Tuesday, May 12, 2015

Timur Tengah dan Upaya Penyelamatan Raja Salman

By: Nandang Burhanudin

Di tahun 1963, Ben Gourion, PM Israel pertama menegaskan, "Tidak penting bagi kami memiliki bom nuklir atau 200 hulu ledak nuklir. Semuanya sama sekali tak memberi manfaat kepada kami. Justru yang terpenting adalah, bagaimana negara seperti Mesir, Syiria, dan Irak berpihak dan menjadi penjamin eksistensi dan entitas kami."

Maka jangan heran, apa yang terjadi hari ini di negara-negara tersebut merupakan penjelmaan dari "sabda" Ben Gourion. Mesir, Syiria, Irak dihancurkan. Malah 100 % menjadi "Satpam" penjaga Israel. Maka krisis antara Saudi vs Yaman, tak terlepas dari mengamankan sisi lain negara Israel, seiring dengan target Israel Raya yang segera dideklarasikan.

Di titik ini, peran Raja Salman bersama Erdogan dan Emir Qatar sangat diperlukan. Fungsinya menjaga keseimbangan kawasan. Banyak yang berharap, Raja Salman mampu berperan seperti Raja Faishal yaitu mengembalikan kembali tali "ukhuwwah Islamiyyah" dan ikatan "al-jasad al-waahid" (satu tubuh) di kalangan umat Islam.

Nah, hal terberat yang dihadapi Raja Salman adalah ketiadaan SDM yang mampu mengimplementasikan "peran strategis" dalam bargaining position vs Israel (AS dan sekutunya). Suka atau tidak suka, SDM yang siap menghadapi Israel di segala medan adalah jamaah Ikhwanul Muslimin. Jamaah yang tegas mengatakan, "Perjuangan Ikhwan tidak akan berakhir, hingga tak ada sejengkal tahan pun milik Palestina yang dikuasai Israel."

Namun sekali lagi, Israel dan AS telah merancang masa depan Timur Tengah. AS-Israel terlatih mengatur bidak-bidak catur dan membaca arah pikiran lawan. Terbukti, saat Mubarak dilengserkan 25 Januari 2011, sejak 2010 mereka telah memprediksi Ikhwanul Muslimin akan muncul menjadi pemenang. Sejak itu, di Kedubes AS dilakukan rapat rahasia merancang kudeta. Hal yang telah disampaikan intelejen Turki kepada Presiden Mursi via Erdogan.

Sama halnya dengan Saudi Arabia. Mendiang Raja Abdullah yang sakit-sakitan, dan penggantinya adalah Raja Salman. Maka AS-Israel telah menyiapkan Syiah Houtsi di Selatan Saudi, ISIS di utara Saudi, dan Syiah yang makin perkasa di Teluk Persia. Raja Salman pun harus berhadapan dengan fakta, Mesir, Jordania dan negara-negara Arab lainnya sudah diYahudikan.

Maka kesempatan jangka pendek bagi Raja Salman adalah, mengubah peta kekuatan Timur Tengah: menghindari sikap konfrontasi dengan AS, mengedepankan misi kemanusiaan, menolak tindakan kezhaliman dalam hal apapun. Selain tentunya, memperkuat kerjasama dengan Turki dan negara-negara G-20. Nampak perjuangan Raja Salman sangat berat. Tapi itu tuntunan bagi siapapun yang mencita-citakan mati di jalan Allah cita-cita tertinggi.



Apa Yang Mereka Dendam Terhadap Negeri Haramain


Oleh: Syaikh Muhammad Musa Al-Nasr

Allah telah menjadikan negeri Makkah dan Madinah sebagai tempat yang aman hingga hari kiamat, semenjak Allah memerintahkan kepada kekasih-Nya nabi Ibrahim agar mengumumkan kepada manusia untuk menunaikan ibadah haji, mereka datang ke Baitul Haram (Ka’bah) dari segala penjuru negeri ; sebagaimana Allah berfirman. 

“Artinya : Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Haj : 27] 

Dan Allah berfirman sembari memberi nikmat kepada penduduk negeri Haramain. 

“Artinya : Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan)” [Al-Qashas : 57] 

Demikianlah firman-Nya. 

“Artinya : Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” [Al-Quraisy : 3-4] 

Pelajaran dalan ayat itu diambil dari keumuman lafadh, (dan) bukan dari kekhususan sebab, walaupun sebagian ayat ini turun pada kaum musrikin Makkah, hanya saja ayat ini mencakup kepada penduduk Makkah hingga hari kiamat. Demikianlah Allah berkehendak untuk rumah-Nya agar senantiasa menjadi tempat dengan kedamaian dan keamanan, agar orang yang berhaji, berumrah dan orang yang berkunjung datang ke negeri itu dengan tanpa merasa takut dan gelisan. 

