Thursday, May 7, 2015

Kamuflase Syiah di Gaza Dan al-Quds ( Palestina ) !

Bisakah ummat Islam mengandalkan Syi'ah untuk bebaskan al-Quds ?

Oleh: Fahmi Salim, M.A. (Pemerhati Al-Quds, Wakil Sekjen MIUMI)

Pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini sudah lama menggelayuti pikiran dan perasaan saya. Apalagi sejak tahun 2006, Hizbullah Lebanon berhasil, katanya, mengalahkan mesin perang Israel dan mampu mengusir mereka keluar. Peristiwa perang 33 hari Israel vs Hizbullah dimana Hizbullah keluar sebagai pemenangnya, inilah komoditas dan merek dagang baru jualan Syiah untuk banyak mengelabui umat muslim yang mayoritas mutlak berakidah ahlusunnah wal jamaah.
Jauh sebelumnya memang sudah pernah ada usaha syiah untuk mengeksploitasi isu Palestina ini misalnya dengan fatwa Imam Khomeini, Rahbar Iran, yang menetapkan hari jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai Hari Al-Quds Internasional. Namun sepertinya, tidak begitu berpengaruh dan ‘ngefek’ untuk menarik simpati kaum muslimin sunni untuk melirik akidah syiah.
Baru setelah kisah heroic perlawanan milisi Hizbullah tahun 2006 itulah, terjadi titik balik fitnah tasyayyu di dunia Islam terutama di Syam (Mesir, Suriah, Lebanon dan Yordania) dan Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia). Hanya karena sekali peristiwa perlawanan Syiah terhadap Zionis-Israel, yang sebelumnya selalu bekerjasama menghancurkan perlawanan bangsa Palestina, yang lebih didorong faktor politis untuk menguasai Selatan Lebanon sebagai basis milisi Syiah secara nasional dengan tidak menyatakan kepentingan perang itu demi Palestina.
Sekali lagi, hanya karena sekali itu saja, kita lalu dibuat –akibat bombardier media massa pro syiah di dunia- buta dan tidak kenal sama sekali kepahlawanan para tokoh-tokoh pejuang sunni yang puluhan ribu gugur untuk membela isu Al-Quds dan Masjidil Aqsha. Nama besar seperti Hasan Al-Banna, Mustafa Siba’I, Ahmad Yassin, Abdul Aziz Rantisi, Yahya Ayyash, dan sederet martir-martir ahlusunnah lenyap sirna seolah tertelan dan tenggelam oleh kehebatan sosok milisi Hizbullah dengan pemimpinnya Hasan Nasrallah.
Waktu itu, saya pun ikut mengagumi Nasrallah, sambil tetap mengenal baik jasa-jasa martir sunni di kepala saya. Sehingga doa selalu kami kirim untuk arwah mereka. Namun tidak sedikit, kawan-kawan saya wartawan media massa sudah termakan jualan syiah ini. Sambil meledek saya, ada yang berkata, mana orang-orang sunni yang seberani Hizbullah dan Ahmadi Nejad menentang dan menantang Israel dan AS? Ya Subhanallah, dia lupa akan nama-nama tadi dan jadi korban media-media syiah yang rajin membombardir kita dengan Hizbullah sehingga kita lupa terhadap jasa para martir ahlusunnah.
Selain faktor media itu dan kondisi memalukan dari sikap politik resmi rejim pemerintahan Negara-negara sunni yang lebih tunduk kepada tekanan AS dan ikut memusuhi Hamas, tidak banyak yang mengetahui bagaimana sebenarnya sikap keimanan syiah terhadap Al-Quds dan Masjidil Aqsha, baik dari kalangan para mufasirnya maupun dari kalangan ulama akidah yang menjadi marja utama kaum syiah di dunia.
Posisi Masjidil Aqsha dalam Literatur Tafsir Syiah

Seorang peneliti masalah-masalah syiah, Thoriq Ahmad Hijazi dalam bukunya yang berjudul“As-Syi’ah wa Al-Masjid Al-Aqsha”, telah memaparkan hasil penelitiannya tentang kedudukan Masjidil Aqsha ini di mata ulama dan marja syiah.
Hijazi memaparkan bahwa, hampir semua kitab-kitab tafsir syiah imamiyah ketika menafsirkan ayat Isra Mi’raj yang populer dalam Q.s. Al-Isra: 1, menyatakan bahwa posisi Masjidil Aqsha yang sebenarnya itu adalah di langit atau baytul ma’mur. Ketika dinyatakan bahwa orang awam (ahlusunnah) menganggapnya itu adalah mesjid yang ada di atas bukit di kawasan kota Al-Quds, para ulama syiah menyatakan bahwa Masjid Kufah lebih utama dari Masjidil Aqsha yang dibumi itu. (lihat Tafsir As-Shafi karya Al-Faydh Al-Kasyani vol.3/166; Tafsir Nur Al-Tsaqalain karya Al-Huwaizi vol.3/97; Tafsir Al-‘Iyasyi vol.2/302; Tafsir Bayan As-Sa’adah vol.2/431)
Hakikat Masjidil Aqsha yang dinyatakan oleh para mufasir syiah itu juga sama dengan yang diungkapkan oleh ulama marja’ syiah di dalam kitab-kitab akidah mereka, yaitu di antaranya: Muhammad Baqir Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar vol.97/405; Abbas Al-Qummi dalamMuntaha Al-Amal hal.70; Ja’far Al-‘Amili dalam As-Sahih min Sirah Ar-Rasul Al-A’zhamvol.3/101; Al-Kulayni dalam kitab Al-Kafi vol.1/481).
Bahkan Al-Hurr Al-Amili dalam kitab Tafshil Wasail Syiah ila Tahsil Masail Al-Syari’ahmenyatakan bahwa hanya ada 3 tempat suci bagi umat Islam (tentu saja syiah maksudnya) yaitu Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Kufah karena ia adalah haram-nya Imam Ali b. Abi Thalib (lihat vol.14/360). Ungkapan Hurr Amili ini didukung oleh Syaikh Al-Shaduq penulis kitab Man La Yahdhuruh Al-Faqih yang merupakan satu dari 4 kitab rujukan utama syiah, seperti dikutip Hurr Amili dalam kitabnya, yang meriwayatkan hadis dari Amirul Mu’minin Ali b. Abi Thalib bahwa: “Tidak dianjurkan mengencangkan perjalanan kecuali kepada 3 Masjid: Al-Haram di Mekkah, Nabawi di Madinah dan Masjid Kufah” (vol.3/525)
Anehnya, ketika mengagungkan Masjid Kufah karena didalamnya Imam Ali b. Abi Thalib dimakamkan, syiah sudah melupakan fakta bahwa Masjid tersebut dibangun oleh panglima muslim salah satu sahabat nabi yaitu Sa’ad bin Abi Waqqas, satu dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga, atas perintah Khalifah Umar bin Khattab saat ummat Islam berhasil menaklukkan ibukota kerajaan Persia.
Sebagaimana maklum Umar bin Khattab dianggap dajjal dan ‘kafir’ oleh syiah karena ikut merampas hak kekhalifahan Ali, demikian pula Sa’ad bin Abi Waqqas dikafirkan oleh mereka karena tidak membaiat khalifah Ali. Sa’ad bahkan dijuluki oleh mereka Qarun-nya umat Islam. Bagaimana bisa Masjid yang dibangun oleh panglima Sa’ad yang “murtad” dan atas perintah khalifah Umar yang “kafir” itu demikian mulia di mata para ulama rujukan kaum syiah dan para pengikutnya?

