Friday, August 15, 2014

jika Syi’ah dikafirkan, sama artinya akan banyak sekali hadis Shahih Bukhari-Muslim yang mesti ditolak adalah perkataan yang batil

Silakan buktikan jika ada perawi yang akidahnya seperti Khomeini, atau Kang Jalal, atau dedengkot rafidhah lainnya hari ini, yang haditsnya tercantum dalam Shahihain –dengan syarat yang telah dijelaskan oleh Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar tadi-!!
jika Syi’ah dikafirkan, sama artinya akan banyak sekali hadis Shahih Bukhari-Muslim yang mesti ditolak adalah perkataan yang batil. Batil karena Syi’ah hari ini jauh berbeda dengan Syi’ah tempo dulu.  “Orang yang mengkafirkan Syi’ah, berarti dia sedang menyerang (kitab shahih) Bukhari Muslim, ia menyerang periwayatan Bukhari Muslim. Ia sedang menghancurkan Ahlusunnah wal Jama’ah !!!! ??????? Ini sungguh aneh bin ajaib… dan ini adalah kesalahan fatal yang dibangun diatas kesalahan pertama, yaitu tidak bisa membedakan antara Syi’ah tempo dulu (Muslimin Ahli Bid’ah) dengan Syi’ah hari ini (Musyrikin Munafikin) demikian Sufyan Baswedan.

Perawi Syiah Dalam Hadis Sunni

Bagi Mereka yang tahu maka perkara ini cukup jelas, memang ada cukup banyak perawi hadis dalam Kitab hadis Sunni baik Kutub As Sittah(Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasai, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah)maupun yang lainnya (Al Mustadrak Al Hakim, Musnad Ahmad, Mu’jam AtThabrani, Shahih Ibnu Khuzaimah) yang ternyata seorang Syiah. Hal ini tidak dapat ditolak bahkan oleh seorang Salafy sekalipun, hanya saja mereka melakukan akrobat untuk berkelit dari dilema mereka.
Sudah seringkali saya melihat bahwa Salafy tidak membedakan apa itu Syiah danapa itu Rafidhah, bagi mereka Syiah ya sama saja dengan Rafidhah dan merekaRafidhah adalah pendusta. Kemudian ketika ditunjukkan bahwa perawi hadis Sunni sendiri banyak yang Syiah, mereka berkelit dengan berkata
“Itulah kejujuran Ulama hadis Sunni, mereka mengambil hadis dari orang-orang yang mereka anggap tsiqah walaupun adalah ahlul bid’ah dengan syarat tidak berlebihan dalam kebid’ahannya atau tidak meriwayatkan kebid’ahannya”.
Dalam hal perawi Syiah, mereka Salafy berakrobat dengan berkata Syiah yang dimaksud disini adalah tasyayyu atau berlebihan dalam mengutamakan Ali RA dari sahabat yang lain bukan Rafidhah. Sekarang baru berkata bahwa Syiah itu berbeda dengan Rafidhah, karena mereka tidak berani menisbatkan Syiah disini sebagai Rafidhah yang mereka bilang sebagai Pendusta. Sungguh Sikap Antagonis Yang Menyedihkan.
Untuk membungkam sikap Antagonis Salafy yang menyedihkan itu maka akan ditunjukkan bahwa ada di antara perawi hadis Sunni tersebut yang jelas-jelas seorang Rafidhah. Penunjukkan Rafidhah sepenuhnya dengan bersandar pada perkataan dalam kitab Rijal oleh Ulama yang jelas-jelas menyebutkan bahwa Si Fulan adalah Rafidhah, berikut nama-nama mereka
Abbad bin Ya’qub Al Asadi Ar Rawajini Al Kufi
Keterangan tentang Beliau dapat ditemukan dalam Hadi As Sari jilid 2 hal 177,Tahdzib At Tahdzib jilid 5 hal 109 dan Mizan Al Itidal jilid 2 hal 376. Disebutkan
Ibnu Hajar berkata bahwa Abbad adalah seorang Rafidhah yang terkenalhanya saja Ia jujur
Ibnu Hibban berkata bahwa Abbad seorang Rafidhah yang selalu mengajak orang lain mengikuti jejaknya.
Saleh bin Muhammad berkata “Abbad memaki Usman bin Affan”
Jadi Abbad adalah Seorang Rafidhah yang oleh Abu Hatim dikatakan “Ia tsiqat”,beliau seorang Rafidhah dimana Hakim berkata Ibnu Khuzaimah ketika membicarakan Abbad, Ia berkata “Riwayat Abbad dapat dipercaya tetapi pendapatnya sangat diragukan” .Adz Dzahabi berkata “Abbad seorang yang berlebihan Syiahnya, Ahli bid’ah tetapi jujur dalam menyampaikan hadis”. Maka sudah jelas Abbad adalah seorang Rafidhah bahkan dikabarkan beliau memaki sahabat Usman bin Affan tetapi tetap saja beliau dinyatakan tsiqat dan jujur. Abbad adalah perawi hadis dalam Shahih Bukhari, Sunan Ibnu Majah, Sunan Tirmdizi, Musnad Ahmad dan Shahih Ibnu Khuzaimah. Apakah para Salafy itu mau berkelit kalau Syiah yang dimaksud disini adalah tasyayyu, padahal zahir lafal jelas adalah Rafidhah? Ah ya mungkin akan ada akrobat yang lain
Sulaiman bin Qarm Abu Dawud Adh Dhabi Al Kufi
Dalam Kitab Tahdzib At Tahdzib jilid 4 hal 213 dan Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 219, disebutkan pernyataan Ulama mengenai Sulaiman bin Qarm. Ada yang menyatakan beliau dhaif(Yahya bin Main dan Abu Hatim) dan ada yang menyatakan beliau tsiqah.Tetapi coba lihat apa yang dikatakan Ibnu Hibban, beliau berkata Sulaiman seorang Rafidhah yang ekstrim. Anehnya walaupun Ibnu Hibban menyatakan Ia Rafidhah, Ahmad bin Hanbal menyatakan Sulaiman tsiqat, tidak ada sesuatu yang membahayakan atas diri Sulaiman hanya saja Ia berlebihan dalam bertasyayyu.Begitu pula pernyataan Ahmad bin Adi “Sulaiman banyak memiliki hadis hasan dan afrad”. Sulaiman bin Qarm adalah perawi hadis dalam kitab Shahih MuslimSunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi. Jika Rafidhah memang pendusta mengapa Ahmad bin Hanbal menyatakan tsiqat pada seorang pendusta, mengapa Imam Muslim meriwayatkan hadisnya dalam kitab Shahih beliau Atau justru sebenarnya Ibnu Hibban keliru. Jika memang Ibnu Hibban keliru maka saya katakan kalau seorang Ulama saja bisa keliru dalam menentukan siapa yang Rafidhah mengapa pengikut Salafy itu begitu soknya dengan mudah berkata siapa yang Rafidhah.
Harun bin Sald Al Ajli Al Kufi
Beliau sebagaimana dijelaskan dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 11 hal 6 dan Mizan Al I’tidal jilid 4 hal 784 adalah perawi yang dapat diterima hadisnya. Tetapi beliau juga dinyatakan sebagai Rafidhah
As Saji berkata Dia itu Rafidhah ekstrim
Ibnu Hibban berkata Dia Rafidhah ekstrim
Anehnya Harun juga dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hibban, Ahmad bin Hanbal berkataHarun orang yang saleh dan banyak yang meriwayatkan hadis darinya, Ibnu Abi Hatim berkata “Aku bertanya pada ayahku tentang Harun. Maka dia menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan Harun”. Utsman Ad Darimi mengatakan dari Ibnu Main bahwa tidak ada persoalan dengan Harun walaupun Ad Dauri berkata bahwa Ibnu Main mengatakan Harun itu berlebihan dalam Syiahnya. Hal ini berarti Ibnu Main tidak menganggap kesyiahan Harun sebagai persoalan dalam periwayatan hadis. Jika benar setiap Rafidhah adalah pendusta mengapa Harun yang dikatakan As Saji dan Ibnu Hibban sebagai Rafidhah tetap diterima hadisnya oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim.
Jami’ bin Umairah bin Tsa’labah Al Kufi
Dalam Tahdzib At Tahdzib 2/111 dan Mizan Al ‘Itidal 1/421, didapatkan keterangan tentang Jami’ bin Umair. Beliau dinyatakan Rafidhah oleh Ibnu Hibban. Ibnu Hibban berkata “Dia itu Rafidhah yang memalsukan hadis”. Tetapi walaupun begitu beliau adalah tabiin yang diterima hadisnya
Abu Hatim berkata “Dia orang Kufah, seorang Tabiin dan Syiah yang terhormat. Dia jujur dan baik hadisnya”.
Al Ijli berkata “Dia seorang Tabiin yang tsiqat”
As Saji berkata “Dia memiliki hadis-hadis munkar, dia bisa diperhitungkan dan dia itu jujur”
Bukhari berkata “Dia patut dipertimbangkan”
Ibnu Adi berkata “Dia seperti yang dikatakan Bukhari,hadis-hadisnya bisa dipertimbangkan. Hadis yang diriwayatkannya umumnya tidak diikuti orang”
Jami’ bin Umairah adalah perawi hadis dalam Sunan Tirmidzi dan Al Mustadrak Al Hakim, Tirmidzi menghasankan sebagian hadisnya dan Al Hakim menshahihkan hadis riwayat Jami’ bin Umairah. Kalau memang yang dinyatakan Ibnu Hibban itu benar maka itu berarti seorang Rafidhah bisa diterima hadisnya.
Abdul Malik bin A’yun Al Kufi
Keterangan tentang Abdul Malik dapat dilihat dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 6 hal 385 dan Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 651. Beliau Abdul Malik dinyatakan oleh Al Hamidi dan Sufyan bin Uyainah sebagai seorang Rafidhah
Al Hamidi menceritakan bahwa Sufyan menerima hadis dari Abdul Malik seorang Syiah. Al Hamidi berkata bagiku Abdul Malik adalah seorang Rafidhah yang suka menciptakan ajaran bid’ah.
Al Hamidi berkata dari Sufyan bahwa Abdul Malik dan kedua saudaranya Zararah dan Hamran adalah penganut Syiah Rafidhah.
Al Uqaili dalam Ad Dhuafa menyatakan bahwa Abdul Malik seorang Rafidhah
Tetapi jika kita melihat pernyataan Ulama lain maka ditemukan bahwa Abdul Malik tsiqah dan jujur.
Ibnu Hibban menyatakan Abdul Malik tsiqat dan memasukkan namanya dalam Ats Tsiqat
Al Ajli menyatakan Abdul Malik sebagai tabiin yang tsiqat
Abu Hatim berkata “Ia orang Syiah tetapi jujur”
Al Mizzi dalam Tahdzib Al Kamal berkata bahwa Abdul Malik itu Rafidhah tetapi Shaduq(jujur)