Akan tetapi (kaum Khawarij modern) para da’i dan penyeru peledakan tidak ingin suasana seperti itu terjadi, tetapi yang mereka inginkan adalah kegoncangan keamanan negeri Al-Haramain. Mereka melanggar ayat-ayat dan hadits-hadits yang memperingatkan akan larangan mengganggu kaum muslimin, menakut-nakuti dan membunuh mereka ! Maka bagaimanakah jika hal itu (yaitu mengganggu, menakut-nakuti dan membunuh kaum muslimin) terjadi di bumi yang paling suci dan paling mulia di muka bumi ini, yaitu negeri Makkah yang aman dan daerah sekitarnya ?! 

Allah berfirman. 

“Artinya : Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih” [Al-Haj : 25] 

Sesungguhnya hanya sekedar berniat melakukan kejahatan di Makkah adalah sebuah kejahatan dan dosa yang besar, maka bagaimanakah dengan mereka yang menumpahkan darah yang haram di negeri Al-Haram ? 

Bagaimanakah halnya orang yang meletakkan dan menaruh senjata dan bahan peledak dalam tumpukan mushaf Al-Qur’an, dan menyangka bahwasanya hal ini adalah jihad dan pengorbanan ? 

Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu, yang berusaha membuat kerusakana di negeri Al-Haramain (Saudi Arabia) dan negeri Islam lainnya, pada hakikatnya mereka itu adalah orang-orang yang berkhidmat (pada) musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Nashara serta seluruh musuh-musuh Islam, karena musuh-musuh Islam itu bergembira dan menabuh genderang bahkan menari-nari ketika gangguan menimpa negeri Islam, khususnya negeri Islam, yang memelihara dan menjaga Makkah dan Madinah, negara yang menyebarkan aqidah Tauhid di negeri Arab dan selain negeri Arab. 

Maka kenapa penyerangan yang keji ini dilakukan dari dalam dan dari luar, atas negeri Al-Haramain ? Karena Saudi Arabia adalah benteng terakhir bagi Islam, dan karena dinegeri itu pula ditegakkan syariat Allah diatas asas Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, dan karena di negeri itu disebarkan tauhid disegenap penjuru bumi. Maka (negeri ini) harus diperangi serta dilemahkan, dan disibukkan dengan fitnah-fitnah !! (negeri itu) harus digoncangkan keamanannya, karena kegoncangan kepercayaan pada negeri itu dan menampakkannya dalam keadaan lemah dari menjaga tempat-tempat yang suci, benar-benar akan mencegah para jama’ah haji dan pengunjung serta orang yang berumrah untuk mendatanginya. Maka lemahlah perekonomiannya, dan tersibukkan negeri Saudi Arabia dari kewajibannya yang suci yaitu melayani dua tempat suci (Makkah dan Madinah) melayani Islam dan kaum muslimin. 

Kemudian mereka yang menuduh negeri itu dengan kedzaliman dan kedustaan, (bahwa negeri Saudi Arabia ) membina teroris, diri merekalah yang bergembira dengan perbuatan orang-orang bodoh pembunuh dari kalangan kaum Khawarij masa kini, maka lihatlah bagaimana mereka (orang kafir yang menuduh negeri Saudi Arabia membina teroris dan kaum Khawarij yang meledakkan Al-Haramain) bertemu dalam satu sasaran dan satu tujuan, walaupun tanpa sengaja ?! 

Dan Maha benar Allah dimana Dia berfirman. 

“Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” [Al-Baqarah : 120] 

Musuh-musuh Islam di timur dan barat tidak meridhai kecuali umat ini meninggalkan agamanya sebagaimana terkelupasnya ular dari kulitnya, baik pemerintah ataupun rakyatnya, dan (mereka menginginkan) umat Islam menyerupai negeri barat baik itu akidahnya, peradabannya, kebudayaannya dan akhlaknya. 

Dan hal ini (umat Islam meninggalkan agamanya) –dengan izin Allah- tidak akan terjadi selama pada kita terdapat Kitabullah dan Sunnah nabiNya, dan selama pada kita terdapat ulama rabbani yang menyuruh berbuat baik dan melarang dari kemungkaran, berjihad dengan lisan mereka, jari-jemari mereka dan keterangan mereka, mereka benamkan setiap fitnah Khawarij dan ahli bid’ah yang sesat, dan mereka memperingatkan dari persengkokolan musuh-musuh Islam, menasehati para penguasa kaum muslimin dengan cara yang baik dan cara yang paling lurus, dengan kelembutan dan hikmah, agar mereka dapat membantu para penguasa melawan syaitan dan mereka tidak membantu syaitan melawan penguasa kaum muslimin, mereka (para ulama itu) akan mendo’akan penguasa kaum muslimin dengan kebaikan, dan tidak mendoakan penguasa dengan kejelekan dan kebinasaan. 

