan-kawan Syi’ah yang menganggap para imam adalah maksum, sudah semestinya meniru kaum Wahabi yang memendekkan celana di atas mata kaki. Tetapi yang melaksanakan sabda para imam adalah kaum Wahabi. Kita dilanda bingung, jangan-jangan kaum Wahabi adalah pengikut Ahlulbait sejati??? ^_^ ( hakekat.com ).Diposkan oleh fakta syiah


Syaikh Mamduh: Pokok aqidah Syiah tidak berdasarkan dalil al Qur'an yang jelas

MAKASSAR Dalam seminar Islam dan Ideologi (17/2/2013) di Baruga AP Pettarani Unhas, kerjasama LDK MPM Unhas dan Majalah Qiblati, Syaikh Mamduh selaku pembicara menegaskan imamah merupakan pokok agama syiah. “Yaitu keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan 11 imam versi syiah sebagai penerus Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan ketetapan wahyu Allah.” tegas Syaikh Mamduh seperti rilis yang dikirim Muslimunhas kepada arrahmah.com, Selasa (19/2/2013) Syaikh memulai pembahasan tentang pentingnya menetapkan aqidah berdasarkan ayat muhkam (tegas), bukan ayat-ayat mutasyaabihat (samar). Sebagaimana aqidah Islam selalu ditetapkan dengan ayat-ayat muhkam. “Kita meyakini Tuhan itu satu. Allah berfirman bahwa tuhan satu yaitu Ia. Muhammad adalah Rasulullah, maka Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa Muhammad itu RasulNya. Shalat itu wajib, maka dalam Al-Qur’an Allah mewajibkan Shalat. Puasa itu wajib, maka Al-Qur’an menegaskan puasa itu wajib. Demikianlah, Allah dalam perkara ushul (pokok) baik dalam aqidah dan ibadah selalu menegaskannya dalam Al-Qur’an.” Ungkap Syaikh Mamduh.  Ia memaparkan kitab-kitab syiah yang menunjukkan bahwa kepemimpinan versi syiah mesti ditetapkan dengan wahyu Allah. Sedangkan ahlussunnah meyakini kepemimpinan setelah Rasulullah dilakukan dengan musyawarah. Menurut syiah, orang-orang yang tidak beriman dengan kepemimpinan Ali setelah Rasulullah pada hakikatnya tidaklah beriman kepada Rasulullah. Namun, sesuai penelitian syiakh Mamduh, tidak satupun ayat Al-Qur’an yang menyebutkan wajibnya mengangkat Ali, bukan Abu Bakar dan Umar, setelah Nabi sebagai pemimpin. Menurut beliau, tidak satupun ayat yang menyiratkan kepemimpinan itu. Padahal Allah menyebutkan hewan-hewan seperti semut, lebah, onta, keledai, dan anjing. Allah menyebutkan pula anggur, kurma, dan zaitun. Allah juga dengan terang menyebutkan haidh. Sementara kepemimpinan Ali bin Abi Thalib yang oleh syiah diklaim wajib dan mulia, Allah sama sekali tidak pernah menyebutkannya dalam Qur’an. Syaikh banyak menyebutkan contoh-contoh kekeliruan syiah dalam menetapkan aqidah kepemimpinan Ali setelah Nabi. “Jika ada orang dari daerah terpencil misal di Amerika atau Afrika mendapat Al-Qur’an lalu beriman. Ia beriman bahwa Allah itu satu, bahwa Muhammad itu Rasulullah, tetapi ia tidak beriman bahwa Ali adalah imam yang wajib diangkat berdasar wahyu, apakah orang itu sudah beriman atau masih belum beriman?” tanyanya retoris. Doktor jebolan Ma’had Al-Haram Al-Makkai Asy-Syarif Saudi ini melanjutkan, tidak satupun aqidah syiah yang ditetapkan dengan ayat-ayat muhkam. Terutama dalam persoalan kepemimpinan Ali dan 11 imam versi syiah. Ayah empat anak ini berulang-ulang menegaskan bahwa aqidah syiah selalu diambil dari ayat-ayat mutasyaabihat (samar) yang diartikan sesuai kehendak ulama-ulama syiah dan aqidah itu tidak bisa ditetapkan selain dengan mengambil dalil-dalil lain yang validitas sanadnya (jalur riwayat) tidak bisa dipertanggungjawabkan. Padahal, lanjut beliau, ketika Allah mewajibkan shalat, Allah menyebutkannya dengan tegas dalam Al-Qur’an. Bahkan berulang-ulang. Ketika Allah mewajibkan puasa, Allah berfirman dalam Al-Qur’an. Begitupun dengan zakat dan haji. “Lalu mengapa Allah tidak menyebutkan kepemimpinan Ali jika ini memang benar?” terangnya dengan nada meninggi. Syaikh yang terkenal dengan bantahannya terhadap syiah ini menerangkan panjang lebar ayat-ayat Al-Qur’an yang sering digunakan syiah untuk mengklaim kepemimpinan Ali setelah Rasulullah. Diakhir acara, seorang peserta mengaku tidak puas karena menurutnya tidak semua syiah sesat, meskipun saat materi ia tidak menanggapi sama sekali. sumber:  (bilal/arrahmah.com) Diposkan oleh fakta syiah