Abdul Malik adalah perawi Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi

Jadi bagaimana mungkin Rafidhah yang dikatakan dusta itu diambil hadisnya oleh para Ulama Sunni.
Musa bin Qais Al Hadhramy
Beliau adalah seorang perawi hadis yang tsiqah sebagaimana disebutkan dalamTahdzib At Tahdzib jilid 10 hal 366 dan Mizan Al I’tidal jilid 4 hal 217. Anehnya Al Uqaily berkata Dia itu Rafidhah yang ekstrim. Apakah itu berarti Musa adalah Rafidhah yang tsiqah
Yahya bin Main berkata “dia tsiqat”
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata dari ayahnya yang berkata Aku tidak mengetahui tentang Musa kecuali kebaikan
Ibnu Syahin berkata Musa diantara perawi yang tsiqah
Ibnu Numair berkata tentang Musa dia tsiqat, banyak yang meriwayatkan darinya
Abu Hatim berkata “tidak ada persoalan dengan dia”
Selain itu Musa bin Qais lebih mendahulukan Ali ketimbang Abu Bakar. Hal ini dinyatakan Adz Dzahabi dalam sebuah riwayat tentang Musa, bahwa Musa berbicara tentang dirinya sendiri bahwa Sufyan bertanya kepadanya tentang Abu Bakar dan Ali, maka katanya Ali lebih kusukai. Musa bin Qais adalah perawi hadis dalamSunan Abu Dawud.
Hasyim bin Barid Abu Ali Al Kufi
Hasyim bin Barid dinyatakan oleh Al Ajli dan Ibnu Hajar sebagai Rafidhah tetapi mereka berdua tetap mentsiqahkan beliau. Hal ini dapat dilihat dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 11 hal 16 dan Mizan Al I’tidal jilid 4 hal 288.
Al Ajli berkata tentang Hasym “Dia orang Kufah yang tsiqat Cuma dia itu Rafidhah”. Hasym bin Barid telah dinyatakan tsiqah oleh Yahya bin Main, Ibnu Hibban, Ahmad bin Hanbal dan Ad Daruquthni. Hasym adalah perawi hadis dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan An Nasai.