Semoga Allah menjaga negeri Al-Haramain khususnya dan negeri-negeri Islam secara umum dari segala rencana-rencana jahat yang dilakukan oleh musuh-musuh kita yang nampak atau dari kalangan kaum muslimin yang bersembunyi dibelakang Islam –mereka menyangkanya- dan Allah benci dan berlepas diri dari mereka dan amal perbuatan mereka, dan Allah-lah meliputi mereka semuanya tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia dan tiada Rabb selain Dia. 

[Disalin ulang dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi No. 08/Th. II/1424H, 21-22. Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya, Jl Iskandar Muda 46 Surabaya. Terjemahan dari http ://www.m-alnaser.com] 

‘Aliy Berbaiat dan Ridlaa terhadap Kekhalifahan Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhum

‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
حَدَّثَنِي أَبُو مُحَمَّدٍ جَعْفَرُ بْنُ حُمَيْدٍ الْكُوفِيُّ أَخُو أَحْمَدَ بْنِ حُمَيْدٍ يُلَقَّبُ بِدَارِ بِأُمِّ سَلَمَةَ، حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ أَبِي يَعْفُورَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ الْعَبْدِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " شَهِدْتُ خُطْبَةَ عَلِيٍّ يَوْمَ الْبَصْرَةِ قَالَ: فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا عَالَجَ مِنَ النَّاسِ ثُمَّ قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ ثُمَّ رَأَى الْمُسْلِمُونَ أَنْ يَسْتَخْلِفُوا أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَبَايعُوا وَعَاهَدُوا وَسَلَّمُوا، وَبَايَعْتُ وَعَاهَدْتُ وَسَلَّمْتُ، وَرَضُوا وَرَضِيتُ، وَفَعَلَ مِنَ الْخَيْرِ وَجَاهَدَ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَحْمَةُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَاسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَبَايَعَهُ الْمُسْلِمُونَ وَعَاهَدُوا وَسَلَّمُوا، وَبَايَعْتُ وَعَاهَدْتُ وَسَلَّمْتُ، وَرَضُوا وَرَضِيتُ، ......
Telah menceritakan kepadaku Abu Muhammad Ja’far bin Humaid Al-Kuufiy saudara Ahmad bin Humaid : Telah menceritakan kepadaku Yuunus bin Abi Ya’quub, dari ayahnya, dari Al-Aswad bin Qais Al-‘Abdiy, dari ayahnya, ia berkata : Aku menyaksikan khutbah ‘Aliy (bin Abi Thaalib) pada satu hari di kota Bashrah, ia berkata : “Ia (‘Aliy) memuji dan menyanjung Allah, lalu menyebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan apa-apa dilakukan beliau kepada manusia[1], kemudian Allah ‘azza wa jalla mewafatkan beliau. Kemudian kaum muslimin[2] berpandangan untuk menjadikan Abu Bakrradliyallaahu ‘anhu sebagai pengganti beliau sebagai khalifah. Lalu mereka membaiatnya, membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Dan aku (‘Aliy) pun berbaiat kepadanya, membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Mereka (kaum muslimin) ridlaa, dan aku pun juga ridlaa. Ia (Abu Bakr) melakukan kebaikan, berjihad, dan kemudian Allah ‘azza wa jalla mewafatkannya. Semoga Allah merahmatinya.[3]Kemudian ‘Umar radliyallaahu ‘anhu menggantikannya. Lalu kaum muslimin membaiatnya, membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Aku pun berbaiat kepadanya, mengadakan perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Mereka ridlaa kepadanya dan aku pun ridlaa kepadanya………… [As-Sunnah, 2/567-568 no. 1329].
Ja’far bin Humaid seorang yang tsiqah. Yuunus bin Abi Ya’fuur, dikatakan oleh Ibnu Hajar sebagai seorang yang shaduuq, namun banyak keliru. Adz-Dzahabiy memasukkanya dalam kitab Man Tukullimaa fiihi wahuwa Muwatstsaq au Shaalihul-Hadiits.
Abu Ya’fuur (ayah Yuunus) seorang yang tsiqah. Al-Aswad bin Qais, seorang yangtsiqah. Qais Al-‘Abdiy (ayah Al-Aswad) dikatakan Ibnu Hajar seorang yang maqbul. Al-Mizziy menyebutkan hanya seorang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Al-Aswad (anaknya). Akan tetapi di sini An-Nasaa’iy dan Ibnu Hibbaan mentsiqahkannya.
Riwayat ini mempunyai penguat dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakrah sebagaimana diriwayatkan ‘Abdullah dalam As-Sunnah 2/563 no. 1315-1316 dengan sanad shahih.
Jadi, riwayat ini adalah shahih atau hasan lighairihi.
‘Aliy telah ridlaa dan menerima dengan kekhalifahan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa. Tidak mungkin keridlaan dan penerimaan ini dilakukan jika hal itu didasari atas satu kedhaliman. Keridlaan dan penerimaan merupakan pengakuan atas kebenaran, sebab Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, hendaklah ia rubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman”.
Keridlaan dan penerimaan ‘Aliy tentu tidak akan dikatakan jika masih terdapat pengingkaran dalam hati (atas kedhaliman/kemunkaran). Konsekuensi ini seperti yang ada dalam firman Allah ta’ala :
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [QS. An-Nisaa’ : 65].
‘Aliy menegaskan pengakuan keabsahan serta keridlaan dirinya terhadap kekhalifahan Abu Bakr dan ‘Umar pada saat ia berkuasa (menjadi khalifah). Dan ia mengatakannya di depan pendukung-pendukungnya, sehingga tidak ada alasan untuk taqiyyah.[4]
Riwayat ini sekaligus menangkis sebagian omong-kosong Syi’ah tentang klaimimaamah[5] dan ketidakridlaan ‘Aliy terhadap kekhalifahan Abu Bakr dan ‘Umar (serta ‘Utsmaan).
Jika ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu ridlaa dan menerima, mengapa Syi’ah Raafidlah tidak ?. Tanyakan kepada Khamainiy, As-Sistaaniy, Al-Ya’quubiy, dan marja’-marja’ mereka yang lain. Jangan tanyakan kepada ‘Aliy, karena ia telah menjawabnya melalui riwayat di atas.
Semoga artikel ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta, indonesia – 1432 H - bersambung ke artikel : 'Aliy Berbaiat dan Ridlaa terhadap Kekhalifahan Abu Bakr, 'Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu 'anhum (2)].