Syiah dan Kitab-Kitab Perusak Kehormatan Rasulullah

Dalam hukum positif yang dianut Indonesia, tindakan mencela agama mayoritas sudah digolongkan ‘religius blemish’ (menodai agama). Pada tahun 2011 kemarin, umat Syi’ah melakukan pemberontakan berdarah di Bahrain, Arab Saudi, dan Yaman yang sebagian besar penduduknya Muslim. Malah di Yaman, para milisi Syi’ah menyerang Ponpes Syekh Muqbil Al Wadiy, yang mengakibatkan beberapa orang santri tewas dan cedera, termasuk santri asal Indonesia. Di Suriah, selama beberapa dekade—hingga tulisan ini dibuat—pemerintah yang didominasi salah satu sekte Syi’ah (An Nusairiyah) banyak melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim. Demikian pula di Iran, sejak Revolusi Syi’ah 1979 oleh Khomeini, pemerintah negara beribukota Teheran sangat represif terhadap kaum Sunni. Seringkali masyarakat awam tak bisa membedakan antara Sunni dan Syiah. Bahkan sebagian besar menganggap sama. Sekilas, identitas dan ritualitas umat kedua agama tidak ada perbedaan. Namun setelah dicermati dengan benar, antara Islam dan Syi’ah terdapat perbedaan yang kontras dari tingkat keyakinan hingga tingkat aplikasi syariat. Jika ditinjau dari kajian komunikasi dakwah, salah satu akar konflik Islam-Syi’ah adalah sikapnya dalam hal melecehkan pribadi Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), maupun penistaan atas para istri, keluarga, dan sahabat beliau. Perusakan kehormatan tersebut banyak ditulis pada kitab-kitab karangan pemuka umat Syiah. Banyak kalangan menyebut mereka sebagai ulama Syiah. Padahal, berdasarkan kitab-kitab imajinatif yang sarat pelecehan atas Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), para pemuka Syi’ah telah menunjukkan bahwa mereka tidak takut kepada Allah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dan rasul-Nya. Di bawah ini adalah kitab-kitab yang menjadi rujukan penting kaum Syiah. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Al Anwar an Nu’maniyah Ni’matullah Al Jazairi adalah tokoh Syi’ah yang paling jahat dalam melecehkan sahabat Umar bin Khattab RA. Di dalam ‘Al Anwar an Nu’maniyah’, tokoh tersebut memfitnah bahwa Umar akan menerima siksaan lebih berat daripada Iblis karena merebut jabatan khalifah dari tangan Ali bin Abu Thalib RA, juga menulis berita bohong kalau ayah mertua Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) itu pernah (maaf) terserang penyakit ‘kotor’. 2. Al Bayan Jika pendeta Syi’ah yang lain menyerang kehormatan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) melalui keluarga dan sahabat, Abul Qasim Al Kuu’iy justru melecehkan pribadi Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sendiri. Dalam kitab ‘Al Bayan’, pemuka umat Syiah itu menuduh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah menghapus redaksi firman Allah Subhanahu wa-ta'ala tentang keutamaan Ali bin Abu Thalib dalam Surah Al Maa’idah ayat 67. 3. Al Ihtijaj Seorang pendeta Syi’ah bernama Ahmad bin Manshur Ath Thibrisi, dalam kitabnya ‘Al Ihtijaj’ menuduh para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah menghapus ayat-ayat Al Qur’an yang berisi celaan Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى) atas mereka, agar wibawa sahabat tidak jatuh di mata umat Islam. 4. Ajma’ul Fadha’ih Di dalam ‘Ajma’ul Fadha’ih’, Al Mulla Kazhim, salah satu tokoh pengikut Syiah menjanjikan bahwa barangsiapa yang sekali saja melaknat kedua sahabat nabi (Abu Bakar RA dan Umar RA) maka Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى) akan memberinya 70 juta kebaikan, menghapuskan 1 juta kejelekan, dan mengangkatnya 70 juta derajat. 5. Ar Raudhah minal Kafi Seorang tokoh agama Syi’ah, Abu Ja’far Al Kulaini di dalam kitab ‘Ar Raudhah minal Kafi’ memfitnah semua sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah murtad, kecuali 3 orang di antara mereka, yaitu Al Miqdad bin Al Aswad RA, Abu Dzar Al Ghifary RA, dan Salman Al Farisy RA. 6. As Sujud ‘Alaa at Turbah al Huseiniyah Dalam ‘As Sujud ‘Alaa at Turbah al Huseiniyah’, Asy Syihristani membuat informasi bohong, bahwa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) pernah mengatakan kalau Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى) hanya menerima shalat orang yang bersujud di atas tanah Karbala, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) pernah memerintahkan para wanita Muslimah untuk meratapi jenasah Hamzah bin Abdul Muthalib RA yang gugur dalam Perang Uhud, bahkan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) pernah menyebutkan keutamaan sujud di atas kuburan Husein bin Ali RA. 7. Ash Shirat al Mustaqim ila Mustahiq at Taqdim Dalam kitab ‘Ash Shirat al Mustaqim ila Mustahiq at Taqdim’, pendeta Syi’ah bernama Zainuddin Al Bayadhi telah melakukan pelecehan secara khusus terhadap sahabat Utsman bin Affan RA, dengan memfitnah bahwa menantu Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) tersebut sebagai orang (maaf) banci, serta pernah (maaf) meniduri seorang tahanan wanita yang akan dihukum rajam. 8. Awa’ilul Maqalaat Muhammad An Nu’man, salah satu pemuka umat Syiah, menuduh bahwa para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) yang menjadi oposan pemerintahan Ali bin Abu Thalib, adalah sebagai orang yang (maaf) murtad, sesat, terlaknat, dan kekal di dalam neraka jahanam. 9. Bihar al Anwar Kitab ‘Bihar al Anwar’ karangan Muhammad bin Bagir Al Majlisi, memfitnah ‘Aisyah RA, istri Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sebagai seorang perempuan yang (maaf) lemah iman dan lemah akal. 10. Fashlul Khitab Dalam ‘Fashlul Khitab’, pemuka umat Syiah bernama Husain Muhammad Ath Thibrisi menulis bahwa kitab suci Al Qur’an yang berada di tangan umat Islam telah mengalami perubahan (modifikasi) dan penyimpangan (distorsi). 