Sangat jelas bahwa nama-nama di atas dinyatakan sebagai Rafidhah tetapi tetap saja diterima hadisnya. Hal ini menimbulkan kemusykilan bagi para pengikut Salafy. Sebagian mereka tetap berasumsi bahwa Rafidhah yang dimaksud adalah tasyayyu atau melebihkan Ali RA dibanding sahabat lain. Mereka berkata bahwa kata Rafidhah yang dimaksud di atas bukanlah seperti Syiah Rafidhah yang pencaci sahabat Nabi. Semua itu hanyalah kata-kata berkelit untuk membenarkan sikap mereka yang selalu merendahkan Syiah dengan sebutan Rafidhah. BukankahAbbad dikabarkan mencaci Utsman bin Affan dan beliau tetap dianggap tsiqah.

Sebagian mereka akan menyatakan bahwa ulama yang menyatakan nama-nama di atas sebagai Rafidhah adalah keliru karena terbukti ada yang mentsiqahkan mereka. Anehnya kenapa tidak sekalian dinyatakan bahwa justru Ulama yang mentsiqahkan itulah yang keliru karena bukankah menurut mereka Salafy, sudah jelas Rafidhah adalah pendusta.

Perawi Hadis Sunni Yang Dikatakan Mencaci Sahabat Nabi Saw

Ada juga perawi hadis yang dikatakan oleh sebagian Ulama telah mencaci sahabat Nabi. Di atas telah disebutkan salah satunya adalah Abbad bin Yaqub. Selain Abbad terdapat juga Abdurrahman bin Shalih Al Azdi yang dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 6 hal 197 dinyatakan bahwa
Shalih bin Sulaiman berkata tentang Abdurrahman bin Shalih “Ia orang Kufah yang mencerca Usman tetapi ia jujur”.
Musa bin Harun berkata “Ia tsiqat yang bercerita tentang kekurangan-kekurangan para Istri Rasulullah SAW dan para sahabat”
Abu Dawud berkata “Aku tidak berminat untuk mendaftar hadis Ibnu Shalih. Ia menulis buku yang mengecam sahabat-sahabat Rasul”
Walaupun begitu tetap banyak yang memandangnya tsiqah
Yahya bin Main berkata “Ia tsiqat, jujur dan syiah, baginya jatuh dari langit lebih ia sukai daripada berdusta walau hanya sepatah kata”
Abu Hatim berkata Ibnu Shalih seorang yang jujur
Ahmad bin Hanbal berkata “Maha suci Allah, ia seorang yang mencintai keluaga Nabi dan ia adil”.

Beliau Abdurrahman bin Shalih Al Azdi adalah perawi hadis dalam Sunan An Nasai.

Seorang yang dikatakan mencaci sahabat-sahabat Nabi ternyata tetap dinyatakan oleh yang lain sebagai tsiqah dan diambil hadisnya.
Yang dapat disimpulkan adalah Dalam Kitab hadis Sunni memang terdapat perawi hadis yang dinyatakan oleh sebagian Ulama sebagai Rafidhah. Oleh karena itu tidak berlebihan kalau Sunni ternyata mengambil hadis juga dari Rafidhah.
http://mawaddahfiahlilbayt.blogspot.com/2011/08/perawi-syiah-dalam-hadis-sunni.html?m=1

SECONDPRINCE MENGKABURKAN MAKNA RAFIDHAH TERHADAP PERAWI BUKHARI

SP menulis : (dengan sedikit peringkasan dari kami)
Salah satu isu yang sering dilontarkan penganut Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah adalah ulama Ahlus Sunnah diantaranya Imam Bukhariy juga meriwayatkan dari perawi Syi’ah.

Dan jawaban dari sebagian Ahlus Sunnah biasanya berupa bantahan yaitu Imam Bukhariy memang meriwayatkan dari Syi’ah tetapi Syi’ah yang dimaksud bukan Syi’ah Rafidhah tetapi Syi’ah dalam arti lebih mengutamakan Aliy bin Abi Thalib dari Utsman atau sahabat lainnya, Syi’ah yang tetap memuliakan para sahabat bukan seperti Syi’ah Rafidhah yang mencela para sahabat. Salah satu bantahan yang dimaksud dapat para pembaca lihat disini.

Benarkah demikian?. Tentu saja cara sederhana untuk membuktikan hal itu adalah tinggal menunjukkan adakah perawi Bukhariy yang dikatakan Rafidhah atau dituduh Syiah yang mencela sahabat Nabi. Akan diambil beberapa perawi Bukhariy sebagai contoh yaitu :
‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy (Sufyaan berkata : telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin A’yan, seorang syi’ah ia di sisi kami rafidhah shaahib ra’yu)
‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawajiniy.
Ibnu Hibban dalam kitabnya Al Majruuhin 2/163 no 794 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid] menyatakan dengan jelas bahwa ia rafidhah.
‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawaajiniy Abu Sa’iid termasuk penduduk Kuufah, meriwayatkan dari Syariik, telah meriwayatkan darinya guru-guru kami, wafat pada tahun 250 H di bulan syawal, ia seorang Rafidhah yang mengajak ke paham rafadh, dan bersamaan dengan itu ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari para perawi masyhur maka selayaknya ditinggalkan
Auf bin Abi Jamiilah Al Arabiy
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 757 no 5250 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy] :
[perawi kutubus sittah] Auf bin Abi Jamiilah [dengan fathah pada huruf jiim] Al A’rabiy, Al ‘Abdiy, Al Bashriy, seorang yang tsiqat dituduh dengan faham qadariy dan tasyayyu’ termasuk thabaqat keenam wafat pada tahun 146 atau 147 H pada umur 86 tahun.
Bagaimanakah tuduhan tasyayyu’ yang dimaksud?. Adz Dzahabiy menukil dalam kitabnya Mizan Al I’tidal 5/368 no 6536 [tahqiq Syaikh ‘Aliy Al Mu’awwadh, Syaikh ‘Adil Ahmad dan Ustadz Dr ‘Abdul Fattah] :
Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshaariy berkata aku melihat Dawud bin Abi Hind memukul Auf Al Arabiy dan mengatakan “celaka engkau wahai qadariy”. Dan Bundaar berkata dan ia membacakan kepada mereka hadis Auf “demi Allah sungguh Auf seorang qadariy rafidhah syaithan”
Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy .
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 691 no 4732 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy]:
[perawi Bukhariy dan Abu Dawud] Aliy bin Ja’d bin Ubaid Al Jauhariy, Al Baghdadiy seorang tsiqat tsabit dituduh dengan tasyyayyu’, termasuk thabaqat kesembilan dari kalangan sighar, wafat pada tahun 230 H
Aliy bin Ja’d termasuk salah satu guru Bukhariy, tidak ada yang menuduhnya rafidhah tetapi ia pernah menyatakan Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam. Dalam Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaaq bin Ibrahim bin Haani’ An Naisaburiy 2/154 no 1866 [tahqiiq Zuhair Asy Syaawiisy], ia [Ishaaq] berkata :
Dan aku mendengar Abu ‘Abdullah [Ahmad bin Hanbal], telah berkata kepadanya Dalluwaih “aku mendengar Aliy bin Ja’d mengatakan demi Allah, Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam”
Ulasan Singkat
Fakta-fakta di atas adalah bukti yang cukup untuk membatalkan pernyataan bahwa Bukhariy tidak mengambil hadis dari perawi Rafidhah atau perawi Syi’ah yang mencela sahabat.
Yang kami sajikan disini hanyalah apa yang tertera dan ternukil dalam kitab Rijal Ahlus Sunnah, kami sendiri pada akhirnya [setelah mempelajari lebih dalam] memutuskan untuk tidak mempermasalahkan hal ini. Pengalaman kami dalam menelaah kitab Rijal menunjukkan bahwa perawi dengan mazhab menyimpang [di sisi ahlus sunnah] seperti khawarij, syiah, qadariy, bahkan nashibiy tetap ada yang dikatakan tsiqat atau shaduq sehingga mazhab-mazhab menyimpang tersebut tidak otomatis menjadi hujjah yang membatalkan keadilan perawi.