Relasi Masjidil Aqsha dengan Proyek Syiah

Sebelum rejim partai Ba’ats di Irak pimpinan Presiden Saddam Husain terguling oleh koalisi ‘halus’ Amerika Serikat dan Syiah Irak pada tahun 2003, pada tahun 2002 sebuah majalah Syiah “Al-Minbar” di Kuwait membuat reportase ekslusif tentang Karbala dan Al-Quds. Majalah itu dipimpin oleh Yasir Habib, yang heboh pada tahun 2006 melaknat Aisyah dan sahabat nabi secara terbuka di Youtube sehingga memaksa Rahbar Iran Ayatullah Ali Khamenei mengeluarkan fatwa haram mencaci symbol-simbol tokoh ahlusunnah demi persatuan Islam.
Di dalam majalah Al-Minbar edisi 23, bulan Maret 2002, Yasir Habib menulis tajuk redaksi berjudul “Sebelum Al-Quds, Bebaskan Dulu Karbala!”, disitu ia mengatakan bahwa “Meskipun Al-Quds istimewa dan suci namun tetap urutannya ada setelah Karbala, kedudukan Quds tidak sama dengan Karbala dan kedudukan Dome of Rock juga tidak lebih istimewa dari Hussein, Masjid Aqsha juga tidak sama dengan Haram Masjid Kufah… Quds bukanlah fokus perhatian pertama kami (syiah), Karbala lah fokus utama kami, maka sebelum membebaskan Al-Quds maka kita wajib membebaskan Karbala (yang masih dijajah oleh rejim Saddam Husein saat itu tahun 2002).” Setelah itu bisa dibebaskan, lanjut Yasir, maka barulah kita bergerak ke Palestina, dan dari sana lah kita akan bergerak ke seluruh dunia menyebarkan cahaya dan petunjuk.
Ia kembali menegaskan, “Telah kami jelaskan bahwa Al-Quds tidak akan kembali ke pangkuan umat Islam selama umat Islam belum kembali ke pangkuan Muhammad dan Ali alayhima assalam! (maksudnya mengikuti akidah syiah) Ia menambahkan seruannya, “Kembalilah kalian semua kepada Muhammad dan Ali, niscaya Al-Quds akan kembali ke pangkuan kalian dengan Al-Mahdi! Bebaskan Karbala dahulu sebelum segala sesuatunya, baru pikirkan (langkah membebaskan) Al-Quds dan wilayah-wilayah sekitarnya. (Majalah Al-Minbar edisi 23, Maret 2002 M)
Akidah Syiah dan Propaganda Yahudi dan Orientalis

Kaum Zionis-Yahudi selalu berusaha untuk meninjau ulang penafsiran ayat-ayat alquran yang menyatakan keistimewaan Masjidil Aqsha dan meragukan hadis-hadis nabi yang dinyatakan kesahihannya oleh ijma’ ulama ahlusunnah wal jama’ah.
Mereka menyatakan bahwa kata Al-Aqsha berarti tempat shalat di langit, dan untuk tujuan itu mereka mendapatkan pembenaran dari riwayat-riwayat syiah yang menyatakan bahwa Masjidil Aqsha adalah nama Masjid di langit yang mirip namanya dengan Masjid yang terletak di Al-Quds sekarang ini.
Pandangan Zionis semacam ini mudah didapatkan di dalam beberapa literatur seperti entri Al-Quds yang ditulis F. Buhl, cendekiawan Yahudi di dalam Encyclopedia of Islam. Ia menulis, “barangkali Rasul (Muhammad) mengira bahwa Masjidil Aqsha adalah suatu tempat di langit”. (lihat buku Fadhail Bayt Al-Maqdis fi Makhtutat ‘Arabiyyah Qadimah karya Dr. Mahmud Ibrahim hlm.47, terbitan Ma’had Al-Makhtutat Al-‘Arabiyyah, cet.1 tahun 1985)
Salah satu peneliti senior di Akademi Studi Asia dan Afrika di Universitas Hebrew Jerussalem, Yitzhak Hasson, pernah meneliti manuskrip kitab Fadhail Bayt Al-Maqdis karya Abu Bakr Muhammad bin Ahmad Al-Wasithi.
Ia menulis dalam kata pengantarnya, “telah dimaklumi bahwa sekte-sekte syiah tidak memandang adanya keistimewaan Masjid Bayt Al-Maqdis ini di atas Masjid-Masjid lainnya”.
Yitzhak Hasson juga mengajukan dalil hadis-hadis yang tertera di dalam kitab Bihar Al-Anwar karya Al-Majlisi, seorang marja utama syiah, dengan menulis bahwa “ulama Islam tidak pernah bersepakat bahwa Masjid al-Aqsha yang dimaksud adalah Masjid yang sekarang ada di kota Al-Quds sekarang ini, karena sebagian mereka menganggap bahwa Masjidil Aqsha adalah Masjid yang letaknya di langit berada tepat di atas kota Al-Quds atau Mekkah” (ibid, Dr. Mahmud Ibrahim, hlm.41)
Propaganda Yahudi yang menyangsikan posisi dan kedudukan Masjidil Aqsha di dalam keyakinan umat Islam yang mayoritas berakidah ahlusunnah wal jamaah, juga didukung oleh beberapa serpihan pemikiran orientalis.
Ignas Goldziehr (Orientalis Hongaria berdarah Yahudi, 1850-1920 M) adalah orang pertama yang meragukan hadis-hadis keutamaan Masjidil Aqsha yang ada sekarang ini dengan mengklaim bahwa khalifah Abdul Malik bin Marwan pada masa Umawiyah, telah melarang orang pergi haji ke Mekkah pada masa fitnah yang terjadi pada masa Abdullah ibnu Az-Zubair yang memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang menguasai kota Mekkkah.
Sebagai tandingannya, Abdul Malik ibnu Marwan membangun The Dome of Rock (Qubbat Sakhra) di Masjidil Aqsha agar umat Islam pergi haji ke sana sebagai alternatif berhaji ke Mekkah yang sedang dikuasai oleh Ibnu Zubair.
Untuk memuluskan politik ‘haji’ ala Abdul Malik bin Marwan inilah, menurut Ignas Goldziehr, ia meminta Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk membuat hadis-hadis palsu yang menerangkan keutamaan Masjidil Aqsha seperti hadis populer tentang syaddu rihal ke Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.
Goldziehr mengklaim bahwa semua hadis keutamaan baytul maqdis itu melalui jalur periwayatan ibnu Syihab Az-Zuhri. (lihat pembahasan ini dalam kitab As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ Islami, karya Dr. Musthafa As-Siba’I, hlm. 189-199, cet. Maktab Islami, tahun 1985)
Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa Yahudi memanfaatkan hadis-hadis syiah yang bertujuan politis untuk melawan para khalifah Bani Umayyah dan untuk memberikan keistimewaan bagi kota-kota suci syiah yang melebihi kedudukan Masjidil Aqsha.
Dengan demikian jelas pula kedudukan Masjidil Aqsha di mata syiah. Karena mereka tidak mengakui keistimewaan Masjid suci ketiga dan kiblat pertama umat Islam, yang dibebaskan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA dan dipugar oleh para khalifah Bani Umayyah, serta dibebaskan kedua kali dari Pasukan Salib oleh Sultan An-Nashir Shalahudin Ayyubi.
Jadi mana mungkin mereka mengakui keistimewaan Masjid yang dimuliakan oleh tokoh-tokoh Ahlusunnah yang dimata mereka semua sangat dibenci. Khalifah Umar bin Khattab jelas dituding merampas hak kekhalifahan Ali, Bani Umayyah apalagi jelas dituding membantai dan menindas Ahlul Bayt dan pengikutnya, dan Sultan Shalahudin Ayyubi jelas sekali menghancurkan kekuatan daulah syiah ismailiyah, saudara kembar syiah imamiyah, yaitu Daulah Fatimid di Mesir, sebelum beliau mengalahkan kekuatan Salib.
Kenapa Al-Quds?