11. Hadits al Ifk Pendeta Syi’ah bernama Abu Ja’far Al Kulaini adalah ‘tukang’ tulis banyak kitab pelecehan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Kitab ‘Hadits al Ifk’ merupakan salah satu karangannya yang menghina kedua istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), yaitu ‘Aisyah RA dan Hafshah RA, sebagai (maaf) perempuan kafir seperti istri Nabi Nuh AS dan istri Nabi Luth AS. 12. Haqqul Yaqin Muhammad Bagir Al Majlisi, seorang tokoh Syiah, dalam ‘Haqqul Yaqin’ menyatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia membenci para sahabat nabi, terutama Abu Bakar, Umar, Utsman, Mu’awiyah, ‘Aisyah, Hafsah, Hindun, dan Ummul Hakam, serta orang-orang yang mengikuti mereka. 13. Miftahul Jinan Kitab ‘Miftahul Jinan’ adalah buku panduan wirid umat Syi’ah yang berisi kalimat-kalimat laknat atas 2 ayah mertua Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) (Abu Bakar RA dan UMar RA), serta kalimat-kalimat laknat atas 2 istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) (‘Aisyah RA dan Hafshah RA). 14. Mira’ah al Anwar wa Misykah al Asrar Kitab ‘Mira’ah al Anwar wa Misykah al Asrar’ karangan Abu Hasan Al Aamili pun juga menuduh para sahabat baginda nabi telah melakukan penghapusan sejumlah ayat dalam Al-Qur’an. 15. Syarh Nahjih Balaghah Ibnu Abil Hadid, salah satu tokoh Syi’ah, dalam kitab ‘Syarh Nahjih Balaghah’, merendahkan derajat para sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sebagai orang-orang yang tidak memiliki keutamaan. Bahkan dengan sangat berani ia menuduh dosa para sahabat lebih besar daripada dosa orang-orang dari kalangan non-sahabat. 16. Tafsir al ‘Ayasyi Muhammad Al ‘Ayasyi, salah satu tokoh Syiah tidak tanggung-tanggung dalam memfitnah kedua istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), ‘Aisyah RA dan Hafshah RA. Al ‘Ayasyi menulis berita dusta bahwa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) meninggal dunia karena (maaf) telah diracun oleh ‘Aisyah dan Hafshah. 17. Tafsir al Quumi Ali bin Ibrahim al Quumi dalam kitabnya berjudul ‘Tafsir Al Quumi’, mengatakan bahwa di akhirat kelak 2 sahabat utama sekaligus ayah mertua Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), yaitu Abu Bakar RA dan Umar RA (maaf) meronta-ronta kesakitan akibat siksaan neraka jahanam, serta menuduh janda Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bernama ‘Aisyah RA (maaf) berselingkuh dengan seorang sahabat bernama Thalhah RA dalam perjalanan ke Basrah menjelang terjadinya Perang Jamal. 18. Tafsir ash Shafi Menurut pemuka umat Syiah bernama Al Faidl al Kasyani dalam kitab ‘Tafsir ash Shafi’, Abu Bakar dan Umar (maaf) telah murtad setelah kematian nabi yang juga menantu mereka, Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam 19. Tahdzibul Ahkam Dalam ‘Tahdzibul Ahkam’, seorang tokoh Syi’ah bernama Ja’far Ash Shadiq menyatakan, bahwa para wanita dari kalangan ahlul bait (keluarga Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)) setara derajatnya dengan wanita Majusi dan (maaf) wanita pelacur. 20. Ushul al Kaafi Di mata umat Islam, Abu Ja’far al Kulaini dikenal sebagai The Character Assassination Maker, mengingat begitu banyaknya kitab karangan tokoh Syi’ah tersebut yang menista Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Salah satunya adalah ‘Ushul al Kaafi’, yang mengatakan bahwa para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah banyak menghapus isi Al Qur’an, sehingga kitab suci terakhir tersebut tidak utuh lagi, 2/3 bagian hilang dan tersisa 1/3 bagian saja. Sikap Pemerintah RI Berdasarkan rujukan kitab-kitab di atas (juga kitab-kitab lainnya) yang sarat pelecehan atas kehormatan Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), maka umat Syi’ah tidak akan pernah hidup berdampingan secara harmonis dengan umat Islam. Faktormnya, umat Islam tidak akan pernah rela jika Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) beserta istri, ayah mertua, keluarga, serta para sahabat beliau dinista harga dirinya. Oleh karena itu, pemerintah RI perlu bersikap tegas terhadap pemeluk agama Syi’ah yang banyak meresahkan masyarakat dengan selalu menghina pribadi, keluarga, dan para sahabat Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), nabi dan rasulnya umat Islam, penduduk mayoritas negara ini. Sebab di mata hukum positif warisan kolonial Belanda yang dianut Indonesia saja, tindakan tercela itu sudah digolongkan dalam ‘religius blemish’ (menodai agama). Pemerintah patut memperhatikan betapa banyaknya firman Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى) dalam Al Qur’an yang mengancam orang-orang yang merusak kehormatan nabi dan rasul-Nya, yang salah satunya adalah, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al Ahzab : 57) 
Ketegasan sikap pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk SK pelarangan ajaran Syi’ah oleh lembaga negara yang berwenang, seperti Kejaksaan Agung RI. 
Pemerintah Indonesia patut kiranya mengikuti langkah pemerintah Arab Saudi, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, dan negara-negara lainnya dalam pelarangan Syi’ah demi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Wallahu’alam.
Oleh: Muh. Nurhidayat. Penulis adalah Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Ichsan. 
Keterangan: Al Ushul Al Kafi, salah satu kitab hadits rujukan utama Syiah.
Sumber : hidayatullah.com Diposkan oleh fakta syiah 