Hal ini adalah fenomena yang sudah dikenal dalam mazhab Ahlus Sunnah dan tidak ada yang bisa diperbuat dengan itu, memang kalau dipikirkan secara kritis bisa saja dipermasalahkan [sebagaimana kami dulu pernah mempermasalahkannya] tetapi sekeras apapun dipikirkan tidak akan ada solusinya, tidak ada gunanya berkutat pada masalah yang tidak ada solusinya. Lebih baik menerima kenyataan bahwa memang begitulah adanya.
Silakan dipikirkan berapa banyak hadis shahih Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mencela khawarij tetapi tetap saja dalam kitab Rijal ditemukan para perawi yang dikatakan khawarij tetapi tsiqat dan shaduq.
Atau jika ada orang yang mau mengatakan bahwa mencela sahabat dapat menjatuhkan keadilan perawi maka ia akan terbentur dengan para perawi tsiqat dari golongan rafidhah yang mencela sahabat tertentu seperti Utsman dan dari golongan nashibiy yang mencela Aliy bin Abi Thalib.
Bukankah ada hadis shahih bahwa tidak membenci Aliy kecuali munafik tetapi dalam kitab Rijal banyak perawi nashibiy yang tetap dinyatakan tsiqat.
Mungkin akan ada yang berpikir, bisa saja perawi yang dikatakan atau dituduh bermazhab menyimpang [rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij] tidak mesti memang benar seperti yang dituduhkan. Jawabannya ya memang mungkin, tetapi apa gunanya berandai-andai, kalau memang begitu maka silakan dipikirkan bagaimana memastikan tuduhan tersebut benar atau keliru. Dalam kitab Rijal secara umum hanya ternukil ucapan ulama yang menyatakan perawi tertentu sebagai rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij tanpa membawakan bukti atau hujjah. Perkara ini sama halnya dengan pernyataan tautsiq terhadap perawi. Kita tidak memiliki cara untuk membuktikan benarkah ucapan ulama bahwa perawi tertentu tsiqat atau shaduq atau dhaif. Yang bisa dilakukan hanyalah menerimanya atau merajihkan atau mengkompromikan perkataan berbagai ulama tentang perawi tersebut.

Lantas mengapa isu ini dibahas kembali disini?. Isu ini menjadi penting ketika ada sebagian pihak yang mengkafirkan orang-orang Syi’ah maka orang-orang Syi’ah melontarkan syubhat bahwa dalam kitab Ahlus Sunnah termasuk kitab Bukhariy banyak terdapat perawi Syi’ah. Kemudian pihak yang mengkafirkan itu membuat bantahan yang mengandung syubhat pula bahwa perawi Syi’ah dalam kitab Shahih bukanlah Rafidhah. Kami katakan bantahan ini mengandung syubhat karena faktanya terdapat sebagian perawi syiah dalam kitab Shahih yang ternyata dikatakan Rafidhah [contohnya sudah disebutkan di atas].

Selesai tulisan secondprince ......

TANGGAPAN KAMI :

Dari tulisan second diatas, dapat kita lihat alur kronologinya, yaitu : pertama kali Ahlussunnah meng-KAFIR-kan syi'ah, lalu syi'ah membantah bahwa ada dalam riwayat Bukhori para perawi syi'ah sehingga tidak benar bahwa syi'ah itu kafir, lalu dibantah lagi oleh Ahlussunnah bahwa perawi syi'ah dalam Bukhori bukanlah rafidhah, lalu datang secondprince membantah bantahan Ahlussunnah tersebut dengan fakta-fakta yang ada dalam tulisannya di atas.

Di sini perlu diluruskan beberapa hal.

Para ulama salaf membedakan antara syi'ah - syi'ah ghuluw atau disebut juga dengan rafidhah - rafidhah ghuluw - rafidhah super ghuluw.

Hal ini bisa difahami dari penjelasan Ibnu Hajar dlm Muqaddimah Fathul Baarinya (1/459) sbb:

والتشيع محبة عليٍّ وتقديمه على الصحابة. فمن قدمه على أبي بكر وعمر فهو غال في تشيعه، ويطلق عليه رافضي؛ وإلا فشيعي، فإن انضاف إلى ذلك السب أو التصريح بالبغض فغال في الرفض. وإن اعتقد الرجعة إلى الدنيا فأشد في الغلو.


Tasyayyu’ artinya mencintai Ali dan mendahulukannya di atas para sahabat. Barang siapa mendahulukan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, maka dia ghuluw dalam tasyayyu’nya, dan disebut juga Rafidhi. Namun bila tidak demikian, maka disebut Syi’i. Bila disamping itu dia juga mencaci dan menyatakan kebenciannya, maka dia ghuluw dalam kerafidhahannya. Dan bila ia meyakini raj’ah (hidup kembalinya para imam utk melampiaskan dendam kpd musuh2-nya), berarti ia lebih ghuluw lagi.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa perawi yg tergolong syi’ah ada 4 macam:
Syi’ah biasa: yaitu yg sekedar melebihkan Ali di atas para sahabat, tanpa mencaci maki seorang pun dari mereka.
Syi’ah ghuluw/Rafidhah : yaitu yg melebihkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, tanpa mencaci maki mereka berdua.
Rafidhah ghuluw : yaitu yg melebihkan Ali di atas mereka berdua dan mencaci maki mereka berdua.
Rafidhah super ghuluw : yang meyakini Ali akan kembali hidup untuk melampiaskan dendam kpd musuh-musuhnya, seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan Hafshah.

Dan yang dikafirkan oleh para ulama adalah RAFIDHAH dengan makna no. 3 dan 4.