Sekarang, pertanyaannya mengapa kelompok syiah dunia saat ini menaruh perhatian besar terhadap persoalan Al-Quds dan Masjidil Aqsha? Sudah beberapa seminar internasional digelar dan juga seminar-seminar nasional yang diadakan oleh pihak-pihak Indonesia yang pro syiah yang mengangkat tema pembebasan Al-Quds.
Saya menduga, bahwa perhatian mereka terhadap persoalan Al-Quds dan Masjid Aqsha belakangan ini lebih disebabkan faktor-faktor politis, non ideologis keagamaan murni.
Salah satu blog syiah (www.yahosein.com) di dunia arab pernah pertanyakan status dan kedudukan Masjidil Aqsha di mata syiah. Uniknya, salah satu peserta diskusi jelas menyatakan bahwa “Masjid Al-Quds itu menurut syiah dan golongan-golongan sesat (ahlusunnah, di dalamnya) diakui telah dibangun oleh perampok nomor dua (kiasan untuk Khalifah Umar), dan di dalamnya ada kayu minbar yang populer dengan sebutan mimbar shalahuddin, dimana sultan kharabuddin (perusak agama, julukan buat Shalahudin Ayyubi di kalangan syiah) membacakan khutbah, amat disayangkan ada umat syiah yang bersedih dan menangis ketika Yahudi menggali di kawasan sekeliling Masjidil Aqsha”.
Hemat saya, perhatian mereka belakangan ini kepada isu Palestina dan Al-Quds memang disebabkan faktor politis non ideologis. Sebab jika ditilik akidah atau ideology syiah tentang Masjid Al-Aqsha jelas sekali dianggap tidak suci dan tidak istimewa melebihi Masjid Kufah, Karbala, Kubah Samarra, Najaf dan lain-lain. Satu-satunya alasan yang tersisa adalah faktor politis.
Seperti kita maklumi, Iran sejak revolusi Khomeini bersemangat ingin mengekspor revolusi syiahnya ke seluruh dunia Islam dan bekerja siang malam untuk menyebarkan paham syiah dengan segala sumber daya yang dimiliki.
Untuk tujuan itu, mereka berpikir keras agar paling tidak sebagai tahap awal bisa diterima oleh mayoritas mutlak umat Islam yang ahlusunnah ini dan tidak dicurigai membawa paham syiah. Mereka melihat bahwa isu Palestina dan Al-Quds sejak beberapa dekade silam menjadi isu sentral sekaligus seksi di mata umat Islam dunia. Oleh sebab itulah, para politisi dan ulama syiah mengangkat isu ini sebagai ‘jualan’ komoditas mereka (trademark).
Mereka juga sejak dekade lalu menetapkan Hari Al-Quds Internasional pada setiap jum’at terakhir bulan Ramadhan. Isu sentral Al-Quds memang sangat sentral dan empuk untuk meraih kepercayaan dan simpati public muslim sunni di dunia Islam.
Persoalan utamanya justru yang bisa menjadi pembenar dugaan saya bahwa isu ini dieksplotasi secara politis untuk menyebarkan paham syiah dengan seolah menggambarkan kepahlawanan syiah lah sesungguhnya yang mengalahkan Israel dalam perang Hizbullah tahun 2006 dan manuver Ahmadi Nejad, presiden Iran, yang terus menerus berkoar akan melumatkan Israel dan menghapusnya dari peta dunia.
Strategi ini cukup sukses untuk membius dan menipu ulama dan cendekiawan sunni yang awam terhadap strategi syiah ini, sehingga secara langsung atau tidak ikut membantu dan membela hak syiah menyebarkan ajarannya di tengah komunitas ahlusunnah.
Padahal tanah yang diberkahi yaitu Palestina dan Al-Quds tidaklah dimuliakan dan disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya melainkan karena di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha. Untuk itulah, terdapat hadis-hadis mutawatir yang menyebutkan keutamaan shalat di dalamnya, dan bepergian kesana. Namun, seperti yang sudah saya singgung, sikap dan pendirian para mufasir dan ulama-ulama rujukan utama syiah tidak menganggap sama sekali adanya Masjidil Aqsha, apalagi keistimewaannya seperti dijelaskan oleh sumber-sumber ahlusunnah.
Oleh sebab itu tidak ada tafsir lain yang bisa menjelaskan perhatian besar mereka terhadap isu Al-Quds dan palestina, selain faktor politis yang saya kemukakan di atas. Silahkan pembaca menilainya sendiri secara objektif. Diterima atau tidak terserah pembaca.
Mamduh Ismail, seorang kolumnis Palestina menulis di situs Islamway.com bahwa poros aliansi syiah Iran-Suriah-Hizbullah adalah kaum munafik yang memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan mereka sendiri sebagai jualan heroisme kepada rakyatnya dan bangsa-bangsa muslim dunia. Namun pada saat Gaza digencet Israel dan dibombardir Zionis selama lebih dari 20 hari di akhir tahun 2008 sampai Januari 2009, poros syiah yang tampil heroik di depan publik muslim dunia ternyata tidak menolong sedikitpun kepada ‘saudara-saudara’ mereka kaum muslimin di Gaza yang menderita akibat agresi Israel. Tidak satupun roket atau senjata yang mereka kirim untuk membantu Hamas yang berjuang sendirian mempertahankan Gaza dari agersi Israel. Padahal katanya mereka adalah Negara kuat yang memiliki kekuatan militer yang bisa menghancurkan pasukan Zionis. Namun apa yang terjadi? Apa yang mereka lakukan hanyalah bentuk kemunafikan yang menjijikkan (lihat link berbahasa arab http://ar.Islamway.com/article/4939 diunduh oleh penulis pada tanggal 4 Juli 2012)
Kesimpulannya, saya berkeyakinan bahwa kelompok yang ‘terbiasa’ menghina Khalifah Umar bin Khattab dan mendiskreditkan Shalahuddin Ayyubi pada masa silam, tentu saja tidak akan bisa membebaskan Palestina dan Al-Quds pada masa kini.
Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha hanya bisa dibebaskan oleh kelompok yang mendapat pertolongan Allah ta’ala, mereka disebut At-Thoifah Al-Manshurah yang teguh dan istikamah memegang Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, dan memiliki akidah yang sahih tidak bercampur sedikitpun dengan bid’ah-bid’ah dhalalah seperti akidah kemaksuman manusia biasa selain Rasul, dan apalagi yang meyakini Al-Qur’an ini palsu dan terdistorsi. Allahu A’lam