Disertasi Aqil Siradj Telah Menyebut Syiah Sesat?

Pada disertasi S3 Aqil Siradj saat kuliah di Univ. Umm Al Quro, telah menganggap Syiah dan Ahyadiyah sebagai sekte sesat PERJALANAN hidup manusia melalui berbagai fase dan juga perubahan fisik, mental, dan juga spiritual. Adanya perubahan ini menjadi bukti nyata bahwa hanya Allah Azza wa Jalla yang kekal. Dan kalau bukan karena karunia dari-Nya manusia tidak akan kuasa untuk teguh dalam menetapi sesuatu termasuk agamanya (istiqamah). Karena itu, dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa memohon keteguhan hati kepada Allah: “Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” Dan ini mungkin salah satu hikmah yang dapat anda petik dari kewajiban membaca surat Al Fatihah pada setiap rakaat shalat. Pada surat ini terdapat permohonan kepada Allah Azza wa Jalla agar senantiasa menunjuki anda jalan yang lurus, yaitu jalan kebenaran Fenomena ini terus melintas dalam pikiran saya, gara-gara saya membaca pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj di berbagai media. Said Aqil Siradj mengatakan bahwa ajaran syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni. Untuk menguatkan klaimnya ini, Said Aqil merujuk pada kurikulum pendidikan pada almamaternya Universitas Umm Al Quro di Arab Saudi. Menurutnya: "Wahabi yang keras saja menggolongkan Syiah bukan sesat." Pernyataan Said Aqil ini menyelisihi fakta dan menyesatkan. Sebagai buktinya, pada Mukaddimah disertasi S3 yang ia tulis semasa ia kuliah di Universitas Umm Al Quro, hal: tha’ (ط) Said Aqil menyatakan: “Telah diketahui bersama bahwa umat Islam di Indonesia secara politik, ekonomi, sosial dan idiologi menghadapi berbagai permasalahan besar. Pada saat yang sama mereka menghadapi musuh yang senantiasa mengancam mereka. Dimulai dari gerakan kristenisasi, paham sekuler, kebatinan, dan berbagai sekte sesat, semisal syi’ah, Qadiyaniyah (Ahmadiyyah), Bahaiyah dan selanjutnya tasawuf.” Pernyataan Said Aqil pada awal dan akhir disertasi S3-nya ini menggambarkan bagaimana pemahaman yang dianut oleh Universitas Umm Al Quro. Bukan hanya Syi’ah yang sesat, bahkan lebih jauh Said Aqil dari hasil studinya menyimpulkan bahwa paham tasawuf juga menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu pada akhir dari disertasinya, Said Aqil menyatakan: “Sejatinya ajaran tasawuf dalam hal “al hulul” (menyatunya Tuhan dengan manusia) berasalkan dari orang-orang Syi’ah aliran keras (ekstrim). Aliran ekstrim Syi’ah meyakini bahwa Tuhan atau bagian dari-Nya telah menyatu dengan para imam mereka, atau yang mewakili mereka. Dan idiologi ini sampai ke pada para pengikut Sekte Syi’ah berawal dari pengaruh ajaran agama Nasrani.” ("Silatullah Bil Kaun Fit Tassawuf Al Falsafy" oleh Said Aqil Siradj 2/605-606). Karena menyadari kesesatan dan mengetahui gencarnya penyebaran Syi’ah di Indonesia, maka Said menabuh genderang peringatan. Itulah yang ia tegaskan pada awal disertasinya, sebagai andilnya dalam upaya melindungi Umat Islam dari paham yang sesat dan menyesatkan. Namun, alangkah mengherankan bila kini Said Aqil menelan kembali ludah dan keringat yang telah ia keluarkan. Hasil penelitiannya selama bertahun-tahun, kini ia ingkari sendiri dan dengan lantang Said Aqil berada di garda terdepan "pembela" Syi’ah. Mungkinkah kini Said Aqil telah menjadi korban ancaman besar yang dulu ia kawatirkan mengancam Umat Islam di negeri tercinta ini? Wassalam, Dr. Muhammad Arifin Badri Lulusan Universitas Islam Madinah, dosen tetap STDI Imam Syafii Jember, dosen terbang Program Pasca Sarjana jurusan Pemikiran Islam Program Internasional Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan anggota Pembina Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Sumber : hidayatullah.com Diposkan oleh fakta syiah

Apakah Syi'ah Memiliki Kitab Shahih?