Di sini terlihat meng-kabur-an secondprince secara halus, ia meng-generalisir makna syi'ah dan rafidhah, sehingga seakan-akan bahwa syi'ah tidak kafir, sedangkan syi'ah yang ia maksudkan adalah syi'ah yang hidup pada hari ini, padahal syi'ah yang hidup pada hari ini adalah sama dengan syi'ah rafidhah yang ghuluw dan super ghuluw yang hidup pada masa salaf dahulu.

Sehingga ketika para ulama men-jarh perawi dalam Bukhori dan jarh rafidhah, maka yang dimaksud adalah rafidhah dengan makna no.2, yaitu melebihkan Ali atas Abu Bakar dan Umar tanpa mencaci mereka berdua, walaupun shahabat selain mereka tetap mereka caci (misalnya mencaci Utsman, Muawiyah dll).

Nah perawi seperti ini, ketika ada sifat tsiqatnya, maka periwayatannya diterima.

Adapun rafidhah dengan makna no. 3 dan 4, periwayatannya ditolak, dan tidak ada dalam shahih Bukhori perawi yang seperti itu.

2 komentar:
Deden Zone5 November 2015 08.32
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan Situs Ustadz Abu Azif, sehingga Syubhar2 Kotor dari situs si secondprince makin terbuka kebusukkannya.
Mudah2an Artikel2 bantahannya makin di perluas lagi, karena sangat berguna sekali bagi kami yg aktif di forum2 FB/ Group diskusi dalam membongkar Kesesatan ajaran syi'ah.
Semoga Allah SWT membalas jerih payah ustadz abu azif.
Wassalam.
abu azifah8 November 2015 01.30
wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
alhamdulillah akhi, dan mohon bantuannya agar syubhat mereka dapat diwaspadai selalu. Semoga silaturahmi kita langgeng terjalin. Amin..
Jazakallohu khoiran katsiro.


Buku-buku Tentang Syiah Berbahasa Indonesia yang disarankan untuk dibaca.


Buku-buku Tentang Syiah Berbahasa Indonesia yang disarankan untuk dibaca.

Judul Buku : Akidah Syi'ah Imamiyah (Tanya-Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi'ah)
Penulis : Abdurrahman bin Sa'd bin Ali Asy-Syatsri (Pemateri Tetap di Masjid Quba)
Penerbit : Nashirus Sunnah, Bekasi

Catatan Hitam At-Tijani
Judul : Catatan Hitam Dr. Muhammad al-Tijani
Penulis: Syaikh Utsman al-Khamis
Alih Bahasa: Ust. Zezen Zainal Mursalin, Lc
ini merupakan bantahan dari 4 buku karya Al-Tijani, seorang penulis Syi’ah

Akhirnya Kutinggalkan Syiah, Testimoni Tokoh Syiah
Penulis: Abu Khalifah Ali bin Muhammad Al-Qudhaibi
Penerbit: Pustaka Imam Ahmad

Syiah Agama Kedustaan
Penulis: Ahmad Ilham Masduqi
Penerbit: Bina Aswaja

Risalah Kepada Pencinta Ahlul Bait
Penulis: Tim Peneliti dan Kajian Dar Al-Muntaqa

Mewaspadai Gerakan Syiah Di Indonesia
Penulis: M. Amin Djamaluddin, dkk.
Penerbit: LPPI Jakarta

Dari Imamah Sampai Mut'ah, Epistemologi Antagonisme Syiah, Kritis dan Terbuka
Penulis: Prof. Dr. H. Mohammad Baharun (Pengurus MUI Pusat)
Penerbit: Pustaka Bayan

Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi shallallahu alaihi wasallam Hingga Terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu 'anhu
Penulis: Dr. Utsman bin Muhammad Al-Khamis
Penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafi'i

Siapa Bilang Sunni Syiah Tidak Bisa Bersatu, Debat Terkini Dua Guru Besar, Prof. Dr. Ahmad Al-Ghamidi & Prof. Dr. Muhammad Al-Qazwini
Penulis: Prof. Dr. Ahmad bin Sa'ad Al-Ghamidi
Penerbit: Darul Haq

Syiah
Penulis : Lajnah Ilmiah
Penerbit : Pustaka Sunni (Marwah Indomedia)

Khomeini Berdusta
Penulis Muhammad malullah
Buku ini membedah sosok Khomeini yang sebenarnya serta gejolak permusuhan abadi kaum Syi’ah dengan ahlus sunnah.
dia mengkafirkan ahlussunnah dan menghalalkan darah dan hartanya.
Buku ini akan membelalakan mata anda, betapa seorang Khomeini yang dipuja-puja telah memendam bara api untuk membakar ahlus sunnah.

Khawarij dan Syiah Dalam Timbangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah
penulis: Prof Dr Ali MuhammadAsh-Shallabi

Mengungkap Hakekat Syiah, Agar Anda Tidak Terperdaya
Penulis Abdullah al-Mushili

Syiah; Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaannya Terhadap Islam
Penulis: Drs. M. thalib

SYI’AH IMAMIYAH, Ideologi dan Ajarannya
Oleh: Muhammad Idrus Ramli

Virus Syiah, Sejarah Alienisme Sekte
Penulis: Dr ihsan ilahi zhahi


Aqidah ahlussunnah vs ahlul bid’ah tentang sahabat
Penulis: Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili

The Story of Hizbullah; Melihat Lebih Dekat Hizbullah di Lebanon Dari Kacamata Islam
Penulis: Ali Ash-Shidiq

Membantah Argumentasi Syi’ah
Penulis : Utsman bin Ahmad Al-Khumais
Penerbit : Wacana Ilmiah Press

Menimbang Ajaran Syi’ah, 188 Pertanyaan Kritis
Penulis: Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi

Katanya Nikah Ternyata Zina
Penulis: Muhammad Malullah
Penerbit: multazam 

Perzinaan ala agama syiah
Penulis: abdul hakim bin amir abdat

Nikah Siri, Mut’ah dan Kontrak
Penulis: Prof Dr Yusuf ad-Duraiwisy

Mengapa Saya Keluar Dari Syiah
Penulis: Sayyid Husain al-musawi
Penerbit: Pustaka Kautsar

Bantahan dan Peringatan Atas Agama Rafidhah
Judul asli: risalah firraddi ala al rafidhah

“Bantahan & Peringatan atas Agama Syiah Rafidhah”
cetakan Penerbit Al-Imu, Yogyakarta, Januari 2008.

Sebuah terjemahan dari risalah Syaikhul Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah yang telah dilengkapi ta’liq[1] dan tahqiq[2] oleh Syaikh Abu Bakr Abdur Razzaq bin Shalih bin Ali An-Nahmi.