Mungkinkah bagi seorang Rafidhah (Syiah) mengorbankan darah mereka demi membebaskan Al Aqsha?!

Kepada mereka yang telah mengijinkan dibangunnya Al Husainiyat (kuil ibadah Syiah) di Gaza, dan menaburkan karangan bunga indah di kubur Ayatullah Khumaini…
Kepada mereka yang mengetahui panji-panji Hizb setan dan mengelu-elukannya! Camkan dan perhatikan realitas ini…
(Pada saat ditulis kata-kata ini, khususnya ditujukan pada para ‘petinggi Hamas’ yang menjalin hubungan mesra dengan Hizbullah, sayap militer Syiah di Libanon Selatan, dan melakukan lawatan ke Iran bertemu Ahmadinejad serta ‘nyekar’ ke makam para ayatullah di Qom. Pent)
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam selalu tercurah untuk rasulNya saw.
Selanjutnya: Salah seorang ulama besar Syiah abad ini (Jafar Murtada Al Amili) telah menulis sebuah buku berjudul “Di Manakah Masjid Al Aqsha?” serta buku yang lain berjudul “Shahih Sirah Sang Rasul Agung”. Ia mengklaim bahwa masjid Al Aqsha yang sebenarnya, seperti dilihat Nabi saw ketika Israa dan Mi’raj bukan berada di bumi tapi berada di langit/surga. Ini artinya bagi kaum Syiah, Masjid Al Aqsha saat ini, di mana seluruh Ummat Islam tengah berjihad demi membebaskannya, tidak punya arti apa-apa dan hanya sebuah ‘masjid palsu’ sehingga tidak layak berkorban apapun demi membelanya! Dan menurut Syiah, tidak ada masalah jika Yahudi menghancurkannya.
Untuk menghindari orang jahil yang akan berkomentar bahwa pernyataan ini hanyalah keyakinan subyektif sang penulis atau sekedar interpretasi pribadi dari si ulama Syiah ini, dan tidak ada hubungannya dengan segenap ayatullah, serta negeri Iran, serta kebijakan politiknya… maka kami akan jelaskan hal berikut:
Pertama: penulis buku ini, yang telah menyatakan dalam bukunya bahwa Al Aqsha itu berada di langit dan bukan di bumi, maka ia telah mendapatkan penghargaan dan kehormatan dari presiden Mahmud Ahmadinejad sendiri, bahkan bukunya tersebut telah ditetapkan sebagai buku terbaik di Iran. Camkan dan perhatikan; Buku terbaik di Iran! Mengapa?
Dan disebutkan dalam buku terbaik itu (menurut Iran dan presidennya), bahwa orang-orang jahil (maksudnya mayoritas ummat Islam. Pent) berharap dapat berziarah ke negeri: “di mana terletak Masjid Al Aqsha, yang dilihat Nabi saw pada Israa Mi’raj, negeri yang diberkahi Allah, (di mana masjid tersebut) sebenarnya terletak di langit””. (Shahih Sirah Sang Rasul Agung, Al Amili, 3/106).
Dan disebutkan pula di dalam buku itu: “ketika Umar (ibn Khattab) memasuki Yerusalem, di sana tidak ada bangunan masjid satupun, apalagi masjid yang dinamakan Al Aqsha”. (Shahih Sirah Sang Rasul Agung – The Saheeh from the seeerah of the great prophet, Al Amili, 3/137, edisi keenam 1427 H, 2006 M, the Islamic Institute for studies)
Dan masih dalam buku yang sama Al Amili berkata: “sangat jelas bagi kita atas berbagai fakta tentang Al Aqsha, telah ditegaskan bahwa masjid tersebut bukanlah satupun masjid yang berada di Palestina!!”.
Kedua: Al Amili sesungguhnya telah melakukan satu usaha penting dalam menegaskan kembali apa yang sesungguhnya telah ditegaskan oleh segenap ulama dan literatur Syiah terkait dengan keyakinan (aqidah) bahwa Al Aqsha itu berada di langit, dan bukan sebuah masjid yang berada di Yerusalem sebagaimana kita ketahui saat ini, di mana segenap Ummat.
Islam tengah berjuang demi membebaskannya dari cengkeraman Yahudi! Dan hal ini tidak lebih dari penyampaian ulang keyakinan yang menjadi fondasi aqidah resmi Syiah, bukan interpretasi subyektif seorang penulis, atau pemahaman menyimpang yang ditolak oleh mereka.
Mari kita paparkan di antara bukti-buktinya. Dari salah satu kitab rujukan Syiah “Bihaar Al Anwaar” yang ditulis Al Majlisi: “Diriwayatkan oleh Abu Abdullah alaihisalam bahwa ia berkata: Saya bertanya padanya tentang masjid-masjid yang utama, Beliau berkata; Al Haram dan Masjid Nabawi. Lalu saya bertanya; Bagaimana dengan Masjid Al Aqsha, ia menjawab bahwa itu berada di langit ketika Nabi saw melakukan perjalanan Mi’raj. Lalu saya bertanya; tetapi orang-orang berkata bahwa itu berada di Yerusalem? Ia menjawab; masjid di Kuffah lebih baik dari itu!” (Bihaar Al Anwaar, Al Majlisi, 90/22) [1]
Maka ini menjadi lampu hijau dari kalangan Syiah dan Iran kepada (saudara ‘terselubung’ mereka) Yahudi untuk menghancurkan Al Aqsha dan mendirikan di atas reruntuhannya kuil peribadatan mereka.
Jadi, bagaimana sikap orang-orang jahil tersebut, pada kenyataan ini? Bagaimana sikap mereka terhadap Syiah, Iran serta Hizbusy Syaithan (bukan Hizbullah. Pent) yang selalu mengklaim bahwa mereka akan berjuang membebaskan Palestina dan Yerusalem, padahal mereka tengah menipu banyak sekali ummat Islam yang naif dan jahil tentang masalah ini, sementara mereka sendiri berkeyakinan bahwa Al Aqsha itu ada di langit, dan bukan di Palestina atau Yerusalem! Bahkan menurut mereka, masjid di Kuffah lebih baik dari Al Aqsha…