[1]      Perawi meringkas perkataan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
[2]      Yaitu para shahabat radliyallaahu ‘anhum.
[3]      Ini adalah doa kebaikan yang tidak pernah diucapkan oleh kaum Raafidlah, walau mereka mengaku mencintainya (‘Aliy) radliyallaahu ‘anhu.
[4]      Baca artikel kami : Ahlul-Bait dan Taqiyyah.
[5]      Baca artikel kami :

‘Aliy Berbaiat dan Ridlaa terhadap Kekhalifahan Abu Bakr, ‘Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu ‘anhum (2)

Al-Balaadzuriy rahimahullah berkata:
حَدَّثَنِي رَوْحُ بْنُ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ، عَنْ أَبِي عَوَانَةَ، عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، أَنَّ عَلِيًّا أَتَاهُمْ عَائِدًا، فَقَالَ: " مَا لَقِيَ أَحَدٌ هَذِه الأُمَّةَ مَا لَقِيتُ، تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَحَقُّ النَّاسِ بِهَذَا الأَمْرِ، فَبَايَعَ النَّاسُ أَبَا بَكْرٍ، فَاسْتَخْلَفَ عُمَرَ، فَبَايَعْتُ وَرَضِيتُ وَسَلَّمْتُ، ثُمَّ بَايَعَ النَّاسُ عُثْمَانَ، فَبَايَعْتُ وَسَلَّمْتُ وَرَضِيتُ، وَهُمُ الآنَ يَمِيلُونَ بَيْنِي وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ "

Telah menceritakan kepadaku Rauh bin ‘Abdil-Mu’min, dari Abu ‘Awaanah, dari Khaalid Al-Hadzdzaa’, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakrah : Bahwasannya ‘Aliy pernah datang menjenguk mereka, lalu berkata : “Tidak ada seorang pun dari umat ini yang mengalami seperti yang aku alami. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat sedangkan aku adalah orang yang paling berhak dalam urusan ini. Lalu orang-orang membaiat Abu Bakr, kemudian ‘Umar menggantikannya. Lalu aku pun berbaiat (kepadanya), merasa ridlaa, dan menerimanya. Kemudian orang-orang membaiat ‘Utsmaan, lalu aku juga berbaiat (kepadanya), merasa ridlaa, dan menerimanya. Dan sekarang mereka cenderung antara aku dan Mu’aawiyyah” [Ansaabul-Asyraf, 2/402].