Bagian (1)
Ahlussunnah memiliki kitab yang seluruh isinya shahih, namun kata ulama syi’ah bahwa syi’ah tidak memiliki kitab yang seluruh isinya shahih. Mengapa ulama syi’ah mengatakan demikian?

Saat anda menanyakan pada ulama (beberapa tingkat di atas ustadz) syi’ah tentang beberapa pertanyaan yang tidak ada jawabannya dalam mazhab syi’ah, seperti tentang hubungan kasih sayang dan tolong menolong yang terjalin erat antara sahabat dan keluarga Nabi, juga seperti hal-hal yang tidak masuk di akal sehat manusia, juga kontradiksi yang ada dalam mazhab syi’ah yang tidak pernah bisa diselesaikan, dan hal-hal lain yang tidak masuk akal namun tercantum dalam kitab-kitab mereka, mereka sudah memiliki jawaban yang siap pakai –instan-yang hanya menggambarkan kelemahan dan ketidak jelasan, bahkan lebih jauh lagi, jawaban mereka ini adalah aib bagi mazhab yang katanya berasal dari langit –dari ahlul bait, dari Nabi lalu dari Allah-, apa jawaban mereka? yaitu : dalam mazhab syi’ah tidak ada kitab hadits yang seluruh isinya shahih. Apakah jawaban ini benar adanya? Apa saja konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari jawaban seperti ini? Atau jawaban ini tidak benar adanya dan hanya mereka katakan untuk sekedar menipu dan lari dari pertanyaan yang tidak bisa mereka jawab, dan untuk sekedar menutup mata dari kontradiksi-kontradiksi yang ada dalam mazhab syi’ah

Jika memang pernyataan ini benar adanya, bahwa tdak ada kitab yang isinya seluruh hadits shahih, lalu ke mana validitas ulama mazhab syiah, masa ulamanya tidak bisa mengumpulkan hadits shahih dan menulisnya dalam satu buku, yang memuat ajaran yang benar dan bisa menjadi pegangan untuk diikuti manusia, bagaimana nanti di hari kiamat ketika ditanya mengapa tidak mengikuti ajaran yang benar, maka orang akan menjawab bagaimana kita bisa tahu ajaran yang benar wong kita saja tidak bisa tahu mana hadits shahih dan mana yang tidak karena tidak ada kitab yang berisi kebenaran.

Kita bertanya pada ulama syiah, apa sih susahnya mengumpulkan hadits yang sesuai dengan kriteria shahih dan menuliskannya dalam sebuah buku? Atau ulama syiah hanya ingin mengambangkan persoalan sehingga mazhab syi’ah tidak bisa digugat? Tetapi ini hanya membuat orang tidak mengerti ajaran keluarga Nabi yang sebenarnya, karena tidak bisa membedakan mana ajaran keluarga Nabi yang valid dan tidak valid. Sehingga jika kita bertanya pada ustadz syi’ah hari ini tentang buku apa yang harus dipelajari untuk mengenal mazhab syi’ah maka tidak akan ada jawaban tentang buku yang seluruh isinya merepresentasikan mazhab ini. Atau jangan –jangan memang tidak ada kriteria hadits shahih menurut ulama syi’ah? Apakah mazhab yang tidak bisa menuliskan ajarannya sendiri perlu untuk diikuti?

Dengan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kitab yang seluruh isinya shahih berarti ustadz dan ulama syi’ah mengakui bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan tentang sanad dan perawi hadits, karena itulah mereka tidak bisa memutuskan status sebuah hadits yang konon berasal dari keluarga Nabi. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengecek kebenaran sebuah berita dari siapa yang membawa berita tersebut, dengan mengetahui kualitas si pembawa berita kita bisa mengambil kesimpulan mengenai berita itu, tetapi di sini ulama syi’ah tidak memiliki pengetahuan tetang perawi yang meriwayatkan dari keluarga Nabi sendiri, maka tidak bisa memutuskan apakah hadits ini shahih atau tidak karena tidak bisa menilai perawinya. sedangkan penilaian terhadap perawi harus memiliki kriteria dan bukan asal bunyi.
Memang kenyataan ini pahit tetapi tidak bisa dihindari oleh syi’ah sendiri, ini diakui oleh ulama mereka, di antaranya adalah Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili penulis kitab Wasa’il Syi’ah –salah satu dari delapan literatur utama hadits syi’ah-, yang menyatakan dalam kitab wasa’il syi’ah jilid 30 hal 260 : hadits shahih adalah yang diriwayatkan oleh seorang penganut imamiyah yang adil dan kuat hapalannya di seluruh tingkatan periwayatan, lalu dia menyatakan: jika kriteria ini diberlakukan maka seluruh hadits syi’ah tidak ada yang shahih karena ulama syi’ah jarang sekali menyatakan status keadilan seorang perawi, mereka jarang sekali menyatakan status keadilan seorang rawi, mereka hanya menyaatakan status tawthiq (terpercaya) bagi seorang rawi, yang sama sekali tidak berarti perawi itu adil.  alu Al Amili menyatakan lagi: bagaimana bisa dianggap adil padahal mereka menyatakan dengan jelas bahwa perawi itu tidak bisa dianggal adil, karena mereka menganggap perawi yang dianggap kafir dan fasiq sebagai perawi terpercaya.