Ketiga: sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kaum Syiah memberi perhatian lebih sedikit kepada 3 masjid yang disampaikan dalam hadits nabi tentang berziarah ke masjid tersebut, sementara mereka lebih mementingkan berziarah ke kuburan para ulama serta imam-imam mereka seperti Karbala. Mereka menganggap bahwa segenap kubur para imam tersebut bahkan lebih utama dari 3 masjid suci yang disunnahkan berziarah ke sana sebagaimana diyakini kalangan Ahlu Sunnah.
Banyak sekali keterangan dari literatur aqidah Syiah tentang hal ini. Kami akan sebutkan beberapa di antaranya:
Dari Abu Abdullah, dia berkata: “Siapa berziarah ke makam Al Husain pada hari Arafah, maka Allah akan mencatatkan kepadanya berjuta pahala naik haji bersama Al Qaim radliallahu anhu, dan berjuta pahala naik haji bersama Rasulullah, dan dicatatkan ia telah membebaskan ribuan budak, dan mempersembahkan ribuan kuda untuk berjihad fi sabilillah. Dan Allah akan memanggilnya di hari kiamat sebagai hamba Allah saleh yang meyakini seluruh janjiNya demikian pula para malaikat akan memujinya. Allah akan mensucikan dia di bawah ArasyNya, dan memanggilnya di bumi dengan sebutan “Al Karubiya””. (Wasaail Asy Syiah, 10/360)
Dan ayatullah mereka Abdul Husain berkata tentang hal ini: “Allah melimpahkan kasih sayangNya pada makam Al Husain dan menjadikannya tempat tujuan berhaji selain baitullah (di Makkah) bagi mereka yang tidak mampu berhaji ke baitullah. Dan pahalanya bagi mereka yang meyakini adalah lebih utama dari pahala berhaji ke baitullah”. (Ats Tsaura Al Husainiyah hlm 51)
Dari Abu Abdullah dia berkata: “Allah pertamakali akan melihat orang-orang yang berhaji ke makam Husain pada sore hari Arafah sebelum Dia melihat orang-orang yang wukuf di Arafah. Orang bertanya; bagaimana bisa seperti itu? Ia menjawab; karena di sini (maksudnya wukuf di makam Husain) terdapat anak-anak keturunan mu’tah, sementara di sana tidak terdapat anak-anak keturunan mu’tah”. (Wasail Asy Syiah 10/361)
Semoga Allah menghinakan para penyimpang, anak-anak keturunan mu’tah!
Al Jafar Shadi berkata: “Bumi di bawah Ka’bah berkata; Siapakah yang menandingi aku, sementara bait Allah dibangun di atas aku, dan manusia datang kepadaku dari segala penjuru, dan aku telah ditetapkan sebagai tanah yang suci dan tempat yang aman. Maka Allah mewahyukan kepadanya; Berhentilah dan menepilah! Apa yang telah Aku limpahkan kepadamu dibandingkan dengan kemuliaan bumi Karbala seperti air yang menetas dari ujung jarum dibandingkan dengan lautan. Kalaulah bukan demi Karbala maka engkau tidak akan Aku limpahkan kemuliaan. Kalaulah bukan demi Karbala Aku tidak akan menciptakanmu dan membangun bait Allah di atasmu yang selalu engkau banggakan. Karena itu berhentilah dan diamlah, dan jadilah engkau tunduk merendah, jangan membangkang dan menyombongkan diri atas tanah Karbala atau Aku akan menenggelamkanmu dan melemparkanmu ke api neraka”. (Aamil Az Zariyat hlm 270, dan Bihaar Al Anwaar oleh Al Majlisi 101/190, juga disebutkan dalam Haqqul Yaqin hlm 145)
Disebutkan di dalam Al Wafi oleh Al Fayd Al Kashani dalam bab tentang keutamaan Kuffah serta masjidnya, pada jilid kedua hlm 215: “Wahai penduduk Kuffah, Allah mencintaimu melebihi anak keturunan Adam, Nuh, Idris, dan Ibrahim. Dan hari-hari akan berlalu hingga Hajar Aswad akan dipancangkan di sini”.
Dan diriwayatkan oleh Al Kaliini dari Abu Abdullah bahwa dia berkata: “Sungguh jika orang beriman mandi di sungai Furat pada hari Arafah lalu pergi ke makam Husain, maka setiap langkahnya sama dengan pahala haji yang memenuhi seluruh rukunnya, dan d iriwayat lain disebutkan: sama dengan Futuh Makkah”. (Furuu’ Al Kafi 4/580).
Sebagaimana diriwayatkan salah seorang panutan Syiah Muhammad Sadiq Al Sadr yang mengatakan bahwa kubur Imam Ali radliallahu anhu lebih utama daripada Ka’bah, sehingga segala bentuk kesyirikan dan ziarah yang mereka lakukan di sana lebih utama daripada berhaji ke baitullah di Makkah. Ia berkata: “Telah nyata pada kita berdasarkan berbagai keterangan, bahwa Karbala lebih utama daripada bait Allah (Ka’bah). Dan kita juga memahami bahwa Imam Ali lebih utama daripada Husain. Maka makam Imam Ali lebih mulia daripada makam Husain, sehingga sudah barang tentu juga lebih mulia daripada Ka’bah”. (Al Masalah [9] hlm 5 ‘min kasarat al masail al diniyah wa ajwibatiha’, bab kedua)
Disebutkan dalam buku Minhaj As Salihin oleh Al Khui tentang keutamaan para imam pada jamannya: “Lebih utama shalat di bawah naungan makam para aimmah. Dan ia menyebutkan, lebih utama shalat di makam mereka daripada masjid-masjid. Dan shalat di makam Ali setara 200.000 derajat shalat di masjid biasa”.
Sementara Al Khui berkata tentang keutamaan shalat di Masjid Nabawi: “Shalat di Masjid Nabawi setara dengan 10.000 derajat shalat di masjid biasa”.
Jadi, shalat di makam Imam Ali lebih mulia 20 kali daripada shalat di Masjid Nabawi.
Imam masjid kota Al Mashad di Iran, Ayatullah Ahmad Ilm Al Huda bahkan berani berkata bahwa kota Mashad seharusnya menjadi kiblat kaum Muslimin menggantikan Makkah pada setiap shalat Jumat, sebagaimana ditulis oleh agensi berita Iran “Faris”, alasannya karena tanah Hijaz telah menjadi korban Wahabisme, sementara Iraq telah dijajah oleh orang-orang kafir, sehingga kota suci Al Mashad layak menjadi pusat ibadah kaum Muslimin.