Diriwayatkan juga oleh Al-Harbiy[1] dalam Fadlaailu Abi Bakr Ash-Shiddiiq no. 17 dan ‘Abdullah bin Ahmad no. 1315-1316; semuanya dari jalan Abu ‘Awaanah.
Sanad riwayat ini shahih[2].
Terus terang saya senang ada orang Syi’ah membawakan dan mengakui riwayat ini, karena hal tersebut menunjukkan bahwa mereka (orang Syi’ah) mengakui ‘Aliy bin Abi Thaalib telah membaiat Abu Bakr, 'Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu ‘anhum dengan penuh keridlaan dan penerimaan, bukan keterpaksaan. Keridlaan dan penerimaan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu merupakan sikap yang sangat terpuji sebagaimana keridlaan dan penerimaan para shahabat yang lain setelah sempat berselisih tentang siapakah yang lebih berhak terhadap kekhalifahan sepeninggal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam[3].
Tidak mungkin keridlaan dan penerimaan dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhudiungkapkan terhadap dosa dan maksiat.
Ridlaa adalah lawan kata dari as-sukhth (tidak puas, kemarahan), sehingga orang yang ridlaa tidak mungkin akan marah, jengkel, atau semacamnya.
Makna 'engkau ridlaa terhadap sesuatu' adalah:
قَنَعْت بِهِ وَاكْتَفَيْت بِهِ ، وَلَمْ أَطْلُب مَعَهُ غَيْره
“Engkau merasa puas dan merasa cukup dengannya, dan tidak menginginkan selainnya” [Syarh Shahiih Muslim, 1/51].
Ini seperti perkataan yang ada dalam hadits:
ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ، مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridla kepada Allah  sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya, dan (nabi) Muhammad sebagai rasulnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 34].
Ridlaa menggambarkan lapangnya hati.
Adapun tasliim, maka kedudukannya lebih tinggi dari ridlaa. Tasliim adalah sikap tunduk dan patuh (inqiyaad) terhadap sesuatu, menerima secara total baik lahir dan batin [lihat : Al-Furuuq Al-Lughawiyyah, no. 1012]. Ini seperti sikap yang diterangkan dalam firman Allah ta’ala :
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [QS. An-Nisaa’ : 65].
Oleh karena itu, jika ‘Aliy mengatakan ia ridlaa dan taslim terhadap kekhalifahan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan radliyallaahu ‘anhum sehingga berbaiat kepada mereka, artinya ia merasa puas, cukup, tidak akan mencari/menuntut yang lain, tidak ada keberatan hati, dan melaksanakan segala konsekuensinya secara lahir dan batin.
Seandainya baiat terhadap Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan merupakan kemunkaran/kemaksiatan di sisi Allah dan Rasul-Nya, maka ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhum tidak mungkin ia bersikap ridlaa dan menerima (tasliim) atas keputusan tersebut. Bahkan haram hukumnya. Kecuali, jika ada orang yang ingin menuduh ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu berperilaku nifaq (beda antara mulut dan hati), dan – na’uudzubillah – sungguh sangat jauh ia dari sifat itu. Seandainya pun dikatakan terpaksa, tetap haram hukumnya merasa ridla dan taslim atas kemunkaran itu – jika itu dianggap sebagai kemunkaran - . Ini seperti firman Allah ta’ala:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” [QS. An-Nahl : 106].
Maksudnya, seandainya seseorang dipaksa melakukan kemunkaran[4] – bahkan kekafiran – maka ia diberikan ‘udzur, akan tetapi ia tidak boleh melapangkan dadanya terhadap kemunkaran yang terpaksa ia lakukan itu.
Jika ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu merasa ridlaa dan taslim (menerima), mengapa orang-orang Syi’ah pengikut ‘Abdullah bin Saba’, Khomeini, dan As-Sistaaniy yang mengaku sangat mencintai Ahlul-Bait tidak merasa ridlaa dan tasliim ?.
Para shahabat, Ahlul-Bait, dan kaum muslimin merasa ridlaa dengan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan sebagaimana ‘Aliy merasa ridlaa.
Kita bersama ‘Aliy bin Abi Thaalib dan Ahlul-Baitnya dalam satu perahu, sementara ‘Abdullah bin Saba’, Khomeini, As-Sistaaniy, dan pengikutnya dari kalangan Syi’ah Raafidlah dalam perahu yang lain.
Hanya kepada Allah ta’ala kita memuji atas nikmat Islam ini dan kita doakan semoga orang-orang Syi’ah Raafidlah diberikan petunjuk mau mengikuti agama Islam yang diajarkan ‘Aliy dan Ahlul-Baitnya.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 25032015 – 01:03].
[1]      Akan tetapi Al-Harbiy menyebutkan syaikh dari Khaalid Al-Hadzdzaa’ adalah ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakr, dan ini keliru, karena yang benar adalah ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakrah sebagaimana riwayat yang lainnya.