Ini adalah testimoni dari seorang ulama besar syi’ah yang diakui otoritasnya, bahwa syi’ah tidak memiliki pengetahuan tentang sanad dan perawi hadits. Sekarang tinggal kita yang memilih sumber yang kita percaya, sumber yang memiliki otoritas atau sumber lain yang baru masuk syiah 25 tahun yang lalu.

Terkadang ada seorang perawi yang dianggap tsiqah[terpercaya] oleh syi’ah dan diterima periwayatannya, tetapi di tempat lain tertulis bahwa perawi yang dianggap terpercaya tadi adalah seorang yang zindiq dan harus ditolak riwayatnya, ini adalah salah satu contoh dari kebingungan syi’ah tentang sanad hadits, maka jangan heran ketika kita mendengar mereka mengatakan: kami tidak memiliki kitab hadits yang seluruh isinya shahih, karena sebenarnya mereka tidak bisa menemukan hadits shahih dalam kitab mereka sendiri.

Ketika ulama syi’ah [berikut kroconya] menyatakan hal ini [tidak ada kitab shahih di syiah] sebenarnya mereka sedang membongkar aib mereka sendiri, karena pernyataan itu sekedar bentuk pelarian dari hal-hal yang harus mereka terima, yang mereka sendiri kebingungan untuk menjawabnya, atau untuk lari dari hal-hal yang tidak mungkin diterima oleh syareat Islam, karena memang tidak bisa diterima oleh akal sehat, juga untuk lari dari kontradiksi yang memang tidak bisa lagi disinkronkan, seperti perbedaan yang ada di kalangan syi’ah mengenai orisinalitas Al Qur’an, yang mana keyakinan yang ada pada syi’ah sejak awal [seperti kata kitab syi’ah sendiri] adalah Al Qur’an yang ada saat ini sudah tidak asli lagi, alias sudah dirubah. Hal ini menjadi kesepakatan seluruh syi’ah sampai muncul ulama syi’ah yang menentang hal itu yaitu As Shaduq yang wafat tahun 381 H. Ketika ada teman anda yang syi’ah menyangkal bahwa syi’ah meyakini perubahan Al Qur’an, silahkan anda tanya : tolong sebutkan ulama yang mengingkari adanya perubahan Al Qur’an sebelum As Shaduq, dia tidak akan bisa menjawab, karena memang mazhab syi’ah benar-benar meyakin hal pendapat perubahan Al Qur’an. Hal ini juga nampak dari bantahan ulama syi’ah yang meyakini perubahan Al Qur’an, yang mana mereka mengatakan bahwa ulama yang mengingkari perubahan Al Qur’an hanyalah sekedar bertaqiyah agar mazhab syi’ah tidak dihujat, karena hal itu menyelisihi kesepakatan ulama syi’ah yang mendasarkan pada riwayat mutawatir dari keluarga Nabi bahwa Al Qur’an telah diubah.

Ada lagi contoh lain dari kontradiksi yang ada pada mazhab syi’ah, yaitu mereka mengatakan bahwa syi’ah hanya mengambil ajaran agama dari para imam keluarga Nabi yang maksum, tetapi anda akan tertawa terbahak-bahak saat anda tahu bahwa mereka menerima riwayat terkait imam Mahdi dari seseorang yang bernama Utsman Al Umari, seorang penjual minyak samin yang sudah tentu bukan maksum, bagaimana syi’ah bisa percaya dalam masalah yang termasuk ushuluddin [ajaran pokok agama]. Ini adalah sebuah kontradiksi yang tidak dapat dijawab, untuk lari dari kontradiksi seperti ini ulama syi’ah terpaksa mengatakan bahwa syi’ah tidak memiliki kitab yang seluruh isinya shahih.

Ulama syi’ah mengatakan demikian untuk membuat orang awam syi’ah tidak lagi mempersoalkan hal-hal yang membuat mereka bingung, dan agar ulama syi’ah dapat menghalangi syi’ah yang awam dari menggunakan akal untuk berpikir seperti yang diperintahkan oleh Allah, namun ulama syi’ah tidak ingin pengikutnya berpikir sehat, hanya diperintahkan untuk mendengar dan taat, menutup mata agar tidak dapat melihat, karena kamu harus tidak melihat, jangan pikirkan hal itu, karena syi’ah tidak memiliki kitab hadits yang seluruh isinya shahih.

Apakah Keluarga Nabi Menjadi Pengikut Bani Umayyah?