Ia juga menambahkan bahwa kota Al Mashad dikunjungi tidak kurang dari 800.000 peziarah dari luar Iran dan 20 juta dari dalam Iran setiap tahun. Ia juga menyebutkan bahwa Al Mashad adalah kota spiritual dan kota ilmu bahkan sebelum keberadaan Imam Ridha, Imam kedelapan Syiah. Ia mengklaim bahwa Nabi saw menyanjungnya sebagai tanah suci dan tempat penyebaran Islam.
Jadi, jika demikian keyakinan para penganut Syiah terhadap bait Allah, atau Masjid Nabawi, maka tidak usah terkejut tentang keyakinan dan perasaan mereka (sesungguhnya) terhadap Al Aqsha di Yerusalem.
Dan mereka mengumumkan (kembali) dalam buku-buku yang dicetak dan disebarluaskan, serta mendapat penghargaan bergengsi dari pemerintahnya, bahwa mereka tidak mengenal Masjid Al Aqsha. Biarlah Yahudi melanjutkan penghancuran Baitul Maqdis dan membangun kuil mereka di atas reruntuhannya.
Keempat: segenap pembaca harus diingatkan kembali pada salah satu hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Dajjal akan bangkit, dan bersamanya akan mengikuti 70.000 kaum Yahudi dari Isfahan mengenakan selendang persia”.
Dalam hadits tersebut ada kata ‘tayalisa’, merupakan bentuk jamak dari kata tunggal ‘taylasan’, adalah bukan kata asli dari Arab tetapi serapan dari kata asing. Taylasan adalah nama untuk bentuk pakaian yang diselempangkan di bahu dan seluruh tubuh, tidak dijahit dan tidak dipotong. Ia merupakan baju khas kaum Yahudi Iran saat ini. Sementara daerah Isfahan dahulu dikenal dengan nama Yahudiya, dikarenakan banyaknya orang Yahudi yang tinggal di sana.
Ibnu Hajar Al Atsqalani berkata dalam Fathul Bari: “Abu Naim berkata tentang sejarah Asbahan; Yahudiya adalah nama desa dan kampung di Asbahan. Dan disebut Yahudiya karena perkampungan tersebut didiami oleh orang Yahudi. Dan tetap namanya seperti itu sampai Ayub bin Ziyad, salah seorang pangeran kesultanan Mesir pada jaman Al Mahdi bin Manshur, menjadikannya bagian wilayah Mesir dan mulai mengijinkan Muslim tinggal di sana. Sementara beberapa kampung tetap dihuni orang Yahudi”.
Dan satu informasi terakhir agaknya akan membuat Anda terkejut, yang akan kami sampaikan:
Disebutkan dalam buku Al Kafi yang ditulis Al Kilani, diriwayatkan dari Abu Abdullah bahwa ia berkata: “Ketika seseorang dari keturunan Muhammad tiba (menjelang akhir jaman), ia akan menghukum di antara manusia dengan kitab Daud alaihi salam”. Bagaimana bisa kitab Daud, dan bukan kitab Muhammad?
Mengapa mereka menantikan seseorang (Imam Mahdi) yang akan menegakkan hukum Daud dan bukan Syariat Muhammad saw? Pertanyaan ini harus dijawab oleh para ayatullah itu dan segenap penyanjung mereka di Gaza dan tempat lainnya.
Diriwayatkan oleh Al Numani penulis kitab Al Ghaibah: “Ketika sang Imam itu (Imam Mahdi) mengumandangkan adzan, maka ia akan menyeru Allah dengan sebutan Yahwa”.
Sungguh aneh: kata “Yahwa” atau “Yahweh” adalah bahasa Ibrani yang dipakai orang Yahudi dalam kitab suci mereka. Jadi saya heran mengapa sang Imam itu nanti akan menyebut Allah dengan kata ini dan bukan kata yang biasa dipakai oleh orang Muslim?
Kebenaran dari segenap keganjilan ini harus dijawab, dan mereka yang layak untuk menjawabnya adalah para ayatullah dari Khom itu serta segenap pengagumnya di berbagai tempat. Dan pertanyaan terakhir kami harus dijawab pula oleh mereka:
Sampai kapan orang-orang yang acuh ini menunggu kaum Syiah datang untuk membebaskan Al Aqsha? Kemudian mereka mengunjungi Teheran, dan menaburkan karangan bunga indah di makam Ayatullah Khumaini, dan mengibarkan panji-panji ‘hizbusy Syaitan’, dan melemparkan diri mereka ke dalam pelukan Syiah?
Ditulis oleh: Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdese 12 Juni 2010 
Sorce: www.tawhed.net
Ini Dia Pandangan Ahmadinejad Soal Masjid Al-Aqsa
“HAPUS peta Israel di dunia!” Itulah kata-kata Mahmud Ahmadinejad yang pernah menggemparkan jagad politik international. Perkataan-perkataan serupa dilontarkan Ahmadinejad berulang-ulang di berbagai kesempatan .
Namun beberapa waktu lalu, Ahmadinejad pernah memberi hadiah kepada seorang penulis buku sekaligus seorang pembesar besar Syiah abad ini, yakni  Jafar Murtada Al Amili, yang telah menulis sebuah buku berjudul “Ayna Masjid al-Aqsha?” (Di Manakah Masjid Al Aqsha?).
Buku itu intinya mengungkapkan bahwa keberadaan Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya bukanlah di bumi Al-Quds, melainkan di langit.
Dan menganggap masjid mereka di Kuffah lebih baik daripada Al-Aqsha seperti tertulis dalam kitab rujukan Syiah Biharul Anwar. Buku tersebut ditetapkan  sebagai salah satu buku terbaik di Iran.
Pemberian hadiah tersebut menyiratkan bahwa sang Presiden Iran menyetujui isi buku tersebut yang menolak klaim bahwa sahabat Umar bin Khattab Ra telah membebaskan Al Aqsha dari bangsa Romawi, karena dianggap Rasulullah SAW tidak melakukan perjalanan darat ke Al Aqsha tetapi pada saat perjalanan menuju ke langit (mi’raj).
Lantas pertanyaannya, apakah mungkin Ahmadinejad akan terlibat dalam perjuangan pembebasan masjid Al Aqsha sedangkan ia berpendapat masjid tersebut berada di atas langit? 