[2]      Silakan baca pembahasan riwayat yang semisal pada artikel :
[3]      Para shahabat sempat bersitegang siapakah yang akan menggantikan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kaum Anshaar mengajukan Sa’d bin ‘Ubaidah radliyallaahu ‘anhu, karena mereka merasa sebagai ‘tuan rumah’ sehingga lebih berhak. Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumenyarankan khalifah berasal dari Quraisy. Begitu juga ‘Aliy berpendapat ia mempunyai hak atas kepemimpinan tersebut karena faktor kekerabatannya dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, alasan yang sama ketika ia berpendapat mendapatan warisan Fadak.
Namun yang pasti, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberikan mandat kepemimpinan yang jelas secara khusus kepada seseorang. Tidak kepada Abu Bakr, tidak ‘Umar, tidak ‘Utsmaan, tidak pula ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ، قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وَالْأَشْتَرُ إِلَى عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقُلْنَا: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً؟ قَالَ: لَا، إِلَّا مَا فِي كِتَابِي هَذَا، قَالَ: وَكِتَابٌ فِي قِرَابِ سَيْفِهِ، فَإِذَا فِيهِ: " الْمُؤْمِنُونَ تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ، أَلَا لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ، وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ، مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah, dari Qataadah, dari Al-Hasan, dari Qais bin ‘Ubaad, ia berkata : Aku pergi bersama Al-Asytar menuju ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Kami bertanya : “Apakah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat sesuatu kepadamu yang tidak beliau wasiatkan kepada kebanyakan manusia ?”. Ia berkata : “Tidak, kecuali apa-apa yang terdapat dalam kitabku ini”. Perawi berkata : Dan kitab yang terdapat dalam sarung pedangnya dimana padanya bertuliskan : ‘Orang-orang mukmin sederajat dalam darah mereka. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dimana orang-orang yang paling rendah dari kalangan mereka berjalan dengan jaminan keamanan mereka. Ketahuilah, tidak boleh dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir. Tidak pula karena membunuh orang kafir yang punya perjanjian dengan kaum muslimin. Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama) atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia seluruhnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 1/122; shahih].
[4]      Sebagai informasi, Al-Mufiid - seorang rahib agama Syi’ah Raafidlah - berkata :
اتّفقت الإماميّة على أنّ من أنكر إمامة أحد من الأئمّة وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطّاعة فهو كافر ضالّ مُستحقّ للخلود في النّار
“Madzhab Imaamiyyah telah bersepakat bahwasannya siapa saja yang mengingkari imaamahsalah seorang di antara para imam, dan mengingkari apa yang telah Allah ta’ala wajibkan padanya tentang kewajiban taat, maka ia kafir lagi sesat berhak atas kekekalan neraka” [Awaailul-Maqaalaat, hal 44 – sumber : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/avael-maqalat/a01.htm].
Jadi, proses pengangkatan dan pembaiatan khalifah Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan menurutnya – dan kemudian diikuti oleh segenap penganut agama Syi’ah – merupakan bentuk kemunkaran dan pengingkaran atas keimamahan ‘Aliy. Ya, tegasnya, itu merupakan kekafiran.
Kata Al-Kulainiy:
عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ ابْنِ أَبِي نَصْرٍ عَنْ أَبِي الْحَسَنِ ( عليه السلام ) فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ مَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَواهُ بِغَيْرِ هُدىً مِنَ اللَّهِ قَالَ يَعْنِي مَنِ اتَّخَذَ دِينَهُ رَأْيَهُ بِغَيْرِ إِمَامٍ مِنْ أَئِمَّةِ الْهُدَى
Sejumlah shahabat kami, dari Ahmad bin Muhammad, dari Ibnu Abi Nashr, dari Abul-Hasan (‘alaihis-salaam) tentang firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun’(QS. Al-Qashshash : 50), ia berkata : “Yaitu orang yang tidak mengambil agamanya dengan pendapatnya sendiri tanpa bimbingan dari imam dari imam-imam yang memberikan bimbingan/petunjuk (baca : imam Syi’ah)” [Al-Kaafiy, 1/374].
Al-Majilisy (4/213) dan Al-Bahbudiy (1/43) bilang, riwayat di atas shahih.
Artinya, ketika pengangkatan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan sebagai khalifah dan kemudian mengakui kepemimpinan, keputusan, dan agama mereka merupakan bentuk kesesatan yang dibicarakan ayat. Begitu kata orang Syi’ah.