Menyingkap Kesesatan Aqidah Syi’ah
Penulis: Syaikh Abdullah bin Muhammad as-Salafi
Alih Bahasa: Abu Salman

Diantara cetakan buku ini adalah berjudul “Kesesatan aqidah syiah:
Syiah Di Nusantara
Penulis: Prof. Dr. H. Aboe Bakar Atjeh


Fatwa dan Pendirian  Ulama Sunni Terhadap Aqidah Syi’ah
Penulis Muhammad Ba'abdullah, Bangil 1990

Mengapa Kita Menolak Syiah Seminar nasional  di Istiqlal 1997; 11 Sambutan dan  7 Pemakalah
melibatkan unsur: NU, DDI, Persis, MUI, Muhammadiyyah,
IKMIalKhairat, alBayyinat, alHaramain, panji masyaraka diterbitkan L

 (
Gen Syiah (sebuah tinjauan sejarah penyimpangan aqidah dan konspirasi yahudi) 200
Penulis: Syekh Mamduh Farhan A Buhairi
Penerjemah: Ust. Agus Hasan Bashori
Judul Asli: Asy-Syi'ah Minhum 'Alaihim

 Pengkhianatan-pengkhianatan Syi’ah dan Pengaruhnya Dalam Kekalahan Umat Islam (Pustaka al-Kautsar) 2006
DR. Imad Ali Abdus Sami

Mungkinkah Sunnah–Syiah dalam Ukhuwah, Pondok Pesantren Sidogiri 2007
Bantahan terhadap buku M Quraish ShihabBuku ini ditulis Prof. Dr. Muhammad Quraisy Syihab, MA dan diterbitkan Penerbit Lentera Hati Ciputat Tangerang cetakan pertama Maret 2007 MI Robi’ul Awal 1428 H.
Mungkinkah Sunnah dan Syi’ah Bersatu 2007
Muhibbuddin al-Khathib

Sumber: Sebagian Besar dari Gensyiah.com
buku yang sangat langka dan fenomenal berjudul “Ulama Syi’ah Menghujat Syi’ah” karya Mullah Ahmad Kasravi dan diterjemahkan oleh ustadz Drs Muhammad Thalib
“Beliau (Mullah Ahmad Kasravi ) orang yang mempunyai kredibilitas keilmuan yang sangat tinggi bahkan keilmuan dan intelektualnya melebihi Ayatulloh Khomeini yang menjadi ulama kebanggaan




Sekali Lagi, Din Syamsuddin Nggak Ngerti Syi’ah?

- 01. Oct, 2013 | JewsSyi'ah -

Din Syamsuddin Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin menegaskan organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu bukan beraliran Sunni maupun Syiah.
“Muhammadiyah juga tidak mengikuti Sunni maupun Syiah. Kita Islami,” kata Din kepada wartawan usai menghadiri penganugerahan gelar Doktor (HC) untuk Karni Ilyas di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (28/09).
Din juga memuji kalangan cendekiawan muslim termasuk filosof banyak yang berasal dari kalangan Syiah. “Kalau kita tilik dari sejarah, banyak pemikir, filsuf, ilmuwan muslim di masa lalu berasal dari kalangan Syiah,” papar Din.
Kata Din, Syiah yang mempertuhankan dan mengangkat Ali tidak berkembang di Indonesia. “Memang dulu pernah berkembang Syiah yang keras dan cenderung sesat, tapi setahu saya tidak berkembang di sini,” papar Din.
Selain itu, Din meminta tidak mudah mengkafirkan seseorang termasuk berbeda dalam aliran. “Seseorang sudah dengan ikhlas mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia telah menjadi seorang muslim,” papar Din. (Posted On 28 Sep 2013 By : Achsin itoday.co.id).
Demikian berita berjudul Din Syamsuddin: Muhammadiyah Bukan Sunni dan Syiah yang ditulis itoday.co.id 28 Sep 2013