Masjid al Aqsa Syiah bukan di Palestina

سُبْحانَ الَّذِي أَسْرى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بارَكْنا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آياتِنا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [QS. Al-Israa’ : 1]


يُمَجِّدُ تَعَالَى نَفْسَهُ، وَيُعَظِّمُ شَأْنَهُ، لِقُدْرَتِهِ عَلَى مَا لَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ أَحَدٌ سِوَاهُ، فَلَا إله غيره ولا رب سواه، الَّذِي أَسْرى بِعَبْدِهِ يعني محمدا صلّى الله عليه وسلّم لَيْلًا أَيْ فِي جُنْحِ اللَّيْلِ مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ وَهُوَ مَسْجِدُ مَكَّةَ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى وهو بيت المقدس الذي بإيلياء معدن الأنبياء من لدن إبراهيم الخليل عليه السلام، ولهذا جمعوا له هناك كُلُّهُمْ فَأَمَّهُمْ فِي مَحِلَّتِهِمْ وَدَارِهِمْ، فَدَلَّ عَلَى أَنَّهُ هُوَ الْإِمَامُ الْأَعْظَمُ، وَالرَّئِيسُ الْمُقَدَّمُ، صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ.

Pada ayat di atas, Allah Ta’ala membesarkan dan mengagungkan Dzat-Nya, karena kekuasaan-Nya atas segala yang tidak dapat dilakukan oleh selain Dia. Tidak ada Ilah dan Rabb selain Dia, [الَّذِي أَسْرى بِعَبْدِهِ] “yang telah memperjalankan hamba-Nya” yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, [لَيْلاً] “pada suatu malam” yakni pada sebagian waktu malam, [مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى] “dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsa” yaitu Baitul Maqdis yang terletak di Iliya (Palestina), tempat para Nabi sejak Ibrahim al-Khalil ‘alaihi Sallam. Karena itu, di sana mereka semuanya berkumpul untuk (menyambut) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau mengimami mereka (shalat) di tempat dan negeri mereka. Ini menunjukan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah pemimpin terbesar dan ketua tertinggi, semoga Shalawat dan Sallam selalu tercurah untuk mereka semua.
[Tafsir Ibnu Katsir 5/3, al-Hafizh Ibnu Katsir]

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ditekankan untuk melakukan perjalanan kecuali ke-3 (tiga) Masjid, yaitu Masjid al-Haram (Makkah), Masjid ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (Madinah) dan Masjid al-Aqsha (Palestina).” [Bukhari no.1115]

Namun Syiah Rafidhah memiliki keyakinan yang berbeda dari kaum Muslimin mengenai Masjidil Aqsha Palestina Syam yang diberkahi.

لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد: المسجد الحرام, ومسجد الرسول (عليه السلام), ومسجد الكوفة
وسائل الشيعة (آل البيت) - الحر العاملي - ج ٥ - الصفحة ٢٥٧

Tidaklah ditekankan untuk melakukan perjalanan kecuali ke 3 (tiga) Masjid, yaitu Masjid al-Haram (Makkah), Masjid ar-Rasul ‘alaihi Salam (Madinah) dan Masjid al-Kufah (Irak).
[Wasail asy-Syiah 5/257, al-Hur al-‘Amiliy Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1191_وسائل-الشيعة-آل-البيت-الحر-العاملي-ج-٥/الصفحة_256]

جاء رجل إلى أمير المؤمنين صلوات الله عليه وهو في مسجد الكوفة فقال السلام عليك يا أمير المؤمنين ورحمة الله وبركاته, فرد عليه السلام فقال: جعلت فداك إني أردت المسجد الأقصى فأردت أن أسلم عليك وأودعك فقال: وأي شئ أردت بذلك؟ فقال: الفضل جعلت فداك, قال: فبع راحلتك وكل زادك وصل في هذا المسجد فان الصلاة المكتوبة فيه حجة مبرورة, والنافلة عمرة مبرورة
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٩٧ - الصفحة ٤٠٣
Seorang laki-laki mendatangi Amirul Mukminin Shalawatullah ‘alaihi, sedangkan beliau berada di Masjid Kufah dan mengucapkan, “Assalamu ‘alaika wahai Amirul Mukminin wa Rahamatullah wa Barakatuh.” ‘Alaihi Salam pun menjawab (salamnya).
Laki-laki tersebut berkata, “Aku sebagai tebusanmu, sesungguhnya aku ingin melakukan perjalanan ke Masjid al-Aqsha dan hendak mengucapkan salam serta pamit kepadamu.” Beliau bertanya, “Apa yang engkau inginkan dengan perjalanan tersebut?” Laki-laki tersebut menjawab, “Keutamaan, aku sebagai tebusanmu.” Beliau berkata, “Juallah kendaraanmu danmakanlah perbekalanmu serta shalatlah di Masjid (Kufah) ini, sesungguhnya shalat (wajib) di sini dicatat sebagai Haji mabrur dan nafilah (shalat sunnah)-nya dicatat sebagai Umrah mabrur.
[Bihar al-Anwar 97/403, al-Majlisi Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1528_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٩٧/الصفحة_405#top]