Ternyata Puasa Asyura, yang selama ini dianggap oleh syiah sebagai rekayasa Bani Umayyah, adalah merupakan ajaran ahlulbait. Apakah ahlulbait menjadi pengikut Bani Umayyah? Selama ini kita sering mendengar syiah menyatakan bahwa puasa 10 Muharram adalah rekayasa dari Bani Umayyah, bukan merupakan syareat dari ajaran Islam. Syiah menuduh Bani Umayyah sengaja merekayasa ini untuk tujuan-tujuan tertentu, di antaranya bersyukur karena telah membantai Imam Husein.
Silahkan anda cari di google dengan keyword : puasa 10 Muharram Bani Umayyah, anda akan menemukan artikel dari syiah yang menuduh Bani Umayyah merekayasa puasa Asyura. Sekarang kita simak bersama pernyataan dari para imam syiah yang maksum, menerangkan tentang syareat puasa tanggal 10 Muharram.
Dari Abul Hasan Alaihissalam, dia berkata: Nabi dan keluarganya berpuasa pada hari Asyura.
Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 299,
Al Istibshar jilid 2 hal 134,
Al Wafi jilid 7 hal 13,
Wasa’il Syiah jilid 7 hal 337,
Jami’ Ahadits Syi’ah jilid 9 hal 475,
Al Hadaiq An Nadhirah jilid 13 hal 370.
 Dari Abu Abdillah dari ayahnya, bahwa Ali bin Abi Thalib berkata: Berpuasalah pada hari Asyura, hari kesembilan dan kesepuluh, karena itu menghapuskan dosa setahun.
Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 299,
Al Istibshar jilid 2 hal 134, Al Wafi jilid 7 hal 13,
Wasa’il Syiah jilid 7 hal 337,
Jami’ Ahadits Syi’ah jilid 9 hal 474-475.
Dari Ja’far bahwa ayahnya berkata: Berpuasa pada hari Asyura menghapuskan dosa setahun.
Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 300,
Al Istibshar jilid 2 hal 134,
Jami’ Ahadits Syi’ah jilid 9 hal 475,
Al Hadaiq An Nadhirah jilid 13 hal 371

Seluruh refensi yang kami sebutkan di atas adalah kitab-kitab rujukan syiah. Kami tidak pernah berbicara tentang syiah dari kitab rujukan sunni, kami selalu menggunakan kitab rujukan syiah. Demikian pernyataan imam syiah sendiri tentang puasa Asyura. Para imam ahlulbait, yang diklaim syiah sebagai maksum, malah memerintahkan untuk berpuasa Asyura. Tapi mengapa syiah malah menuduh Bani Umayyah merekayasa puasa Asyura? Ternyata para ulama dan ustadz syiah selama ini menghasut umatnya dengan ajaran yang menyimpang dari ahlulbait. Tapi orang awam itu menyambut dengan suka cita, karena mereka dibuai dengan pujian pada syiah, dengan mengatakan bahwa syiah adalah intelek, bahwa ahlussunnah adalah menyimpang dari Nabi, dan mengikuti sunnah sahabat, dengan selalu menghasut mereka bahwa kaum sunni adalah musuh keluarga Nabi. Tapi itu semua tipu-tipu belaka. Para ulama dan ustadz syiah berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan penganut syiah dari ajaran ahlulbait yang sebenarnya, dengan menghindarkan mereka dari mengakses langsung ke kitab-kitab mereka, karena kitab-kitab induk itulah yang akan membongkar kedok mereka. Kitab-kitab itu akan membongkar tipu-tipu mereka. Penganut syiah yang ditipu mentah-mentah oleh para ulama dan ustadznya, mereka gembira dan bangga mengikuti orang-orang yang menipu mereka, yang membawa mereka menjauh dari ajaran ahlulbait yang sebenarnya. Ketika ada orang yang membawa ajaran ahlulbait yang sebenarnya, malah dituduh zionis. Jika penganut syiah masih bersikeras mengikuti para ulama dan ustadznya, dan meninggalkan ajaran ahlulbait, maka artinya mereka menuduh ahlulbait Nabi adalah mengikuti Bani Umayyah. Dan ini secara tidak langsung merupakan kesaksian bahwa Bani Umayyah adalah dalam kebenaran, karena didukung oleh imam maksum yang tidak akan pernah salah. Masih ada analisa lain dari riwayat-riwayat ini, tunggu di artikel berikutnya, segera Insya Allah. sumber : hakekat.com Diposkan oleh fakta syiah