Sikap Imam-imam Ahlul Bait terhadap Penghina Sahabat Rasulullah

موقف أئمة آل البيت ممن سب الصحابة رضي الله تعالى عنهم
Bismillahirrahmanirrahim 

Inilah madzhab Para Imam AHLUL BAIT Rasulullah terhadap para sahabat Rasulullah ,dan sikap mereka terhadap 'oknum' yang membenci serta menghina para sahabat yang mulia. 
Perlu diketahui , bahwa para Imam Ahlul Bait, Mulai dari Amirul Mukminin Ali Ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, sampai Imam Hasan Al-Askari adalah Ahlus sunnah wal jama'ah, namun syi'ah secara sepihak mengklaim mereka adalah syi'ah. 

I. IMAM ALI IBN HUSEIN : 

Diriwayatkan dari beliau,bahwa pada suatu ketika ada beberapa oknum menyinggung Abu Bakar, Umar, dan Utsman dengan keburukan. 
Setelah mereka selesai,ia berkata: " Tolong jawab saya,apakah kalian yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya : 

الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ( الحشر : 8 ) 

Artinya : " Orang –orang yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar". [Al-Hasyr : 8 ] 
Mereka menjawab : " tidak". 
Ia bertanya lagi,atau mungkin kalian termasuk dalam firman Allah :
وَالَّذِينَ تَبَوَّأُوا الدَّارَ وَالْأِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ( الحشر : 9 (

Artinya : " Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung".[Al-Hasyr : 9 ] 

Mereka menjawab : " tidak. 

Lalu beliau berkata : "Kalau begitu saya bersaksi,kalian bukan pula termasuk dalam golongan orang-orang yang difirmankan Allah tentang mereka : 

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ ) الحشر : 10 ( 

Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [Al-Hasyr : 10 ] 

Beliaupun berkata kepada mereka : "KELUARLAH…,NISCAYA ALLAH AKAN MEMBALAS PERBUATAN KALIAN !" 

Abu Hazim al-Madany berkata : "Saya tidak melihat seorang dari Bani Hasyim yang lebih berilmu dari Ali bin Husein,saya pernah mendengar ia ditanya : " Bagaimana sebenarnya kedudukan Abu Bakar dan Umar di sisi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ?".Beliau menunjuk ke arah kuburan[1] ,dan berkata : "Seperti posisi mereka saat ini".[2] 
_________ 
[1]. Yang ia tunjuk adalah Makam Rasulullah,Abu Bakar,dan,Umar,yang berada di samping masjid nabawi ,jika kita melihat makam Abu Bakar ia berada dekat di samping beliau.dan begitulah kedudukan mereka saat hidup bersama Rasulullah. 
[2] .Siyar A'lam an-Nubala`,juz 4,hal 394. 

II. IMAM MUHAMMAD IBN ALI (Al-Baqir ) : 

Jabir al-Ju'fi mengatakan:Muhammad bin Ali berkata kepada saya : "Hai Jabir,saya mendengar orang-orang di Irak mengaku mencintai kami(ahlul bait),tapi mereka mencela Abu Bakar dan Umar,dan mereka menyangka saya telah memerintahkan mereka melakukannya,tolong sampaikan salam saya kepada mereka;BAHWA SAYA –DEMI ALLAH – BERLEPAS DIRI DARI MEREKA.DEMI ALLAH YANG JIWA MUHAMMAD BERADA DI TANGAN-NYA (maksudnya jiwanya:Muahammad al-Baqir ), BILA SAJA SAYA DIBERI KEKUASAAN, NISCAYA SAYA AKAN BERKURBAN KEPADA ALLAH DENGAN DARAH MEREKA,dan saya tidak pantas mendapatkan syafa'at Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam jika saya tidak mohon ampun dan mengharapkan rahmat bagi keduanya". 

Beliau juga berkata : " Barang siapa tidak mengetahui keutamaan Abu Bakar dan Umar,berarti ia tidak tahu sama sekali tentang sunnah " ( Al-Bidayah wa an- Nihaayah,juz 9,hal 211 ) 

III. IMAM ZAID IBN ALI IBN HUSEIN : 

Yahya bin Abi Bakar al-'Amiri menyatakan dalam kitabnya ' ar-Riyadh al-Mustathabah',ia pernah membaca perkataan Imam al-Manshur Billah bin Hamzah-beliau adalah ulama besar Zaidiyah- dalam bukunya ' Jawab al-Masaa`il at-Tihaamiyah',ketika menjelaskan persepsi Imam Zaid tentang sahabat,ia mengatakan : "Bahwasannya beliau(Imam Zaid bin Ali) memuji mereka secara menyeluruh dan menyebutkan kelebihan-kelebihan mereka atas yang lain".Kemudian ia lanjutkan : "Mereka adalah manusia terbaik di zaman Rasulullah dan zaman setelahnya,Semoga Allah meridhai mereka dan membalas mereka atas islam ganjaran yang baik".
Ia berkata lagi : " Inilah mazhab kami,kami tidak meyatakan dengan paksaan,dan tidak menyembunyikan yang lainnya karena taqiyyah. ADAPUN MEREKA YANG LEBIH RENDAH DARI KAMI DALAM KEDUDUKAN DAN KEMAMPUAN, BERANI MENCACI MAKI, MELAKNAT, MERENDAHKAN DAN MENUDUH PARA SAHABAT,KAMI BERLEPAS DIRI KEPADA ALLAH DARI PERBUATAN MEREKA,dan inilah ilmu leluhur yang sampai kepada kami mulai dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu.