Din Syamsuddin saat Menghadiri Kongres Tokoh Yahudi se Dunia yang berlangsung di Budapest, Hongaria, tanggal 5-7 Mei 2013.
Lima tahun yang lalu, pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia yang berlangsung 4-6 Mei 2008 di Teheran, Iran, Din Syamsuddin antara lain mengatakan, bahwa Sunni dan Syi’ah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah). Menurut Din, Sunni dan Syi’ah berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, yakni Ali bin Abi Thalib.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga mengatakan, sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Detikcom 5 Mei 2008)
Din Syamsuddin
Nggak Ngerti Syi’ah?
Bagi kita yang mengenal akidah Syi’ah, tentu timbul pertanyaan, Apakah Din Syamsuddin nggak ngerti Syi’ah?_ Rasanya memang tidak mungkin ulama atau ilmuwan Islam atau tokoh Islam sekaliber Din Syamsuddin nggak ngerti Syi’ah. Masalahnya, sering kita temukan, mereka (para ulama atau ilmuwan Islam) yang sebelum berkecimpung di dunia politik sangat mengerti Syi’ah bahwa itu benar-benar sesat, namun setelah terjun ke dunia politik, sikap dan pandangannya tentang Syi’ah berubah, seolah-olah awam alias nggak ngerti soal Syi’ah.
Rupanya seorang ulama atau ilmuwan bila sudah terjun ke dunia politik, maka politik itu dapat merubah pandangannya. Itu hanya salah satu sebab. Sebab lainnya adalah akibat gencarnya para misionaris Syi’ah lokal dan internasional yang begitu gigih (namun tanpa gegap gempita) terus menyebarkan paham Syi’ah melalui berbagai cara. Sementara itu, sudah cukup lama para pemerhati dan peneliti aliran dan paham sesat mengurusisepilis (sekulerisme, pluralisme agama –menyamakan semua agama alias kemusyrikan baru— dan liberalisme), Ahmadiyah, LDII alias Islam Jama’ah dan sebagainya, sehingga hampir seluruh perhatiannya tersita untuk itu. Akibatnya, paham sesat Syi’ah aman-aman melenggang di atas panggung akidah umat Islam. Sampai-sampai orang besar sekaliber Din Syamsuddin pun seolah tanpa beban berani mengatakan bahwa akidah umat Islam dan Syi’ah adalah sama. Kalau Din Syamsuddin saja sudah mulai teracuni Syi’ah, bagaimana pula dengan orang awam yang kurang bekal, pasti lebih mudah teracuni akidah Syi’ah.
Para tokoh Syi’ah atau Ahlul Bait (menurut penamaan dari mereka) seperti Jalaluddin Rakhmat bahkan lebih jauh dari sebelumnya, kini tampil menjajakan ajarannya melalui kiriman sms pada ponsel dengan namaJalan Rahmat. Begitu juga dengan Komaruddin Hidayat, salah seorang pendukung Syi’ah (juga pluralisme dan liberalisme plus Ahmadiyah serta dekat dengan Lia Eden), mengikuti jejak Jalaludin Rakhmat.
Ummat Islam diajak kerjasama dengan Syi’ah di dalam memerangi apa yang Din sebut musuh bersama yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Benarkah kemiskinan itu musuh bersama? Dari mana dasarnya kalau kemiskinan itu musuh bersama? Sedangkan sahabat Nabi saw yang sangat berjasa dalam periwayatan hadits yaitu Abu Hurairah justru dengan kemiskinannya itu dia hidup mengikuti Rasulullah saw sampai menjadi orang yang tinggi derajatnya dalam menyampaikan ilmu.
1469 حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّكُمْ تَزْعُمُونَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ يُكْثِرُ الْحَدِيثَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهُ الْمَوْعِدُ كُنْتُ رَجُلاً مِسْكِينًا أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي وَكَانَ الْمُهَاجِرُونَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ وَكَانَتِ الأَنْصَارُ يَشْغَلُهُمُ الْقِيَامُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَبْسُطْ ثَوْبَهُ فَلَنْ يَنْسَى شَيْئًا سَمِعَهُ مِنِّي فَبَسَطْتُ ثَوْبِي حَتَّى قَضَى حَدِيثَهُ ثُمَّ ضَمَمْتُهُ إِلَيَّ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا سَمِعْتُهُ مِنْهُ
1469 Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Adakah kamu menuduh bahwa Abu Hurairah memperbanyak Hadis dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ؟ Demi Allah aku akan membuktikannya. Sesungguhnya aku seorang yang miskin, aku menjadi khadam Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan hanya diberi makan saja. Ketika Orang-orang Muhajirin berdagang di pasar-pasar dan Orang-orang Anshor sibuk mengembangkan harta benda mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang membentangkan pakaiannya, maka dia tidak akan lupa apa yang dia dengar dariku. Aku terus membentangkan pakaianku dan beliau memberikan semua Hadits beliau hingga selesai. Kemudian aku mengumpulkannya dan tidak lupa apa-apa yang aku dengar dari beliau. (Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat ini, kemiskinan yang dialami Abu Hurairah sama sekali tidak dijadikan musuh oleh Nabi Muhammad saw. Seandainya kemiskinan itu merupakan musuh, bahkan musuh bersama seperti yang Din Syamsuddin pidatokan di Iran itu, maka tentu saja Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam orang pertama yang memusuhi kemiskinan yang ada di rumah beliau itu. Dan tentu mengajak para sahabat untuk memusuhinya. Namun ternyata tidak, dan justru dengan kemiskinannya itu ternyata ada manfaat yang begitu besarnya, yaitu Abu Hurairah senantiasa mengikuti Nabi Muhammad saw, kemudian mendapatkan hadits yang banyak, hingga jadi periwayat hadits yang terkemuka. Artinya menyampaikan ilmu (sabda-sabda Nabi saw) kepada umat ini dalam jumlah yang banyak.
Ya memang sangat dianjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin. Anjuran-anjuran itu sangat tegas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun kaitannya bukan kemiskinan sebagai musuh namun adalah sebagai lahan untuk memperbanyak amal, dan meraih surga serta menyelamatkan diri dari neraka.
Bagaimana kemiskinan itu dianggap sebagai musuh bahkan musuh bersama, sedangkan Nabi Muhammad saw berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dihidupkan dalam keadaan miskin, dimatikan dalam keadaan miskin, dan dikumpulkan dengan rombongan orang miskin di akherat.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا وَأَمِتْنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا : وَلِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :« لأَنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّى الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ يَا عَائِشَةُ أَحِبِّى الْمَسَاكِينِ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata; Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku dalam rombongan orang-orang miskin di hari qiyamat.“Maka Aisyah ra bertanya tentang itu: Kenapa wahai Rasulallah? Beliau menjawab; Karena mereka akan masuk surga sebelum orang-orang kaya dengan 40 tahun (lebih dahulu). Wahai Aisyah jangan kamu tolak orang miskin walau (hanya) dengan (memberi) sebelah kurma, wahai Aisyah cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka, maka sesungguhnya Allah akan mendekatimu di hari qiyamat. (HR Al-Baihaqi dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits gharib, dihasankan Al-Albani karena hadits lainnya).
Adapun ada hadits tentang berlindung dari kefakiran dan kemiskinan, maka menurut Imam Al-Baihaqi adalah berlindung dari fitnah/ujian kefakiran dan kemiskinan sebagaimana berlindung dari fitnah/ ujian kekayaan.
Miskin ada tuntunannya yang menjadikan beruntungnya orang mukmin yaitu sabar, sedang kaya juga ada tuntunannya yang menguntungkan mukminin yakni agar bersyukur. Dengan demikian, orang yang mengatakan bahwa kemiskinan itu musuh bahkan musuh bersama, itu perlu mengemukakan dalil secara jelas.
Syetan penganjur kesesatan itu musuh bersama
Adapun musuh bersama yang sebenarnya, justru syetan itulah musuh yang nyata.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلالاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(168)