Monday, December 29, 2014

Tokoh Indonesia vs Ulama' Ahlusunnah Tentang Syi'ah

[A] PARA TOKOH INDONESIA :
Prof. Dr. Umar Shihab (Ketua MUI Pusat): “Syiah bukan ajaran sesat, baik Sunni maupun Syiah tetap diakui Konferensi Ulama Islam International sebagai bagian dari Islam.” [rakyatmerdekaonline.com]
KH. Said Agil Siradj (Ketua Umum PB NU) : “Ajaran Syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni. Di universitas di dunia manapun tidak ada yang menganggap Syiah sesat.“ [tempo.co]
Prof Dr.Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah): “Tidak ada beda Sunni dan Syiah. Dialog merupakan jalan yang paling baik dan tepat, guna mengatasi perbedaan aliran dalam keluarga besar sesama muslim.” [republika.co.id]
KH. Abdurahman Wahid (gus Dur) : "Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah".
Prof. Dr. Amin Rais (Mantan Ketua PP Muhammadiyah/Ketua MPR RI ): “Sunnah dan Syiah adalah mazhab-mazhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam.“ [satuislam.wordpress.com]
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta): “Syiah merupakan bagian dari sejarah Islam dalam perebutan kekuasaan, dari masa sahabat, karenanya akidahnya sama, Alqurannya, dan nabinya juga sama." [republika.co.id]
Prof. Dr.Syafi’i Ma’arif (Cendikiawan Muslim, Mantan Ketua PP Muhammadiyah): “Kalau Syiah di kalangan mazhab, dianggap sebagai mazhab kelima.” [okezone.com]
Marzuki Alie (Ketua DPR RI): “Syiah itu mazhab yang diterima di negara manapun di seluruh dunia, dan tidak ada satupun negara yang menegaskan bahwa Islam Syiah adalah aliran sesat.“ [okezone.com]
KH Nur Iskandar Sq (Ketua Dewan Syuro PPP): “Kami sangat menghargai kaum Muslimin Syiah.” [inilah.com]
KH. Alie Yafie (Ulama Besar Indonesia): Dengan tergabungnya Iran yang mayoritas bermazhab Syiah sebagai negara Islam dalam wadah OKI, berarti Iran diakui sebagai bagian dari Islam. Itu sudah cukup. Yang jelas, kenyataannya seluruh dunia Islam, yang tergabung dalam 60 negara menerima Iran sebagai negara Islam [tempointeraktif]
=
[B] PARA ULAMA' AHLUSSUNNAH :
1) - Imam Syafi'i :

- Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata:

"Saya telah mendengar asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok Terjelek!”. [al Manâqib, karya al Baihaqiy 1/468]
- "Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi palsu dari Syi’ah Rafidhah". [Adâbus Syâfi’i, hlm. 187, al Manaqib karya al baihaqiy 1/468 dan Sunan al Kubrâ 10/208]
- Asy-Syafi’i berkata tentang seorang Syi’ah Rafidhah yang ikut berperang:
“Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, karena Allâh Ta'ala menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian menyatakan: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, …”. (Qs. al-Hasyr/59 : 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian, tentunya tidak berhak (mendapatkan bagian fa’i). [at Thabaqât 2/117]
2) - Al-Imam ‘Amir Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin Al-Imam Ahmad)
3) - Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
4) - Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i, telah disebut di atas.
5) - Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.” (As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)
6) - Al-Imam Al-Bukhari berkata: “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125)
7) Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari shahabat Rasulullah , maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita haq, dan Al Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah . Sungguh mereka mencela para saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah.” (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)
==========================
Mana yang lebih Anda benarkan dan Anda percayai??
Sumber: Status ريزقينطو هيرماوان |https://www.facebook.com/Rizqianto/posts/4422795066723 
tambahan :
Imam Malik rahimahullah juga mengkafirkan syi’ah rafidhah, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
وَمِنْ هَذِهِ الْآيَةِ انْتَزَعَ الْإِمَامُ مَالِكٌ -رَحِمَهُ اللَّهُ، فِي رِوَايَةٍ عَنْهُ-بِتَكْفِيرِ الرَّوَافِضِ الَّذِينَ يُبْغِضُونَ الصَّحَابَةَ
 “Dan dari ayat ini, Imam Malik memutuskan –dalam sebuah riwayat darinya- akan kafirnya syiah rafidhah yang mana mereka membenci para sahabat [Tafsir Ibnu Katsir 7/338]
Imam Syaukani rahimahullah juga mengkafirkan syiah rafidhah dengan perkataanya:
إن أصل دعوة الروافض كيد الدين ومخالفة الإسلام وبهذا يتبين أن كل رافضي خبيث يصير كافرًا بتكفيره لصحابي واحد فكيف بمن يكفِّر كل الصحابة واستثنى أفرادًا يسيرة
 “Sesungguhnya landasan dakwah syiah rafidhad adalah membuat tipu daya dalam agama dan menyelisihi islam. Maka dengan ini jelaslah bagi kita bahwasanya setiap orang syiah rafidhah adalah orang buruk yang menjadi kafir dikarenakan pengkafirannya terhadap salah satu sahabat nabi. Lantas bagaimana jika dia mengkafirkan seluruh sahabat nabi dan hanya mengecualikan beberapa jumlah yang sedikit saja ??”[ Natsrul Jauhar Alaa Hadiits Abii Dzarr hal. 106-116 ]
Dalam kaidah syariat disebutkan:
من لم يكفر الكافر فهو كافر
 “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan seseorang yang kafir, maka dia adalah kafir”[ Al Ibthaal fii Nadzariyyatil Kholat Baina Al islaam Wa Ghoirihi Min Al Adyan 1/94]

Tentunya Muslim yg mempunyai AKAL sehat akal lebih memilih fatwa para Imam Ahlus Sunnah. apakah mereka (tokoh indonesia) masih bisa dipercaya bicara “mengenai agamanya/soal ucapan natal/syari'at  islam dll sbgnya “ ? untuk mendeteksi latar belakang sikap/statemen "tokoh2 islam di indonesia " terhadap agamanya seperti masalah syi'ah/ucapan natal/komentar2 keras terhadap pihak2 yang ingin menegakkan syari'at islam dll, bisa diamati dari "darimana sumber keuangan/nafkahnya". sikapnya merupakan kredit point kepada majikannya. wallahu a'lam