سألته عن المساجد التي لها الفضل, فقال: المسجد الحرام ومسجد الرسول, قلت: والمسجد الأقصى!؟
جعلت فداك فقال: ذاك في السماء إليه أسري رسول الله (صلى الله عليه وآله), فقلت: إن الناس يقولون إنه بيت المقدس, فقال: مسجد الكوفة أفضل منه
بحار الأنوار - العلامة المجلسي - ج ١٨ - الصفحة ٣٨٥
Aku bertanya mengenai Masjid-Masjid yang paling utama, beliau berkata, “Masjid al-Haram (Makkah) dan Masjid ar-Rasul (Madinah).” Aku berkata, “Masjid al-Aqsha!? Aku sebagai tebusanmu.” Beliau berkata, “Ia (Masjid al-Aqsha) berada di langit, di sanalah Isra’nya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi.” Kemudian aku berkata, “Sesungguhnya manusia berkatabahwasanya ia (Masjid al-Aqsha) adalah Baitul Muqaddas (Palestina),” kemudian beliau berkata, “Masjid Kufah lebih utama darinya (Baitul Muqaddas Palestina).”
[Bihar al-Anwar 18/385, al-Majlisi Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1449_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-١٨/الصفحة_387]

والمشهور على أن المسجد الأقصى هو بيت المقدس, ولكن يظهر من الأحاديث الكثيرة أن المراد منه هو البيت المعمور الذي يقع في السماء الرابعة وهو أبعد المساجد
منتهى الآمال لعباس القمي ص 70
Dan yang masyhur bahwasanya Masjid al-Aqsha adalah Baitul Muqaddas (Palestina), namun yang nampak dari hadits-hadits yang banyak maksudnya adalah Baitul Makmur yang berada di langit yang ke-4 (empat) yaitu Masjid yang paling jauh.
[Muntaha al-Amal 70, ‘Abbas al-Qummi Pendeta Syiah Rafidhah]

والأقصى يعني البعد والبعيد, وإذا كان بيت المقدس على فرض أنه هو المسجد الأقصى فهو بعيد عن أهل الحجاز ولكنه قريب من أهل الشام ... وعلى هذا الأساس يجب أن يكون الأقصى بعيداً عن كل الناس سواسية, وأكدنا بما أوردناه سابقاً من أحاديث أن المسجد الأقصى في السماء الرابعة في البيت المعمور
الصحيح من سيرة الرسول الأعظم (3/101)
Al-Aqsha memiliki arti jauh, dan jika memaksakan Baitul Muqaddas (Palestina) adalah Masjid al-Aqsha maka ia (Baitul Muqaddas Palestina) berada jauh dari penduduk Hijaz dan berada dekat dengan penduduk Syam... Berdasarkan asas ini maka diwajibkan untuk menjadikan al-Aqsha berada sama jauh dari seluruh manusia. Kami menetapkan mengenai apa yang kami kutipkan sebelumnya dari hadits-hadits bahwasanya Masjid al-Aqsha berada di langit yang ke-4 (empat) yaitu di Baitul Makmur.
[Ash-Shahih min Sirah ar-Rasul al-A’dzhim, Ja’far Murtadha Pendeta Syiah Rafidhah]

فقال لي: وهل تعرف بيت المقدس؟ قلت: لا أعرف إلا بيت المقدس الذي بالشام؟ قال: ليس بيت المقدس ولكنه البيت المقدس وهو بيت آل محمد صلى الله عليه وآله, فقلت له: أما ما سمعت به إلى يومي هذا فهو بيت المقدس, فقال لي: تلك محاريب الأنبياء
الكافي - الشيخ الكليني - ج ١ - الصفحة ٤٨٢

Kemudian beliau bertanya kepadaku, “Apakah engkau mengetahui Baitul Muqaddas?” Aku menjawab, “Aku tidak mengetahuinya kecuali Baitul Muqaddas yang berada di Syam?” Beliau berkata, “Itu bukanlah Baitul Muqaddas, sedangkan Baitul Muqaddas adalah rumahnya keluarga Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi.” Aku berkata kepadanya, “Namun yang aku dengar mengenainya sampai hari ini bahwa ia adalah Baitul Muqaddas.” Kemudian beliau berkata kepadaku, “Ia adalah mihrab para Nabi.”
[Al-Kafiy 1/482, al-Kulainiy Pendeta Syiah Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1122_الكافي-الشيخ-الكليني-ج-١/الصفحة_530]

“Al Aqsa hanya akan bebas oleh Ahlussunah, bukan Syiah” Syeikh Dr. Wael Alzard

Ramai yang menyangkakan bahawa Iran dan Syiah adalah golongan utama dalam membebaskan Palestin dinafikan oleh seorang Doktor dalam ilmu hadis dari Gaza, Syeikh Dr. Wael Alzard. Menurutnya, pembebasan masjidil Al Aqsa hanya dapat dilakukan oleh Ahlussunah wal jama'ah.

"Kami memegang prinsip sebagaimana disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan para sahabat bahawa yang boleh membebaskan masjid Al Aqsa adalah Ahlussunah, itu sama sekali tidak ada keraguan," katanya kepada Islampos.com, Rabu (17/7/2013) di Masjid Darussalam Indonesia.

Pensyarah ilmu hadis di Gaza University for Applied Sciences ini mengakui Iran memang memberikan bantuan ke Hamas. Tapi bantuan murni itu lahir dari tawaran Iran, kerana Hamas tidak pernah meminta-minta bantuan.

Dari awal lagi, Hamas sudah menegaskan kepada Iran bantuan yang diberikan tidak boleh disertai dengan kepentingan tertentu.

"Urusan kita dengan Iran hanyalah urusan politik yang sama sekali tidak memberi kesempatan untuk menguubah fikrah dan akidah muslim Palestin," kata lelaki yang mempunyai dua cucu ini.

Hal ini dapat dilihat dari keyakinan muslim Palestin yang tidak lari sedikit pun dari Ahlussunah wal jama'ah. Bahkan Palestin adalah satu-satunya negara yang bebas Syiah.

"Silahkan buktikan di seluruh dunia ini, Palestin adalah satu-satunya negara yang tidak ada syiahnya," katanya.

Diterjemahkan oleh Detik Islam dari sumber islampos.com, Wallahu'alam bissawab والله أعلمُ بالـصـواب

Artikel terkait :

Benarkah Syi’ah Rafidhah (Iran dan Sekutunya) Peduli Pada Palestina? [Inilah Faktanya]
Kamuflase Syiah di Gaza Palestina