Ada pula orang-orang pada bagian ini,menyangka loyalitas tertinggi adalah dengan menghina sahabat radhiyallahu 'Anhum dan berlepas diri dari mereka,Namun sebenarnya mereka telah berlepas diri dari Rasulullah tanpa mereka sadari . 

IV. IMAM JA'FAR AL-SHADIQ : 

Suatu hari beliau menngisahkan tentang sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.beliau berkata : " Sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ada 12.000 orang.8.000 dari Madinah,2.000 dari Mekah,dan 2.000 lagi dari mereka yang dimerdekakan.Dan tidak satupun dari mereka berfaham Qadariyah,Murji`ah,Haruri,Mu'tazilah,atau ahli ra'yi(maksudnya hanya mengandalkan akal dalam berpendapat),mereka menangis siang dan malam,dan sebagian mereka berkata : " Ya Allah,wafatkanlah kami,sebelum kami memakan roti khamir " (roti yang adonannya pakai ragi).[1]
Pabila tidak ada di antara sahabat,satupun yang berfaham Murji`ah, Haruri,Mu'tazilah,atau ahli ra'yi,lalu bagaimana mungkin di antara mereka ada yang lebih jelek dari itu semua (munafiq) ! sebagaimana dituduhkan oleh orang-orang yang menuruti hawa nafsunya (Syi'ah Rafidhah,cs) ?!
______________ 
[1] . Al-Khishal,hal 638.hadits no.15. Bihar al-Anwar,juz 22,hal 305.
 

V. IMAM ABDULLAH IBN HASAN IBN HASAN IBN ALI Radhiyallahu 'Anhum :
 

Al-Hafidh Ibnu 'Asakir meriwayatkan dari Abi Khalid al-Ahmar,ia berkata : Saya bertanya kepada Abdullah bin Hasan tentang Abu Bakar dan Umar.Ia menjawab : " Semoga Allah memberikan shalawat bagi mereka berdua,DAN TIDAKKAN MENDAPAT SHALAWAT ORANG YANG TIDAK BERSHALAWAT KEPADA MEREKA BERDUA.
"[1] 
________ 
[1] . Shalawat di sini maksudnya adalah doa.Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman : 
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ [ التوبة:103]. 
Artinya : " dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka".[At-Taubah:103]. 
Begitu pula sabda Rasulullah,yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari : "Ya Allah,berilah shalawat untuk keluarga Abi Aufa".[Kitab zakat,no.63].Dari hadits Jabir bin Abdillah;bahwa seorang wanita berkata pada Rasulullah:Ya Rasulullah bershalawatlah untukku dan suamiku.Rasulullah kemudian bersabda : "Semoga Allah memberi shalawat bagimu dan suamimu".[Hadits riwayat Abu Daud,kitab sujud al-Qur`an,bab shlawat bagi selain Nabi,dengan sanad shahih]. 
Dari dalil-dalil di atas,jelaslah bahwa yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah do'a.Dan inilah yang dimaksudkan oleh Imam Abdullah bin Hasan Rahimahullah. 
Wallahu A'lam 
Sumber : Sahabat Dan Ahlul Bait Pun Saling Memuji (Ats-Tsana' al Mutabadil Bainal Aal wal Ashaab.Oleh : Sentral Riset dan Pengkajian Di Mabarrah Ahlul Bait dan Sahabat,Kuwait.http://www.almabarrah.net/wp-content/uploads/2012/07/r7ma.pdf)
 


Syaikh 'Aidh Al-Qarni: Boikot produk Iran

Syaikh ‘Aidh Al-Qarni, ulama populer Saudi penulis buku Laa Tahzan, menyatakan bahwa siapapun yang membeli produk Iran berarti telah memberikan dukungannya kepada negara yang berbuat sewenang-wenang itu. Demikian Islamemo.cc melansir, Selasa (5/5/2015).
Hal tersebut ditegaskan Syaikh Al-Qarni melalui akun Twitter pribadinya dengan tagar “Boikot Produk Iran” (Muqatha’ah Al-Muntajat Al-Iraniah).
“Siapa yang membayarkan dirham atau riyal-nya untuk produk Iran, berarti mendukung negara yang sedang berupaya menghancurkan kawasan (Timur Tengah),” ungkap Syeikh Al-Qarni pada akunnya.
“Saya akan niatkan beribadah kepada Allah Swt untuk tidak membeli produk apapun dari Iran. Negara majusi yang menyekutukan Allah, membunuh umat, dan memerangi Islam,” tanggap salah seorang followernya, dengan nama akun Turki Al Zafan.
sumber:arrahmah