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah: 168).
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(208)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah: 168).
 قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ(15)
Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). (Al-Qashash: 15).
 إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ(6)
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS Fathir: 6).
 وَلاَ يَصُدَّنَّكُمُ الشَّيْطَانُ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(62)
Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Az-Zukhruf: 62).
Imam Ibnu katsir menjelaskan, jangan kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan dari mengikuti kebenaran. Imam Al-Qurthubi menerangkan, dan jangan tertipu dengan bisikan syetan dan menyerupai orang-orang kafir.
Dari ayat-ayat itu maka jelas, musuh bersama itu adalah syetan yang kerjanya menyesatkan. Maka yang harus dihindari oleh manusia ini adalah kesesatan dalam aneka bentuknya dan perangkatnya. Bentuk-bentuk kesesatan itu di antaranya adalah kekafiran, kemusyrikan, kemaksiatan dan kemunkaran. Sedang senjata kesesatan adalah dusta atau bohong, karena syetan itu sendiri sifatnya adalah pembohong. Maka kalau mau ditarik garis, musuh bersama yang harus dihadapi adalah kesesatan (dalam aneka jenisnya) dan dusta. Yang harus diperjuangkan adalah kebenaran dan kejujuran, ya itulah Islam.
Singkatnya, cukup dikatakan: Tegakkan kebenaran dan kejujuran; dan berantas kesesatan dan kedustaan. Itulah amar ma’ruf nahi munkar, yang di Muhammadiyah tempo dulu senantiasa dikobarkan oleh pengikutnya dengan semboyan fastabiqul khoirot (berlomba-lombalah kamu —dalam berbuat— kebaikan). Namun rupanya ketua umum Muhammadiyah yang sekarang Din Syamsuddin sudah lupa atau memang tidakngeh (tak peduli) tentang itu. Hingga di tingkat internasional, yang keluar adalah kata-kata, “Sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan.”
Seandainya pernyataan Din Syamsuddin itu tepat, yaitu yang dianggap musuh bersama itu syetan yang ujud untuk diberantas adalah kesesatan dan kedustaan, dan yang mesti ditegakkan adalah kebenaran dan kejujuran; itupun jangan sampai dalam mengupayakan itu dengan menggadaikan akidah. Lha ini hanya gara-gara mau bekerja sama memerangi kemiskinan dan keterbelakangan (yang itu dianggap sebagai musuh bersama, padahal anggapan yang tidak berlandaskan dalil) lantas menganggap akidah mereka sama.
Akidah Islam tidak sama dengan Syi’ah
Sesungguhnya, akidah kita umat Islam tidak sama dengan akidah Syi’ah. Meski kelak suatu saat (ini baru misal saja) ada kerja sama antara umat Islam dengan kalangan Syi’ah di dalam memerangi kemiskinan dan keterbelakangan, bukan berarti akidahnya sama. Selain tidak sama, Syi’ah jauh lebih berbahaya dibanding berbagai aliran sesat yang lahir berikutnya seperti Ahmadiyah, LDII (Islam Jama’ah), Islam Liberal, dan sebagainya. (Ini bukan mengecilkan bahaya kesesatan aliran-aliran sesat itu, namun sekadar perbandingan). Karena, Syi’ah itu merupakan induk kesesatan.
Jadi ajakan Din Syamsuddin itu sebuah kerancuan yang luar biasa. Sudah sasaran yang ingin diperangi bukan sasaran yang ada petunjuknya untuk diperangi karena hal yang lebih prinsipil justru dibiarkan; sedang anggapan bahwa sama antara umat Islam dan orang Syi’ah itu sudah penipuan yang nyata.
KH Irfan Zidny MA (almarhum, Ketua Lajnah Falakiah PBNU) pernah merasa amat gusar terhadap sikap sejumlah intelektual dan ulama yang memposisikan Syi’ah sama saja dengan Sunni, padahal mereka itu tidak tahu banyak soal Syi’ah. Kegusaran itu sangat beralasan, mengingat beliau pernah tinggal di negara-negara yang mayoritas penduduknya penganut aliran Syi’ah, belajar kepada ulama-ulama Syi’ah, tinggal bersama masyarakat Syi’ah, bergaul dengan mereka, selama delapan belas tahun. Sementara itu, para pendukung Syi’ah termasuk simpatisannya tidak pernah menghabiskan waktu dalam jangka waktu lama mempelajari Syi’ah dari sumbernya, paling lama hanya beberapa bulan, namun sudah sok tahu dan dengan gegabah mengatakan akidah Syi’ah sama dengan umat Islam pada umumnya.
Muhammad Abdul Sattar Al-Tunsawi (Pakistan, 1985), pernah menulis buku berjudul Beberapa Kekeliruan Akidah Syi’ah berupa penjelasan sekitar penyimpangan penganut Syi’ah dan hal-hal yang mereka ada-adakan terhadap Islam. Tulisan tersebut mendasarkan pada buku-buku pegangan ajaran Syi’ah sendiri.
Kekeliruan akidah Syi’ah itu oleh Al-Tunsawi dijabarkan ke dalam tujuh belas hal, yaitu:
01. Syirik Terhadap Allah.
02. Kepercayaan Bada-a.
03. Imam Yang Duabelas Yang Bersifat Maksum.
04. Kepercayaan bahwa al-Qur’an yang ada sekarang ini sudah berubah, ada ayat yang dikurangi dan ditambah.
05. Penghinaan Terhadap Rasul saw dan Penghinaan terhadap Ali, Hasan dan Husein.
06. Kepercayaan Menghinakan Ummahat Mukminin, istri-istri Rasulullah saw.
07. Penghinaan terhadap anak-anak perempuan Rasulullah, terutama penghinaan terhadap Saidah Fathimah.
08. Penghinaan terhadap Abbas dan anaknya Abdullah dan penghinaan terhadap Aqil bin Abi Thalib ra.
09. Penghinaan terhadap Khulafaur Rasyidin, orang Muhajirin dan Anshar.
10. Penghinaan terhadap ummahat mukminin dan anak-anak Fathimah ra.
11. Kepercayaan Taqiyah dan keutamaannya dalam ajaran Syiah.
12. Akidah mut’ah dan keutamaannya menurut ajaran Syi’ah.
13. Kepercayaan boleh meminjam budak untuk seks.
14. Kepercayaan Boleh Seks Anal (Sodomi) Dengan Istri.
15. Akidah ruj’ah (Rasul dan para Sahabat bangkit kembali sebelum hari kiamat).
16. Akidah “Thinah”.
17. Kepercayaan menyesali diri serta meratapi kematian Husein ra, dengan menyobek-nyobek kantong dan menampar pipi.
Salah satu ulama Syi’ah Al-Kulaini dalam Kitab Ushul Kafi halaman 158 (cetakan India) mengatakan: “Para Imam tahu kapan akan datang ajalnya, dan mereka mati atas kehendak Imam sendiri. Abi Abdillah Ja’far mengatakan, apabila Imam tidak tahu apa yang akan menimpanya dan ke mana dia akan pergi, tidaklah berhak menjadi Imam.”
Begitulah akidah musyrik Syi’ah. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala .berfirman:
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ(65)
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS An-Naml: 65).
Contoh di atas hanyalah salah satu saja dari akidah musyrik Syi’ah, yang bertolak belakang dengan akidah umat Islam pada umumnya. Lha, masak yang kayak gini ini oleh Din Syamsuddin dikatakan akidahnya (Syi’ah) sama (dengan Islam/ Sunni), hanya beda masalah cabang atau furu’iyah. (haji/tede/nahimunkar.com)
Sumber:

Posted On 28 Sep 2013
By : Achsin

itoday – Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin menegaskan organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu bukan beraliran Sunni maupun Syiah.
“Muhammadiyah juga tidak mengikuti Sunni maupun Syiah. Kita Islami,” kata Din kepada wartawan usai menghadiri penganugerahan gelar Doktor (HC) untuk Karni Ilyas di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (28/09).
Din juga memuji kalangan cendekiawan muslim termasuk filosof banyak yang berasal dari kalangan Syiah. “Kalau kita tilik dari sejarah, banyak pemikir, filsuf, ilmuwan muslim di masa lalu berasal dari kalangan Syiah,” papar Din.
Kata Din, Syiah yang mempertuhankan dan mengangkat Ali tidak berkembang di Indonesia. “Memang dulu pernah berkembang Syiah yang keras dan cenderung sesat, tapi setahu saya tidak berkembang di sini,” papar Din.
Selain itu, Din meminta tidak mudah mengkafirkan seseorang termasuk berbeda dalam aliran. “Seseorang sudah dengan ikhlas mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia telah menjadi seorang muslim,” papar Din.